A1a119047 Nadyaadp Perpajakan r002 Tugas1
A1a119047 Nadyaadp Perpajakan r002 Tugas1
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
Nadya Agustin Dwi Putri
NIM. A1A119047
Jawab:
A. Dasar Hukum Pajak
Dasar utama perpajakan Indonesia berpijak pada pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi,
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang”
B. Undang - Undang Pajak
Agar dapat diimplementasikan dalam kehidupan bernegara, maka sebagai tindaklanjut dari
bunyi pasal 23A UUD 1945 tersebut diterbitkan undang-undang yang mengatur tatacara
penyelenggaraan perpajakan. Setidaknya terdapat 8 (delapan) undang-undang yang dijadikan
landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia, yaitu:
1. UU No. 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan : DIGANTI dengan
UU No. 16/2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
2. UU No. 7/1983 Tentang Pajak Penghasilan/ UU PPh : DIGANTI dengan UU No.
17/2000
3. UU No. 8/1983 Tentang Pajak Pertambahah Nilai atas Barang dan Jaqsa dan Pajak
Penjualan atas barang Mewah, UU PPN/ PPn BM, DIGANTI dengan UU No. 18/2000
4. UU No. 12/1985 Tentang pajak Bumi dan Bangunan, UU PBB, DIGANTI dengan UU
No. 12/1994
5. UU No. 19/1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UU PPSP, DIGANTI
dengan UU No. 19/2000
6. UU No. 21/1997 Tentang Bea Perolehan hak atas Tanah dan bangunan, UU BPHTB,
DIGANTI dengan UU No. 20/2000
7. UU Pengadilan Pajak, UU PP, UU No. 14/2002
8. UU Bea Materai, UU BM, UU No. 13/1985
2. Definisi pajak
Jawab:
1. Menurut UU no.16 thn 2009 Tentang perubahan keempat atas UU no.6 thn 1983 ttg
Ketentuan umum dan Tata cara perpajakan.
Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
3. Fungsi pajak
Jawab:
Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam
lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
4. Fungsi Stabilisasi
Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumpai di berbagai
negara. Di Indonesia, pemerintah lebih menitikberatkan pada dua fungsi pajak sebagai
pengatur dan budgeter. Lembaga pemerintah yang mengelola pajak negara di Indonesia
adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan.
Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota masyarakat sendiri
untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam
Sistem Perpajakan Indonesia. Self assessment berarti wajib pajak menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melapor kewajiban perpajakannya sendiri. Jadi tidak
memaksa wajib pajak membayar pajak sebesar-besarnya, tapi sesuai dengan aturan
perundang-undangan. DJP sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan,
penyuluhan, pelayanan, serta pengawasan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan
fungsinya tersebut, DJP berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat
sesuai visi dan misinya.
4. Pengelompokan pajak
Jawab:
Pajak adalah sebagai sumber utama pendapatan sebuah negara. Mungkin untuk Anda
yang kuliah mengambil jurusan akuntansi atau perpajakan, pasti mempelajari mata kuliah ini,
ya perpajakan. Definisi umum dari berbagai jenis pajak adalah iuran yang rakyat berikan
kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dan tidak mendapat
balas jasa secara langsung. Jadi untuk Anda warga negara yang bijak pasti tidak pernah
terlambat bayar pajak.
Pajak di Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam penggolongan, jenis, dan macamnya
biasanya dibedakan berdasarkan pungutan dan pengelolaannya. Tentunya Anda perlu
mengetahui ini, karena ada uang yang Anda setorkan untuk kemajuan negara dan mengetahui
peruntukannya. Terlebih jika Anda memiliki usaha dan harus menghitung pajak dari
setiap laporan keuangan Anda.
Pajak menurut lembaga pemungutan terbagi menjadi 2 jenis pajak yaitu adalah Pajak
pusat yang biasanya dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Direktorat
jendral pajak yang dibawah naungan Kementrian keuangan. Yang kedua adalah pajak
daerah. Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut dan dikelola oleh dinas
pendapatan daerah. Contoh dari Pajak pusat adalah sebagai berikut:
Untuk pajak menurut siftanya juga menjadi terbagi 2 jenis pajak, yaitu pajak subyektif
dan pajak objektif, untuk perbedaannya adalah:
1. Pajak Subyektif
Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin
atau tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Jadi pada dasarnya setiap
orang yang menghuni wilayah di Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak
tersebut. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Sementara bagi warga negara asing
yang tinggal di Indonesia dikenakan wajib pajak jika memiliki keterikatan ekonomis
dengan Indonesia, Contohnya jika WNA tersebut memiliki usaha di Indonesia maka akan
dikenakan wajib pajak. Contoh pajak subyektif adalah Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak objektif
pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan
keadaan atau kondisi diri wajib pajak. Lebih tepatnya pajak objektif dikenakan pada
seorang warga negara Indonesia jika penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Ada beberapa golongan warga negara Indonesia yang terkena wajib pajak jenis ini.
Pertama, adalah mereka yang menggunakan benda atau alat yang menurut ketentuan
dikenai pajak. Kedua, pajak yang diambil terkait kekayaan yang dimiliki, kepemilikan
barang-barang mewah dan pemakaiannya. dan yang terakhir adalah jika seseorang
melakukan pemindahan harta dari Indonesia ke suatu negara lain, maka aktivitas tersebut
akan dikenai wajib pajak. Untuk contoh pajak objektif sendiri adalah : Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)
Pengelompokan jenis pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu pajak langsung
dan pajak tidak langsung, berikut penjelasannya :
1. Pajak Langsung
Jenis pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain,
pajak langsung harus dibayar sendiri oleh wajib pajak bersangkutan. Pajak langsung
biasanya melekat pada orang pribadi si wajib pajak, sehingga hak dan kewajibannya
tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Pajak yang termasuk dalam pajak langsung di
antaranya adalah pajak:
Jenis ajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeser
kepada pihak lain. Dengan kata lain, pembayarannya dapat diwakilkan kepada pihak lain.
Pajak tidak langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak, sehingga pengenaannya tidak
dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan perbuatan atas kejadian.
Ada tiga unsur untuk mengenali pajak tidak langsung:
1. Penanggung jawab pajak yaitu orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk
dikenakan pajak.
2. Penanggung pajak yaitu orang yang dalam faktanya memikul beban pajak.
3. Pemikul beban pajak, yakni orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus
memikul beban pajak.
Jawab:
Pajak memiliki peran yang amat penting bagi keberlangsungan sebuah negara. Salah satu
perannya adalah sebagai sumber biaya pembangunan. Agar aktivitas perpajakan dapat berjalan
lancar, pemerintah pun menyediakan payung hukum dan asas pemungutan pajak. Asas
perpajakan sendiri merupakan dasar dan pedoman yang digunakan oleh pemerintah saat
membuat peraturan atau melakukan pemungutan pajak. Setidaknya ada tiga asas pemungutan
pajak yang kerap dijadikan pedoman di dunia, yaitu:
1. Asas tempat tinggal. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan domisili atau tempat
tinggal seseorang
2. Asas kebangsaan. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan kebangsaan seseorang.
Sebagai contoh, meskipun ada orang Amerika yang tinggal di Jepang, orang tersebut
tidak bisa diwajibkan untuk membayar pajak karena kebangsaannya bukan Jepang.
3. Asas sumber. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan sumber atau tempat penghasilan
berada.
Sedangkan, di Indonesia kita memiliki tujuh asas pemungutan pajak yang selalu dijadikan
pedoman. Baca penjelasan lengkapnya di bawah ini:
1. Asas financial
Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan
(finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak. Contohnya: Pak
Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar Rp15.000.000 per tahun,
sedangkan Bu Laila bekerja sebagai Advokat dengan pendapatan sekitar Rp1.000
000.000 per tahun. Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar kedua
orang tersebut tentu saja berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak
yang harus dibayarkan kedua orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka
selama setahun.
2. Asas ekonomis
Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai
dengan kepentingan umum (kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak juga tidak
boleh menjadi penyebab merosotnya kondisi perekonomian rakyat. Bahkan, dengan
adanya pemanfaatan hasil pajak, diharapkan pemerintah bisa membangun negeri ini
secara maksimal tanpa harus mendapatkan pembiayaan melalui skema lain seperti utang
luar negeri.
3. Asas yuridis
Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Selain itu
pemungutan pajak di Indonesia juga diatur oleh beberapa undang-undang, yaitu:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Asas umum
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum. Berdasarkan asas ini,
pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik
pemungutan maupun penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk masyarakat
Indonesia.
5. Asas kebangsaan
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib
membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di negeri ini. Berdasarkan asas
kebangsaan pula, warga asing yang tinggal atau berada di Indonesia selama lebih dari 12
bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan negara ini wajib dikenai pajak selama
penghasilan yang mereka dapatkan bersumber dari Indonesia.
6. Asas sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan
berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya
diberlakukan untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia. Sebagai contoh, Pak
Ahmad merupakan warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di Australia, meskipun
secara dokumen kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi berdasarkan sumber
pendapatannya Pak Ahmad tidak wajib membayar PPH yang dipungut oleh pemerintah
Indonesia.
7. Asas wilayah
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak. Contohnya, Bu Laila
merupakan WNI yang tinggal di Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik rumah
maupun barang yang digunakan Bu Laila tidak wajib dikenai pajak oleh pemerintah
Indonesia. Sebaliknya, jika ada WNA yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu
tertentu, WNA tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan hukum yang berlaku di negeri
ini.
Jawab:
Sistem pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang digunakan untuk menghitung
besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara. Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem
pemungutan pajak, yakni:
Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri.
Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika wajib pajak telat
lapor, telat bayar pajak terutang, atau terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak
bayarkan namun tidak dibayarkan.
3. Withholding System
Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib
pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh Witholding System adalah pemotongan
penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan
tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut. Jenis pajak yang
menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh
Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.
7. Hukum pajak
Jawab:
Hukum pajak adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hak dan kewajiban serta
hubungan antara wajib pajak dan pemerintah selaku pemungut pajak. Namun, tafsir
mengenai apa itu hukum pajak sebenarnya beragam. Setidaknya, terdapat enam ahli yang
pernah mengungkapkan pendapatnya mengenai hukum pajak, yakni:
1. Santoso Brotodihardjo
Menurut Santoso Brotodihardjo, hukum pajak atau yang juga dikenal sebagai hukum
fiskal merupakan aturan-aturan yang meliputi wewenang atau hak pemerintah dalam
mengambil kekayaan seseorang dan memberikannya kembali ke masyarakat melalui kas
negara. Dalam hal ini, hukum pajak merupakan hukum publik yang mengatur hubungan
orang pribadi atau badan hukum yang memiliki kewajiban untuk menunaikan pajak
(wajib pajak) dengan negara.
2. Bohari
Pendapat senada juga diutarakan oleh Bohari. Menurutnya, hukum pajak merupakan
kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur rakyat selaku pihak yang
membayar pajak dengan pemerintah selaku pemungut pajak.
3. Rachmat Soemitro
Menurut Rachmat Soemitro, hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur
hubungan rakyat selaku pembayar pajak dengan pemerintah selaku pemungut pajak.
4. Erly Suandy
Erly Suandy juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, hukum
pajak atau hukum fiskal merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan
antara rakyat selaku wajib pajak dengan penguasa atau pemerintah selaku pemungut
pajak.
Pada awalnya, pajak bukanlah suatu pungutan, melainkan pemberian sukarela yang
diberikan oleh rakyat untuk raja yang telah memelihara kepentingan negara, menjaga
negara dari serangan musuh, membiayai pegawai kerajaan, dan lain sebagainya.
Biasanya, warga negara yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura
diwajibkan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan kepentingan umum
dalam kurun waktu yang ditentukan. Sementara, orang-orang yang memiliki status sosial
lebih tinggi dan memiliki cukup harta dapat terbebas dari kewajiban tersebut dengan
membayar uang ganti rugi. Di Indonesia, pajak awalnya merupakan suatu upeti atau
pemberian secara cuma-cuma oleh rakyat kepada raja atau penguasa. Namun, upeti ini
hanya digunakan untuk kepentingan penguasa saja, tidak dikembalikan ke rakyat. Seiring
dengan berjalannya waktu, upeti yang diberikan oleh rakyat tersebut tidak lagi digunakan
untuk kepentingan satu pihak, tetapi mulai mengarah ke kepentingan rakyat itu sendiri.
Jadi, harta yang dikeluarkan oleh rakyat akan digunakan untuk kepentingan rakyat juga,
misalnya untuk menjaga keamanan rakyat, membangun saluran air, membangun sarana
sosial, dan lain sebagainya.
Setidaknya, ada delapan undang-undang yang menjadi landasan atau dasar hukum
pemungutan pajak di Indonesia, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Penghasilan.
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas
Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah.
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan.
8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, pajak memiliki sejumlah fungsi yang
didasarkan pada asas-asas yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Adapun fungsi
hukum pajak adalah sebagai berikut:
1. Hukum pajak berfungsi sebagai acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak
yang berlandaskan atas dasar keadilan, efisien, serta diatur sejelas-jelasnya dalam
undang-undang tentang hukum pajak itu sendiri.
2. Hukum pajak berfungsi sebagai sumber yang menerangkan tentang siapa subjek dan
objek yang perlu atau tidak perlu dijadikan sumber pemungutan pajak demi
meningkatkan potensi pajak secara keseluruhan.
Jawab:
Perlawanan pasif pemungutan pajak dalam bentuk pasif merupakan penghindaran yang
inisiatifnya bukan berasal dari kemauan atau inisiatif para wajib pajak. , umumnya
masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis untk menghindar dari kewajiban
tidak melakukan suatu upaya yang sistematis untuk menghindar dari kewajiban pajak
sehingga menghambat penerimaan negara, tetapi lebih dikarenakan oleh kebiasaan-
kebiasaan, keadaan social dan struktur ekonomi masyarakat, tingkat moralitas dan
intelektualitas yang berlaku dalam masyarakat, atau dikarenakan adanya teknis
pemungutan atau sistem administrasi, penerapan hokum, dan pengawasan perpajakan yang
longgar atau kurang baik. Yang sehingga mempengaruhi tingkat kesadaran dan kepatuhan
dalam membayar pajak.
a) Struktur Ekonomi
Yaitu perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya system kontrol yang dilakukan
oleh fiskus ataupun karena objek dari pajak itu sendiri yang sulit untuk dikontrol.
Contohnya di Belgia terdapat pajak yang dikenakan terhadap permata. Dikarenakan
ukuran permata yang kecil dan sulit dikontrol keberadaannya maka bisa saja pemilik
permata ini menyembunyikannya agar terhindar dari pengenaan pajak.
cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan pengisian formulir yang rumit
menyebabkan adanya penghindaran pajak, prosedur yang berbelit-belit dan
menyulitkan wajib pajak dan membuka celah untuk negosiasi antara petugas dan
pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya penghindaran pajak.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan Aktif adalah perlawanan yang inisiatofnya berasal dari wajib pajak itu sendiri,
melalui serangkaian upaya yang sistematis, secara langsung bertujuan untuk menghindar
pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang semestunya harus dibayarkan, berupa
tindakan cara-cara tertentu untuk mengurangi, menggelapkan, menyeledupkan dan
menghilangkan beban pajak yang seharusnya dibayar, sehingga mengakibatkan
berkurangnya penerimaan pajak negara. Macam atau jenis penghindaran aktif yaitu anatara
lain:
Pengelakan pajak secara pelaporan tetapi isi tidak benar atau tidak lengkap, informasi
dan dokumen palsu yang tindakan ini untuk menolak membayar pajak atau menolak
untuk memenuhi formalitas yang harus dipenuhi menurut perundag-undangan.
9. Timbul dan hapusnya utang pajak
Jawab:
Timbul dan hapusnya utang pajak masih menjadi perbincangan hangat di antara para praktisi.
Pasalnya, belum ada penjelasan mengenai timbulnya utang pajak dalam undang-udang
sehingga terjadi perbedaan pendapat atau persepsi mengenai hal tersebut.
Meski belum ada peraturan yang menjelaskan tentang timbulnya utang pajak, para praktisi
saat ingin menggunakan dua teori atau dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak.
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pegawai
pajak yang membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya). Hal ini terjadi jika pemungutan pajak dilakukan dengan official
assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus
dibayar dan dihitung oleh fiskus. Kemudian fiskus akan mengirimkan surat
pemberitahuan terkait jumlah yang harus dibayarkan kepada Wajib Pajak.
2. Ajaran Materil
Utang pajak timbul karena undang-undang dan karena ada sebab yang mengakibatkan
seseorang atau suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab yang membuat seseorang
memiliki utang pajak di antaranya:
Anda tidak perlu khawatir jika memiliki utang pajak karena Anda dapat menghapusnya
dengan beberapa cara yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan. Ada 5 cara
menghapus utang pajak.
1. Pembayaran
Cara pertama menghapus utang pajak adalah dengan membayarnya pada negara.
Pembayarannya secara lunas dalam bentuk sejumlah uang oleh Wajib Pajak ke Kas
Negara. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat membayarnya sendiri atau menguasakannya
pada pihak lain selama pihak tersebut bertindak atas nama wajib pajak yang memiliki
utang pajak. Selain itu, pembayaran ini perlu menggunakan mata uang yang berlaku di
Indonesia, dalam hal ini adalah Rupiah.
2. Kompensasi
Kompensasi dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan dalam membayar
pajak sehingga dapat digunakan untuk membayar utang pajak. Kelebihan bayar pajak
sendiri dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan undang-undang pajak,
kekeliruan pembayaran, adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya. Karena itu,
kelebihan pajak ini dapat dikreditkan. Wajib pajak dapat menghapus utang pajak
menggunakan cara ini dengan syarat ia wajib mengajukan sendiri kepada pejabat pajak.
Selain itu, Wajib Pajak tidak bisa mengkompensasikan utang pajak dengan utang biasa
karena berbeda konteks. Kompensasi dapat berupa:
1) Kompensasi kerugian, ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu kompensasi kerugian
yang mendatar (horizontal compensative), kompensasi yang tegak (vertical
compensative), dan kompensasi kerugian perang.
2) Kompensasi pembayaran, ini dapat dilakukan jika salah satu pihak memiliki
utang dan memiliki tagihan pada pihak lain.
Jika ingin menggunakan cara kompensasi, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan:
1) Bahwa pada saat yang sama, kedua subjek saling mempunyai tagihan.
2) Hal yang dikompensasikan hanyalah dua utang berupa uang dan barang yang
sama macamnya.
3) Kompensasi berlaku karena hukum, bahkan jika pihak yang berhutang tidak
mengetahuinya dan saling menghilangkan utang yang sama besarnya pada saat
yang sama.
3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa di sini adalah kedaluwarsa penagihan. Melansir dari DJP, hak untuk menagih
pajak kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejat tanggal terutang
pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang
bersangkutan. Kedaluwarsa penagihan pajak dapat dicegah dengan melakukan penagihan
teguran, dan pengakhiran dengan mengajukan permohonan keberatan atau penangguhan.
Selain itu, ada dua macam kedaluwarsa dalam hal utang pajak. Pertama adalah
kedaluwarsa lemah (penagihannya kedaluwarsa), dan kedua adalah kedaluwarsa kuat
(utangnya kedaluwarsa).
4. Pembebasan
Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara pembebasan. Namun,
pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti menghilangkan pokok utang pajak,
meniadakan sanksi administratif terkait utang pajak. Tetapi, utang pajak dapat berakhir
dengan pembebasan karena cara ini merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan
tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.
5. Penghapusan/Peniadaan
Penghapusan utang pajak mirip dengan cara pembebasan. Perbedaannya, cara penghapusan
diberikan karena keadaan keuangan Wajib Pajak. Penghapusan juga merupakan cara untuk
mengakhiri utang pajak. Namun, hanya dengan alasan tertentu, seperti Wajib Pajak terkena
musibah atau karena dasar penetapannya tidak benar. Ketika utang pajak telah dihapus,
perikatan pajak akan berakhir sehingga Wajib Pajak tidak lagi memiliki kewajiban
membayar pajak yang terutang.
Jawab:
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab
wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang
berbeda-beda. Dasar pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan
dasar untuk menghitung pajak terutang.
1. Tarif Progresif
Tarif pajak progresif merupakan tarif pungutan pajak yang mana persentase akan naik
sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Di Indonesia itu sendiri, tarif pajak progresif
ini diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi, seperti:
1) Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya 5%.
2) Lapisan PKP lebih dari Rp50 – Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.
3) Lapisan PKP lebih dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%.
4) Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif pajaknya 30%.
2. Tarif Degresif
Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini merupakan tarif
pajak yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajak tinggi. Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan
pajaknya semakin meningkat. Jadi, jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang
tidak ikut mengecil. Melainkan bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajaknya semakin besar.
3. Tarif Proporsional
Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan
terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun jumlah objek pajak, persentasenya
akan tetap. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (10%) dan PBB (0,5%) dari berapa
pun objek pajaknya.
4. Tarif Tetap/Regresif
Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa
memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya. Tarif tetap juga dapat
diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap sesuai dengan peraturan yang telah
diberlakukan, seperti Bea Meterai dengan nilai atau nominal sebesar Rp3.000 dan Rp6.000.
Pada dasarnya tarif pajak dipungut berdasarkan atau sesuai dengan pengelompokan jenis-
jenis pajak.