Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


ADHD adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang paling
umum pada masa kanak-kanak; mengenai 7% hingga 10% semua anak,
dan hingga 5% orang dewasa (Vessey & Wilkinson, 2008). ADHD
detandai dengan tidak perhatian, implusivitas, mudah terdistraksi, dan
hiperaktivitas. Terdapat tiga sub tipe ADHD yaitu, hiperaktive-impulsif,
tidak penuh perhatian, dan kombinasi. Anak yang mengalami ADHD
mengalami gangguan dalam kemampuan belajar, sosialisasi, dan
kepatuhan, yang menimbulkan banyak kebutuha pada anak, orang tua,
guru, dan komunitas.
(ADHD) di Indonesia angkanya termasuk cukup tinggi, dengan
jumlah mencapai 26,4%. Hal ini diperkuat dengan data Badan Pusat
Statistik Nasional (BPSN) pravalensi anak dengan ADHD tahun 2017
bahwa terdapat 82 juta populasi anak di Indonesia, satu diantara lima anak
dan remaja dibawah usia 18 tahun mengalami masalah kesehatan jiwa,
sedikitnya ada 16 juta anak mengalami masalaha kejiwaaan termasuk
ADHD. Gangguan hiperaktivitas ini dapat dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari pada anak usia sekolah sampai remaja, bahkan apabila tidak
segera ditangani maka akan berpengaruh kepada masa depan seseorang
(Barkley,2018).Menurut Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan
Anak (2018), menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Gangguan ini perlu ditangani sedini mungkin untuk
menghindari kemungkinan akan mengakibatkan efek yang lebih berat di
saat dewasa.
Menurut Sondakh (dikutip Rahmanto A, 2020) Retardasi Mental
merupakan masalah dengan implikasi yang besar terutama di negara
berkembang. Diperkirakan terdapat 3% dari total populasi di dunia yang
mengalami RM, tetapi hanya 1-1,5% yang terdata.
Angka kejadian retardasi mental di dunia pada anak laki-laki dan
perempuan 1,2 : 1. Anak retardasi mental di Amerika Serikat berjumlah
3000 – 5000 setiap tahunnya. Anak retardasi mental di Indonesia
menempati populasi terbesar keempat di dunia (Ariani, Soeselo, &
Surilena, 2018). Anak retardasi mental berjumlah 6.600.000 jiwa di
Indonesia (Tiranata, Retnaningsih, & Suwarsi, 2018).
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah anak
RM di Indonesia sekitar 7-10% dari total jumlah anak. Pada tahun 2018
jumlah anak RM 679.048 atau 21,42%, dengan perbandingan laki-laki
60% dan perempuan 40%. Dengan kategori RM sangat berat (Ideot) 25%,
kategori berat 2,8%, RM cukup berat (Imbisil debil profound) 2,6%, dan
RM ringan 3,5% (Kemenkes RI , 2020). Sebagai makhluk individu dan
sosial, seseorang yang mengalami retardasi mental tentu memiliki hasrat
seperti halnya anak normal, namun upaya individu sering mengalami
hambatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Efendi, 2018).
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja definisi dari ADHD & Retardasi mental ?
2. Apa saja etiologi ADHD & Retardasi mental ?
3. Apa tanda & gejala dari ADHD & Retardasi mental ?
4. Bagaimana patofisiologi dari ADHD & Retardasi mental ?
5. Apa saja klasifikasi ADHD & Retardasi mental ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari ADHD & Retardasi mental ?
7. Apa saja penatalaksanaan untuk ADHD & Retardasi mental ?
8. Apa saja komplikasi dari ADHD & Retardasi mental ?
9. Bagaiamana askep teori keperawatan untuk ADHD & Retardasi
mental ?
1.3. TUJUAN
1. Untuk menegetahui Apa saja definisi dari ADHD & Retardasi mental.
2. Untuk menegetahui Apa saja etiologi ADHD & Retardasi mental.
3. Untuk menegetahui Apa tanda & gejala dari ADHD & Retardasi
mental.
4. Untuk menegetahui Bagaimana patofisiologi dari ADHD & Retardasi
mental.
5. Untuk menegetahui Apa saja klasifikasi ADHD & Retardasi mental.
6. Untuk menegetahui Apa saja pemeriksaan penunjang dari ADHD &
Retardasi mental.
7. Untuk menegetahui Apa saja penatalaksanaan untuk ADHD &
Retardasi mental.
8. Untuk menegetahui Apa saja komplikasi dari ADHD & Retardasi
mental.
9. Untuk menegetahui Bagaiamana askep teori keperawatan untuk
ADHD & Retardasi mental.
1.4. MANFAAT
1. Bagi Institut Pendidikan
Manfaat makalah ini bagi institut adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan mahasiswa dalam memahami ADHD & Reterdasi mental
2. Bagi Lingkup Tenaga Kesehatan (Perawat)
a. Menambah wawasan tentang ADHD & Reterdasi mental
b. Menembah wawasan tentang pentingnya konsep keperawatan
yang ada termasuk ADHD & Reterdasi mental
3. Bagi Mahasiswa
a. Menambah wawasan tentang ADHD & Reterdasi mental
b. Sebagai referensi untuk belajar
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
1. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Ganguan pemusatan perhatian/Hiperaktivitas (Attentions Deficit
Hyperactivity Disorder ADHD) adalah salah satu gangguan kesehatan
mental yang paling umum pada masa kanak-kanak; mengenai 7%
hingga 10% semua anak, dan hingga 5% orang dewasa (Vessey &
Wilkinson, 2018).
ADHD ditandai dengan tidak perhatian, implusivitas, mudah
terdistraksi, dan hiperaktivitas. Terdapat tiga sub tipe ADHD yaitu,
hiperaktive-impulsif, tidak penuh perhatian, dan kombinasi. Anak yang
mengalami ADHD mengalami gangguan dalam kemampuan belajar,
sosialisasi, dan kepatuhan, yang menimbulkan banyak kebutuha pada
anak, orang tua, guru, dan komunitas. Sekitar 50% hingga 60% anak
yang mengalami ADHD juga memiliki komorbiditas (gangguan yang
menyertai penyakit primer) seperti oppositional defiant disorder (ODD)
gangguan ketidak mampuan konstan, gangguan perilaku, gangguan
ansietas, depresi, gangguan perkembangan yang tidak berat, gangguan
prose auditori, atau disabilitasbelajar atau membaca (Ryan-Krause,
2020).
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku seseorang yang menunjukkan
sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidakm menaruh perhatian dan
implusif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu
bergerak dan tidak bisa menikmati asiknya permainan atau mainan yang
disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian
mereka sering beralih dari satu fokus ke fokus yang lainnya. Mereka
seakan-akan tampa henti mencari sesuatu yang menarik dan
mengasikkan namun tak kunjung dating.
Jadi yang diamaksud hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada
seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali,
tidak menaruh perhatian dam implusif. Anak hiperaktif selalu bergerak
dan tidak pernah merasakan asiknya permainan atau mainan yang
disukai oleh anak-anak seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka
yang sering beralih.
2. Retardasi mental
Retardasi mental merupakan salah satu karakteristik anak
berkebutuhan khusus. Retardasi mental merupakan kondisi anak
yang kecerdasannya berada jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial
(T. Sutjihati Somantri, 2017: 103). Hal tersebut sejalan dengan
definisi retardasi mental menurut AAMR (American Association on
Mental Retardation), yaitu anak dengan keterbelakangan mental
merupakan anak yang menunjukkan keterlambatan di hampir seluruh
aspek fungsi akademik dan fungsi sosialnya (Rini Hildayani, dkk,
2018: 6.3). Teori tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Zigler dalam Santrock, (2017: 178), yaitu “the most distinctive feature
mental retardation is inadequate intellectual functioning”. Definisi
tersebut memperjelas tentang anak yang mengalami retardasi
mental yaitu terbatasnya atau tidak cukup fungsi intelektual.
Lebih lanjut dijelaskan tentang perkembangan individu yang
mengalami retardasi mental yaitu “development of an individual
with mental retardation depends on the type and extent of the
underlying disorder, the associated disabilities, environmental factors,
psychological factors, cognitive abilities and comorbid
psychopathological conditions (Ludwik, et al., 2001)” dalam jurnal
Social development of children with mental retardation. Hal
tersebut berarti perkembangan individu yang mengalami retardasi
mental bergantung kepada tipe dan tingkat dari gangguan yang
mendasari, gabungan disabilitas, faktor lingkungan, faktor
psikologis, kemampuan kognitif, dan kondisi psychopathological.
Jadi, berdasarkan berbagai definisi tersebut, maka dapat diketahui
bahwa retardasi mental merupakan kondisi anak yang menunjukkan
keterlambatan di hampir seluruh aspek fungsi akademik dan fungsi
sosialnya disebabkan oleh terhentinya atau tidak lengkapnya
perkembangan pikiran.
B. ETIOLOGI
1. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Etiologi dari ADHD masih belum jelas sampai sekarang. Menurut
dugaan, terdapat hubungan antara ginetik dak factor neurological yang
memainkan peran penting dalam terjadinya ADHD. Factor etiologi lain
yang dikatakan memiliki kontribusi dalam menyebabkan ADHD adalah
sebagai berikut:
a. Factor Biologi
Diet, kontaminasi rokok dan alcohol, merokok saat hamil,
dan berat bayi lahir rendah (BBLR) dipercaya dapat mengarahkan
kepada gejala ADHD. Namun, bukan termasuk penyebab utama
dari ADHD. Kehamilan dan komplikasi saat melahirkan
merupakan predisposisi terhadap ADHD.
b. Faktor Psikologi
Konflik kronis dalam keluarga, kohesi keluarga yang
menurun, dan paparan terhadap psikopatologi orang tua (terutama
ibu) banyak ditemukan pada keluarga ADHD dibandingan pada
keluarga normal. Saat ini masih belum jelas apakah paparan
kekerasan saat masa kecil merupakan faktor resiko dari ADHD.
c. Faktor Genetik
Genetik sangat dipercaya memainkan peran penting
terhadap terjadinya ADHD. Berdasarkan dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan, rata-rata faktor genetic memengaruhi
terjadinya ADHD adalah sebesar 77%.
d. Faktor Neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi
yang lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya
proses persalinan, distress fetal, persalina dengan ekstraksi forsep,
toksimia gravidarum atau ekslamsia dibandingkan dengan
kehamilan dengan persalinan normal. Disampaing itu faktor-faktor
seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu
muda, ibu yang merokok dan meminum alkoholjuga meninggikan
insiden hiperaktif.
Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi
dalam bidang neurologi yang sampai kini di anut adalah terjadinya
disfusi pada salah satu neurotransmitter di otak yang bernama
dopami. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk
memelihara proses konsentrasi. Beberapa studi menunjukkan
adanya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak
hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal,
daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan.
2. Reterdasi mental
Etiologi dari retardasi mental bermacam-macam. Retardasi mental
secara umum dapat terjadi karena faktor genetik, biologis non
keturunan dan lingkungan, hal tersebut dapat dirinci sebagai berikut
(Rini Hildayani, 2018:6.5):
a. Faktor genetik
Keterbelakangan mental adalah suatu bentuk sebaxgai
akibat adanya sebuah kroomosom tambahan pada pasangan ke-
21 dari autosom (pasangan yang normal). Keadaan ini
berlangsung sejak individu berada pada masa konsepsi.
Terjadi kelainan kromosom karena penambahan atau
pengurangan suatu kromosom. Akibatnya terjadi kelainan secara
fisik maupun fungsi-fungsi kecerdasannya.
b. Biologis non-keturunan
Retardasi mental yang terjadi karena biologis non
keturunan yaitu; radiasi sinar x, gizi ibu yang buruk, obat-obatan
dan faktor rhesus.
c. Lingkungan
Penolakan orang tua dapat menjadi prenyebab retardasi
mental. Anak yang diterima oleh orang tuanya sangat mungkin
telah mendapat stimulasi yang cukup untuk optimalisasi
perkembangannya. Demikian pula karena keadaan ekonomi
keluarga yang sangat kekurangan sehingga anak tidak mendapat
fasilitas untuk stimulasi perkembangannya, misalnya pendidikan
formal, ketersediaan buku atau mainan
C. TANDA DAN GEJALA
1. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. (1) atau (2)
(1) Enam atau lebih gejala kurang perhatian telah ada selama
sekurangnya 6 bulan sampai ke tingkat maladaptif dan bersifat
inkonsisten terhadap tingkat pertimbangan: kurang perhatian
1) Sering gagal memberikan perhatian penuh pada hal-hal
yang mendetail atau membuat kesalahan sembrono dalam
tugas-tugas sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lainnya.
2) Sering mengalami kesulitan dalam memfokuskan perhatian
pada tugas-tugas atau aktivitas bermain.
3) Sering tampak tidak mendengarkan bila diajak bicara
langsung.
4) Sering tidak menaati instruksi dan tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas, atau pekerjaan di
tempat kerja (bukan karena sikap menentang atau karena
tidak mengerti instruksi)
5) Sering merasa kesulitan mengatur tugas dan aktivitas
6) Sering menghindar, tidak menyukai, atau enggan terlibat
dalam tugas-tugas yang memerlukan usaha mentak terus
menerus (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah)
7) Sering menghilangkan barang-barang yang diperlukan
untuk mengerjakan tugas atau aktivitas (mis, mainan, tugas
sekolah, pensil, buku atau alat-alat)
8) Sering terdistraksi oleh stimulus luar
9) Pelupa dalam aktivitas sehari-hari
(2) Enam atau lebih gejala hiperaktivitas-implusif telah ada
sekurangnya 6 bulan sampai ke tingkat maladaptive dan
inkonsisten terhadap tingkat perkembangan: Hiperaktivitas
1) Tangan dan kaki sering tidak bisa diam karena gelisah atau
mengeliat di tempat duduk.
2) Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam
situasi lain yang seharusnya tidak diperkenankan.
3) Sering berlarian atau memanjat berlebih pada situasi yang
tidak semestinya (pada remaja atau dewasa, dapat dibatasi
pada kegelisahan subjektif).
4) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat
dalam aktivitas waktu yang senggang dengan tenang.
5) Sering tampak tidak bisa diam atau seperti diburu-buru
6) Bicara sering berlebihan. Impulsivitas
7) Sering menjawab tanpa dipikir sebelum pertanyaannya
selesai.
8) Sering tidak sabar menunggu giliran.
9) Sering mengintrupsi atau mengganggu orang lain (mis,
memotong percakapan).
b. Beberapa gejala hiperaktif-implus atau kurang perhatian yang
menyebabkan kerusakan, telah ada sebelum usia 7 tahun.
c. Beberapa kerusakan akibat gejala terlihat dalam dua tatanan atau
lebih (mis, di sekolah atau ditempat kerja).
d. Harus ada bukti nyata tebtabg kerusakan yang secara klinis
bermakna dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan

Gejala-gejala tersebut tidak terjadi semata-mata selama perjalanan


perkembangan penyakit, skizofrenia, atau penyakit psikotik lain dan
tidk dapat ditimbulkan oleh penyakit mental lain (mis, gangguan alam
perasaan, gangguan ansietas, gangguan disosiatif, atau gangguan
kepribadian).
2. Reterdasi mental
Sedangkan gejala dari reterdasi mental tergantung dengan tipenya.
Adalah sebagai berikut :
1. Retardasi mental ringan
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi
mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dalam tipe sosial
budaya, dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik
kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat
diajar baca tulis bahkan bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih
ketereampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu
mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya
mereka ini kurang mampu menghadapi stres, sehingga tetap
membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
2. Retardasi mental sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi
mental, mereka ini mampu latih terapi tidak mampu didik. Taraf
kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas 2 SD saja,
tetapi dapat dilatih mengusai suatu keterampilan tertentu misalnya
pertukangan, pertanian, dll, dan apabila bekerja nanti mereka ini
perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus
dirin sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu menghadapi stres
dan kurang dapat mandiri, sehingga memerlukan bimbingan dan
pengawasan.
3. Retardasi mental berat
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk
kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini, karena
selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan
dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat
keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini
termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan
kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih
keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan
sepanjang hidupnya.
4. Retardasi mental sangat berat
Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik.
Diagnosis ini mudah dibuat karena baik mental dan fisik sangat
jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini
seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitarnya.
D. PATOFISIOLOGI
1. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Defisit perhatian/Hiperaktivitas (Attention-Deficit/Hyperactivitity
Disorder, ADHD) adalah suatu gangguan neurobiologis kronis yang
ditandai dengan masalah-masalah pengaturan aktivitas (hiperaktivitas),
perilaku penghambat (impulsivitas), dan mengikuti tugas (tidak ada
perhatian). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders,
edisi keemapat teks revisi (DSM IV-TR), menggarisbawahi gejala
prilaku spesifik yang dapat di observasi. Untuk memenuhi kriteria
ADHD, gejala-gejalanya harus terjadi di tatanan manapun. Dengan kata
lain jika anak hiperaktif dirumah dan disekolah tidak, ADHD tidak
dapat dijadikan diagnosis.
Walaupun penyebab pasti ADHD tetap tidak teridentifikasi,
perhatian pada saat ini mencakup etiologinya pada perubahan sistem
neurotransmitter dopamine dan norepinefrin. Gejala inpulsivitas,
hiperaktivitas, dan tidak/kurang perhatian dimulai sebelum usia 7 tahun
dan berlangsung lebih lama dari 6 bulan. Gejala terlihat di tatanan
sekolah dan rumah, yang mengganggu interaksi keluarga dan sosial.
Anak dan remaja yang menderita ADHD mengalami frustasi, alam
perasaan yang labil, ledakan emosi, penolakan teman sebaya, performa
sekolah yang buruk, dan harga diri yang rendah. Mereka juga dapat
memiliki kemampuana metakognitif yang buruk, seperti organisasi,
manajemen waktu, dan kemampuan untuk mengurai proyek menjadi
rangkaian tugas yang lebih kecil. Mereka tidak malas atau tidak
termotivasi, hanya saja memiliki keterampilan yang buruk dalam area
ini.
Ketika anak memasuki masa remaja, gejala yang dapat diobservasi
kurang jelas. Kegelisahan dan kegugupan menggantikan aktivitas yang
berlebihan semasa kanak-kanak. Remaja dengan ADHD memiliki
kesulitan dalam mematuhi harapan perilaku atau persturan yang
biasanya diobservasi dalam lingkungan pendidikan dan pekerjaan.
Gejala dapat terus berlangsung sampai masa dewasa. Individu tersebut
mungkin dijuluki “orang yang tidak bisa diam”, selalu sibuk dan tidak
dapat duduk tenang. Tidak ada tanda penyebab terjadinya ADHD.
Kemungkinan karena pengaruh ginetik, akan tetapi sampai sekarang
pengaruh tersebut belum ditemukan. Faktor resiko yang ada adalah
neurogenesis dan genetic. Sebagian besar yang dapat diamati adalah
fktor resiko janin, yang meliputi konsumsi terhadap alkohol, nikotin,
timbal, dan defisiensi nutrient (yaitu defisiensi besi, kalsium).
2. Reterdasi mental
Reterdasi Mental merujuk pada keterbatasannya fungsi hidup
sehari-hari. Reterdasi mental ini termasuk kelemahan atau
ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak
(sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan
dibawah normal (IQ 70 sampai 75 atau kurang) dan disertai
keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif :
berbicara dan berbahasa, kemampuan/ keterampilan merawat diri,
kerumahtanggaan, keterampilan sosial, penggunaan sarana-sarana
komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik
fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab reterdasi mental bisa
digolongkan ke dalam prenatal, peringatan dan pasca natal. Diagnosis
reterdasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
E. KLASIFIKASI
1. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. Tipe Anak Yang Tidak Bisa Memusatkan Perhatian
Dalam tipe ini sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi
tidak hiperaktif atau implusif. Mereka tidak menunjukkan gejala
hiperaktif, tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka
seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti berada di
awang-awang. Tidak bisa berbicara atau menerima instruksi karena
perhatiannya terus berpindah-pindah dan kacau.
b. Tipe Anak Yang Hiperaktif dan Implusif
Anak-anak dalam tipe ini menunjukkan gejala yang sangat
hiperaktif dan implusif, akan tetapi bisa memusatkan perhatian.
Tipe ini seringkali ditemukan pada anak-anak kecil. Anak dalam
tipe ini memiliki ciri-ciri seperti: terlalu energik, lari kesana
kemari, melompat seenaknya, memanjat-manjat, banyak bicara,
dan berisik. Ia juga implusif: melakukan sesuatu secara tak
terkendali, bertindak tanpa pertimbangan, tak bisa menunda
respons, tidak sabaran. Tetapi yang mengherankan, sering pada
saat belajar, ia menampakkan tidak perhatian akan tetapi ternyata
ia bisa mengikuti pelajaran.
c. Tipe Gabungan
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif
dan implusif. Kebanyakan anak-anak termasuk tipe seperti ini.
Anak dalam tipe ini mempunyai ciri-ciri berikut: kurang mampu
memperhatikan aktivitas dan mengikuti permainan atau
menjalankan tugas, perhatiannya mudah terpecah, mudah berubah
pendirian, selalu aktif secara berlebiahan dan impulsif.
2. Reterdasi mental
a. Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi
mental dapat dididik (educable). Anak mengalami gangguan
berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan
bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka
juga mampu mengurus diri sendiri secara independen(makan,
mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung
kemih), meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat
dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada
pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam
membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural yang
memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada
masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial,
akan terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal tidak
mampu menguasai masalah perkawinan atau mengasuh anak, atau
kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.
b. Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi
mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak
mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan
penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas.
Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan
motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya
membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di
sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasar-dasar membaca,
menulis dan berhitung.
c. Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan
retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab
organik, dan keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama
adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami
kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.
d. Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak
sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti
permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam
hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi
nonverbal yang sangat elementer.
Menurut nilai IQ-nya maka intelegensi seseorang dapat
digelongkan sebagai berikut (dikutip dari Swaiman 1989)

Nilai IQ
Sangat superior 130atau lebih
Superior 120-129
Diatas rata-rata 110-119
Rata-rata 90-110
Dibawah rata-rata 80-89
Reterdasi mental borderline 70-79
Reterdasi mental ringan (mampu didik) 52-69
Reterdasi mental ringan (mampu latih) 36-51
Reterdasi mental berat 20-35
Reterdasi mental sangat berat Dibawah 20
Yang disebut reterdasi mental apabila IQ dibawah 70,
reterdasi mental tipe ringan masih mampu didik. Reterdasi mental
tipe sedang mampu letih, sedangkan reterdasi mental tipe berat
memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila
ditinjau dari gejalanya . maka Melly Budhiman membagi: Tipe
klinik & Tipe sosiobudaya

1. Tipe klinik
Pada reterdasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak
dini.karena kelainan fisik maupun mentalnya cukup berat.
Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini
perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat pada
kelas sosial tinggi ini cepat mencari pertolongan oleh karena
mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
2. Tipe sosiobudaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan
ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti
anak normal, sehingga disebut juga reterdasi enam jam. Karena
begitu mereka keluar sekolah, mereka dapat beramain seperti
anak-anak noemal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari
golongan sosial ekonomi rendah. Pada orang tua dari anak tipe
ini tidak tidak melihat adanya kelainan pada anaknya. Mereka
mengetahui kalau anaknya reterdasi dari gurunya atau dari
psikolog. Karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas.
Pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan
borderline dan reterdasi mental ringan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Tidak ada pemereriksaan laboratorium yang akan menegakkan
diagnosa gangguan pemusatan perhatian. Anak yang mengalami
hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-
gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram
mereka, tampa disertai dengan bukti tentang penyakit nerologik atau
epilepsi yang progresif, akantetapi penemuan ini memiliki makna yang
tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh computer akan dapat
membantu didalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan anak
dalam belajar.
Selain itu, digunakan instrument skala penilaian perilaku anak
hiperaktif (SPPAHI) untuk deteksi ADHD pada anak berusi 3-13 tahun,
yang dapat dipakai oleh orang tua, guru, dokter. Jika fasilitas tersedia,
sebelum dan sesudah pemberian terapi, dapat dilakukan pemeriksaan
Cognitive Event Related Potential (ERP). Matching Familiar Test, dan
Continuous Performance Test untuk menilai kemampuan memusatkan
perhatian dan tingkat kewaspadaan.
2. Reterdasi mental
Beberapa pemeriksaan penujang perlu dilakukan pada anak yang
menderita retardasi mental, yaitu (Shonkoff JP, 1992) :
a. Kromosomal kariotipe
Setelah melakukan pemeriksaan penunjang ini penderita
Retardasi mental ditandai dengan:
a. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
b. Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
c. Terdapat beberapa kelainan kongenital
d. Genetalia abnormal
b. EEG (Elektro Ensefalogram)
Setelah melakukan pemeriksaan penunjang ini penderita
Retardasi mental ditandai dengan:
a. Gejala kejang yang dicurigai
b. Kesulitan mengerti bahasa yang berat
c. CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
Setelah melakukan pemeriksaan penunjang ini penderita
Retardasi mental ditandai dengan:
a. Pembesaran kepala yang progresif
b. Tuberous sklerosis
c. Dicurigai kelainan otak yang luas
d. Kejang lokal
e. Dicurigai adanya tumor intrakranial
d. Titer virus untuk infeksi kongenital
Setelah melakukan pemeriksaan penunjang ini penderita
Retardasi mental ditandai dengan:
a. Kelainan pendengaran tipe sensorineural
b. Neonatal hepatosplenomegali
c. Petechie pada periode neonatal
d. Chorioretinitis
e. Mikroptalmia
f. Kalsifikasi intrakranial
g. Mikrosefali
e. Serum asam urat ( Uric acid serum)
Setelah melakukan pemeriksaan penunjang ini penderita
Retardasi mental ditandai dengan:
a. Choreoatetosis
b. Gout
c. Sering mengamuk
f. Laktat dan piruvat darah
Setelah melakukan pemeriksaan penunjang ini penderita
Retardasi mental ditandai dengan:
a. Asidosis metabolic.
b. Kejang mioklonik.
c. Kelemahan yang progresif.
d. Ataksia.
e. Degenerasi retina.
f. Opthaamolplegia
g. Episode seperti strok yang berkurang
G. PENATALAKSANAAN
1. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bagi anak mengalami ADHD harus
secara hati hati digunkan pada masing masing anak. Pilihan
penangnanan umumnya meliputi medikasi (yang paling sering
stimulant) dan penanganan perilaku khusus. Berbagai penangnana
perilaku meliputi pesikoterapi, terapi kognitif-perilaku, pelatihan
keterampilan sosial, kelompok pendukung, dan pelatihan
keterampilan orang tua. Skala bertingkat perilaku dan uji
neuropsikologis mungkun digunakan untuk penatalaksanaan dasar
dan pemantauan keefektifan penanganan.
Pengobatan yang dilakukan seperti, Medikasi
psikostimulan, meliputi metilfenidat (ritalin) dan amfetamin
(Dexedrine, extrostad, dan adderall), merupakan pengobatan garis
pertama. Medikasi anti depresan digunakan pada anak yang tidak
dapat menoleransi atau menunjukkan respon buruk terhadap
stimulant, atau gejala yang menyertai. Orang tua dapat
menunjukkan kekhawatiran tentang penggunaan medikasi. Resiko
dan keuntungan medikasi harus dijelaskan pada orang tua, meliputi
pencegahan terjadinya masalah potensial atau di sekoalah yang
berkelanjutan akibat penggunaan medikasi. Ketika diminum
sebagai program untuk ADHD, stimulant tidak adiktif, juga tidak
menyebabkan terjadinya penyalah gunaan obat. Pada sebagian
besar anak-anak, medikasi saja bukan strategi terbaik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan.
Pengobatan serta perawatan yang harus dilaksanakan pada
anak yang mengalami gangguan hiperaktif ditujukan kepada
keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan kelas penderita serta
kepada kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak yang
bersangkutan, suatu penjelasan mengenai keadaan anak tersebut
haruslah diberikan kepada kedua orang tuanya dan kepada anak itu
sendiri.
Anak tersebut hendaklah mempunyai aturan yang berjalan
secara teratur menurut jadwal yang sudah ditetapkan dan mengikuti
kegiatan rutinnya, dan sebaiknya selalu diberikan kata-kata pujian.
Perangsangan yang berlebihan serta keletihan yang sangat hebat
haruslah dihindari, karena anak tersebut akan mempunyai saat-saat
santai setelah bermain terutama setelah melakukan kegiatan fisik
yang kuat dan keras. Periode sebelum pergi tidur dikhususkan
untuk masa tenang, dengan cara menghindarkan acara-acara
televisi yang merangsang, permainan-permainan yang keras dan
jungkir balik. Lingkungan ditempat tidur sebaiknya diatur
sedemikian rupa, barang-barang yang membahayakan dan mudah
pecah sebaiknya dihindarkan. Teknik-teknik perbaikan aktif yang
lebih formal akan dapat membantu, dengan memberikan hadiah
kepada anak tersebut berupa bintang atau tanda sehingga mereka
dapat mencapai kemajuan dalam tingkah laku mereka.

2. Reterdasi mental
a. Farmakologi
Anak retardasi mental biasanya desertai dengan gejala
hyperkinetik (selalu bergerak, konsentrasi kurang dan perhatian
mudh dibelokkan). Obat-obat yang sering digunakan dalam bidang
retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala
hyperkinetik, misalnya :
1. Amphetamin dosis 0,2 – 0,4 mg/kg./hari
2. Imipramin dosis 1,5 mg/kg/hari efek sampingan kedua obat
diatas dapat menmbulkan convulsi
3. Valium, natrium, haloperidol disbut dapat juga menekan gejala
hyperkinetik
Obat-obatan untuk kovulsi :
1. Dilantin dosis 5-7 mg/kg/hari (Dilantin apat juga menurunkan
gejala hyprkinetik, gejala gangguan emosi dan menaikkan
fungsi berfikir).
2. Phenobarbital dosis 5 mg/kg/hari (Phenobarbital dapat
menaikkan gejala hyperkinetik).
Obat-obatan untuk menaikkan kemampuan belajar :
1. Pyrithiosine (encephabol, cerebron)
2. Glutamic acid
3. Gama amino butryc aid (Gammalon)
4. Pabenol
5. Nootsopil
6. Amphetamin dsb

b. Non farmakologi
Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri
maupun pada orang tuanya. Untuk anak yang terbelakang dapat
dibeikan psikoterapi individual, psikoterapi kelompok dan
manipulasi lingkungan (merubah lingkungan anak yang tidak
menguntungkan bagi anak tersebut). Walaupun tak akan dapat
menyembuhkan keterbelakangan mental, tetapi dengan psikoterapi
dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku,
kemampuam belajar dan hasil kerjanya. Yang pening adalah
adanya ketekunan, kesadaran dan minat yang sungguh dari pihak
terapis (yang mengobati).
Terapis bertindak sebagai pengganti orang tua untuk
membuat koreksi-koreksi terhadap hubungan yang tak baik ini.
Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan dan kesadaran
dalam merawat anak-anak dengan retardasi mental serta
melaporkan kepada dokter bila dalam observasi terdapat tingkah
laku anak. Melaporkan kepada dokter bila dalam observasi terdapat
tingkah laku anak maupun orang tua yang negatif, merugikan bagi
anak tersebut maupun lingkungannya (tema-teman disekitar).
Social worker (pekerja sosial) melakukan kunjungan rumah
untuk melihat hubungan anak dengan orang tua, saudara-
saudaranya maupun dengan masyarakat sekitarnya. Tugasnya
utama mencari data-data anak dan orang tua serta hubungan anak
dengan dengan orang-orang sekitar. Untuk ibu atau orang tua anak
dengan retardasi mental dapat diberikan family terapi (terapi
keluarga) untuk mengubah sikap orang tua atau saudaranya yang
kurang baik terhadap penderita. Dapat diberikan juga terpai
kelompok dengan ibu-ibu.
Anak retardasi mental lainnya, seminggu sekali selama 12
kali. Tujuannya untuk mengurangi sikap rendah diri, perasaan
kecewa dari ibu tersebut karena ternyata banyak ibu lain yang
mengalami nasib serupa, mempunyai anak dengan retardasi
mental. Dengan demikian ibu dapat bersikap lebih realistik dan
lebih dapat menerima anaknya serta dapat merencanakan program
yang bertugas memberi terapi kelompok untuk ibu-ibu tersebut di
atas.

H. KOMPLIKASI
a. Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. Diangnosa sekunder, Gangguan konduksi, depresi dan gangguan
ansietas.
b. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit menbaca dan
mngerjakan aritmatika (seringkali akibat masalah konsentrasi).
c. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku
agresif dan kata-kata yang diungkapkan).
b. Reterdasi mental
a. Serebral paley
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi / hiperaktif
e. Defisit komunikasi
f. Konstipasi

I. ASKEP TEORI RETARDASI MENTAL & ADHD


1. Retardasi mental
A. Pengkajian
a. Identitas Umur untuk mengetahui dasar perkembangan anak,
dan jenis kelamin anak tersebut, Anak keberapa dan agama
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat Kesehatan Anak Masa Lalu
Riwayat kesehatan anak masa lalu, berhubungan erat
dengan riwayat kesehatan ibu pada masa sebelum terjadinya
kehamilan maupun saat hamil. Dikarenakan, gizi ibu hamil
sebelum terjadinya kehamilan maupun sedang hamil.
e. Riwayat Parental (Riwayat Kesehatan Ibu)
Riwayat Kesehatan Ibu berhubungan erat dengan
terpenuhi atau tidaknya gizi ibu hamil sebelum terjadinya
kehamilan maupun sedang hamil. Menghambat pertumbuhan
otak janin, anemia pada bayi baru lahir, BBLR mudah terkena
infeksi, abortus, dan lain-lain.
f. Riwayat Kelahiran
Bayi baru lahir harus bisa melewati masalah transisi,
dari suhu sistem yang teratur yang sebagian besar tergantung
pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang tergantung
pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi
itu sendiri. Masa prenatal yaitu masa antara 28 minggu
dalam kandungan sampai 7 hari setelah dilahirkan, merupakan
masa awal dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya
tumbuh kembang otak. Trauma kepala akibat persalinan akan
berpengaruh besar dan dapat meninggalkan cacat yang
permanen.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga bila ada yang menderita sakit menular
dapat menularkan pada bayinya. Juga faktor genetik
merupakan modal dasar mencapai hasil akhir proses tumbuh
kembang
h. Riwayat Tumbuh Kembang
Dengan mengetahui ilmu tumbuh kembang,
dapat mendeteksi berbagai hal yang berhubungan dengan
segala upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan tumbuh
kembang anak baik fisik, mental, dan sosial, juga
menegakkan diagnosis dini setiap kelainan tumbuh kembang
dan kemungkinan penanganan yang efektif serta mencegah
dan mencari penyebabnya
i. Riwayat Imunisasi
Dengan pemberian imunisasi diharapkan anak
terhindar dari penyakit- penyakit tertentu yang bisa
menyebabkan kecacatan dan kematian. Dianjurkan anak
sebelum umur 1 tahun sudah mendapat imunisasi lengkap.

j. Pola Kebiasaan Sehari-Hari


1) Nutrisi/Gizi : Pemberian nutrisi pada anak harus cukup
baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya seperti:
protein, lemak, karbohidrat dan mineral serta vitamin

2) Eliminasi BAB/BAK : Anak umur 1,5-2 tahun berhenti


mengompol pada siang hari. Usia 2,5-3 tahun berhenti
mengompol pada malam hari. Anak perempuan lebih
dulu berhenti mengompol , dicari penyebabnya.
Toilet tr a ining (latihan defekasi perlu dimulai, supaya
evakuasi sisa makanan dilakukan secara teratur,
sehingga mempermudah kelancaran pemberian
makanan)

3) Istirahat dan tidur : Anak yang sudah mulai besar


akan berkurang waktu istirahatnya. Karena kegiatan
fisiknya mulai meningkat, seperti bermain. Namun,
kebutuhan tidur anak sebaiknya tetap dipenuhi antara 2
hingga 3 jam tidur siang dan 7 hingga 8 jam pada saat
malam hari

4) Olahraga dan Rekreasi : Olahraga akan meningkatkan


sirkulasi, aktivitas fisiologi dan mulai perkembangan
otot-otot

5) Persona l Hygiene : Personal Hygiene menyangkut cara


anak membersihkan diri. Upaya ini dapat dilakukan anak
dengan mandi 2x sehari, keramas 3x seminggu, potong
kuku 1 kali seminggu, membersihkan mulut dan gigi

6) Tanda-tanda vital : Tanda vital meliputi suhu, tekanan


darah, nadi, dan respirasi

B. Diagnosa
1) Gangguan tumbuh kembang b/d kelainan fungsi Kognitif
2) Gangguan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan
ekspresi dan resepsi bahasa.
3) Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak
terkontrol
4) Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan
adaptasi sosial
5) Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM.
6) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias,
toileting b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya
kematangan perkembangan.
C. Intervensi
intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan
dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi
klien. Adapun rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit
retardasi mental menurut (PPNI,2018) (PPNI,2016) adalah sebagai
berikut:
Diagnosa :
1. Gangguan tumbuh kembang b/d kelainan fungsi Kognitif
Intervensi utama : Perawatan perkembangan (I.10339)
Observasi 1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
2. Identifikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang di
tunjukkan anak (mis, lapar, tidak nyman)

Terapeutik 3. Pertahankan sentuhan seminimal mungkin


4. Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu
ragu
5. Minimalkan kebisingan ruangan
6. Pertahankan lingkungan yang mendukug
perkebangan yang optimal
7. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
berinteraksi dengan anak lain
Edukasi 8. Jelaskan pada orang tua atau pengasuh tentang
milestone perkembangan anak dan perilaku anak
9. Anjurkan orang tua untuk berinteraksi dengan
anaknya
10. Ajarkan anak keterampilan berinteraksi

Luaran Utama : Status perkembangan (L.12111)


Kriteria hasil :
Kekuatan nadi
5 (meningkat)
Output urin 5 (meningkat)
5 (meningkat)
Saturasi oksigen

Pucat
5 (menurun)
Akral dingin 5 (menurun)

Diagnosa
2. Gangguan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan
ekspresi dan resepsi bahasa.
Intervensi utama : Promosi komunikasi: defisit bicara (I.13492)
Observasi 1. Monitor keceptan, tekanan, kuantitas, volume dan
diksi bicara
2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis
yang berkaitan dengan bicara
3. Monitor frustasi, marah, depresi atau hal lain yang
mengganggu bicara
4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai
bentuk komunikasi

Terapeutik 5. Gunakan metode komunikasi alternative (mis,


menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan
gambar dan huruf )
6. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis,
berdiri di depan klien dengarkan dengan seksama)
7. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bantuan
8. Berikan dukungan biologis
Edukasi 9. Anjurkan berbicara perlahan
10. Ajarkan passion dan keluarga proses kognitif
anatomis dan fisiologis yang berhubungan dengan
berbicara

Luaran Utama : Komunikasi verbal (L.13118)


Kriteria hasil :
Kemampuan berbicara
5 (meningkat)
Kemampuan mendengar 5 (meningkat)
5 (meningkat)
Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh

Afasia
5 (menurun)
Disfasia 5 (menurun)

Diagnosa
3. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak
terkontrol
Intervensi utama : Managemen keselamatan lingkungan (I.14593)
Observasi 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis, kondisi
fisik, fungsi kognitif )
2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan.

Terapeutik 3. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis,


fisik. Biologis)
4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
dan resiko
5. Gunakan alat perangkat pelindung (mis,
pengekangan fisik)
6. Hubungi pihak berwenag sesuai masalah komunitas
(mis, puskesmas, polisi)
Edukasi 7. Ajarkan individu keluarga dan kelompok resiko
tinggi bahaya lingkungan

Luaran Utama : Tingkat cedera (L.14136)


Kriteria hasil :
To;eransi aktivitas
5 (meningkat)
Nafsu makan 5 (meningkat)
5 (meningkat)
Toleransi makanan

Kejadian cedera
5 (menurun)
Luka 5 (menurun)

Diagnosa
4) Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi
sosial
Intervensi utama : Modifikasi perilaku keterampilan sosial
(1.13484)
Observasi 1. Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan
sosial
2. Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial

Terapeutik 3. Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial


4. Beri umpan balik positif (mis, pujian atau
penghargaan)
5. Libatkan keluarga selama latihan keterampilan
sosial
Edukasi 6. Jelaskan tujuan melatih ketermpilan sosial
7. Jelaskan respon dan konsekuensi keterampilan
sosial
8. Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat masalah
yang di almai
9. Edukasi keluarga untuk mendukung keterampilan
sosial
10. Latih keterampilan sosial secara bertahap
Luaran Utama : Interaksi sosial (L.13115)
Kriteria hasil :
Perasaan nyaman dengan situasi sosial
5 (meningkat)
Perasaan mudah menerima atau
5 (meningkat)
mengkomunikasikan perasaan
5 (meningkat)
Responsive pada orang lain

Gejala cemas 5 (menurun)

Diagnosa
5) Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM.
Intervensi utama : Dukungan koping keluarga (1.09260)
Observasi 1. Identifikasi respon emosional terhadap kondisi saat
ini.
2. Identifikasi beban prognosis secara prognosis
3. Identifikasi pemahaman tentang keputusan
perawatan setelah pulang
4. Identifikasi antara kesesuaian keinginan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan

Terapeutik 5. Dengarkan masalah, perasaan dan pertanyaan


keluarga
6. Terima nilai nilai keluarga dengan cara yang tidak
menghakimi
7. Diskusikan rencana medis dan perawatan
8. Fasilitasi pengungkapan perasaan antara klien dan
keluarga atau antar anggota keluaga
9. Fasilitasi pengambilan keputusan dalam
merencanakan perawatan jangka panjang
10. Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang
digunakan
Edukasi 11. Informasikan kemajuan klien secara berkala
12. Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang
tersedia

Luaran Utama : Proses keluarga (L.13123)


Kriteria hasil :
Adaptasi keluarga terhadap situasi 5 (meningkat)
Kemampuan keluarga berkomunikasi 5 (meningkat)
secara terbuka di antara keluarga
Kemampuan keluarga memenuhi 5 (meningkat )
kebutuhan fisik anggota keluarga

Diagnosa
6) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias,
toileting b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya
kematangan perkembangan.
Intervensi utama : Dukungan perawatan diri (1.11348)
Observasi 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
sesuai usia
2. Monitor tingkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
berpakain, berhias dan makan

Terapeutik 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis, suasana


hangat, rileks)
5. Siapkan keperluan pribadi (mis, parfum, sikat gigi)
6. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
7. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi 8. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan

Luaran Utama : Perawatan diri (L.11103)


Kriteria hasil :
Kemampuan mandi 5 (meningkat)
Kemampuan menggunakan pakaian 5(meningkat)
Kemampuan makan 5 (meningkat)
Minat melakukan perawatan diri 5 (meningkat )

D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
implementiasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien- keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Ghofur, 2016).
2. ADHD
A. Pengkajian
a. Identitas Klien :
ADHD terjadi pada anak usia 3 th, laki ADHD terjadi
pada anak usia 3 th, laki  ––   laki cenderung memiliki  laki
cenderung memiliki kemungkinan 4x lebih besar dari
perempuan untuk menderita kemungkinan 4x lebih besar dari
perempuan untuk menderita ADHD.
b. Keluhan utama :
Keluarga mengatakan anaknya tidak bisa diam, kaki atau
tangannya Keluarga mengatakan anaknya tidak bisa diam, kaki
atau tangannya  bergerak terus.  bergerak terus.
c. Riwayat penyakit sekarang :
Orang tua atau pengasuh melihat tanda Orang tua atau
pengasuh melihat tanda-tanda awal dari ADHD :  
1) Anak tidak bisa duduk tenang. Anak tidak bisa duduk
tenang.
2) Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal
lelah. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak
mengenal lelah.
3) Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive.
Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive.
d. Riwayat penyakit sebelumnya :
Tanyakan kepada keluarga apakah anak dulu pernah
mengalami Tanyakan kepada keluarga apakah anak dulu
pernah mengalami cedera otak. cedera otak.
e. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada faktor genetic
yang Tanyakan kepada keluarga apakah ada faktor genetic
yang diduga sebagai penyebab dari gangguan hiperaktivitas
pada anak. diduga sebagai penyebab dari gangguan
hiperaktivitas pada anak.
f. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual:
Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan
teman dan Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan
teman dan membina hubungan dengan teman sebaya nya
karena hiperaktivitas membina hubungan dengan teman sebaya
nya karena hiperaktivitas dan impulsivitas. dan impulsivitas.
g. Riwayat tumbuh kembang
1) Prenatal : Ditanyakan apakah ibu ada masalah asupan
alcohol atau obat-obatan selama kehamilan. atau obat-
obatan selama kehamilan.
2) natal : Ditanyakan kepada ibu apakah ada penyulit
selama natal persalinan. lahir premature, berat badan
lahir rendah (BBLR).  persalinan. lahir premature, berat
badan lahir rendah (BBLR).
3) Postnatal : Ditanyakan apakah setelah lahir langsung
diberikan imunisasi apa tidak. imunisasi apa tidak.
h. Riwayat imunisasi:
Tanyakan pada keluarga apakah anak mendapat
imunisasi lengkap.
1) Usia <7 hari anak mendapat imunisasi hepatitis B
2) Usia 1 bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio I
3) Usia 2 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB I dan
Polio 2
4) Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB II dan
Polio 3
5) Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III dan
Polio 4.
6) Usia 9 bulan anak mendapat imunisasi campak.
i. Pemeriksaan fisik dalam batas normal
j. Activity daily living ( ADL )
1) Nutrisi  Nutrisi : Anak nafsu makan nya berkurang
(anaroxia).
2) Aktivitas Aktivitas : Anak sulit untuk diam dan terus
bergerak tanpa tujuan.
3) Eliminasi : Anak tidak mengalami ganguan dalam
eliminasi.
4) Istirahat tidur Istirahat tidur : Anak mengalami gangguan
tidur.
5) Personal Hygiene : Anak kurang memperhatikan
kebersihan dirinya sendiri dan sulit di atur.
B. Diagnosa
1. Gangguan interaksi sosial b.d perilaku agresif d.d merasa
tidak nyaman dengan situasi sosial.
2. Resiko cedera b.d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak
terkontrol
C. Intervensi
intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan
yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan
yang dihadapi klien. Adapun rencana keperawatan yang sesuai
dengan penyakit retardasi mental menurut (PPNI,2018)
(PPNI,2016) adalah sebagai berikut:
Diagnosa :
1. Gangguan interaksi sosial b.d perilaku agresif d.d merasa tidak
nyaman dengan situasi sosial.
Intervensi utama : Promosi sosial (I.13498)
Observasi 1. Identifikasi kemampuan melakukan interaksi
dengan orang lain
2. Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan
orang lain

Terapeutik 3. Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu


hubungan
4. Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu
hubungan
5. Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan
kegiatan kelompok
6. Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis, jalan
jalan, ke toko buku)
7. Berikan umpan balik dalam perawatan diri
Edukasi 8. Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap
9. Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
10. Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
11. Latih bermain peran untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi
12. Latih mengekspresikan marah dengan tepat

Luaran Utama : Interaksi sosial (L.13115)


Kriteria hasil :
Perasaan nyaman dengan situasi sosial
5 (meningkat)
Perasaan mudah menerima atau
5 (meningkat)
mengkomunikasikan perasaan
5 (meningkat)
Responsive pada orang lain

Gejala cemas 5 (menurun)

Diagnosa
2) Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak
terkontrol
Intervensi utama : Managemen keselamatan lingkungan (I.14593)
Observasi 8. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis, kondisi
fisik, fungsi kognitif )
9. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan.

Terapeutik 10. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis,


fisik. Biologis)
11. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
dan resiko
12. Gunakan alat perangkat pelindung (mis,
pengekangan fisik)
13. Hubungi pihak berwenag sesuai masalah komunitas
(mis, puskesmas, polisi)
Edukasi 14. Ajarkan individu keluarga dan kelompok resiko
tinggi bahaya lingkungan

Luaran Utama : Tingkat cedera (L.14136)


Kriteria hasil :
To;eransi aktivitas
5 (meningkat)
Nafsu makan 5 (meningkat)
5 (meningkat)
Toleransi makanan

Kejadian cedera 5 (menurun)


6 (menurun)
Luka

D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
implementiasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien- keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Ghofur, 2016).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ganguan pemusatan perhatian/Hiperaktivitas (Attentions Deficit
Hyperactivity Disorder ADHD) adalah salah satu gangguan kesehatan
mental yang paling umum pada masa kanak-kanak; mengenai 7% hingga
10% semua anak, dan hingga 5% orang dewasa. Sedangkan Retardasi
mental merupakan salah satu karakteristik anak berkebutuhan khusus.
Retardasi mental merupakan kondisi anak yang kecerdasannya berada
jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial

B. SARAN
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya
dalam pemahaman tentang Ganguan pemusatan perhatian/Hiperaktivitas
(Attentions Deficit Hyperactivity Disorder ADHD) dan Retardasi Mental
sehingga penulis menyarankan kepada para pembaca agar bisa
mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari – hari maupun di
lahan kerja dengan mampu memahami apa itu Ganguan pemusatan
perhatian/Hiperaktivitas (Attentions Deficit Hyperactivity Disorder ADHD)
dan retardsi mental , klasifikasi, etiologi dan penatalaksanaannya sehingga
nantinya makalah ini mampu meningkatkan keperawatan sebagai suatu
disiplin ilmu yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia,Eva.2018.Kemampuan akademi penderita attention deficit-


hyperactivity disorder (ADHD) pada tingkat pengguruan tinggi.Jurnal
majority. 7(1). Hal 165-166.

Betz, Cecily Lynn, dkk. 2009. Buku saku keperawatan pediatric alih bahasa,
Egi Komara Yudha, dkk. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Kyle, Terri. 2014. Buku ajar keperawatan pediatric alih bahasa, wuri
praptiana, dkk. Edisi 2. Jakarta : EGC

Nuryani, selfia darmawanti. 2020. Perkembangan bahasa pragmatic pada anak


attention deficit Hyperactivity disorder (ADHD): kajian neurolinguistik.
Journal of early childhood Education. 1(1). Hal 22-23.

Wahidah, Evita Yuliatun. 2018. Identifikasi dan psikoterapi terhadap ADHD


(attention deficit Hyperactivity disorder) perspektif psikologi pendidikan
islam kontemporer. Jurnal study Agama. 17(2). Hal 303-308.

Heni. 2021. Kelalaian Perkembangan Pada Anak. LovRinz Publishing.

Soetjiningsih. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sularyo,dkk. 2016. "Retardasi mental." Sari Pediatri

Saifudin, Moh. 2018. "Peran Keluarga dengan Kemampuan Merawat Diri


Anak Retardasi Mental (RM) Sedang." Journals of Ners Community.
Ramayumi,dkk.2018. "Karakteristik penderita retardasi mental di SLB Kota
Bukittinggi." Majalah Kedokteran Andalas.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosa Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi (Cetakan ll
(REVISI). Jakarta : DPP PPNI.

Nancy Riana.2019.Intervensi Pada Anak Retardasi Mental Usia 7 – 8 Tahun


Dalam Perkembangan Kognitif. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.Vol.4,
No.2, Desember 2019, Hal. 143-152.

Diska Apriza.2021.Tinjauan Yuridis Penjatuhan Hukuman Pidana Terhadap


Pelaku Pemerkosaan Wanita Retardasi Mental. Jurnal Petitum, Volume
1, No. 1, Februari 2021.

Anda mungkin juga menyukai