Defrian Sanjaya - 18531028 - PAI 6C - Resume 2 Difabel
Defrian Sanjaya - 18531028 - PAI 6C - Resume 2 Difabel
NIM : 18531028
Resume 2
)5( ) أَ َّما َم ِن ا ْستَ ْغنَى4( ) أَوْ يَ َّذ َّك ُر فَتَ ْنفَ َعهُ ال ِّذ ْك َرى3( ك لَ َعلَّهُ يَ َّز َّكى
َ ) َو َما يُ ْد ِري2( ) أَ ْن َجا َءهُ اأْل َ ْع َمى1( س َوت ََولَّى
َ ََعب
)10( ) فَأ َ ْنتَ َع ْنهُ تَلَهَّى9( ) َوهُ َو يَ ْخ َشى8( ك يَ ْس َعى َ ) َوأَ َّما َم ْن َجا َء7( ) َو َما َعلَ ْيكَ أَاَّل يَ َّز َّكى6( ص َّدى َ َفَأ َ ْنتَ لَهُ ت
Artinya, “Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang tuna netra
telah datang kepadanya. Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali ia ingin
menyucikan dirinya (dari dosa). Atau ia ingin mendapatkan pengajaran yang memberi
manfaat kepadanya. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (para pembesar
Quraisy), maka engkau (Muhammad) memperhatikan mereka. Padahal tidak ada (cela)
atasmu kalau ia tidak menyucikan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu
dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sementara ia takut kepada Allah,
engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu). Sungguh
(ayat-ayat/surat) itu adalah peringatan. …” (Surat ‘Abasa ayat 1-11).
1
https://islam.nu.or.id/post/read/83401/pandangan-islam-terhadap-penyandang-disabilitas
Ulama mufassirin meriwayatkan, bahwa Surat ‘Abasa turun berkaitan dengan
salah seorang sahabat penyandang disabilitas, yaitu Abdullah bin Ummi Maktum yang
datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk memohon bimbingan Islam namun
diabaikan. Kemudian turunlah Surat ‘Abasa kepada beliau sebagai peringatan agar
memperhatikannya, meskipun tunanetra. Bahkan beliau diharuskan lebih
memperhatikannya daripada para pemuka Quraisy. Sejak saat itu, Nabi Muhammad SAW
sangat memuliakannya dan bila menjumpainya langsung menyapa:
َمرْ َحبًا بِ َم ْن عَاتَبَنِي فِي ِه َربِّي
Artinya, “Selamat wahai orang yang karenanya aku telah diberi peringatan oleh
Tuhanku.”
Semakin jelas, melihat sababun nuzul Surat ‘Abasa, Islam sangat memperhatikan
penyandang disabilitas, menerimanya secara setara sebagaimana manusia lainnya dan
bahkan memprioitaskannya.
B. Difabel dari perspektif Kesehatan
Salah satu aspek penting untuk menentukan apakah pelayanan kesehatan bisa
dianggap ideal atau tidak adalah melihat respons dari konsumennya, para difabel. .
Persepsi mereka terhadap pelayananmkesehatan yang telah tersedia perlu untuk diketahui.
Persepsi masyarakat terikat oleh nilai-nilai (Ziviani et al., 2013). Nilai dapat dilihat sebagai
variabel bebas dan terikat. Sebagai variabel bebas, nilai mempunyai dampak yang luas
terhadap hampir semua aspek perilaku manusia dalam konteks sosial. Sebagai variabel
terikat, nilai merupakan hasil pembentukan dari faktor-faktor kebudayaan, pranata, dan
pribadi dalam masyarakat (Lowell, 2013). Prinsip nilai menjadi posisi sentral di dalam
kebudayaan manusia sebagai anteseden dan akan berdampak pada perilaku sehari-hari.
Keberadaan nilai sebagai suatu bentuk penghargaan dapat mengacu pada penghargaan
yang baik dan buruk. Dalam hal ini, nilai dapat menjadi dasar penentu tingkah laku
seseorang. Tingkah laku yang timbul pun berdampak pada sikap seseorang dalam
memandang dan menanggapi fenomena di sekitarnya.
Para difabel memiliki pengalaman masing-masing dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan. Usaha pengobatan tidak hanya dilakukan di fasilitasmedis formal
kesehatan seperti Puskesmas, rumah sakit umum, balai pengobatan, dokter praktik
swasta, bidan praktik swasta, posyandu, tapi juga balai pengobatan medis non- formal
seperti klinik di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) dan pengobatan tradisional
seperti jamu dan panti pijat. Secara umum, terdapat dua jenis pelayanan kesehatan yang
banyak diakses oleh para disabilitas yaitu pengobatan dan fisioterapi. Pelayanan
pengobatan dilakukan baik itu penyakit yang berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan disabilitas yang dialami, sedangkan pelayanan fisioterapi biasanya
berhubungan langsung dengan disabilitasnya. Disabilitas dewasa lebih banyak
memanfaatkan pelayanan pengobatan, sedangkan disabilitas anak-anak banyak
mengakses keduanya. Dari segi intensitas, disabilitas anak- anak pun lebih banyak
memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan para disabilitas dewasa. Fasilitas
kesehatan tidak membuat catatan registrasi pasien dengan klasifikasi disabilitas sehingga
tidak didapatkan data yang menunjukkan seberapa banyak disabilitas yang mengakses
fasilitas kesehatan.
Kondisi disabilitas fisik yang banyak dialami oleh para penyandang di Sukoharjo
membuat para fisioterapis sebagai agen kesehatan yang penting. Para fisioterapis
bertanggung jawab pada dua jenis pelayanan, yaitu pembatasan kecacatan dan
rehabilitasi. Pentingnya upaya pembatasan kecacatan pada difabel adalah untuk
mencegah kecacatan bertambah parah. Orang tua yang memiliki anak dengan kelainan
akan berupaya untuk mencari pengobatan, namun kurangnya pemahaman tentang
kesehatan dan penyakit serta kurang sabar mengikuti proses pengobatan sehingga proses
pengobatan tidak tuntas. Tenaga medis, khususnya fisioterapis berperan penting untuk
memberikan pemahaman kepada keluarga atau pendamping mengenai proses pengobatan
dan perkembangan penyakit. Pemahaman yang baik akan berpengaruh dengan dukungan
keluarga atau pendamping dalam upaya pengobatan sehingga dapat membatasi disabilitas
yang diderita.2
3
https://pijarpsikologi.org/mereka -bagian-dari-hidup-kita, diakses pada tanggal 30 Maret 2021
perasaan. Adanya dorongan biologis dan perilaku yang agresif sehingga
menjadi imbas dari ketidaksampaian keinginan akibat penolakan yang
mereka terima.
Terbentuknya karakter dan sikap difabel sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dalam menyikapi aneka ragam persoalan dalam kehidupan
sehari-hari. Orang yang berada disekeiling dan pembedaan perlakuan atau
disebut diskriminasi yang diperoleh oleh orang yang difabel akan
membuat dirinya merasa tidak percaya diri (insecure). Dalam hal ini orang
yang difabel melakukan pertahanan ego nya dengan membela dirinya
sendiri. Yang seharusnya dilakukan lingkungannya yaitu memperlakukan
dengan baik bukan malah menghilangkan pemikiran negatif serta jangan
pernah beranggapan bahwa orang yang difabel itu merepotkan dan orang
yang tidak bisa melakukan apa-apa. Tetapi, banyak juga orang yang
difabel yang berhasil dalam mengatasi sulitnya masalah kehidupan dari
sudut pandang mereka. Bahkan banyak dari mereka yang berhasil
mengukir segudang prestasi dalam bidangnya masing-masing. Untuk itu
seorang yang difabel harus mendapatkan dukungan, motivasi serta
berdamai pada diri sendiri, mempunyai pemikiran yang positif, yang
memiliki hobi serta minat dan passion, perasaan percaya diri dan orang
yang slalu bersyukur. Orang yang difabel harus terus mempunyai pikiran
yang positif untuk menuju kesuksesannya, seperti contoh mereka harus
menyadari bahwa mereka tidak patut untuk dikasihani dan mereka juga bisa
melakukan banyak hal, seperti yang dilakukan oleh orang normal dengan
caranya sendiri.
Ketika mulai mempunyai pemikiran yang positif maka orang yang
difabel perlahan-lahan akan menemukan sendiri hobi, minat dan
passionnya sendiri. Jika mereka telah menekuni salah satu hal yang
disukainya maka secara perlahan oran yang difabel ini tadi akan
menemukan kebahagiannya sendiri. Dari kegagalan tadi akan membuatnya
bangkit dan mempunyai mental yang kuat. Karena mereka sudah biasa
dengan penolaan atas ketidaksampaian keinginannya.
Seorang difabel yang dikatakan berhasil adalah mereka yang telah
banyak melewati perjuangan yang sangat keras. Mereka telah melewati
jalan yang buruk serta terjal saat mereka sedang meraih cita-cita. Tapi itu
bukan berarti orang yang menyandang disabilitas tidak dapat merasakan
keberhasilan. Karena tidak sedikit dari mereka yang menyandang
disabilitas yang sukses dalam meraih mimpi bahkan banyak menoreh
prestasi dengan memandang dunia dengan cara berbeda.
4
https://nalarpolitik.com/Ham-dan-konstitusi-ekonomi-difabel, diakses pada tanggal 30
Maret 2021
semata penyandang disabilitas tidak menndapatkan pekerjaan yang layak.
Terdapat ptogam yang diberikan untuk dapat bekejra kembali dengan
penempatan kerja yang adil, proposional dan bermartabat. Difabel tetap
mendapatkan kesempatan untuk pengembangan karir dengan berjenjang,
begitupun dengan hak normatif untuk memajukan usaha, selainn itu dapat
memiliki pekerjan dan usaha sendiri.
Manusia difabel dan manusia dengan status normal tetap
memiliki hubungan yang erat berupa saling membutuhkan keduanya.
Seperti contoh manusia normal dapat membuka lapangan kerja baru
yang dapat menarik dengan melibatkan keterampilan khusus yang dimiliki
oleh difabel. Kemungkinan keterampilan tidak dapat dilakukan oleh
manusia normal tetapi difabel dapat melakukannya, begitupun sebaliknya.
Maka manusia normal dan difabel tetap memilki hubungan.
Jelas disebutkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997
tetnang penyandang cacat yang kemudian di revisi yang melahirkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabiltias,
yang banyak menjelaskan mengenai kuota penyandangan disabilitas di
penyedia kerja swasta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau
pemerintah.
Dengan penjelasan yang telah diuraikan, bahwa sebenarnya difabel
dalam perspektif ekonomi adalah difabel tidak menjadi penghambat
ekonom karena difabel masih dapat beraktifitas dalam bekerja dan usaha
untuk melangsungkan kebutuhan ekonomi dengan kebutuhan khusus yang
istimewah dimiliki difabel. Walaupun dalam praktek berkehidupan
ditengah gemburapn persaingan dunia kerja dan penumbuhan ekonomi
yang primer banyak penyandang difabel terkesampingkan. Kebutuhan
dunia kerja yang disebutkan oelh pemerintah untuk wajib menempatkan
1% atau 2 % dari jumlah pekerja yang minoritas nomal tidak dilaksanakan.
Dalam dunia nyata penyandang difabel daksa terlihat sebagai kaum terpinggirkan.
Sebagian orang beranggapan bahwa penyandang difabel daksa adalah orang yang patut
dikasihani karena perbedaan fisik dengan manusia pada umumnya (Poznaniu, 2014). 5 Difabel
Daksa daksa memiliki perasaan malu yang muncul karena kondisi individu yang berbeda
sehingga membuat beberapa individu tidak percaya diri, merasa minder, dan malu untuk
bepergian jauh (Aini, 2016). Maka dari itu diskriminasi tersebut menimbulkan adanya
batasan ruang di berbagai dimensi kehidupan mereka. Perbedaan dunia nyata ( offline) dan
dunia Online penyandang difabel memiliki banyak dukungan dalam dunia O f l i n e
Sedangkan pada dunia nyata atau offlinepenyandang difabel dalam segi psikologisnya merasa
minder, rendah diri, apatis, malu dan terkadang muncul rasa egois terhadap lingkungannya.
Sehingga hal tersebut yang mempengaruhi difabel daksa sulit dalam berinteraksi sosial
CEK PLAGIAT
5
Azkiya,M.B.(2015).“PESAN PROFETIK KAUM DIFABEL DALAM MEDIA SOSIAL”(Analisis Isi Timeline
Akun Facebook Mahasiswa Difabel Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta)