Anda di halaman 1dari 10

NAMA : DEFRIAN SANJAYA

NIM : 18531028

MK : Pembelajaran PAI Untuk Difabel

Resume 2

A. Difabel dari Prespektif Islam


Dalam perspektif Islam, difabel identik dengan istilah dzawil âhât, dzawil ihtiyaj
al-khashah atau dzawil a’dzâr: orang-orang yang mempunyai keterbatasan, berkebutuhan
khusus, atau mempunyai uzur.1 Nilai-nilai universalitas Islam seperti al-musawa
(kesetaraan/equality: Surat Al-Hujurat: 13), al-‘adalah (keadilan/justice: Surat An-Nisa:
135 dan Al-Maidah ayat 8), al-hurriyyah (kebebasan/freedom: Surat At-Taubah ayat 105)
dan semisalnya, sebagaimana Keputusan Muktamar NU Ke-30 tahun 1999 di Kediri
meniscayakan keberpihakan terhadap penyandang disabilitas sekaligus menegasi sikap
dan tindakan diskriminatif terhadap mereka.
Lebih spesifik Al-Quran, Hadits, dan pendapat para ulama secara tegas
menyampaikan pembelaan terhadap difabel

)5( ‫) أَ َّما َم ِن ا ْستَ ْغنَى‬4( ‫) أَوْ يَ َّذ َّك ُر فَتَ ْنفَ َعهُ ال ِّذ ْك َرى‬3( ‫ك لَ َعلَّهُ يَ َّز َّكى‬
َ ‫) َو َما يُ ْد ِري‬2( ‫) أَ ْن َجا َءهُ اأْل َ ْع َمى‬1( ‫س َوت ََولَّى‬
َ َ‫َعب‬
)10( ‫) فَأ َ ْنتَ َع ْنهُ تَلَهَّى‬9( ‫) َوهُ َو يَ ْخ َشى‬8( ‫ك يَ ْس َعى‬ َ ‫) َوأَ َّما َم ْن َجا َء‬7( ‫) َو َما َعلَ ْيكَ أَاَّل يَ َّز َّكى‬6( ‫ص َّدى‬ َ َ‫فَأ َ ْنتَ لَهُ ت‬

)11(ٌ‫َكاَّل إِنَّهَا ت َْذ ِك َرة‬

Artinya, “Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang tuna netra
telah datang kepadanya. Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali ia ingin
menyucikan dirinya (dari dosa). Atau ia ingin mendapatkan pengajaran yang memberi
manfaat kepadanya. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (para pembesar
Quraisy), maka engkau (Muhammad) memperhatikan mereka. Padahal tidak ada (cela)
atasmu kalau ia tidak menyucikan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu
dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sementara ia takut kepada Allah,
engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu). Sungguh
(ayat-ayat/surat) itu adalah peringatan. …” (Surat ‘Abasa ayat 1-11).

1
https://islam.nu.or.id/post/read/83401/pandangan-islam-terhadap-penyandang-disabilitas
Ulama mufassirin meriwayatkan, bahwa Surat ‘Abasa turun berkaitan dengan
salah seorang sahabat penyandang disabilitas, yaitu Abdullah bin Ummi Maktum yang
datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk memohon bimbingan Islam namun
diabaikan. Kemudian turunlah Surat ‘Abasa kepada beliau sebagai peringatan agar
memperhatikannya, meskipun tunanetra. Bahkan beliau diharuskan lebih
memperhatikannya daripada para pemuka Quraisy. Sejak saat itu, Nabi Muhammad SAW
sangat memuliakannya dan bila menjumpainya langsung menyapa:
‫َمرْ َحبًا بِ َم ْن عَاتَبَنِي فِي ِه َربِّي‬
Artinya, “Selamat wahai orang yang karenanya aku telah diberi peringatan oleh
Tuhanku.”
Semakin jelas, melihat sababun nuzul Surat ‘Abasa, Islam sangat memperhatikan
penyandang disabilitas, menerimanya secara setara sebagaimana manusia lainnya dan
bahkan memprioitaskannya.
B. Difabel dari perspektif Kesehatan
Salah satu aspek penting untuk menentukan apakah pelayanan kesehatan bisa
dianggap ideal atau tidak adalah melihat respons dari konsumennya, para difabel. .
Persepsi mereka terhadap pelayananmkesehatan yang telah tersedia perlu untuk diketahui.
Persepsi masyarakat terikat oleh nilai-nilai (Ziviani et al., 2013). Nilai dapat dilihat sebagai
variabel bebas dan terikat. Sebagai variabel bebas, nilai mempunyai dampak yang luas
terhadap hampir semua aspek perilaku manusia dalam konteks sosial. Sebagai variabel
terikat, nilai merupakan hasil pembentukan dari faktor-faktor kebudayaan, pranata, dan
pribadi dalam masyarakat (Lowell, 2013). Prinsip nilai menjadi posisi sentral di dalam
kebudayaan manusia sebagai anteseden dan akan berdampak pada perilaku sehari-hari.
Keberadaan nilai sebagai suatu bentuk penghargaan dapat mengacu pada penghargaan
yang baik dan buruk. Dalam hal ini, nilai dapat menjadi dasar penentu tingkah laku
seseorang. Tingkah laku yang timbul pun berdampak pada sikap seseorang dalam
memandang dan menanggapi fenomena di sekitarnya.
Para difabel memiliki pengalaman masing-masing dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan. Usaha pengobatan tidak hanya dilakukan di fasilitasmedis formal
kesehatan seperti Puskesmas, rumah sakit umum, balai pengobatan, dokter praktik
swasta, bidan praktik swasta, posyandu, tapi juga balai pengobatan medis non- formal
seperti klinik di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) dan pengobatan tradisional
seperti jamu dan panti pijat. Secara umum, terdapat dua jenis pelayanan kesehatan yang
banyak diakses oleh para disabilitas yaitu pengobatan dan fisioterapi. Pelayanan
pengobatan dilakukan baik itu penyakit yang berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan disabilitas yang dialami, sedangkan pelayanan fisioterapi biasanya
berhubungan langsung dengan disabilitasnya. Disabilitas dewasa lebih banyak
memanfaatkan pelayanan pengobatan, sedangkan disabilitas anak-anak banyak
mengakses keduanya. Dari segi intensitas, disabilitas anak- anak pun lebih banyak
memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan para disabilitas dewasa. Fasilitas
kesehatan tidak membuat catatan registrasi pasien dengan klasifikasi disabilitas sehingga
tidak didapatkan data yang menunjukkan seberapa banyak disabilitas yang mengakses
fasilitas kesehatan.
Kondisi disabilitas fisik yang banyak dialami oleh para penyandang di Sukoharjo
membuat para fisioterapis sebagai agen kesehatan yang penting. Para fisioterapis
bertanggung jawab pada dua jenis pelayanan, yaitu pembatasan kecacatan dan
rehabilitasi. Pentingnya upaya pembatasan kecacatan pada difabel adalah untuk
mencegah kecacatan bertambah parah. Orang tua yang memiliki anak dengan kelainan
akan berupaya untuk mencari pengobatan, namun kurangnya pemahaman tentang
kesehatan dan penyakit serta kurang sabar mengikuti proses pengobatan sehingga proses
pengobatan tidak tuntas. Tenaga medis, khususnya fisioterapis berperan penting untuk
memberikan pemahaman kepada keluarga atau pendamping mengenai proses pengobatan
dan perkembangan penyakit. Pemahaman yang baik akan berpengaruh dengan dukungan
keluarga atau pendamping dalam upaya pengobatan sehingga dapat membatasi disabilitas
yang diderita.2

C. Difabel Perspektif Psikologi


2
Hall,L.,2011.“The Role of Disabled Person’s Organisations in Development: Key Princip lesand Strategies for
Succes” Development Buletin
Dalamperspektif psikologis, orang yang difabel itu memiliki beban
ganda. Maksudnya seseorang yang normal mempunyai suatu
permasalahan, maka dari itu dari permasalahan yang sama, seorang difabel
merasakan beban masalah yang berganda. Ada beberapa faktor yang
membuat sebuah permasalahan menjadi berlipat-lipat ganda untuk orang
yang difabel. Hal tersebut karena orang yang difabel mempunyai
anggapan bahwa dia memang mempunyai kekurangan dan dia juga sadar
bahwa dirinya itu lain daripada yang lain atau bisa dikatakan berbeda
dengan orang normal pada umumnya. Hal inilah yang membuat orang
yang difabel tadi merasa bahwa dirinya tidak sempurna dan tidak normal3
Orang yang difabel mempunyai alat kebutuhan khusus. Ketika
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka ruang gerak, ekspresi serta
eksistensi akan terbatas. Terkadang lingkungan yang tidak mendukung
keberadaannya untuk seorang yang difabel. Contohnya mereka
menganggap bahwa kekurangan yang ada pada mereka hanya menjadi aib
bagi keluarga dan lingkungan sekitar mereka. Terkadang tak jarang orang
yang difabel mendapatkan perlakuan yang aneh dan berbeda kadang juga
dianggap merepotkan sampai mereka dikucilkan oleh orang yang berada di
lingkungan sekitarnya.
Menurut naluri orang yang difabel mempunyai kecendrungan serta
kondisi psikologis yang sedikit asing dan berbeda. Orang yang difabel
cenderung mempunyai sifat kurang percaya diri, insecure, serta merasa
rendah diri karena harus menerima penolakan yang sangat banyak. Hal
inilah yang mengakibatkan seorang yang difabel harus mengisolasi atau
membatasi dirinya dari orang banyak atau lingkungan sekitarnya.
Kemudian seorang difabel mempunyai sifat lain berupa adanya keinginan
untuk disayangi dan dikasihi atas kekurangan yang mereka punya.
Kemudian orang yang difabel juga memiliki kecenderungan emosi
yang masih labil, sangat rentan tersinggung, juga mudah berputus asa,
apatis serta sering juga beriskap berlebihan dalam mengungkapkan

3
https://pijarpsikologi.org/mereka -bagian-dari-hidup-kita, diakses pada tanggal 30 Maret 2021
perasaan. Adanya dorongan biologis dan perilaku yang agresif sehingga
menjadi imbas dari ketidaksampaian keinginan akibat penolakan yang
mereka terima.
Terbentuknya karakter dan sikap difabel sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dalam menyikapi aneka ragam persoalan dalam kehidupan
sehari-hari. Orang yang berada disekeiling dan pembedaan perlakuan atau
disebut diskriminasi yang diperoleh oleh orang yang difabel akan
membuat dirinya merasa tidak percaya diri (insecure). Dalam hal ini orang
yang difabel melakukan pertahanan ego nya dengan membela dirinya
sendiri. Yang seharusnya dilakukan lingkungannya yaitu memperlakukan
dengan baik bukan malah menghilangkan pemikiran negatif serta jangan
pernah beranggapan bahwa orang yang difabel itu merepotkan dan orang
yang tidak bisa melakukan apa-apa. Tetapi, banyak juga orang yang
difabel yang berhasil dalam mengatasi sulitnya masalah kehidupan dari
sudut pandang mereka. Bahkan banyak dari mereka yang berhasil
mengukir segudang prestasi dalam bidangnya masing-masing. Untuk itu
seorang yang difabel harus mendapatkan dukungan, motivasi serta
berdamai pada diri sendiri, mempunyai pemikiran yang positif, yang
memiliki hobi serta minat dan passion, perasaan percaya diri dan orang
yang slalu bersyukur. Orang yang difabel harus terus mempunyai pikiran
yang positif untuk menuju kesuksesannya, seperti contoh mereka harus
menyadari bahwa mereka tidak patut untuk dikasihani dan mereka juga bisa
melakukan banyak hal, seperti yang dilakukan oleh orang normal dengan
caranya sendiri.
Ketika mulai mempunyai pemikiran yang positif maka orang yang
difabel perlahan-lahan akan menemukan sendiri hobi, minat dan
passionnya sendiri. Jika mereka telah menekuni salah satu hal yang
disukainya maka secara perlahan oran yang difabel ini tadi akan
menemukan kebahagiannya sendiri. Dari kegagalan tadi akan membuatnya
bangkit dan mempunyai mental yang kuat. Karena mereka sudah biasa
dengan penolaan atas ketidaksampaian keinginannya.
Seorang difabel yang dikatakan berhasil adalah mereka yang telah
banyak melewati perjuangan yang sangat keras. Mereka telah melewati
jalan yang buruk serta terjal saat mereka sedang meraih cita-cita. Tapi itu
bukan berarti orang yang menyandang disabilitas tidak dapat merasakan
keberhasilan. Karena tidak sedikit dari mereka yang menyandang
disabilitas yang sukses dalam meraih mimpi bahkan banyak menoreh
prestasi dengan memandang dunia dengan cara berbeda.

D. Difabel Perspektif Ekonomi


Difabel merupakan merupakan salah satu keistimewaan yang
dimiliki oleh seseorang dengan bentuk melakukan aktivitas khusus,
sebenarnya difabel bukan merupakan se4buah permasalahan melainkan
keistimewaan yang harus diperhatikan dan diperdayakan. Setiap
penyandang difabel memiliki keistimewaan yang berbeda dengan orang
normal lainnya. Sejadtinya pandangan difabel dalam ekonomi, difabel
tidak mengganggu sistem perekonomian yang ada. Sistem ekonomi dapat
berjalan sebagaimana mestnya, difabel dapat melaksanakan aktivitas
perekonomian dengan sitem dan cara yang berebeda tetapi tetap bisa
dilakukan.4
Hak ekonomi khusunya mengenai pekerjaan didalam undang-
undang disebutkan mengenai hak pekerja kewirausahaan dan koperasi.
Jelas disebutkan dalam undang-undang sebagai warga negara berhak
memilik pekerjaan yang dalam hal ini dipemerintahan maupun swasta
tanpa ada pembedaan antara tenaga kerja normal, tetap memperoleh hak
berupa kewajiban pihak pemerintah atau swasta untukpekerja tersebut
seperti upah dalam melakukan pekerjaan darisipekerja. Hak dan kewajiban
serta tugas tetap sama begitupun akomodasi yang diterima dengan layak.
Selain itu, mengenai pemberhentian hubungan kerja (Phk) dengan
alasan disabilitas atau difabel, alasan dengan pemberhentian ini tidak

4
https://nalarpolitik.com/Ham-dan-konstitusi-ekonomi-difabel, diakses pada tanggal 30

Maret 2021
semata penyandang disabilitas tidak menndapatkan pekerjaan yang layak.
Terdapat ptogam yang diberikan untuk dapat bekejra kembali dengan
penempatan kerja yang adil, proposional dan bermartabat. Difabel tetap
mendapatkan kesempatan untuk pengembangan karir dengan berjenjang,
begitupun dengan hak normatif untuk memajukan usaha, selainn itu dapat
memiliki pekerjan dan usaha sendiri.
Manusia difabel dan manusia dengan status normal tetap
memiliki hubungan yang erat berupa saling membutuhkan keduanya.
Seperti contoh manusia normal dapat membuka lapangan kerja baru
yang dapat menarik dengan melibatkan keterampilan khusus yang dimiliki
oleh difabel. Kemungkinan keterampilan tidak dapat dilakukan oleh
manusia normal tetapi difabel dapat melakukannya, begitupun sebaliknya.
Maka manusia normal dan difabel tetap memilki hubungan.
Jelas disebutkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997
tetnang penyandang cacat yang kemudian di revisi yang melahirkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabiltias,
yang banyak menjelaskan mengenai kuota penyandangan disabilitas di
penyedia kerja swasta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau
pemerintah.
Dengan penjelasan yang telah diuraikan, bahwa sebenarnya difabel
dalam perspektif ekonomi adalah difabel tidak menjadi penghambat
ekonom karena difabel masih dapat beraktifitas dalam bekerja dan usaha
untuk melangsungkan kebutuhan ekonomi dengan kebutuhan khusus yang
istimewah dimiliki difabel. Walaupun dalam praktek berkehidupan
ditengah gemburapn persaingan dunia kerja dan penumbuhan ekonomi
yang primer banyak penyandang difabel terkesampingkan. Kebutuhan
dunia kerja yang disebutkan oelh pemerintah untuk wajib menempatkan
1% atau 2 % dari jumlah pekerja yang minoritas nomal tidak dilaksanakan.

E. Difabel dalam Perspektif Politik dan Hukum


Beberapa jenis gangguan yang menyebabkan tergolongnya seorang menjadi difabel
adalah sebagai berikut: tuna netra (buta), tuna rungu (tuli), tuna wicara (bisu), tuna daksa (cacat
tubuh), tuna grahita (cacat mental), dan tuna ganda (kompilasi antara dua atau lebih bentuk
kecacatan). Banyak sebutan bagi penyandang difabel secara esensial maknanya sama tetapi ada
pargeseran makna dari paradigma lama ke paradigma baru seperti yang akan dijelaskan sebagai
berikut.
1. Undang-Undang no 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat dalam pokok konvensi
point 1 (pertama) memberikan pemahaman yakni: “Setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu dan hambatan bagi dirinya untuk
melakukan sebagaimana biasanya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang
cacat mental dan fisik.
2. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak- Hak
Penyandang Disabilitas, yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan
untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

F. Difabel dalam perspektif Budaya dan Sosial

Di Indonesia difabel merupakan masalah sosial yang dihadapi masyarakat,


kebanyakan orang memberikan stigma negatif tentang penyandang difabel,sehingga
penyandang difabel merasa minder atau kurang percaya diri di dalam segala aspek
kehidupan sehari-hari. Difabel merupakan singkatan dari different ability yaitu
kesulitan dalam melakukan tugas atau peran pada diri sendiri karena masalah
kesehatan. Masalah kesehatan tersebut diantaranya fisik, sensorik, emosional, atau
kognitif menyatakan bahwa dalam perkembangannya difabel memiliki perbedaan
dengan anak normal dalam beberapa hal,yaitu:

(a) ciri mental

(b) kemampuan pancaindra

(c) kemampuan komunikasi

(d) perilaku sosial

(e) sifat-sifat fisiknya


Perbedaan tersebut membuat difabel diperlalukan secara khusus sesuai dengan
kecacatannya. Sehingga difabel membutuhkan praktik pendidikan khusus untuk
mengembangkan kemampuan khusus yang dimilikinya.

Dalam dunia nyata penyandang difabel daksa terlihat sebagai kaum terpinggirkan.
Sebagian orang beranggapan bahwa penyandang difabel daksa adalah orang yang patut
dikasihani karena perbedaan fisik dengan manusia pada umumnya (Poznaniu, 2014). 5 Difabel
Daksa daksa memiliki perasaan malu yang muncul karena kondisi individu yang berbeda
sehingga membuat beberapa individu tidak percaya diri, merasa minder, dan malu untuk
bepergian jauh (Aini, 2016). Maka dari itu diskriminasi tersebut menimbulkan adanya
batasan ruang di berbagai dimensi kehidupan mereka. Perbedaan dunia nyata ( offline) dan
dunia Online penyandang difabel memiliki banyak dukungan dalam dunia O f l i n e
Sedangkan pada dunia nyata atau offlinepenyandang difabel dalam segi psikologisnya merasa
minder, rendah diri, apatis, malu dan terkadang muncul rasa egois terhadap lingkungannya.
Sehingga hal tersebut yang mempengaruhi difabel daksa sulit dalam berinteraksi sosial

CEK PLAGIAT

5
Azkiya,M.B.(2015).“PESAN PROFETIK KAUM DIFABEL DALAM MEDIA SOSIAL”(Analisis Isi Timeline
Akun Facebook Mahasiswa Difabel Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Anda mungkin juga menyukai