Anda di halaman 1dari 12

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian mrupakan suatu langkah ilmiah untuk memperoleh data


yang akurat guna untuk dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan sehingga
dapat digunakan sebagai pemecahan masalah.

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Kuantitatif. Menurut Hermawan
& Amirullah (2016) penelitian kuantitatif meupakan riset yang menguji hipotesis
dan memeriksa hubungan antar variabel. Jenis penelitian ini adalah penelitian
dengan metode kausal komparatif. Metode kausal komparatif (causal comparative
research) yang disebut juga penelitian ex post facto adalah penelitian empiris yang
sistematis di mana peneliti tidak pengendalikan variabel bebas secara langsung
karena keberadaaan dari variabel tersebut telah terjadi atau karena variabel
tersebut pada dasarnya tidak dapat dimanipulasi. Sumber data penelitian ini
menggunakan data primer. Data primer yang digunakan adalah data yang
diperoleh secara langsung dari survei yang dilakukan oleh peneliti, dengan
membagikan kuesioner pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Jawa Timur.
Antara lain, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Muhammadiyah
Gresik dan Universitas Muhammadiyah Surabaya.

3.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di tiga Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Jawa
Timur. Antara lain, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas
Muhammadiyah Gresik dan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Alasan
penelitian ini dilakukan di tiga Universitas Muhammadiyah di Jawa Timur karena
ketiganya terakreditasi B untuk Prodi Akuntansi.
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:60). Variabel dalam
penelitian ini terdiri dari:
1. Variabel Bebas atau Independen (X)
Variabel Independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi penyebab berubah atau timbulnya variabel dependen (Herman &
Amirullah, 2016:95). Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

a. Sifat Machiavellian (X1)


Sifat machiavellian merupakan sifat negatif karena mengabaikan pentingnya
nilai kejujuran dan integritas dalam mencapai suatu tujuan. Individu yang
memiliki sifat machiavellian tinggi berusaha memanfaatkan keadaan untuk
memperoleh keuntungan pribadi dan cenderung untuk tidak patuh pada peraturan
(Ghost dan Crain dalam Mahayani & Merkusiwati, 2016). Indikator yang
digunakan dalam variabel sifat machiavellian (X1) berdasarkan afeksi, komitemn
ideologi rendah, ego, manipulatif dan agresif. Tingkat kecenderungan perilaku
machiavellian dapat diukur dengan menggunakan skala Mach IV variabel dengan
skala likert yang akan berisi pernyataan tentang tingkat setuju dan tidak setuju
untuk masing-masing item pernyataan, yaitu skor 1 (sangat tidak setuju) sampai
dengan 5 (sangat setuju). Semakin tinggi skor berarti semakin tinggi perilaku
machiavellian responden.

b. Perkembangan moral (X2)


Perkembangan moral merupakan suatu standart salah atau benar bagi
seseorang (Rogers & Baron, dalam Martini, 1995). Kata moral berasal dari bahasa
Latin moris yang berarti adat istiadat, kebiasaan, tata cara dalam kehidupan. Jadi,
suatu tingkah laku dikatakan bermoral apabila tingkah laku itu sesuai dengan
nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial dimana anak itu hidup.
Perkembangan moral digunakan sebagai pertimbangan - pertimbangan untuk
mengantisipasi dilema etis (Rest et al dalam Sukrisno Agoes (2009). Dalam
praktiknya, model Kohlberg tidak selalu menunjukkan adanya hubungan antara
pertambahan usia dengan peningkatan kessadaran moral. Dewasa ini, banyak
fakta baik di Indonesia maupun dibelahan dunia lain dimana pertambahan usia
seseorang tidak serta merta diikuti oleh pertumbuhan tingkat kesadaran moralnya.
Indikator yang digunakan dalam variabel perkembangan moral (X2) berdasarkan
ketaatan, individualisme, norma interpersonal, moralitas sistem sosial, orientasi
kontak sosial dan prinsip etika. Dalam instrumen ini ini menggunakan pengukuran
skala likert dengan skor 1 sampai 5 poin. Dimana poin penilaian tersebut yaitu
STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), RR (Ragu-Ragu), S (Setuju) dan
SS (Sangat Setuju).

c. Perilaku disfungsional (X3)


Perilaku Disfungsional merupakan perilaku individu yang memiliki konflik
dasar dengan tujuan organisasi (Hansen dan Mowen, 2005). Perilaku
disfungsional merupakan reaksi terhadap lingkungan, perilaku ini bisa
mempunyai pengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap mutu audit.
Perilaku disfungsional terjadi pada situasi ketika individu merasa dirinya kurang
mampu mencapai hasil yang diharapkan melalui usahanya sendiri. Indikator yang
digunakan dalam variabel perilaku disfungsional (X3) premature sign-off dan
underreporting of-time. Dalam instrumen ini ini menggunakan pengukuran skala
likert dengan skor 1 sampai 5 poin. Dimana poin penilaian tersebut yaitu STS
(Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), RR (Ragu-Ragu), S (Setuju) dan SS
(Sangat Setuju).

2. Variabel Terikat atau Dependen (Y)


Menurut Hermawan & Amirullah (2016:95) Variabel dependen merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel independen.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah persepsi etis. Persepsi etis adalah
bagaimana seseorang bersikap menilai suatu keadaan atau perilaku pelanggaran.
Untuk mengukur persepsi etika, skenario atau cara yag digunakan adalah
mengembangka skenario yang digunakan oleh Kelly Richmond (2001). Instrumen
tersebut yaitu Ethical Rating (ERATING) dengan skala likert 1-5 yang mengukur
persepsi etika, semakin etis dengan skor rendah dan persepsi etika tidak etis
dengan skor tinggi. Indikator yang digunakan dalam variabel persepsi etis (Y)
tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi
dan kehati-hatian, kerahasiaan, perilaku profesional dan standart teknis. Dalam
instrumen ini ini menggunakan pengukuran skala likert dengan skor 1 sampai 5
poin. Dimana poin penilaian tersebut yaitu STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak
Setuju), RR (Ragu-Ragu), S (Setuju) dan SS (Sangat Setuju).

3. Variabel Intervening (Z)


Variabel intervening atau yang sering disebut juga sebagai variabel
moderating adalah variabel yang berada di tengah antara variabel independen dan
variabel dependen. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah kecerdasan
emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan dan potensi dalam diri
individu untuk dapat mengenali, memahami, mengelola dan memimpin perasaan
diri sendiri, sehingga individutersebut dapat berempati terhadap orang lain dan
menghargai orang lain, serta menerapkan atau mengaplikasikannya dalam
menghadapi dorongan emosinya dalam kehidupan sehari-hari (Dyanisa : 2008).
Indikator yang digunakan dalam variabel kecerdasan emosional (Z) pengenalan
diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan diri. Dalam instrumen
ini menggunakan pengukuran skala likert dengan skor 1 sampai 5 poin. Dimana
poin penilaian tersebut yaitu STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), RR
(Ragu-Ragu), S (Setuju) dan SS (Sangat Setuju).

Tabel 3.1 Ringkasan Indikator


No variabel Indikator Skala Nomor Referensi
Item
1. Sifat 1. Afeksi Skala 1,2,3 (King,Laura,
Machiavellian 2. Komitmen Likert 4,5,6 2012)
ideologis rendah 1-5
3. Ego 7,8,9
4. Manipulatif 10,11,12
5. Agresif 13,14,15

2. Perkembangan 1. Ketaatan Skala 16,17,18 (Upton &


Moral 2. Individualisme Likert 19,20,21 Penney,
3. Norma 1-5 22,23,24 2012)
Interpersonal
4. Moralitas Sistem 25,26,27
Sosial
5. Orientasi Kontak 28,29,30
Sosial
6. Prinsip Etika 31,32,33
3. Perilaku 1. Premature sign Skala 34,35,36 (Hansen &
Disfungsional off Likert Mowen,
2. Underreporting 1-5 37,38,39 2005)
of time
4. Persepsi Etis 1. Tanggung jawab Skala 40,41,42 (Kongres
profesi Likert VIII IAI,
2. Kepentingan 1-5 43,44,45 1998)
Publik
3. Integritas 46,47
4. Objektivitas 48,49,50
5. Kompetensi dan 51,52
kehati-hatian
6. Kerahasiaan 53,54,55
7. Perilaku 56,57,58
profesional
8. standar teknis 59,60,61
5. Kecerdasan 1. Pengenalan diri Skala 62,63,64 (Goleman,
Emosional 2. Pengendalian Likert 65,66,67 2005)
diri 1-5
3. Motivasi 68,69,90
4. Empati 91,92,93
5. Keterampilan 94,95,96
sosial

3.4. Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013 : 62). Populasi
dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Akuntasi dari Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Muhammadiyah Gresik dan Universitas
Muhammadiyah Surabaya. Jumlah pupolasi dari tiga Perguruan Tinggi tersebut
sebanyak 90 orang.
Sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013 : 63). Sampel dari penelitian ini diambil
menggunakan teknik Stratified Sampling dengan membagi populasi menjadi
beberapa sub populasi atau strata dan kemudian pengambilan sampel random
sampling sederhana dapat dilakukan di dalam masing-masing strata (Jogiyanto,
2008:75).

3.5. Jenis dan Sumber Data


Data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti. Sugiyono
(2013 : 137) menyatakan bahwa sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Data primer diperoleh melalui
kuesioner yang disebarkan kepada responden. Kuesioner diisi oleh Mahasiswa S1
Prodi Akuntansi di tiga Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Jawa Timur. Tiga
Perguruan Tinggi tersebut antara lain Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,
Universitas Muhammadiyah Gresik dan Universitas Muhammadiyah.

3.6. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Hermawan & Amirullah (2016: 141) teknik pengumpulan data
merupakan kumpulan data-data yang di lapangan kemudian di uji kebenarannya
dengan menggunakan hipotesis. Pada penelitian ini mengunakan cara
questionaire (angket) sebagai teknik untuk mengumpulkan data dari responden.
Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013: 142). Responden yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa Strata 1 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,
Universitas Muhammadiyah Gresik, Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Dalam penelitian ini, digunakan angket yang memiliki indeks skala likert 1-5.

3.7. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan menguraikan keseluruhan menjadi komponen yang
lebih kecil untuk mengetahui komponen yang dominan, membandingkan antara
komponen yang satu dengan komponen lainnya, dan membandingkan salah satu
atau beberapa komponen dengan keseluruhan. Teknik analisis data digunakan
untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Pengelolaan data pada penelitian ini akan menggunakan Software smartPLS 3.2.7

Structural Equation Modelling (SEM) merupakan suatu metode yang


digunakan untuk menutup kelemahan yang terdapat pada metode regresi. Menurut
para ahli metode penelitian Structural Equation Modelling (SEM) dikelompokkan
menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan Covariance Based SEM (CBSEM) dan
Variance Based SEM atau Partial Least Square (PLS). Partial Least Square
merupakan metode analisis yang powerfull yang mana dalam metode ini tidak
didasarkan banyaknya asumsi. Pendekatan (Partial Least Square) PLS adalah
distribution free (tidak mengasumsikan data tertentu, dapat berupa nominal,
kategori, ordinal, interval dan rasio). (Partial Least Square) PLS menggunakan
metode bootstraping atau penggandaan secara acak yang mana asumsi normalitas
tidak akan menjadi masalah bagi (Partial Least Square) PLS. Selain itu (Partial
Least Square) PLS tidak mensyaratkan jumlah minimum sampel yang akan
digunakan dalam penelitian, penelitian yang memiliki sampel kecil dapat tetap
menggunakan (Partial Least Square) PLS. Partial Least Square digolongkan jenis
non-parametrik oleh karena itu dalam permodelan PLS tidak diperlukan data
dengan distribusi normal.

Tujuan dari penggunaan (Partial Least Square) PLS yaitu untuk melakukan
prediksi. Yang mana dalam melakukan prediksi tersebut adalah untuk
memprediksi hubungan antar konstruk, selain itu untuk membantu peneliti dalam
penelitiannya untuk mendapatkan nilai variabel laten yang bertujuan untuk
melakukan pemprediksian. Variabel laten adalah linear agregat dari indikator-
indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten
didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang
menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu
hubungan antar indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah
residual variance dari variabel dependen (kedua variabel laten dan indikator)
diminimumkan. Estimasi parameter yang didapat dengan PLS (Partial Least
Square) dapat dikategorikan sebagai berikut: Kategori pertama, adalah weight
estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua
mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten
dan antar variabel laten dan blok indikatornya (loading). Kategori ketiga adalah
berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk
indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi tersebut, PLS
(Partial Least Square) menggunakan proses iterasi tiga tahap dan dalam setiap
tahapnya menghasilkan estimasi yaitu sebagai berikut:

1. Menghasilkan weight estimate.

2. Menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model.

3. Menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta).

Dalam metode PLS (Partial Least Square) teknik analisa yang dilakukan adalah
sebagai berikut:

1. Analisa outer model

Analisa outer model dilakukan untuk memastikan bahwa measurement yang


digunakan layak untuk dijadikan pengukuran (valid dan reliabel). Dalam analisa
model ini menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan indikator-
indikatornya. Analisa outer model dapat dilihat dari beberapa indikator :
a. Convergent Validity adalah indikator yang dinilai berdasarkan korelasi
antara item score/component score dengan construct score, yang dapat
dilihat dari standardized loading factor yang mana menggambarkan
besarnya korelasi antar setiap item pengukuran (indikator) dengan
konstraknya. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi
> 0.7 dengan konstruk yang ingin diukur, sedangkan menurut Chin yang
dikutip oleh Imam Ghozali, nilai outer loading antara 0,5 – 0,6 sudah
dianggap cukup.
b. Discriminant Validity merupakan model pengukuran dengan refleksif
indicator dinilai berdasarkan crossloading pengukuran dengan konstruk.
Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada
ukuran konstruk lainnya, maka menunjukan ukuran blok mereka lebih baik
dibandingkan dengan blok lainnya. Sedangkan menurut metode lain untuk
menilai discriminant validity yaitu dengan membandingkan nilai
squareroot of average variance extracted (AVE)
c. Composite reliability merupakan indikator untuk mengukur suatu konstruk
yang dapat dilihat pada view latent variable coefficients. Untuk
mengevaluasi composite reliability terdapat dua alat ukur yaitu internal
consistency dan cronbach’s alpha. Dalam pengukuran tersebut apabila
nilai yang dicapai adalah > 0,70 maka dapat dikatakan bahwa konstruk
tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi.
d. Cronbach’s Alpha merupakan uji reliabilitas yang dilakukan memperkuat
hasil dari composite reliability. Suatu variabel dapat dinyatakan reliabel
apabila memiliki nilai cronbach’s alpha > 0,7.25

Uji yang dilakukan diatas merupakan uji pada outer model untuk indikator
reflektif. Untuk indikator formatif dilakukan pengujian yang berbeda. Uji untuk
indikator formatif yaitu :

a. Significance of weights. Nilai weight indikator formatif dengan


konstruknya harus signifikan.
b. Multicollinearity. Uji multicollinearity dilakukan untuk mengetahui
hubungan antar indikator. Untuk mengetahui apakah indikator formatif
mengalami multicollinearity dengan mengetahui nilai VIF. Nilai VIF
antara 5-10 dapat dikatakan bahwa indikator tersebut terjadi
multicollinearity.

2. Analisa Inner Model

Analisa Inner model biasanya juga disebut dengan (inner relation,


structural model dan substantive theory) yang mana menggambarkan
hubungan antara variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Analisa
inner model dapat dievaluasi yaitu dengan menggunakan R-square untuk
konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance
dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Dalam
pengevaluasian inner model dengan PLS (Partial Least Square) dimulai
dengan cara melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Kemudian
dalam penginterpretasiannya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan
nilai pada R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten
independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah memiliki
pengaruh yang substantif. Selain melihat nilai R-square, pada model PLS
(Partial Least Square) juga dievaluasi dengan melihat nilai Q-square prediktif
relevansi untuk model konstruktif. Q-square mengukur seberapa baik nilai
observasi dihasilkan oleh model dan estimasi parameternya. Nilai Q-square
lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai
predictive relevance, sedangkan apabila nilai Q-square kurang dari 0 (nol),
maka menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

3. Pengujian Hipotesa

Dalam pengujian hipotesa dapat dilihat dari nilai t-statistik dan nilai
probabilitas. Untuk pengujian hipotesis yaitu dengan menggunakan nilai statistik
maka untuk alpha 5% nilai t-statistik yang digunakan adalah 1,96. Sehingga
kriteria penerimaan/penolakan hipotesa adalah Ha diterima dan H0 di tolak ketika
t-statistik > 1,96. Untuk menolak/menerima hipotesis menggunakan probabilitas
maka Ha di terima jika nilai p < 0,05.

Anda mungkin juga menyukai