Anda di halaman 1dari 4

Nama : NIDA ASTI AWALIAH

Kelas : PAI 3 F
NIM/NIRM : 19112221/002.14.0537.19

ARTIKEL

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

(A S W A J A)

1. Penyebaran Islam Di Nusantara


Penyebaran Islam di Nusantara yaitu bagian menyebarnya
agama Islam di Nusantara (sekarang Indonesia). Islam dibawa ke Nusantara oleh
pedagang dari Gujarat, India selama zaman ke-11, meskipun Muslim telah mendatangi
Nusantara sebelumnya. Pada pengahabisan zaman ke-16, Islam telah melampaui jumlah
penganut Hindu dan Buddhisme sebagai agama dominan
bangsa Jawa dan Sumatra. Bali mempertahankan mayoritas Hindu, sedangkan pulau-
pulau timur sebagian akbar tetap menganut animisme mencapai zaman 17 dan 18 ketika
agama Kristen menjadi dominan di daerah tersebut.

Penyebaran Islam disorongkan oleh meningkatnya jaringan perdagangan di luar


Nusantara. Pedagang dan bangsawan dari kerajaan akbar Nusantara pada umumnya
yaitu yang pertama mengadopsi Islam. Kerajaan yang dominan, termasuk Kesultanan
Mataram (di Jawa Tengah sekarang), dan Kesultanan Ternate dan Tidore di Kepulauan
Keliruku di timur. Pada pengahabisan zaman ke-13, Islam telah berdiri di Sumatera
Utara, zaman ke-14 di timur laut Malaya, Brunei, Filipina selatan, di selang sebagian
orang bawahan kerajaan di Jawa Timur, zaman ke-15 di Malaka dan wilayah lain
dari Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia)

Ketika itu, Khalifah Usman bin Affan mengirimkan utusan ke Tiongkok untuk
memperkenalkan negara Islam yang baru saja berdiri. Dalam kesempatan tersebut,
utusan Islam beberapa kali mampir ke daratan Nusantara hingga mampu membangun
relasi perdagangan di pantai Sumatra bagian barat pada tahun 674 Masehi. 
Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Nur Kholis, S. Ag., S.E.I., M.Sh.Ec dalam
webinar Culture Session : Understanding Indonesia Islam and Its Culture in Indonesia
sebagai bagian dari pengenalan Indonesia kepada mahasiswa asing UII tahun akademik
2021/2022 pada Sabtu (21/8).

Nur Kholis menuturkan Aceh menjadi daerah pertama kunjungan tersebut. Hal
ini kemudian dibuktikan dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di daerah tersebut
bernama Samudra Pasai.

2. Penyebaran Aswaja Asy'Ariyah dan Maturidiyah

Al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari hidup pada paruh kedua abad ketiga dan paruh
pertama abad ke 4 H. Pada saat ini kita bisa mengetahui beberapa peristiwa penting
yang terjadi. Saat itu menjadi masa keemasan dalam dunia ilmu keislaman, terutama
dalam ilmu teologi (pemikiran, pengetahuan ketuhanan). Masa ini adalah masa
kebebasan berpikir bagi setiap orang, inilah yang membuat ilmu teologi mengalami
perkembangan. Setiap orang boleh menyampaikan pandangannya terhadap suatu hal,
dengan syarat mereka punya bukti dan argumentasi atas apa yang ia ucapkan.

Dari kebebasan berpendapat ini muncul berbagai aliran baru yang berkembang
cukup pesat, yang menjadi tantangan dan ancaman bagi aliran yang sudah terdahulu
muncul. Seperti yang dikatakan Abu al-Ma’ali Azizi bin Abdul Malik Syaidzalah (w.
494 H/ 1100 M ) berikut ini;

“Setelah tahun 260 H berlalu, tokoh-tokoh ahli bid’ah angkat kepala dan
masyarakat awam berada dalam ancaman, bahkan ayat-ayat agama mulai terhapus
bekasnya dan bendera kebenaran mulai terhapus kabarnya”.

Menyebarnya aliran Mu’tazilah inilah yang menyebabkan benturan yang terjadi


diantara ulama fikih dengan ulama ahli hadits yang perhatiannya tercurahkan kepada
ilmu agama dengan dalil dan argumentasi yang didasarkan pada tafsir al-Qur’an,
hadits, ijma’, dan analogi (qiyas).

3. Tantangan Penyebaran Aswaja di Nusantara

Tantangan Ideologi Aswaja Tantangan yang dihadapi oleh Ideologi Aswaja


dalam konteks kekinian dan masa yang akan datang adalah fenomena berkembangnya
ideologi Trans-nasional. Secara garis besar, baik yang berbasis sekular maupun yang
berbasis agama (Islam): Dua besar ideologi dimaksud adalah liberalisme di satu pihak
dan radikalisme di pihak lainnya.

Pertama, Ideologi liberal lahir dari sejarah panjang pemberontakan masyarakat


Eropa (dan kemudian pindah Amerika) terhadap hegemoni lembaga-lembaga agama
yang berkonspirasi dengan penguasa sejak masa pencerahan (renaissance) mulai abad
ke-16 masehi. Pemberontakan ini melahirkan bangunan filsafat pemikiran yang
berposisi vis-a-vis dengan kepercayaan (terutama institusi) agama ; suatu konstruksi
pemikiran yang melahirkan modernisme, materialisme, struktur masyarakat kapitalis.
Fenomena globalisasi nyata-nyata telah memberikan peluang yang semakin lebar bagi
berkembang pesatnya ideologi-ideologi tersebut. Kehadirannya bersama globalisasi,
seperti banjir bandang yang siap menyapu masyarakat di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia. Kedua, Ideologi Radikal berbasis agama (Islam). Ideologi ini
berakar pada fundamentalisme dalam agama. Sementara fundamentalisme sendiri
dicirikan oleh cara pandang tertentu yang menganggap aspek-aspek partial (furu’)
dalam agama sebagai sesuatu yang fundamental; sehingga wajib diperjuangkan dengan
jalan jihad (qital); cara pandang hitam-putih dalam mendefinisikan realitas mukmin dan
kafir, dan; menjadikan Barat sebagai common enemy dari umat Islam. Kelompok-
kelompok radikal bisa muncul dari komunitas Sunni maupun Syi’i. Secara geneologis,
cara pandang seperti ini berakar pada pemikiran yang puritan, tekstualis dan tidak
kontekstual. Oleh karena itu, radikalisme dalam komunitas Sunni, biasanya muncul dari
aliran Salafis.

Tantangan ideologis tersebut seharusnya disikapi dengan serius dan bijaksana.


Para pendukung ideologi Aswaja di Indonesia perlu mengkonsolidir gerakan nyata
untuk menginseminasi nilai-nilai luhur yang diwariskan dalam ideologi ini kepada
generasi muslim melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren dan madrasah.
Selain itu, pemakmuran masjid dengan aktivitas ilmiah, dan sosial selain peribadatan
juga sangat efektif untuk melestarikan nilai-nilai yang dikembangkan Aswaja.
Karenanya perlu dirawat dan jijaga melalui upaya-upaya yang terarah unuk hal itu.

Selanjutnya, obyektivasi nilai-nilai Aswaja dalam gerakan kebudayaan,


ekonomi, dan politik melalui berbagai instrumen perlu dilaksanakan lebih massive agar
menyentuh aspek riil dari kebutuhan masyarakat. Hal ini diperlukan sebagai wacana
tanding (counter discourse) liberalisme-kapitalisme-materialisme yang secara riil telah
bergerak di wilayah kebutuhan konkrit masyarakat. Secara mondial, kampanye Islam
moderat dan rahmatan lil’alamin, harus diintensifkan dalam percaturan internasional
untuk menghilangkan kesan yang salah dan merugikan terhadap Islam itu sendiri.
Nahdlatul Ulama melalui forum ICIS (International Conference of Islamic Scholars)
merupakan contoh yang baik dalam hal ini. Langkah serupa perlu dikembangkan dalam
strategi lain seperti melalui para pelajar dan warga negara Indonesia di luar negeri
sebagai duta Aswaja, dan seterusnya.

Referensi :

https://akamawa.unusa.ac.id/wp-content/uploads/2016/04/MATERI-KULIAH-
PAKAR_10-APRIL-2016.pdf

Anda mungkin juga menyukai