Anda di halaman 1dari 14

Tugas Kelompok

FIKIH MUAMALAH
AKAD (PERIKATAN ATAU PERJANJIAN)
Mata Kuliah : Fikih Muamalah
Pembimbing : Dra. Hj. St. Rahmah, M.Si.

Disusun oleh

Agus (1102130006)
Awal (1102130008)
Hambali (1102110356)
M. Syahru Ramadhan (1102110363)
Sabarudin Ahmad (1102110373)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


JURUSAN SYARI’AH
PRODI AL AHWAL AL SYAKHSHIYAH
TAHUN AKADEMIK 2012
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. Karena

dengan Rahmat dan Ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Akad

(Perikatan atau Perjanjian)’’. Tidak lupa Shalawat serta salam, kami sampaikan kepada

baginda Besar Nabi Muhammmad Saw., beserta keluarga, sahabat dan para pengikut beliau

hingga akhir zaman.

Kami selaku penulis dalam pembuatan makalah ini, menyadari betul bahwa masih

banyak kesalahan dan kekurangan didalamnya. Oleh karena itu, kami memohon dengan

ikhlas kepada pembaca makalah ini untuk berkenan memberikan kritik dan saran guna

membangun demi kesempurnaan makalah yang lebih baik.

Akhir kata, kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak terutama

kepada dosen pengampu mata kuliah Fikih Muamalah yakni, Dra. Hj. St. Rahmah,. M.Si.,

dan juga kepada segenap teman-teman Al Ahwal Al Syakhshiyah yang turut serta

memberikan bantuan, dukungan dan semangat kepada kami. Dan kami harapkan semoga

makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Palangka Raya, 27 September 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
D. Metode Penulisan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad .................................................................................................. 3


B. Pembentukan Akad ............................................................................................. 3
C. Syarat-Syarat Akad ............................................................................................. 6
D. Dampak Akad ..................................................................................................... 7
E. Macam-Macam Akad.......................................................................................... 7
F. Akhir Akad.......................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk sosial. Karena itu, manusia tidak mungkin mampu untuk
hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain. Suatu alat agar manusia dapat
berinteraksi sosial ialah melalui komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam
kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap masyarakat manusia –baik yang
primitif maupun yang modern- berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan
mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi.1
Dalam pembahasan fiqh, akad merupakan suatu alat untuk berkomunikasi atau
bertransaksi. Bentuk-bentuknya sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan
spesifikasi kebutuhan yang ada.2
Pembahasan masalah akad ini sangat penting kiranya bagi mahasiswa, terutama yang
ingin memperdalam masalah fiqh muamalah. Karena akad sangat terkait dengan
pembahasan selanjutnya mengenai fiqh muamalah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah dalam makalah ini, yakni:
1. Apa Pengertian akad?
2. Bagaimana pembentukan akad?
3. Apa syarat-syarat akad?
4. Apa dampak akad?
5. Apa saja macam-macam akad?
6. Bagaimana akhir akad itu?

1
Charles R Wright, Sosiologi Komunikasi Massa, penerj. Liwati Trimo, Bandung: Remadjaya Karya,
cet. III, 1988, h. 1.
2
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, h. 47.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yakni:
1. Mengetahui pengertian akad.
2. Mengetahui pembentukan akad.
3. Mengetahui syarat-syarat akad.
4. Mengetahui dampak akad.
5. Mengetahui macam-macam akad.
6. Mengetahui akhir akad.
D. Metode penulisan
Metode penulisan makalah ini yaitu melalaui kajian pustaka. Dimana sumber-sumber
referensi yang cukup agar dapat menghasilkan pemahaman yang lengkap.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad
Pengertian akad secara etimologi yaitu:

Dalam bahasa Arab disebut ‫ العقذة‬artinya sambungan. Atau ‫العهذ‬yang artinya janji.3
Kata akad dalam bahasa Indonesia memiliki arti perjanjian, janji, kontrak.4
Sedangkan secara terminologi. Menurut ulama Syafi‟iyah, Malikiyah, dan Hanabilah,
yaitu “sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti
wakaf, talak pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan
dua orang seperti jual-beli, perwakilan, dan gadai.”5
Sedangkan menurut pendapat yang lebih mempunyai makna khusus. Zuhaili
berpendapat yang dikutip oleh Djuwaini, yaitu: “akad adalah hubungan/keterkaitan
antara ijab dan qabul atas diskursus yang dibenarkan oleh syara‟ dan memiliki implikasi
hukum.”6
Jadi, pengertian akad menurut istilah ialah suatu perjanjian atau kontrak yang
dilakukan oleh satu, dua orang atau lebih yang ditetapkan dengan ijab-qabul sesuai
dengan ketentuan syara‟.
B. Pembentukan Akad
Akad adalah suatu sebab dari sebab-sebab yang ditetapkan Syara‟, yang
karenanya timbullah beberapa hukum. Dengan kita memperhatikan ta’rif aqad,
dapatlah kita mengatakan, bahwa akad itu suatu: amal iradi musyatarak yaqumu
alattaradi, (suatu perbuatan yang sengaja oleh dua orang, berdasarkan keridlaan
masing-masing).7
1. Rukun akad
a. Orang yang akad („aqid)
b. Sesuatu yang diakadkan (maqud alaih)
c. Shigat (ijab dan qabul)

3
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, cet. X, 2001, h. 43.
4
Ari Prahasta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Tangerang: Scientifiq Press, 2012, h. 12.
5
Racmat, Fiqih, h. 44.
6
Dimyauddin, Pengantar, h. 48.
7
Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1989, h. 22-23.
2. Unsur-unsur pembentukan aqad yaitu sebagai berikut:
a. Sighat Akad.
Sighat akad adalah suatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad yang
menunjukkan apa yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal
itu dapat diketahui dengan ucapan perbuatan, isyarat, dan tulisan, sighat tersebut
bisa disebut ijab dan qabul.
1) Metode Sighat dengan akad dapat diungkapkan dengan berbagai cara yaitu:
a) Akad dengan Lafaz, sighat dengan lafaz adalah shigat akad yang paling
banyak digunakan orang sebab paling mudah digunakan dan cepat
dipahami. Tentu saja kedua belah pihak harus mengerti ucapan masing-
masing serta menunjukkan keridlaanya.
b) Akad dengan perbuatan. Dalam akad terkadang tidak digunakan ucapan,
tetapi cukup dengan perbuatan yang menunjukkan saling merindai,
misalnya penjual memberikan barang dan pembeli memberikan uang.
c) Akad dengan Isyarat, bagi orang yang mampu bicara, tidak dibenarkan
akad dengan isyarat, melainkan harus menggunakan lisan atau tulisan.
Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara, boleh menggunakan
isyarat, tetapi jika tulisanya bagus dianjurkan menggunakan tulisan. Hal
itu dibolehkan apabila ia sudah cacat sejak lahir, ia harus berusaha untuk
tidak menggunakan isyarat. Atas dasar ini dibuatlah dengan kaidah:

‫االءشارة المعهودة الخرس كالبيان باللسان‬


Artinya: Isyarat bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah (sama
dengan ucapan lidah).
d) Akad dengan tulisan, dibolehkan baik bagi orang yang mampu berbicara
ataupun tidak, dengan syarat tulisan tersebut harus jelas, tampak dan
dipahami oleh keduanya. Sebab tulisan sebagaimana dalam kaidah
fiqhyah (tulisan bagaikan perintah). Atas dasar inilah Fuqaha membentuk
qaidah:
‫الكتابت كالخطاب‬
Artinya: Tulisan itu sama dengan ucapan.
Namun demikian, dalam akad nikah tidak boleh dengan tulisan jika
kedua orang yang akad itu hadir. Hal ini karena akad harus dihadiri oleh
saksi, yang harus mendengar ucapan yang akad, kecuali bagi orang yang
tidak dapat berbicara.8
2) Syarat-syarat ijab qabul
Terjadinya ijab dan qabul:
a) Ijab dan qabul harus jelas maksudnya.
b) Antara ijab dan qabul harus sesuai.
c) Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang
bersangkutan.
Tempat Akad
Tempat akad adalah tempat bertransaksi antara dua pihak yang sedang akad
dengan kata lain, bersatunya ucapan ditempat yang sama.
a) Harus ditempat yang sama
b) Tidak boleh tampak adanya penolakan dari salah „aqid dan tidak boleh
ada ucapan lain yang memisahkan diantara perkataan mereka.
c) Ijab tidak boleh diulangi atau dibatalkan sebelum ada jawaban qabul.
Akad yang tidak memerlukan persambungan tempat.
a) Wasiat
b) Penitipan keturunan keluarga dengan cara berwasiat kepada orang lain
untuk memelihara keturunannya setelah ia meninggal.
c) Perwakilan
Pembatalan ijab.
a) Pengucap ijab menarik pernyataan sebelum qabul.
b) Adanya penolakan dari salah satu „aqid.
c) Berakhirnya tempat akad, yakni kedua pihak „aqid berpisah.
d) Pengucap ijab tidak lagi menguasai hidupnya, gila, sebelum adanya qabul.
e) Rusaknya sesuatu yang sedang dijadikan akad.9
b. Al-aqid (orang yang berakad)
Keberadaanya sangat penting sebab tidak dikatakan akad jika tidak ada
aqid. Begitu pula tidak akan ada ijab dan qabul tanpa adanya aqid.
Secara umum, aqid disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan
untuk melakukan akad dan mampu menjadi pengganti orang lain bila ia menjadi
wakil.

8
Rachmat, Fiqh, h. 46-51.
9
Ibid., h. 53.
Ulama Malikiyah dan Hanafiyah mensyaratkan aqid harus berakal,
yakni sudah mumayyiz, anak yang agak besar yang pembicaraanya dan
jawabanya dapat dipahami, serta berumur sekitar 7 tahun. Oleh karena itu,
dipandang tidak sah suatu akad yang dilakukan anak kecil yang belum
mumayyiz.
Adapun ulama Syafi‟iyah dan Hanabillah mensyaratkan aqid harus
baligh, (terkena perintah syara‟), berakal, telah mampu memelihara hartanya.
Dengan demikian ulama Hanabillah membolehkan seorang anak kecil membeli
barang yang sederhana dan tasharruf atas seizin walinya.10
C. Syarat-Syarat Akad
Berdasarkan unsur akad yang telah dibahas diatas, ada beberapa macam syarat
akad, yaitu terjadinya syarat akad, syarat sah, syarat memberikan, dan syarat
keharusan (lujum).
1. Syarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang diisyaratkan untuk terjadinya
akad secara syara‟. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal. Syarat
ini terbagi atas dua bagian :
a) Umum, yakni syarat yang harus ada pada setiap akad.
b) Khusus, yakni syarat yang harus ada pada sebagian akad, dan tidak disyaratkan
pada bagian lainnya.
2. Syarat sah akad
Syarat sah akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara‟ untuk menjamin
dampak keabsahan akad. Jika tidak dipenuhi, akad tersebut rusak.
Ada kekhususan syarat sah akad pada setiap akad. Ulama Hanafiyah
mensyaratkan terhindarnya seseorang dari enam kecacatan dalam jual beli, yaitu
kebodohan, kepaksaan, pembatasan waktu, perkiraan, ada unsur kemudaratan dan
syarat-syarat jual beli rusak (fasid).
3. Syarat pelaksanaan akad
Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat, yaitu kepemilikan dan kekuasaan.
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas
beraktifitas dengan apa-apa yang dimilikinya sesuai dengan aturan syara‟. Adapun
kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam bertasharuf sesuai dengan

10
Ibid., h.54.
ketetapan syara‟, baik secara asli, yakni dilakukan oleh dirinya, maupun sebagi
penggantian(menjadi wakil sesorang).
Dalam hal ini, disyaratkan antara lain :
a) Barang yang dijadikan akad harus yang kepunyaan akad, jika dijadikan, maka
sangat tergantung kepada ijin pemiliknya yang asli.
b) Barang yang dijadikan tidak berkaitan dengan kepemilikan orang lain.
4. Syarat kepastian hukum (luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. Diantara syarat luzum dalam jual beli
adalah terhindarnya dari beberapa khiyar jual, seperti khiyar syarat, khiyar aid, dan
lai-lain. Jika luzum tampak, maka akad batal atau dikembalikan.11\
D. Dampak Akad
Setiap akad dipastikan memiliki dua dampak, yaitu dampak khusus dan
dampak umum.
1. Dampak Khusus
Dampak khusus adalah hukum akad, yakni dampak asli dalam pelaksanaan
suatu akad atau maksud utama dilaksanakannya suatu akad, seperti pemindahan
kepemilikan dalam jual beli, hibah, wakaf, upah, dan lain-lain.
2. Dampak Umum
Segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi
hukum maupun hasil.12
E. Macam-Macam Akad
Menurut Rachmat Syafe‟i , macam-macam akad dibagi menjadi empat.
Walaupun terdapat perbedaan dengan pendapat lain yang membaginya menjadi sangat
banyak. Karena pembagian menurut Rahmat sudah mewakili macam-macam akad
yang penting. Macam-macam akad tersebut ialah sebagai berikut:
1. Berdasarkan ketentuan syara‟
a. Akad sahih, yaitu akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan
oleh syara‟.
b. Akad tidak sahih, yaitu akad yang tidak memenuhi unsur dan syarat. Sehingga
tidak menimbulkan hukum dan tidak sah.

11
Rachamat, Fiqih, h.64-66.
12
Ibid., h. 66.
2. Berdasarkan penamaanya
a. Al-‘uqud al-musamma, yaitu akad yang telah dinamai syara‟. Seperti jual-beli
(bai‟), hibah, gadai, dll.
b. Al-‘uqud ghair al-musamma, yaitu akad yang belum dinamai syara‟.
3. Berdasarkan maksud dan tujuan akad
a. Kepemilikan
b. Menghilangkan kepemilikan
c. Kemutlakan, yaitu seseorang mewakilkan secara mutlak kepada wakilnya.
d. Perikatan
e. Penjagaan
4. Berdasarkan zatnya
a. Al-„ain (benda berwujud)
b. Ghair al-„ain (benda tidak berwujud)13
F. Akhir akad
Menurut Abdul Rahman Ghazaly dkk, dalam bukunya Fiqh Muamalah
menyebutkan ada empat sebab berakhirnya akad. Akad dikatakan berakhir ialah
sebagai berikut:
1. Berakhirnya masa berlaku akad, yaitu apabila ada perjanjian sebelumnya.
2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, yaitu apabila akad itu bersifat tidak
mengikat.
3. Apabila akad itu mengikat maka akad itu dapat berakhir jika:
a) Jual beli itu fasad
b) Berlakunya khiyar
c) Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak
d) Tercapainya tujuan akad itu sampai sempurna
4. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia14

13
Rachmat, Fiqih, h. 66-67.
14
Abdul Rahman Ghazali, Ghufran Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2010, h.
58-59.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara etimologi dalam bahasa Arab akad disebut ‫ العقذة‬artinya sambungan. Atau
‫العهذ‬yang artinya janji. Kata akad dalam bahasa Indonesia memilik berarti

perjanjian, janji, kontrak.


Sedangkan secara terminologi akad ialah suatu perjanjian atau kontrak yang
dilakukan oleh satu, dua orang atau lebih yang ditetapkan dengan ijab-qabul
sesuai dengan ketentuan syara‟.
2. Pembentukan akad
a. Rukun akad, meliputi „aqid, maqud alaih, dan shighat.
b. Unsur-unsur akad, meliputi shigat akad dam „aqid.
3. Syarat-syarat akad
a. Syarat terjadinya akad, ialah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya
akad secara syara‟.
b. Syarat sah akad, ialah segala sesuatu yang disyaratkan syara‟ untuk menjamin
dampak keabsahan akad. Jika tidak dipenuhi akad tersebut rusak.
c. Syarat pelaksanaan akad, meliputi kepemilikan dan kekuasaan.
d. Syarat kepastian hukum.
4. Dampak akad
a. Dampak khusus, ialah hukum akad.
b. Dampak umum, ialah segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian
besar akad, baik dari segi hukum maupun hasil.
5. Macam-macam akad
a. Berdasarkan ketentuan syara, yakni sahih dan tidak sahih.
b. Berdasarkan penamaannya.
c. Berdasarkan maksud dan tujuan.
d. Berdasarkan zatnya, yakni benda berwujud dan tidak berwujud.
6. Akhir akad
a. Berakhirnya masa berlaku akad, yaitu apabila ada perjanjian sebelumnya.
b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, yaitu apabila akad itu bersifat tidak
mengikat.
c. Apabila akad itu mengikat maka akad itu dapat berakhir jika:
1) Jual beli itu fasad
2) Berlakunya khiyar
3) Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak
4) Tercapainya tujuan akad itu sampai sempurna
d. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia.
B. Saran
Dalam segala hal sudah menjadi fitrah manusia jika mempunyai kesalahan dan
kekurangan, sehingga memerlukan bantuan dari pembaca sekalian untuk menjadi
lebih baik. Sebagai pengakuan dari adanya kelemahan dari segala sisi, dengan
harapan memperoleh kritik dan saran yang memotifasi serta bersifat membangun.
Semoga setiap langkah dengan niat serta tujuan untuk kebaikan mendapat
berkah dan ridha dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghazali, Ghufran Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana,
2010.

Ash Shiddieqy, Hasbi, Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1989.

Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Prahasta, Ari, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Tangerang: Scientifiq Press, 2012.

Syafe‟i, Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, cet. X, 2001.

Wright, Charles R, Sosiologi Komunikasi Massa, penerj. Liwati Trimo, Bandung: Remadjaya
Karya, cet. III, 1988.

Anda mungkin juga menyukai