OLEH :
NI KOMANG RIKAYANTI
P07120019018
D-III KEPERAWATAN
D-III KEPERAWATAN
20/21
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
a. Faktor ibu :
1) Hipoksia ibu
2) Keracunan CO
3) Hipotensi akibat perdarahan
4) Gangguan kontraksi uterus
5) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
6) Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta :
1) Plasenta tipis
2) Plasenta kecil
3) Plasenta tidak menempel
4) Solusio plasenta
5) Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus :
1) Kompresi umbilikus
2) Tali pusat menumbung
3) Tali pusat melilit leher
4) Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus :
1) Prematur
2) Kelainan kongential
3) Pemakaian obat anestesi
4) Trauma yang terjadi akibat persalinan
3. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan.Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang
utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan
terjadi kontraksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun
demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen
dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang
irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
ASFIKSIA
Gangguan perfusi
ventilasi
MK : Resiko cedera Kematian bayi
Resiko syndrome
kematian bayi
4. Klasifikasi
1). Nilai 0-3 : Asfiksia berat
2). Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
3). Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
apgar).
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan (Fida & Maya, 2012) :
1). Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
2). Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3). Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
5. Gejala Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus
dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru biruan
2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respirator
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan sistem multiorgan
7) Bayi tidak bernapas atau napas megap megap, denyut jantung kurang dari
100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.
6. Pemeriksaan Fisik
Kulit Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas
berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan
verniks.
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1) Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2, dalam darah sedikit.
2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
2) pCO2 (normal 35 - 45 mmHg). Kadar pCO2, pada bayi post asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea.
3) pO2 (normal 75- 100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
4) HCO2 (normal 24-28 mEg/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1) Natrium (normal 134-150 mEg/L)
2) Kalium (normal 3,6-5,8 mEg/L)
3) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEg/L)
d. Foto Thorax
1) Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
8. Diagnose/Criteria Diagnosis
Menurut Ai yeyeh dan Lia (2013:250), Asfiksia yang terjadi pada bayi
biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis
anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda
tanda gawat janin. Tiga hal Yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1) Denyut jantung janin : frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan
semenit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai dibawah 100 permenit diluar
his dan lebih lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2) Mekonium dalam air ketuban : adanya mekonium pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga pristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan pH darah janin : adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda bahaya.
9. Terapi/Tindakan Penanganan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi (Exva, 2009) :
1) Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
2) Memulai pernapasan :
c. Lakukan rangsangan taktil, beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,
mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
d. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3) Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus (Exva,
2009) :
1) Tindakan umum :
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihanjalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2) Tindakan khusus :
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara
terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30
mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEg/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20% dengan
dosis 2-4mil/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan
melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru
sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak
didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini
tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan
organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas. (Exva, 2009).
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 12 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali/menit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus
segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat (Exva, 2009).
10. Komplikasi
Menurut Anik dan Eka (2013:301) Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan
komplikasi pasca hipoksia, yang dijelaskan menurut beberapa pakar antara lain
berikut ini:
1) Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ
vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang
lebih banyak dibandingkan organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi
karena penurunan resistensi vascular pembuluh darah otak dan jantung serta
meningkatnya asistensi vascular di perifer.
2) Faktor fain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vascular antara lain
timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai saraf
simpatis dan adanya aktivitas kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopressin.
3) Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan
energy bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis an
aerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruverat)
menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya pH
darah sehingga terjadilah asidosis metabolic. Perubahan sirkulasi dan
metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik
sementara ataupun menetap.
2. Diagnose Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. nyeri
saat bernafas, kelemahan otot pernapasan) dibuktikan dengan dispnea,
penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas
abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes),
ortopnea, pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter toraks
anterior posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun,
tekanan ekspirasi menurunkan, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada
berubah).
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
napas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, mekonium dan jalan napas (pada
neonatus), dispnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dibuktikan dengan dispnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,
takikardi, pH arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan, pusing
penglihatan kabur, sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola nafas
abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal), warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan), kesadaran menurun.
4) Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
hiperoksigenasi baik
7. Keluarkan sumbatan
1. Untuk membantu
benda padat pada
melancarkan pola
forcep McGill.
nafas
8. Berikan oksigen, jika
2. Untuk membantu
perlu.
psien mengeluarkan
c) Edukasi
sumbatan jalan nafas
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, 1. Untuk mendukung
jika tidak kesembuhan pasien
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk
efektif.
d) Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
d) Kolaborasi lancar.
1. Kolaborasi pemberian
1. Membantu
bronkodilator,
memaksimalkan
ekspektoran,
pengobatan pasien.
mukolitik, jika perlu.
Gangguan Setelah diberikan asuhan (INTERVENSI
pertukaran gas keperawatn selama …x… jam UTAMA)
berhubungan diharapkan Pertukaran gas
dengan… (L.01003)meningkat dengan Pemantauan Respirasi
ditandai kriteria hasi:
dengan… (I.01014) 1. Untuk mengetahui
- Tingkat Kesadaran frekuensi
a) Observasi
meningkat (5) pernapasan sudah
1. Monitor frekuensi ,
- Dispnea menurun (5) normal atau tidak.
irama, kedalaman dan
2. Untuk mengetahui
upaya napas
- Bunyi napas tambahan sejauh mana
menurun (5) penurunan bunyi
1. Untuk memberikan
rasa nyaman kepada
pasien
2. Untuk memantau
sejauh mana
perkembangan
pasien
c) Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
pasien. perawat.
1. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga.
2. Anjurkan berganti
posisi secara perlahan
dan duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri.
4. Implementasi Keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak,
dkk., 2011)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013)
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P:Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan
kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan
dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Wulan. 2011. ASKEP DHF . Tersedia pada : WULAN MAYLANIE BAB II.pdf. .
Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.