Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BY. M DENGAN ASFIKSIA DI RUANG NICU RSAD TINGKAT


II UDAYANA PADA TANGGAL 28-30 OKTOBER 2021

OLEH :

NI KOMANG RIKAYANTI

P07120019018

D-III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

D-III KEPERAWATAN

20/21
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA BAYI BERISIKO TINGGI ASFIKSIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi/Pengertian

Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak bernapas secara


spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis . Asfiksia neonatorum adalah
suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan cukup oksigen selama
proses kelahiran (Mendri & Sarwo prayogi, 2017). Asfiksia neonatorum adalah
keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat
menurunkan O2 dan makin meningkatnya CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Jumiarni, Mulyati, & Nurlina, 2016)

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
a. Faktor ibu :
1) Hipoksia ibu
2) Keracunan CO
3) Hipotensi akibat perdarahan
4) Gangguan kontraksi uterus
5) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
6) Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta :
1) Plasenta tipis
2) Plasenta kecil
3) Plasenta tidak menempel
4) Solusio plasenta
5) Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus :
1) Kompresi umbilikus
2) Tali pusat menumbung
3) Tali pusat melilit leher
4) Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus :
1) Prematur
2) Kelainan kongential
3) Pemakaian obat anestesi
4) Trauma yang terjadi akibat persalinan

3. Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan.Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang
utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan
terjadi kontraksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun
demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen
dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang
irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.

Dengan memperlihatkan tonus otot buruk, karena kekurangan oksigen pada


otak, otot dan organ lainnya.Frekuensi jantung menurun karena oksigen dalam otot
jantung atau sel otak kurang. Pernapasan cepat karena kegagalan absorbsi cairan
paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.
Persalinan lama, lilitan tali pusat, Faktor lain : obat-
presentasi janin obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 & MK : Bersihan jalan Paru-paru terisi


Kadar CO2 meningkat nafas tidakefektif cairan

Gangguan metabolisme &


Nafas cepat Suplai O2 ke Paru
perubahan asam basa
menurun

Apneu Kerusakan otak Asidosis respiratorik

Gangguan perfusi
ventilasi
MK : Resiko cedera Kematian bayi

Nafas cuping hidung,


sianosis, hipoksia
DJJ & TD menurun Proses keluarga
terhenti
MK : Gangguan
pertukaran gas

MK : Ketidak Janin tidak bereaksi


efektifan pola nafas terhadap rangsangan

Resiko syndrome
kematian bayi
4. Klasifikasi
1). Nilai 0-3 : Asfiksia berat
2). Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
3). Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
apgar).
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan (Fida & Maya, 2012) :
1). Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
2). Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3). Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

5. Gejala Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus
dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru biruan
2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respirator
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan sistem multiorgan
7) Bayi tidak bernapas atau napas megap megap, denyut jantung kurang dari
100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.

6. Pemeriksaan Fisik
Kulit Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas
berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan
verniks.

Kepala Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau


cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau
cembung.

Mata Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada


bleeding konjungtiva, warna sclera tidak kuning,
pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.

Hidung Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat


penumukan lendir.

Mulut Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau


tidak.

Telinga Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

Leher Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus


pendek.

Thorax Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal,


perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekuensi
bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.

Abdomen Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah


arcus costae pada garis papilla mamae, lien tidak
teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul
1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.

Umbilikus Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak,


adanya tanda tanda infeksi sada tali pusat.

Genitalia Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah


kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus.

Anus Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang


air besar serta warna dari faeces.

Ekstermitas Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan


adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf
atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

Refleks Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro


dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi
keterangan mengena keadaan susunan saraf pusat
atau adanya patah tulang.

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1) Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2, dalam darah sedikit.
2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
2) pCO2 (normal 35 - 45 mmHg). Kadar pCO2, pada bayi post asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea.
3) pO2 (normal 75- 100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
4) HCO2 (normal 24-28 mEg/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1) Natrium (normal 134-150 mEg/L)
2) Kalium (normal 3,6-5,8 mEg/L)
3) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEg/L)
d. Foto Thorax
1) Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

8. Diagnose/Criteria Diagnosis
Menurut Ai yeyeh dan Lia (2013:250), Asfiksia yang terjadi pada bayi
biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis
anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda
tanda gawat janin. Tiga hal Yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1) Denyut jantung janin : frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan
semenit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai dibawah 100 permenit diluar
his dan lebih lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2) Mekonium dalam air ketuban : adanya mekonium pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga pristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan pH darah janin : adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda bahaya.
9. Terapi/Tindakan Penanganan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi (Exva, 2009) :
1) Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
2) Memulai pernapasan :
c. Lakukan rangsangan taktil, beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,
mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
d. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3) Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus (Exva,
2009) :
1) Tindakan umum :
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihanjalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2) Tindakan khusus :
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara
terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30
mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEg/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20% dengan
dosis 2-4mil/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan
melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru
sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak
didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini
tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan
organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas. (Exva, 2009).
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 12 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali/menit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus
segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat (Exva, 2009).

10. Komplikasi
Menurut Anik dan Eka (2013:301) Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan
komplikasi pasca hipoksia, yang dijelaskan menurut beberapa pakar antara lain
berikut ini:
1) Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ
vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang
lebih banyak dibandingkan organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi
karena penurunan resistensi vascular pembuluh darah otak dan jantung serta
meningkatnya asistensi vascular di perifer.
2) Faktor fain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vascular antara lain
timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai saraf
simpatis dan adanya aktivitas kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopressin.
3) Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan
energy bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis an
aerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruverat)
menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya pH
darah sehingga terjadilah asidosis metabolic. Perubahan sirkulasi dan
metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik
sementara ataupun menetap.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium serta informasi dari
tim kesehatan serta keluarga klien, yang meliputi :
1) Biodata : Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada
umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2) Keluhan Utama : Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak
napas.
3) Riwayat kesehatan sekarang : Apa yang dirasakan klien sampai di rawat di
Rumah Sakit atau perjalanan penyakit.
4) Riwayat kehamilan dan persalinan : Bagaimana proses persalinan, apakah
spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang.
5) Kebutuhan dasar :
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna.
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna.
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popoknya.
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.
6) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak napas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama.
b. Tanda tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi.
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis.
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak.
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernapasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernapasan yang irregular dan frekuensi
pernafasan yang cepat.
h. Neurology atau reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam).

2. Diagnose Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. nyeri
saat bernafas, kelemahan otot pernapasan) dibuktikan dengan dispnea,
penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas
abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes),
ortopnea, pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter toraks
anterior posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun,
tekanan ekspirasi menurunkan, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada
berubah).
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
napas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, mekonium dan jalan napas (pada
neonatus), dispnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dibuktikan dengan dispnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,
takikardi, pH arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan, pusing
penglihatan kabur, sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola nafas
abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal), warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan), kesadaran menurun.
4) Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
(Menurut (Menurut SLKI) (Menurut SIKI)
SDKI)

Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan (INTERVENSI


efektif keperawatan selama… x ... jam UTAMA)
berhubungan diharapkan Pola Manajemen Jalan Napas
dengan… Napas(L.01004)membaikdengan (I.01011)
ditandai kriteria hasil : a) Observasi 1. Untuk mengetahui
dengan… 1. Monitor pola napas adanya gangguan
- Dispneamenurun(5)
(frekuensi, pola napas
- Penggunaan otot bantu napas kedalaman, usaha
menurun (5) napas)

- Pemanjangan fase ekspirasi 2. Monitor bunyi napas 2. Untuk mengetahui

menurun (5) tambahan (mis. ada tidaknya bunyi


Gurgling, mengi, napas tambahan.
- Ortopnea menurun (5)
wheezing, ronkhi

- Pernapasan pursed-lip kering)


3. Untuk mengetahui
menurun (5) 3. Monitor sputum
ada tidaknya
(jumlah, warna,
- Pernapasan cuping hidung sumbatan jalan nafas
aroma)
menurun (5)
b) Terapeutik

- Frekuensi napasmembaik (5) 1. Pertahankan


1. Agar jalan napas
kepatenan jalan
Kedalaman napasmembaik pada pasien tetap
-
napas dengan head-
(5) berjalan baik
tilt dan chin lift (jaw-
- Ekskursi dada membaik (5) thrust jika curiga 2. Agar memudahkan
trauma servikal) pemberian oksigen
- Ventilasi semenit(5)
2. Posisi semi-Fowler 3. Agar pernapasan
- Kapasitas vital membaik (5) atau Fowler. pasien lebih stabil
3. Berikan minum 4. Untuk membantu
- Diameter thoraks anterior-
hangat. kelancaran
posteriormembaik (5)
pernapasan pasien.
- Tekanan ekspirasimembaik 4. Lakukan fisioterapi
5. Agar memudahkan
(5) dada, jika perlu.
jalan nafas.
- Tekanan inspirasimembaik 5. Lakukan penghisapan
(5) lender kurang dari 15 6. Untuk memudahkan
detik. penghisapan

6. Lakukan 7. Agar jalan nafas

hiperoksigenasi baik

sebelum penghisapan 8. Untuk memenuhi

endotrakeal. oksigen pasien.

7. Keluarkan sumbatan
1. Untuk membantu
benda padat pada
melancarkan pola
forcep McGill.
nafas
8. Berikan oksigen, jika
2. Untuk membantu
perlu.
psien mengeluarkan
c) Edukasi
sumbatan jalan nafas
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, 1. Untuk mendukung
jika tidak kesembuhan pasien
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk
efektif.
d) Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Bersihan jalan Setelah diberikan asuhan (INTERVENSI


napas tidak keperawatan selama …x… jam, UTAMA)
efektif diharapkan Bersihan jalan Manajemen Jalan Napas
berhubungan napas(L.01001) meningkat, (I.01011)
dengan… dengan kriteria hasil: a) Observasi 1. Untuk mengetahui
ditandai - Batuk efektif meningkat(5) 1. Monitor pola napas pola napas.
dengan… - Produksi sputum menurun (5) (frekuensi,
- Mengi menurun (5) kedalaman, usaha
- Wheezing menurun (5) napas) 2. Untuk mengetahui
- Mekonium (pada neonates) 2. Monitor bunyi napas ada tidaknya bunyi
menurun (5) tambahan (mis. napas tambahan.
- Dispnea menurun (5) Gurgling, mengi,
- Ortopnea menurun (5) wheezing, ronkhi
- Sulit bicara menurun (5) kering)
- Sianosis menurun (5) 3. Monitor sputum
3. Untuk mengetahui
- Gelisah menurun (5) (jumlah, warna,
ada tidaknya
- Frekuensi napas membaik (5) aroma)
sputum.
Pola napas membaik (5) b) Terapeutik
1. Pertahankan 1. Agar jalan napas
kepatenan jalan napas pada pasien tetap
dengan head-tilt dan paten.
chin lift (jaw-thrust
jika curiga trauma
servikal)
2. Agar napas pasien
2. Posisi semi-Fowler
lebih baik.
atau Fowler.
3. Agar pernapasan
3. Berikan minum
pasien lebih lega.
hangat.
4. Untuk membantu
kelancaran
4. Lakukan fisioterapi
pernapasan pasien.
dada, jika perlu.
5. Agar jalan napas
5. Lakukan penghisapan pasen membaik.
lender kurang dari 15
6. Agar memperlancar
detik.
saat proses
6. Lakukan
penghisapan
hiperoksigenasi
endotrakeal.
sebelum penghisapan
7. Untuk membantu
endotrakeal.
menghilangkan
7. Keluarkan sumbatan
sumbatan saat
benda padat pada
bernapas.
forcep McGill.
8. Untuk membantu
8. Berikan oksigen, jika
pernapasan pada
perlu.
c) Edukasi pasien.
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, 1. Untuk membantu

jika tidak memperlancar jalan

kontraindikasi. napas pasien.

2. Ajarkan teknik batuk 2. Untuk membantu

efektif. psien bernapas

d) Kolaborasi lancar.

1. Kolaborasi pemberian
1. Membantu
bronkodilator,
memaksimalkan
ekspektoran,
pengobatan pasien.
mukolitik, jika perlu.
Gangguan Setelah diberikan asuhan (INTERVENSI
pertukaran gas keperawatn selama …x… jam UTAMA)
berhubungan diharapkan Pertukaran gas
dengan… (L.01003)meningkat dengan Pemantauan Respirasi
ditandai kriteria hasi:
dengan… (I.01014) 1. Untuk mengetahui
- Tingkat Kesadaran frekuensi
a) Observasi
meningkat (5) pernapasan sudah
1. Monitor frekuensi ,
- Dispnea menurun (5) normal atau tidak.
irama, kedalaman dan
2. Untuk mengetahui
upaya napas
- Bunyi napas tambahan sejauh mana
menurun (5) penurunan bunyi

- Pusing menurun (5) 2. Monitor pola napas napas indikasi

(seperti bradipnea, atlekasi, ronki


- Penglihatan kabur menurun
takipnea indikasi akumulasi
(5)
hiperventilasi, sekret atau ketidak

- Diaforesi menurun (5) Kussmaul, Cheyne- mampuan

Stokes,Biot, ataksik) membersihkan jalan


- Gelisah menurun (5)
napas sehingga otot
- Napas cuping hidung aksesori digunakan
menurun (5) dan kerja
pernapasan
- PCO2 membaik (5)
meningkat.
- PO2 membaik (5) 3. Untuk mengetahui
sejauh mana batuk
- Takikardi membaik (5)
efektif dapat
- PH arteri membaik (5) membantu
mengeluarkan
- Sianosis membaik (5) 3. Monitor kemampuan
dahak bila ada
batuk efektif
- Pola napas membaik (5) 4. Untuk mengetahui
sejauh mana klien
- Warna kulit membaik (5)
memahami produksi
sputum
5. Untuk menunjang
4. Monitor adanya proses sumbatan
produksi sputum jalan napas
6. Untuk mengetahui
kesimetrisan
pergerakan dada
dan mengobservasi
5. Monitor adanya
abnormalitas.
sumbatan jalan napas
7. Untuk mengetahui
Ronkhi dan
wheezing menyertai
6. Palpasi kesimetrisan
obstruksi jalan
ekspansi paru
napas atau
kegagalan
pernapasan
8. Untuk mengetahui
penurunanan status
7. Auskultasi bunyi oksigen mengalami
napas kekurangan oksigen
yang dapat
menyebabkan
terjadinya hipoksia.
9. Untuk menunjang
penyembuhan
10. Untuk mempercepat
proses
8. Monitor saturasi penyembuhan
oksigen

1. Untuk memberikan
rasa nyaman kepada
pasien
2. Untuk memantau
sejauh mana
perkembangan
pasien

9. Monitor nilai AGD


1. Untuk mengatahui
apa tujuan dan
10. Monitor hasil x-ray bagaimana prosedur
toraks pemantauan yang
b) Terapeutik akan diberikan .
1. Atur interval 2. Untuk
pemantauan respirasi memberitahukan
sesuai kondisi pasien pasien sejauh mana
2. Dokumentasikan hasil hasil pemantauan.
pemantauan

c) Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

Risiko cedera Setelah dilakukan asuhan (INTERVENSI


berhubungan keperawatan selama ...x... jam, UTAMA)
dengan.... maka Tingkat cedera (L.14136)
Dibuktikan menurundengan kriteria hasil: Pencegahan Cedera
dengan... 1. Untuk mencegah
- Toleransiaktivitas (I.14537)
terjadinya cedera.
meningkat (5)
a) Observasi
- Nafsu makan meningkat
1. Identifikasi area
(5) 2. Untuk mencegah
lingkungan yang
- Toleransi makanan terjadinya cedera
berpotensi
meningkat (5) obat.
menyebabkan cidera
- Kejadian cedera menurun
2. Identifikasi obat yang
(5) 3. Untuk mencegah
berpotensi
- Luka/lecetmenurun (5) kemungkinan
menyebabkan cedera
- Ketegangan otot menurun cedera pada pasien.
3. Identifikasi
(5)
kesesuaian alas kaki
- Fraktur menurun (5)
atau stoking elastic
- Pendarahan menurun (5)
pada ekstremitas 1. Untuk menambah
- Ekspresi wajah kesakitan
bawah penerangan pada
menurun (5)
b) Terapeutik pasien.
- Agitasi menurun (5)
1. Sediakan pencahayaan 2. Untuk menambah
- Iritabilitas menurun (5)
yang memadai kenyamanan untuk
- Gangguan mobilitas
pasien.
menurun (5)
3. Agar pasien
- Gangguan kognitif 2. Gunakan lampu tidur mengtahui keadaan
menurun (5) selama jam tidur. ruang rawat
- Tekanan darah membaik
sehingga
(5)
mengurangi resiko
- Frekuensi nadi membaik 3. Sosialisasikan pasien cedera pada pasien.
(5) dan keluarga dengan
- Frekuensi nafas membaik lingkungan ruang
(5) rawat
- Denyut jantung apikal (mis.penggunaan 4. Untuk mengurangi
membaik (5) telepon, tempat tidur, kemungkinan
- Denyut jantung radiatis penerangan ruangan cedera pasien.
membaik (5) dan lokasi kamar 5. Untuk mencegah
- Pola istirahat/tidur mandi) rasa sakit pada kaki
membaik (5) 4. Gunakan alas lantai pasien
jika beresiko 6. Untuk mengurangi
mengalami cedera kemungkinan
serius. cedera pada pasien
5. Sediakan alas kaki akibat bangun dari
antislip. tempat tidur.
6. Sediakan pispot atau 7. Agar pasien dengan
urinal untuk eliminasi mudah memanggil
di tempat tidur, jika seseorang saat
perlu perlu.
8. Untuk mengurangi
resiko cedera akibat
barang pasien jauh.
9. Untuk mengurangi
7. Pastikan bel panggilan
cedera pasien akibat
atau telepon mudah
tempat tidur yang
dijangkau.
terlalu tinggi.
8. Pastikan barang-
10. Untuk mengurangi
barang pribadi mudah
resiko cedera
dijangkau.
pasien.

11. Untuk mengurangi


9. Pertahankan posisi
cedera pada pasien
tempat tidur di posisi
selama di tempat
terendah saat
tidur.
digunakan.

12. Untuk mengurangi


10. Pastikan roda tempat resdiko cedera atau
tidur atau kursi kursi shock pada pasien
roda dalam kondisi akibat suara alarm
terkunci. tersebut.
11. Gunakan pengaman 13. Untuk membantu
tempat tidur pasien yang telah
sesuaidengan mengalami cedera.
keijaksanaan fasilitas
pelayanan kesehatan. 14. Untuk memudahkan

12. Pertimbangkan pasien dalam

penggunaan alarm bergerak atau

elektronik pribadi atau beraktivitas.

alarm sensor pada


15. Agar pasien
tempat tidur atau
didampingi selama
kursi.
dalam masa cedera.
13. Diskusikan mengenai
latihan dan terapi fisik 16. Untuk menghindari
yang diperlukan. terjadinya cedera
14. Diskusikan mengenai kembali pada
alat bantu mobilitas pasien.
yang sesuai (mis.
Tongkat atau alat
bantu jalan) 1. Agar pasien dan

15. Diskusikan bersama keluarga

anggota keluarga yang mengetahui maksud

dapat mendampingi yang dilakukan oleh

pasien. perawat.

16. Tingkatkan frekuensi 2. Untuk membuat

observasi dan pasien terbiasa

pengawasan pasien, dengan beberapa

sesuai kebutuhan. posisi yang

c) Edukasi dianjurkan perawat.

1. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga.

2. Anjurkan berganti
posisi secara perlahan
dan duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri.

4. Implementasi Keperawatan

Pengertian Implementasi keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,
dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien,
keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina, 2002).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil
yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
5. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak,
dkk., 2011)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013)
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P:Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan
kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan
dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011)
DAFTAR PUSTAKA

Wulan. 2011. ASKEP DHF . Tersedia pada : WULAN MAYLANIE BAB II.pdf. .
Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021

Citra.2020. DHF. Tersedia pada : https://studylibid.com/doc/4365905/laporan-


pendahuluan-dhf. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021

Firmansyah, Iman. 2012. Laporan Pendahuluan Pada Bayi Dengan Asfiksia.Tersedia


pada : https://id.scribd.com/doc/122134242/Laporan-Pendahuluan-Pada-
Bayi-Dengan-Asfiksia. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi I.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai