Disusun Oleh :
AL-ISHLAH CIREBON
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 3
PENDAHULAUAN ....................................................................................................................... 3
C. Tujuan .................................................................................................................................. 4
BAB II............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 10
PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang universal, mengatur keseluruhan hidup manusia mulai
diberbagai bidang demi kesemashlahatannya. Didalam Islam memaknai produksi dalam
arti luas, tidak hanya sebagai proses pengadaan barang saja, tetapi juga menekankan pada
kebermanfaatan barang yang diproduksi.
Sebagai khaloifa fil ardhi (pemimpin di bumi), dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
hidup umat manusia dan juga dalam rangka melaksanakan ibadah kepada Allah SWT,
manusia melakukan produksi sebagai rasa syukurnya karena Allah SWT telah
menciptakan alam semesta untuk menunjang kebutuhan umat manusia.
اْل ْرضَ ذَلُ ْو اْل َفا ْمش ُْوا ف ِْي َمنَا ِكبِهَا َو ُكلُ ْوا مِ ْن ِ ِّر ْزق ِٖۗه َواِلَ ْي ِه النُّش ُْو ُر
َ ْ ِي َجعَ َل لَ ُك ُم
ْ ه َُو الَّذ
“Dan dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah
disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari reseki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setela) dibangkitkan. (Qs Al Mulk : 15)
Produksi dalam ekonomi Islam memiliki perbedaan, dimana ekonomi Islam tidak hanya
menekankan pada pengolahan dan pemanfaatan sumber daya dan factor produksi saja.
Banyak tujuan yang ingin dicapai dalam proses produksi jika kita melihatnya dalam
perspektif islam.
B. Rumusan Masalah
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Produksi
Menurut istilah, menurut John M. Echols dan Hassan Shaidily “produksi” berasal dari
kata production yang berarti “penghasilan” atau barang-barang yang dibuat/dihasilkan. 1
Sedangkan secara terminology menurut HRA Rivai Wirasasmita diartikan sebagai proses
peningkatan kapasitas barang-barang untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan
manusia.
Sementara itu, menurut literature ekonomi Islam, istilah produksi dalam bahasa arab
disebut dengan “al-intaj” 2
dari akar kata nataja yang secara harfiah dimaknai dengan
“ijadul silatin” (mewujudkan atau mengadakan sesuatu).
Pandangan para ekonom Muslim terhadap produksi :
1. Al-Ghazali
menganggap bahwa produksi merupakan elemen penting dalam beribadah. Secara
khusus ia memandang bahwa memproduksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai
suatu kewajiban sosial (fard alkifayah). Ini berarti jika telah ada orang yang
berkecimpung di dunia usaha yang memproduksi barang-barang dengan jumlah yang
mencukupi kebutuhan masyarakat, maka kewajiban seluruh masyarakat telah
terpenuhi. Namun jika tidak ada seorangpun yang melibatkan diri dalam kegiatan
tersebut atau jika jumlah yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan masyarakat,
semua orang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat. Ia menegaskan bahwa
aktifitas ekonomi harus dilakukan secara efisien karena merupakan bagian dari
pemenuhan tugas keagamaan seseorang.
2. Ibn Khaldun
1
Poerwadarminta,Kamus umum Bahsa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,2007).266
2
A.W Munawwir Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007), 686
memandang produksi sebagai pencurahan tenaga untuk memproduksi sesuatu (barang
atau jasa) yang dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan individu maupun
kebutuhan masyarakat.
3. Menzef Kahf
mendefinisikan produksi sebagai kegiatan pengambilan manfaat dari setiap partikel
yang ada dari alam.
4. Imam Asy-Syaitibi
menjelaskan bahwa produksi merupakan penambahan nilai guna atas suatu barang
yang berorientasi kemaslahatan, dimana kemaslahatan tersebut dapat terwujud
dengan memelihara maqashid syari‟ah17 yang terdiri dari lima unsur pokok
kehidupan, diantaranya agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
5. Nejatullah Siddiqi
menerangkan bahwa produksi secara utuh bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
individu, keluarga dan bekal untuk generasi mendatang dan upaya untuk memberikan
bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.
A. Tujuan Produksi
Esensi produksi pada hakikatnya berdiri di atas tujuan yang hendak dicapai. Pada
proses produksi, seorang produsen berupaya untuk mengoptimalkan faktor produksi,
sehingga menghasilkan output yang berupa produk, baik barang maupun jasa guna
memenuhi kebutuhan manusia. Tujuan produksi secara umum adalah memperoleh laba.
Selanjutnya, dalam konteks produsen muslim, laba dipandang tidak salah. Upaya
untuk mencari laba merupakan konsekuensi logis dari aktivitas produksi seseorang.
Namun demikian, pengupayaan laba harus dilakukan dengan cara-cara yang sejalan
dengan maqashhid syari‟ah, yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi hidup manusia dan
lingkungan secara keseluruhan.
Pada dasarnya, berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan
nilai Islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan nilai guna dan nilai dalam Islam ini
sering kali menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika
mengabaikannya. Di sisi lain, berkah yang diterima merupakan kompensasi yang tidak
secara langsung diterima oleh produsen atau berkah revenue (BR) dikurangi dengan
biaya untuk mendapatkan berkah tersebut atau berkah cost (BC).
Menurut Mannan, secara eksplisit, tujuan produksi bermuara pada profit oriented,
seperti halnya ekonomi konvensional. Hanya saja sebagai Insan kamil, manusia harus
mendasarkan seluruh kegiatan produksinnya pada ajaran-ajaran Islam, mulai dari tahap
awal proses produksi hingga tahap akhir.
Selanjutnya, Sa’id Sa’ad Marthon menambahkan bahwa aspek lain yang perlu
diperhatikan selain profit oriented dan ibadah oriented adalah dampak sosial, seperti
pencemaran lingkungan dan lain sebagainya. Sehingga, jelaslah bahwa produksi menurut
Islam tidak semata-mata untuk menggapai keuntungan duniawi melainkan juga
keuntungan ukhrawi.
Lebih rinci, Umar bin Khatab menjelaskan bahwa tujuan produksi mencakup:
PEMBAHASAN
Pemahaman terhadap konsep produksi selama ini masih bersifat pragmatis dan
masih materiel oriented (materi sebagai acuan utamanya) serta peniadaan pada aspek
produksi yang berorientasi jangka panjang. Pijakan utama yang dibangun ekonomi
konvensional dalam berproduksi adalah memaksimalkan keuntungan (maximizing of
profit) dan menekan seminimal mungkin biaya (minimizing of cost).Strategi, konsep, dan
teknik berproduksi semuanya diarahkan untuk mencapai keuntungan maksimum, baik
dalam jangka pendek (short run profit) maupun jangka panjang (long run profit).Milton
Friedman seorang peraih "nobel laureate" di bidang ekonomi menyatakan bahwa
satusatunya fungsi dunia bisnis adalah melakukan aktivitas yang ditujukan untuk
meningkatkan keuntungan (provit), sesuai dengan aturan main (rule of the game) yang
ada.Upaya maksimalkan keuntungan tersebut, terkadang membuat sistem ekonomi
konvensional sangat mendewakan produktivitas dan efesiensi pada saat berproduksi,
sehingga tidak jarang sikap ini menyebabkan produsen mengabaikan etika dan tanggung
jawab sosialnya, meskipun mungkin tidak melakukan pelanggaran hukum formal.Sebagai
contoh kasus dalam skala internasional adalah, adanya impor kayu dalam jumlah besar
oleh negara-negara maju dari hasil illegal loging dari negara-negera sedang berkembang
seperti Brazil dan Indonesia. Illegal loging telah memberikan support pada perekonomian
negara-negara maju, karena dengan menggunakan kayu hasil illegal logingmereka dapat
menekan biaya produksi dalam jumlah yang sangat signifikan. Tuntutan dan sekaligus
protes yang diajukan oleh negara-negara penghasil kayu terbesardunia seperti Brazil dan
Indonesia kepada negara-negara yang tergabung dalam G-8 agar membuat legislasi
(aturan hukum resmi) yang melarang warganya agar tidak mengimpor kayu hasil illega
loging tidak pernah direspon secara positip. Di sini terlihat jelas adanya upaya sistematis
dari negara-negara maju yang tergabug dalam G-8 untuk terus melestarikan impor kayu
hasil illegal loging tersebut.
Gambaran kasus di atas menunjukkan bahwa motivasi produsen untuk
memaksimumkan keuntungan seringkali merugikan pihak lain, dalam hal ini adalah
negara penghasil kayu, seperti Brazil dan Indonesia. Disamping itu, ekonomi
konvensional tidak mempermasalahkan apakah produknya bermanfaat bagi masyarakat
umum atau hanya dikonsumsi oleh segelintir masyarakat kaya saja.Hal tersebut tidak
menjadi pertimbangan dalam berproduksi, yang penting produk tersebut mendatangkan
keuntungan dan produksi bisa efesien.
Paradigma ekonomi konvensional di atas berbeda dengan paradigma yang
dibangun oleh ekonomi Islam, dimana produksi dalam ekonomi Islam menjangkau
makna yang lebih luas. Produksi tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat materi-
keduniaan (provit oriented) saja, tetapi produksi menembus batas dimensi yang bersifat
rohani-keakhiratan sebagai upaya untuk mencapai maslahah dan falah. Sehingga dalam
melakukan produksi yang dijadikan standart utamanya adalah maslahah maximer dengan
nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi yang halal serta tidak
membahayakan diri sendiri maupun sekelompok masyarakat.Dengan demikian, produksi
dalam ekonomi Islam tidak hanya menyandarkan pada permintaan pasar (demand
market) untuk memperoleh keuntungan dalam jumlah besar, melainkan juga
mempertimbangkan kemaslahatan.Sehingga keuntungan (provit) yang diperoleh
seimbang dengan modal atau usaha yang dilakukan. Sebagaimana dinyatakan dalam surat
an-Najm; 39. Yang artinya:
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah
diusahakannya,
Pada ayat ini Allah menyebutkan karunianya yang lain, yang diberikannya kepada
Daud a.s., yaitu bahwa Daud telah diberi-Nya pengetahuan dan keterampilan dalam
kepandaian menjadikan besi lunak di tangannya tanpa dipanaskan, karena keistimewaan
ini Daud bisa membuat baju besi yang dipergunakan orang-orang di zaman itu sebagai
pelindung diri dalam peperangan.
Kepandaian itu dimanfaatkan pula oleh umat-umat yang datang kemudian
berabad-abad lamanya. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang
dikaruniakan Allah kepada Nabi Daud a.s. itu telah tersebar luas dan bermanfaat bagi
orang-orang dari bangsa lain. Di samping menjadi mukjizat Nabi Daud.
Sebab itu, pada akhir ayat ini Allah mengajukan pertanyaan kepada umat Nabi
Muhammad, apakah turut bersyukur atas karunia tersebut? Sudah tentu, semua umat yang
beriman kepada-Nya, senantiasa mensyukuri segala karunia yang dilimpahkan-Nya.
Qs Annahl : ayat 5
“Dan hewan ternak telah diciptakan-Nya, untuk kamu padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan”
Pada ayat ini, Allah swt menjelaskan aneka ragam kenikmatan yang disediakan
untuk para hamba-Nya berupa binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan lain
sebagainya. Nikmat yang diperoleh dari binatang itu seperti bulunya yang dapat dibuat
kain wool, berguna untuk melindungi tubuh dari gangguan udara dingin, dan kulitnya
dapat dijadikan sepatu dan peralatan lainnya. Begitu pula susu dan dagingnya bermanfaat
bagi kesehatan manusia. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa binatang ternak itu
diciptakan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber pemenuhan
kebutuhan hidupnya.
سنُ َح َّدثَنَاَ ع ِل ِّي ٍ ْب ُن َحَ سلَ َمةَ أَبِي ع َْن َكث ٍِير أَبِي ب ِْن يَحْ يَى ع َْن ُمعَا ِويَةُ َح َّدثَنَا ت َ ْوبَةَ أَبُو َح َّدثَنَا ا ْل ُح ْل َوانِ ُّي َ ع ْب ِد ب ِْن َّ أَبِي ع َْن
َ الرحْ َم ِن
َسو ُل َقا َل َقا َل ه َُري َْرةُ ّللا َر ِ َّ صلَّى َّ علَ ْي ِه
َ ُّللا َ سلَّ َم َ سكْ أَبَى َف ِإ ْن أ َ َخاهُ ِليَ ْمنَ ْحهَا أَ ْو َف ْليَ ْز َر ْعهَا أ َ ْرض لَهُ كَانَتْ َم ْن َو َ أ َ ْر
ِ ضهُ َف ْليُ ْم
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Husain bin Ali Al Hulwani] telah menceritakan
kepada kami [Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya bin Abi
Katsair] dari [Abu Salamah bin Abdurrahman] dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah
Shallallu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa memiliki sebidang tanah, hendaklah ia
menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya (supaya menanaminya), Namun jika ia
tidak mau, hendaklah ia menjaganya".
Bahwasanya di sini di jelaskan ketika mempunyai sesuatu harus di manfaatkan seperti halnya
tanah yang mana tanah itu harus di tanami dengan tanaman apa saja seperti padi, jagung, rumput
dll. Ketika seorang yang mempunyai tanah tersebut tidak bisa menanamitanahnya maka
diserahkan kepada saudaranya untuk di manfaatkan.
ungkapan Nabi SAW dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah
menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini
mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki)
tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang
kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang
berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini
merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
FAIZAH, F. N. (2018). Teroti Produksi dalam Studi Ekonomi Islam Modern. Tesis .