Anda di halaman 1dari 15

Akuntansi Syariah

Sistem Keuangan Syariah

OLEH :
TARMIZI ARIFIN ( C1F018059 )

DOSEN PENGAMPU :
Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si

PRODI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan mengucapkan Puji beserta syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalahini dengan baik. Sholawat
serta salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Besar Muhammad SAW , berserta keluarganya dan para
sahabatnya.
Makalah ini penulis susun,dalam rangka memenuhi tugas dalam mata kuliah Akuntansi Syariah
dengan dosen pengampu bapak. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si. Saya ucapkan terima kasih kepada bapak
atas bimbingan dan sarannya sehingga terwujudnya makalah ini.

Penulis berharap bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dalam
mengetahui tentang sejarah dan perkembangan pemikiran akuntansi syariah. Menyadari bahwa suatu
karya dibidang apapun tidak terlepas dari kekurangan, oleh karenanya, saran dan kritik yang bermanfaat
dari setiap pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis
Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
2.1 Sistem Keuangan Syariah...................................................................................................................5
2.2 Konsep Memelihara Harta Kekayaan.................................................................................................5
2.3 Akad/Kontrak/Transaksi...................................................................................................................6
2.4 Transaksi yang Dilarang Hukum Islam...............................................................................................7
2.5 Instrumen Keuangan Syariah...........................................................................................................12
BAB III........................................................................................................................................................14
PENUTUP...................................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................14
3.2 saran................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan bisnis syariah telah tumbuh dengan pesat diindonesia. Seiring dengan
perkembangannya, maka kebutuhan akuntansi syariah sebagai media untukmelaporkan kegiatan
bisnis syariah kepada stake holdernya juga semakindibutuhkan oleh masyarakat
indonesia.Pesatnya pertumbuhan bisnis syariah dalam3 berbagai bidang diindonesia maupun
berbagai bidang di indonesia maupun di duniamendorong adanya kebutuhan yang tinggi akan
akuntansi syariah. Dengan itu islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan
menghindari meminta-minta dalam mencari harta kekayaan sebagai alat untukmemenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi sebagianperintah allah seperti, infak,
zakat, pergi, haji, perang, dan sebagainya.Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar,
tujuannya benar dan caraatau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-
rambu yang telah ditetapkan dalam al-qur’an dan as-sunah.

1.2 Rumusan Masalah


Melihat berbagai latar belakang maka dapat dirangkai rumusan permasalahansebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud sistem keuangan syariah ?


2. Bagaimana konsep memelihara harta kekayaan ?
3. Bagaimana Akad/Kontrak/Transaksi ?
4. Apa saja Transaksi yang Dilarang Hukum Islam ?
5. Apa sajaInstrumen Keuangan Syariah ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Keuangan Syariah


Sistem keuangan syariah merupakan bagian dari upaya memelihara harta agar harta yang
dimiliki seseorang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan syariah Sistem keuangan
syariah merupakan sistem keuangan yang menjembatani antara pihak yang membutuhkan dana
dengan pihak yang kelebihan dana melalui produk dan jasa keuangan berdasarkan prinsip
syariah.

2.2 Konsep Memelihara Harta Kekayaan


Memelihara harta bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan digunakan
sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai dengan keinginan pemilik
mutlak dari kekayaan tersebut yaitu Allah SWT.
a. Anjuran Bekerja / Berniaga
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan
meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan
sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi
sebagian perintah Allah SWT seperti infaq, zakat, haji, perang (jihad) dan sebagainya.
b. Konsep Kepemilikan
Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan
benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal yang baik-baik di jalan
Allah SWT. Jadi menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada
kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara
mutlak.
c. Penggunaan dan Pendistribusian Harta
Dalam penggunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia,
namun di sisi lain juga harus cerdas dalam menggunakan hartanya untuk mencari pahala
akhirat. Ketentuan syariah berkaitan dengan penggunaan, antara lain:
1) Tidak boros dan tidak kikir
2) Memberi Infaq dan shadaqah
3) Membayar zakat sesuai ketentuan
4) Memberi pinjaman tanpa bunga (qhardul hasan)
5) Meringankan kesulitan orang yang berutang.
d) Perolehan Harta
Memperoleh harta adalah aktivitas ekonomi yang masuk dalam kategori ibadah muamalah
(mengatur hubungan manusia dengan manusia). Kaidah fiqih dari muamalah adalah semua halal
dan boleh dilakukan kecuali yang diharamkan/dilarang dalam Al-Qur’an dan AsSunah.
Perhitungan untung atau rugi harus berorientasi jangka panjang yaitu mempertimbangkan
perhitungan untuk kepentingan akhirat, karena kehidupan di dunia hanya sementara dan
kehidupan yang kekal adalah kehidupan akhirat.

2.3 Akad/Kontrak/Transaksi
Akad dalam bahasa Arab ‘al-aqd’, jamaknya al-uqud, berarti ikatan atau mengikat (alrabth).
Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya (Ghufron Mas’Adi, 2002). Menurut Abdul Razak Al-Sanhuri dalam Nadhariyatul
‘agdi, akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum
yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun
tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.
Jenis akad dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fiqih muamalat membagi lagi akad
menjadi dua bagian, yakni akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah. Akad tabarru’ adalah
perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi
nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah pihak dalam rangka berbuat kebaikan yang tidak
berhak mendapatkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, karena ia hanya mengharapkan
imbalan dari Allah SWT, bukan dari manusia. Ada 3 bentuk akad tabarru’:
a) Meminjamkan uang, karena tidak boleh melebihkan pembayaran atas pinjaman yang kita
berikan, karena setiap kelebihan tanpa iwad adalah riba. Ada 3 jenis pinjaman, yaitu Qardh,
Rahn, Hiwalah.
b) Meminjamkan Jasa, berupa keahlian atau ketrampilan. Ada 3 jenis pinjaman, yaitu wakalah,
wadi’ah, kafalah.
c) Memberikan sesuatu, bentuk akadnya adalah waqaf, hibah, shadaqah.

Akad tijarah merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntuungan. Dari sisi
kepastian hasil yang diperoleh, akad ini dapat dibagi 2, yaitu:
a) Natural uncertainty contract: merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran,
dimana pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asset yang mereka miliki menjadi
satu, kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan.
b) Natural certainty contract: merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran, dimana
kedua belah pihak saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, sehingga objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti
tentang jumlah (quantity), mutu (quality), harga (price) dan waktu penyerahan (time
delivery).

Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada 3, yaitu:


1. Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad.
2. Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu
transaksi tertentu.
3. Ijab kabul merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling rida.
Tidak sah suatu transaksi apabila ada salah satu pihak yang terpaksa melakukannya dan oleh
karenanya akad dapat menjadi batal.

2.4 Transaksi yang Dilarang Hukum Islam


Asal dalam muamalah adalah semuanya diperbolehkan kecuali ada ketentuan
syariah yang melarangnya. Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai
berikut:
a) Aktivitas bisnis terkait barang dan jasa yang diharamkan oleh Allah SWT.
b) Riba
Riba adalah merupakan tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya
padanan (i’wad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Ada macam-macam
riba antara lain:
1) Riba Nasi’ah
Merupakan salah satu jenis riba yang diakibatkan oleh proses jual beli atau
pertukaran barang ribawi yang tak sejenis dan dilakukan secara utang, dengan adanya
tambahan nilai transaksi ketika terdapat penangguhan waktu pembayaran.
Contohnya, Adi meminjam uang kepada Dani sebesar Rp1 juta dengan jangka
pembayaran selama 2 bulan. Lalu, apabila waktu pengembalian melebihi waktu yang
sudah ditetapkan, maka cicilan pembayaran akan ditambah Rp50 ribu setiap
bulannya.

2) Riba Fadhl
Adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. pertukaran
atau jual beli barang ribawi dengan kuantitas, kualitas, atau kadar takaran yang
berbeda. Barang ribawi itu sendiri disebutkan dalam hadits sebagai emas, perak,
gandum, gandum merah, garam, dan kurma.
Contoh praktik riba fadhl misalnya seseorang menukar 10 gram emas (20 karat)
dengan 11 gram emas (19 karat). Contoh lainnya 2 kilo gandum berkualitas baik
ditukar dengan 3 kilo gandum berkualitas buruk.
3) Riba Qardh
Adanya persyaratan kelebihan pengembalian pinjaman yang dilakukan di awal
akad perjanjian hutang-piutang oleh pemberi pinjaman terhadap yang berhutang tanpa
tahu untuk apa kelebihan tersebut digunakan.
Contoh Rentenir yang meminjamkan uang sebesar Rp 5 juta dengan syarat bunga 20
persen saat tiap pengembalian pinjaman
4) Riba Yad
Riba yad adalah riba yang diakibatkan oleh kegiatan jual beli atau pertukaran
barang ribawi maupun bukan ribawi dengan perbedaan nilai ketika terjadi penundaan
transaksi. Dengan kata lain, riba ini terjadi saat transaksi tak ada ketegasan terhadap
nominal pembayaran dan tak ada kesepakatan serah terima barang.
Contoh ada seseorang menjual mobilnya. Ia memberi penawaran harga Rp40 juta jika
dibeli tunai dan Rp50 juta jika dibeli dengan sistem pembayaran dicicil. Kemudian,
penjual dan pembeli tidak menegaskan berapa yang harus dibayarkan hingga akhir
transaksi.
5) Riba Jahiliyah
Adanya tambahan nilai hutang karena adanya tambahan tempo pembayaran
hutang disebabkan peminjam tidak mampu membayar hutang pada waktunya. Praktik
riba seperti ini banyak diterapkan pada masa jahiliyah.
Contoh jika seseorang meminjam uang 20 juta rupiah dan harus dikembalikan dalam 6
bulan. Jika tak bisa melunasi tepat waktu, pengembalian uang bisa ditunda namun
harus memberikan tambahan dari total pinjaman.
Imam Razi menjelaskan bahwa pengaruh riba pada kehidupan manusia, antara lain:
1) Riba merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin
karena dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan.
2) Riba akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat
menambah hartanya dengan transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka.
3) Riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang
pinjam meminjam.
4) Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedang yang
meminjam adalah orang miskin. Pendapat yang memperoleh riba berarti memberikan
jalan bagi orang kaya untuk menerima tambahan harta dari orang miskin yang lemah.
Perbedaan Riba dan Jual Beli Jual Beli Riba
Jual Beli Riba
Dihalalkan Allah SWT Diharamkan Allah SWT
Harus ada pertukaran barang/manfaat Tidak ada pertukaran barang dan
yang diberikan sehingga ada keuntungan/ manfaat hanya diperoleh
keuntungan/manfaat yang diperoleh oleh penjual Karena ada yang
pembeli dan penjual. ditukarkan.
harus ada beban yang ditanggung oleh Tidak ada beban yang ditanggung oleh
penjual. penjual.
Memiliki resiko untung rugi, sehingga Tidak memiliki resiko sehingga tidak
perlu kerja/usaha, kesungguhan dan perlu kerja/usaha, kesungguhan dan
keahlian.. keahlian.

Berdasarkan perbedaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli


diperbolehkan karena ada ‘iwad (pengganti/penyeimbang) yang menyebabkan penjual
boleh mengambil tambahan sebagai keuntungan. Iwad tersebut dapat berupa usaha yang
harus dilakukan dalam rangka menambah nilai dari barang/jasa, resiko dalam
menjalankan usaha, beban yang harus ditanggung terkait dengan pengadaan barang atau
jasa. Tanpa adanya ‘iwad tersebut, maka jika ada tambahan yang diterima maka hal
tersebut adalah ilat riba yang termasuk faktor waktu dimana jika waktu dianggap
satusatunya faktor yang dijadikan dasar untuk menerima tambahan keuntungan.
c) Penipuan
Penipuan erjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui
pihak lain dan terjadi dalam 4 (empat) hal yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan. Penipuan dalam kualitas misalnya dengan mencampur barang baik dengan yang
buruk atau barang yang dijual memiliki cacat tapi disembunyikan. Penipuan dalam kuantitas
misalnya mengurangi timbangan. Penipuan dalam harga misalnya menjual barang dengan
harga yang terlalu tinggi pada orang yang tidak mengetahui harga wajar barang tersebut.
Penipuan dalam waktu misalnya seorang penyedia jasa menyanggupi menyelesaikan pesanan
pada waktu tertentu, sementara dia sangat sadar dengan sumber daya dan kendala yang
dimilikinya tidak mungkin dapat menyelesaikan pada waktu yang dijanjikan.
Empat jenis penipuan tersebut dapat membatalkan akad transaksi karena tidak
terpenuhinya prinsip rela sama rela dan para pihak yang bertransaksi tidak memiliki
informasi yang sama.
d) Perjudian / Maisir
Adalah memperoleh sesuatu atau mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa
kerja kertas. Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak/lebih dimana
mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan
tertentu baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media lainnya.
e) Transaksi yang tidak mengandung ketidakpastian / Gharar
Syariah melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian. Gharar terjadi ketika
terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak yang
bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada
pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal yakni dalam kuantitas,
kualitas, harga, waktu dan penyerahan akad.
f) Penimbunan Barang/Ikhtiar
Adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian menyimpannya
sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan peningkatan harga.
Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan
kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lian penimbun
mendapatkan keuntungan yang besar dibawah penderitaan orang lain.
g) Monopoli
Monopolis ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier untuk menghambat
produsen atau penjual masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat
menghasilkan keuntungan yang tinggi.
h) Rekayasa permintaan (Bai’an Najsy) An-Najsy
Termasuk dala kategori penipuan (tadlis), karena merekayasa permintaan, dimana satu
pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi agar calon pembeli
tertarik dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi. Misalnya rekayasa permintaan
saham (valas). Suap dilarang karena dapat merusak sistem yang ada didalam masyarakat,
sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar
suap pasti akan diuntungkan dibadingkan tidak membayar.
i) Penjual bersyarat (Ta’alluq)
Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan dimana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kedua sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (sesuatu
yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad.
j) Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (Bai’al Inah)
k) Jual beli dengan cara Talaqqi Al-Rukban
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang
perniagaan dan membelinya, dimana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang
dagangan yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat
dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka.
2.5 Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Akad investasi, merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract.
Kelompok akad ini antara lain:
a. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua belah pihak atau lebih, dimana
pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang
diperoleh menurut kesepakatan dimuka, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya
ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian oleh
mudharib.
b. Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal (mitra
musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama
dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
c. Sukuk (obligasi syariah) merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.

d. Saham syariah produknya harus sesuai dengan syariah.

2. Akad jual beli/sewa menyewa, merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty
contract. Kelompok akad ini antara lain:
a. Murabahah, adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli.
b. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada.
Barang diseranhkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara
tunai.
c. Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, anmun dalam istishna’
pembayaran dapat dilakukan dimuka, cicilan dalam beberapa kali atau ditangguhkan
selama jangka waktu tertentu.
d. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
3. Akad lainnya, meliputi:
a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.

b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada
pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak
penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut. Wadiah
terdiri dari dua, yaitu Wadiah Amanah dan Wadiah Yadhamanah.

c. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu
pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
d. Al-Wakalah adalah jasa pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran
utang satu pihak pada pihak lain.
e. Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak lain
atas dasar saling memercayai.
f. Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan aset
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sisem keuangan syariah merupakan bagian dari upaya memelihara harta agar harta yang
dimiliki seseorang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan syariah. Harta dikatakan
halal dan baik apabila niatnya benar, tujuannya benar dan cara memperolehnya juga benar
sesuai dengan yang ditetapkan dalam al-quran dan sunah. Transaksi yang dilarang dalam islam
adalah riba, penipuan, perjudian, gharar, penimbunan barang, monopoli dll. Maka dari itu
pelarangan transaksi tersebut merupakan sistem keuangan syariah sebagaimana diatur melalui
al-quran dan as sunah untuk melaksanakan aktivitas ekonomi.

3.2 saran
Seagai umat muslih hendaknya kita harus mengetahui serta mempelajar dan menerapkan serta
mengamalan anjuran yang telah ditentakan oleh Al-qur’an agar tercipta berkahan dalam
kehidupan sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet. 1

Djamil, Fathurahman, Hukum Ekonomi Islam,Jakarta : Sinar Grafika, 2013

https://www.merdeka.com/jabar/macam-macam-riba-dan-pengertiannya-wajib-diketahui-
setmuslim-kln.html diakses minggu pukul 13.02

https://dosenakuntansi.com/sistem-keuangan-syariah diakses pukul 13.10

https://bprsalsalaam.co.id/main/mengenal-jenis-akad-bank-syariah/ diakses pukul 13.20

Anda mungkin juga menyukai