Anda di halaman 1dari 4

A.

Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau
lebih hal berikut ini :
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau
gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.
3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
a. Parsial kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks.
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–ngecapkan
bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15
detik.
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan-kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
b. Kejang tonik kronik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit.
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih.
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal.
c. Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
B. Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,
sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak
mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi.
Epilepsi pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil
kemungkinan epilepsi timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat
menimbulkan epilepsi, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang
dialami oleh anak dengan epilepsi pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95
– 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsi.
Komplikasi yang paling umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam
berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali.
Sekitar 33% anka akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko
terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika :
1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi.
2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit.
3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya.
Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari
faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin muda
usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami kejang
berulang.
C. Penatalaksanaan
1. Pengobatan fase akut
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sebagai
berikut:
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke
fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula
sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat
mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter
untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-
muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan, penanganan yang akan di lakukan


selain point-point di atas adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat.
2. Pemberian oksigen melalui face mask.
3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal (melalui) atau jika terpasang
selang infuse 0.2 mg / kg per infus.
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang
infus 0.5 mg / kg per rektal.
2. Pengawasan tanda – tanda depresi pernapasan.
3. Pemberian fenobarbital 20 – 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15–
40 mg / kg per infuse dalam 30 menit.
4. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

Anda mungkin juga menyukai