Anda di halaman 1dari 16

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN PK ZAT WARNA

Dosen Pengampu : Dra. Misde Yola, M.Pd., M.Farm.

Disusun Oleh :

1. Anisya Putri Sentosa


2. Chatrine Hersty
3. Dhea Permatasari
4. Femmy Mutiara Sani
5. Hekmah Fajri
6. Ilham Taufik Hidayat

Semester : 4A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMEKES JAKARTA II


JURUSAN ANALISIS FARMASI DAN MAKANAN

Jl. Raya Ragunan No. 29 Jakarta Selatan kode pos 12540 telp. (021)78831642

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Isolasi, Identifikasi,
dan PK Zat Warna” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Analisis Kosmetika dan Alat Kesehatan. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang zat warna bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Misde Yola, M.Pd.,
M.Farm. selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Kosmetika dan Alat Kesehatan
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang penyusun tekuni, serta semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penyusun mengharapkan
kritik serta saran untuk makalah ini, supaya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Jakarta, 22 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan,
menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit
(Tranggono dan Latifah, 2007). Menurut Komite Ilmiah Komisi Eropa pada Produk
Konsumen, kosmetik tidak boleh menyebabkan kerusakan pada kesehatan bila diterapkan
dalam kondisi normal dari penggunaannya (Walters and Roberts, 2008). Akhir-akhir ini
telah banyak konsumen menggunakan kosmetik yang tidak aman sehingga menyebabkan
reaksi alergi, iritasi, dan sebagainya (Tranggono dan Latifah, 2007). Reaksi tersebut
kemungkinan disebabkan oleh pemakaian zat warna tertentu yang berbahaya bagi
kesehatan, sebagai contoh Rhodamin B merupakan salah satu pewarna yang dapat
menyebabkan iritasi pada kulit (Widana dan Yuningrat, 2007).
Berdasarkan asalnya, zat pewarna dalam kosmetik terbagi menjadi dua yaitu pewarna
sintetik dan alami. Zat warna sintetik yang digunakan pada kosmetik harus memiliki
persyaratan dapat memberikan warna dalam jumlah sedikit, larut dalam air, alkohol, atau
minyak, mampu memberikan warna pada pH yang diinginkan, mempunyai daya lekat
tertentu sesuai dengan penggunaannya, serta tidak toksik (Tranggono dan Latifah, 2007).
Salah satu contoh pewarna sintetik yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan adalah
rhodamin B. Rhodamin B adalah zat warna sintetis yang biasa digunakan untuk pewarnaan
kertas, tekstil atau tinta. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran
pernafasan serta merupakan zat bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Rhodamin B
pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Putri, 2009). Zat warna
alami merupakan zat warna yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral yang
diperoleh dari mengekstraksi tanaman dengan pelarut yang sesuai. Metabolit sekunder dari
tanaman yang dapat digunakan sebagai zat warna adalah antosianin. Antosianin merupakan
pewarna yang tersebar luas dalam tumbuhan untuk memberi warna pada bunga, daun, dan
buah. Antosianin memiliki kelarutan dalam air, metanol, dan etanol. Etanol sering
digunakan sebagai pelarut karena dalam penyimpanan tidak mudah ditumbuhi oleh bakteri
dibandingkan dengan air, sedangkan metanol dapat menyebabkan toksik akut dan kronik.
1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi
dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik. (Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 19 Tahun 2015 )
Bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan
atau memperbaiki warna pada kosmetika. ( Peraturan Kepala Badan Pegawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia No. 18 tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis dan Bahan
Kosmetika )
Zat warna adalah zat atau campuran yang dapat digunakan sebagai pewarna dalam
kosmetika dengan atau tanpa bantuan zat lain.
Isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan senyawa bahan alam dengan
menggunakan pelarut yang sesuai.
Uji identifikasi dimaksudkan sebagai suatu cara untuk membuktikan bahwa bahan yang
diperiksa mempunyai identitas yang sesuai dengan yang tertera pada etiket. Uji identifikasi
dalam suatu monografi dapat terdiri dari satu atau lebih prosedur. Ketika uji identifikasi
dilakukan, semua persyaratan dari prosedur spesifik harus terpenuhi. Kegagalan suatu bahan
untuk memenuhi persyaratan uji Identifikasi (misalnya tidak sesuai dengan semua
persyaratan prosedur spesifik yangmerupakan bagian dari uji) menunjukkan adanya
ketidaksesuaian dengan etiket dan atau palsu. ( Menurut Farmakope Indonesia Edisi V )
Penetapan kadar untuk sediaan setengah jadi tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi
sediaan setengah jadi sebelum diserahkan, tetapi berfungsi sebagai uji resmi jika ada
pertanyaan atau perdebatan mengenai pemenuhan persyaratan terhadap standar resmi.
Penetapan kadar bahan dan sediaan resmi dicantumkan dalam masing-masing monografi.
( Menurut Farmakope Indonesia Edisi V )
2.2 Klasifikasi Zat Warna
a. Zat warna alam
Zat warna jenis ini sebenarnya lebih aman bagi kulit, namun pada produk-produk
kosmetik saat ini, zat warna alam sudah jarang digunakan. Zat warna alam larut ini
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu kekuatan pewarnanya relatif lemah,
tidak tahan lama dan relatif mahal. Beberapa contoh zat warna alam yaitu
a) Alkalain yaitu zat warna merah yang diekstrak dari kulit akar alkana (Radix alkana)
b) Carmine yaitu zat warna merah yang diperoleh dari serangga tertentu yang telah
dikeringkan
c) ekstrak klorofil daun-daun hijau
d) henna yaitu zat warna yang biasanya digunakan untuk pewarna kuku dan rambut,
berasal dari ekstrak daun Lawsonia inermis
e) carotene yaitu zat warna kuning yang diekstrak dan bagian tanaman tertentu yang
mengandung zat warna kuning

b. Zat warna sintetis yang larut


Zat warna sintetis adalah zat warna yang dihasilkan melalui proses sintetis senyawa
kimia tertentu. Adapun sifat-sifat zat warna sintetis antara lain :
a) Intensitas warnanya sangat kuat, sehingga dalam jumlah sedikit sudah memberikan
corak warna yang kuat.
b) Larut dalam air, minyak, alkohol, atau salah satu darinya.
c) Daya lekat terhadap rambut, kulit, dan kuku berbeda-beda. Zat warna untuk rambut
dan kuku biasanya daya rekatnya lebih kuat dari pada zat warna untuk kulit.
d) Beberapa bersifat toksik, sehingga perlu hati-hati menggunakan produk kosmetik
yang mengandung zat warna jenis ini

c. Pigmen-pigmen alam
Alam memiliki pigmen-pigmen alam yang sudah umum digunakan dalam kosmetik.
Pigmen-pigmen alam itu adalah pigmen warna yang terdapat pada tanah, contohnya
aluminium silikat. Gradasi warna yang terdapat pada aluminium silikat sangat
dipengaruhi oleh kandungan besi oksida atau mangan oksidanya, misalnya: kuning,
cokelat, cokelat tua, merah bata dan sebagainya.
Keunggulan pigmen-pigmen alam sebagai zat pewarna adalah zat warna ini murni
dan sama sekali tidak berbahaya. Sementara kelemahannya yaitu warna yang dihasilkan
tidak seragam. Sangat bergantung pada sumber asalnya dan tingkat pemanasannya.
Pigmen-pigmen ini pada pemanasan yang kuat menghasilkan pigmen-pigmen baru.

d. Pigmen-pigmen sintetis
Warna yang dihasilkan dari pigmen sintetis lebih terang dan cerah. Pigmen –pigmen
sintetis yang digunakan dalam industri kosmetik misalnya: besi oksida sintetis yang
menghasilkan warna sintetis (kuning, coklat, merah dan warna violet), zinc oxide dan
titanium oxide (pigmen sintetis putih), bismuth oxychloride untuk warna putih mutiara,
cobalt hijau untuk pigmen hijau yang kebiruan, cadmium sulfide dan prussian blue.

e. Lakes alami dan sintesis


Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu atau lebih zat warna yang larut air
dalam satu atau lebih substrat dan mengikatnya sehingga produk akhirnya menjadi bahan
pewarna yang hamoir tidak larut dalam air, minyak atau pelarut lain. Kebanyakan lakes
terbuat dari zat warna sintesis, kecuali Florentine yang terbuat dari campuran antara
carmine dan brasilin dalam alumunium hidroksida.
Lakes yang dibuat dari zat – zat warna asal cool-tar adalah zat warna terpenting di
dalam bedak, lipstik, dan make-up karena lebih cerah dan lebih kompatibel dengan kulit.
Substrat paling umum digunakan adalah zinc oxide, alumunium hidroksida, aluminium
fosfat, barium fosfat, barium sulfat, magnesium karbonat, alumina hidrat, dan kaolin.

2.3 Syarat Pewarna Pada Kosmetik


a. Tidak beracun dan tidak memiliki aktivitas fisiologis. Bebas dari kotoran.
b. Merupakan senyawa kimia yang pasti karena hanya pewarnaannya yang bisa digunakan,
pengujian dapat dan mudah dilakukan.
c. Daya tingtural (pewarnaan) harus tinggi sehingga hanya kecil diperlukan.
d. Tidak terpengaruh oleh cahaya,suhu tropis,hidrolisis ,mikroorganisme, dan oleh karena
itu stabil pada penyimpanan.
e. Tidak terpengaruh oleh pengoksidasi atau pengurangan zat dan perubahan Ph.
f. Kompatibel dengan bahan aktif atau bahan tambahan lain dan tidak memiliki interaksi
yang merugikan.
g. Mudah larut dalam air, namun beberapa yang larut dalam minyak dan alkohol
diperlukan.
h. Tidak mengganggu tes dan pengujian bahan aktif lain yang terkandung.
i. Tidak terabsorbsi pada materi yang diuji.
j. Bebas dari rasa dan bau yang tidak menyenangkan.
k. Tersedia dan murah

2.4 Bahan Zat Warna pada Kosmetik


Menurut BPOM RI Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik, ada beberapa
bahan yang diizinkan di Indonesia sebagai zat warna pada kosmetik

A. Zat Warna yang diizinkan


 Kolom 1 : Bahan pewarna yang diizinkan pada semua sediaan kosmetik.
 Kolom 2: Bahan pewarnayang diizinkan pada semuasediaan kosmetik kecuali
kosmetikyang digunakandi sekitar mata, khususnya pada makeup mata dan
pembersihmake up mata.
 Kolom 3: Bahan pewarna yang diizinkan khusus pada sediaan kosmetik selama
tujuan penggunaan kosmetik tersebut tidak kontak dengan membran mukosa.
 Kolom 4: Bahan pewarna yang diizinkan khusus pada sediaan kosmetik yang tujuan
penggunaannya kontak dengan kulit dalam waktu singkat.
B. Zat Warna yang Tidak Diizinkan
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 23 Tahun 2019
Tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, terdapat beberapa contoh zat warna yang
tidak diizinkan, sebagai berikut
2.5 Analisa Kualitatif
A. Analisa Kualitatif pada sampel blush-on atau perona pipi berdasarkan jurnal Analisa
Kualitatif pada sampel blush-on atau perona pipi yang beredar di pasar tradisonal Kota
Makassar
1. Pembuatan Larutan Uji Sampel Perona Pipi
a. Ditimbang sampel ± 500 mg dimasukkan kedalam tabung reaksi,
b. Ditambahkan 4 tetes asam klorida 4 N, ditambahkan 2 ml metanol, dan
dihomogenkan
c. Dicukupkan dengan metanol sampai 10 ml, diaduk hingga tercampur rata dan
disaring dengan menggunakan kertas saring.
2. Pembuatan Larutan baku
Ditimbang lebih kurang 5 mg Rhodamin B BPFI dilarutkan dengan metanol,
dikocok hingga larut.
3. Pembuatan Larutan Campuran
Sejumlah volume yang sama dari larutan A dan B dicampur, dihomogenkan.
4. Identifikasi Sampel
a. Pada plat KLT berukuran 20 X 20 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan di
dalam oven pada suhu 100 0C selama 30 menit.
b. Larutan A, B, dan larutan C, ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipa
kapiler pada jarak 2 cm dari bagian bawah plat, kemudian dibiarkan beberapa saat
sampai mengering.
c. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan kedalam chamber yang
terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan eluen dengan fase gerak berupa N-
butanol, etil asetat, dan amoniak (50 : 20 : 25)
d. dibiarkan eluen bergerak naik sampai hampir mendekati batas atas 39 plat.
e. plat KLT diangkat dan dikeringkan diudara.
f. Diamati noda secara visual dan dibawah sinar UV 254 nm, jika noda
berflourosensi kuning dengan lampu UV 254 nm menunjukkan adanya Rhodamin
B, jika secara visual berwarna merah muda menunjukkan adanya Rhodamin B.
g. Dihitung nilai Rfnya, hasil dinyatakan positif jika bila warna bercak antara
sampel dengan baku sama atau saling mendekati dengan selisih harga ≤ 0,2

B. Analisis Rhodamin B pada lipstik berdasarkan jurnal Analisis Rhodamin B pada lipstik
yang beredar di kediri
1. Persiapan Sampel
a. Sampel lipstik sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL
b. Dilarutkan dengan 30 mL aquadest dan di aduk hingga larut dalam air.
c. Dipisahkan antara larutan zat warna dengan destilat sampel dengan cara campuran
sampel dengan aquadest
d. Ampasnya dibuang dan di dapatkan larutan zat warna yang akan digunakan pengujian.
2. Cara Uji
a. Reaksi khusus
1) untuk Rhodamin B Larutan uji 2-5 mL diberikan NaOH 10% tetes demi tetes
sampai menjadi basa,
2) dimasukkan ke dalam corong pisah dan diber Eter.
3) larutan dikocok dan dipisahkan untuk diambil fase Eternya, kemudian
ditambahkan HCl 10% secukupnya untuk melihat perubahannya. Jika larutan uji
mengandung Rhodamin B, maka terlihat pada lapisan bawah atau lapisan asam
berwarna merah.
b. Pembuatan Larutan Baku Pembanding
1) Kontrol Positif: 50 mg Rhodamin B dilarutkan dengan 10 mL Metanol. Kontrol
Negatif : 5 mL Metanol murni.

2.6 Analisa Kuantitatif


A. Analisis Rhodamin B pada Sediaan Lipstik dan Perona Mata
1. Baku
a. Timbang seksama Rhodamin B sebanyak 25 mg,
b. Masukkan ke dalam labu ukur 25 ml, larutkan dengan N,N-Dimetilformamida
(DMF) sonikasi hingga larut.
c. Encerkan dengan N,N-Dimetilformamida (DMF) sampai tanda tera kemudian
homogenkan.
d. Dipipet sebanyak 0,10 ml larutan standar 1000 ppm dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 ml.
e. Encerkan dengan N,N-Dimetilformamida (DMF) sampai tanda tera,
homogenkan.
f. Dipipet larutan sebanyak 0,5 ml, 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml ke
dalam labu ukur 10 ml.
g. Tambahkan dengan N,N-Dimetilformamida (DMF) sampai tanda tera, kocok
sampai homogen.
h. Larutan kemudian di saring dengan milipore 0,45 µm.
i. Injeksikan ke dalam sistem HPLC.

2. Sampel
a. Timbang± 2 gram sampel, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml.
b. Larutkan dengan N,N-Dimetilformamida (DMF), ultrasonik hingga larut
himpitkan sampai tanda tera kocok hingga homogen.
c. Disentrifuge larutan sampel selama ± 2 menit dengan kecepatan 14000 rpm.
d. Diambil larutan bening dan saring menggunakan milipore 0,45 µm.
e. Injeksikan ke dalam sistem HPLC.
f. Sampel diidentifikasi dengan membandingkan waktu retensi baku Rhodamin B
dengan waktu retensi sampel.
g. Larutan sampel yang telah diidentifikasi mengandung Rhodamin B dihitung
kadarnya dengan rumus :
(Area-Intercept)x Fp x vol.Akhir
(Slope x Bobot Sampel)
B. Analisis Kandungan Zat Warna Rhodamin B pada Kosmetika Pewarna Rambut
1. Preparasi sampel
a. Sampel ditimbang dengan seksama 500,0 mg
b. Ditambahkan 4 tetes asam klorida 4 M dan 5 mL metanol, lalu dilelehkan pada
hotplate.
c. Dicampurkan tersebut ditambah metanol pada labu ukur 10 mL
d. Disaring dengan kertas saring berisi natrium sulfat anhidrat.
2. Pembuatan larutan standar rhodamin B
a. Larutan stok standar rhodamin B disiapkan dengan melarutkan standar rhodamin
B dalam metanol p.a., sehingga memperoleh konsentrasi 50 μg/mL.
b. Stok disimpan dalam lemari es pada suhu 4 °C.
c. Standar kalibrasi disiapkan pada rentang kadar 0,6-3,0 μg/mL, dengan
pengenceran
d. larutan stok dengan metanol p.a. Aliquot dari semua standar disimpan dalam
lemari es pada suhu 4 °C sampai digunakan lebih lanjut.
3. Analisa kualitatif dengan KLT
a. Plat KLT silika GF 254 berukuran 7x4 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan
dalam oven, pada suhu 105 °C selama 30 menit.
b. Sampel dan larutan baku ditotolkan pada plat KLT dengan menggunakan pipa
kapiler pada jarak 1 cm dari bagian bawah plat, jarak antara noda adalah 0,5 cm.
c. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
d. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan ke dalam chamber yang
telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa etil asetat : metanol : ammonia (5:2:1
v/v/v).
e. Plat KLT yang telah melalui proses elusi, kemudian diangkat dan dikeringkan.
f. Noda diamati secara visual dan di bawah sinar UV 254 dan 366 nm
g. Identifikasi rhodamin B berdasarkan nilai Rf yang sesuai standar
4. Analisis kuantitatif dengan spektrofotometri UV-Vis
a. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan membuat larutan
standar 3 μg/mL dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 800-400 nm.
b. Kuantifikasi dilakukan dengan metode external calibration curve.
c. Kurva kalibrasi larutan standar rhodamin B dibuat dengan rentang konsentrasi
0,6; 0,8; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 μg/mL dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum

Anda mungkin juga menyukai