Anda di halaman 1dari 12

POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan

Politik Kehutanan dalam Penegakkan Hukum


Lingkungan dan Pengendalian Pengurangan
Risiko Bencana
Political Forestry in Environmental Law
Enforcement and Control for Disaster Reduction
Wahyu Prawesthi
Universitas Dr.Soetomo Surabaya
w_prawesthi@yahoo.co.id

Abstrak
Penyelamatan bumi yang semakin panas akibat berkurangnya pohon penyerap karbondioksida dan gas rumah
kaca yang banyak ditebang, sejatinya, adalah karena ulah manusia dengan dalih untuk peningkatan ekonomi
dan perluasan lapangan pekerjaan bahkan perumahan liar. Padahal, upaya pengalihan fungsi hutan yang
tidak sesuai dengan konsep lestari lingkungan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perubahan fungsi lahan hutan dengan merusak
lingkungan hidup menjadi lahan perkebunan maupun lahan pertanian merupakan salah satu penyebab
munculnya deforestasi yang menjadi isu sentral dunia, karena Indonesia menjadi salah satu negara penyebar
pencemaran lingkungan melalui asap kebakaran hutan. Sebagaimana diketahui, setiap perubahan maupun
pengalihan fungsi hutan, seperti penebangan pohon secara liar, merusak permukaan tanah dan membakar kayu
atau hutan tersebut untuk percepatan perluasan lahan, sungguh tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, termasuk pembakaran kayu hutan secara liar yang menyebabkan kebakaran
juga tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dengan
menggunakan metode yuridis normatif dan pendekatan peraturan perundang-undangan, maka, tampak dengan
jelas betapa perubahan-perubahan terhadap fungsi lahan yang merusak lingkungan secara deforestasi dapat
segera dihentikan dengan upaya penegakkan hukum secara maksimal melalui peraturan perundang-undangan.

Kata Kunci : Politik Kehutanan, Penegakan, Hukum Lingkungan

Abstract
Save the earth is getting warmer due to reduced trees absorbing carbon dioxide and greenhouse gases, where
the trees are used to absorb carbon dioxide and parse geothermal has been cleared for the benefit and human
greed itself in order to survive. And people really do not realize the importance of the forest, so that forests are
used as well as a pretext for economic improvement and expansion of employment opportunities as well as
good business for plantations, agriculture, illegal housing even without considering the concept of sustainable
forest environment both flora and fauna. Also do not care if there is a disaster that will befall the human-caused
forest diversion efforts are not in accordance with the concept of environmentally sustainable and not based
on Law No. 32 of 2009 on the Protection and Management of theEnvironment. Changes in forest land with
environmental damage to plantations and farmland is one cause of deforestation. Indonesian deforestation is
also a central issue in the world, because Indonesia has one of the spreader environmental pollution through
forest fire smoke. Therefore, any change or conversion of forest to land that is not used for the benefit of the forest
itself is deforestation. Change or transfer of forest functions such as illegal logging, damage the soil surface, and
burning wood or forest land for expansion acceleration, indeed it is not in accordance with Law No. 41 Year 1999
on Forestry, including the burning of forest wood wild causing a fire is also not in accordance with Law No. 24
of 2007 on Disaster Management, due to the presence of forest fires is one of the scope of the disaster response
in both the regional and national levels.Of changes to land use are environmentally destructive deforestation was
time to be stopped by law enforcement efforts to the maximum through legislation, which will be able to suppress
the reduction of disaster risk and deforestation are not desired by our country.

Keywords: Political Forestry, Enforcement, Environmental Law


JURNAL POLITIK 1781 VOL. 12 No. 01. 2016
Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan POLITIK

Pendahuluan pemukiman, serta penggunaan kawasan hutan


Jika politik dimaknai sebagai suatu di luar sektor kehutanan melalui pinjam pakai
kebijakan, maka, kebijakan pemerintah kawasan hutan.
dalam pengolaan kehutanan secara utuh dapat Akibat lain yang muncul dengan
dikategorikan sebagai politik kehutanan. Dalam adanya deforestasi adalah penurunan kualitas
tulisan ini, penulis menyoroti perubahan alih lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan
fungsi lahan di lingkungan hutan yang belakangan terjadinya bencana alam, seperti tanah longsor
marak terjadi. Sebagaimana kita ketahui, jika dan bajir. Oleh kerena itu, masalah deforestasi
alih fungsi lahan hutan tersebut dilakukan hutan di Indonesia juga menjadi sorotan dunia
sesuai dengan peruntukannya, yaitu sesuai internasional. Hal ini karena Indonesia merupakan
dengan lingkungan yang mempunyai ekosistem salah satu penyangga paru-paru dunia. Dampak
berkearifan, maka, yang terjadi adalah hutan lain yang terjadi adalah meski pemerintah telah
beserta lahannya akan menjadi lestari tanpa terjadi mengeluarkan berbagai peraturan, tetapi masalah
pencemaran lingkungan, kerusakan hutan akibat besar tersebut belum juga tertangani dengan baik,
deforestasi atau bahkan menjadi bencana yang begitu juga karena upaya-upaya pencegahan yang
banyak menimbulkan pencemaran lingkungan sering kali terlambat atau negara tidak dapat
yang merusak ekosistem lingkungan hidup --- memberantas dengan tuntas penyebab terjadinya
khususnya terhadap kawasan lahan hutan. Hal deforestasi tersebut.
inilah yang menyebabkan terjadinya deforestasi Kini, Indonesia telah berhasil
lahan hutan. Karena pengendaliannya sungguh mengalahkan Brazilia yang selama ini dikenal
sangat sulit, maka, itulah salah satu penyebab dari sebagai juara bertahan dalam deforestasi atau
sumber kebencanaan yang terjadi di Indonesia. penebangan hutan tertinggi di dunia. Menurut
Deforestasi sendiri sering didefinisikan penelitian yang dimuat dalam jurnal Nature
sebagai penebangan tutupan hutan dan konversi Climate Change, penebangan hutan di Indonesia
lahan secara permanen untuk berbagai manfaat kini telah mengancam keanekaragaman hayati
lainnya. Menurut definisi tata guna lahan yang dan spesies langka dan pemanasan global (Hestya,
digunakan FAO dan diterima oleh pemerintah, Rindu P dan Mashable. 2014 “Kerusakan Hutan
yaitu lahan hutan yang telah ditebang, bahkan Indonesia Terus Meningkat” dalam tempo.co/
ditebang habis, tidak dianggap sebagai kawasan read/news/2014/07/01/095589444/kerusakan-
yang dibalak karena pada prinsipnya pohon-pohon hutan-indonesia-terusmening kat, diakses 10
mungkin akan tumbuh kembali jika ditanami Oktober 2014).
kembali. Sebagaimana kita ketahui, sebenarnya, Bahkan kalau menilik data State of the
deforestasi yang terjadi di Indonesia sudah lama World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The
dirasakan, tetapi tidak mendapatkan tanggapan UN Food & Agriculture Organization (FAO),
yang serius. Akibat yang muncul adalah adanya maka, angka deforestasi Indonesia pada periode
akumulasi kerusakan hutan dan terjadinya 2000-2005 mencapai 1,8 juta hektar/tahun. Laju
perubahan alih fungsi, maka, kemampuan untuk deforestasi hutan di Indonesia ini membuat
menyerap CO2 , SO2 dan kemampuan suplay O2 Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar
pun menjadi berkurang, sehingga menambah suhu kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan
permukaan bumi. daya rusak hutan tercepat di dunia (Alamendah
Perusakan hutan atau deforestasi yang Blogs. 2010. “Kerusakan Hutan (Deforestasi)
terjadi di Indonesia antara lain disebabkan oleh di Indonesia” dalam http://alamendah.wordpress.
beberapa faktor, antara lain kebakaran dan com/ 2010/03/09/kerusakan-hutan-deforestasi-di-
perambahan hutan yang membabi buta, illegal indonesia/, diakses 10 Oktober 2014).
loging, dan illegal trading. Hal ini didorong oleh Berkait dengan yang tersebut di atas,
adanya permintaan yang tinggi terhadap kayu selanjutnya, menurut Kementerian Kehutanan
dan hasil hutan lainnya di pasar lokal, nasional, berdasarkan penelitian jurnal Nature Climate
dan global. Termasuk konversi kawasan hutan Change Indonesia telah mengalami penurunan
secara permanen untuk pertanian, perkebunan, hutan mencapai 0,4 juta hektar per tahun pada

JURNAL POLITIK 1782 VOL. 12 No. 01. 2016


POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan

2009-2011. Bahkan pada 2012 mencapai 0,84 Ordonansi hutan 1927 dan sampai pada Undang-
hektar. Sungguh sebuah angka yang fantatis undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
dan ironis untuk sebuah ukuran kemunduran PERPU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan
dalam penurunan hutan atau penurunan sumber Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999,
daya alam yang lain termasuk kerusakan daerah terakhir Undang-Undang Nomor 19 Tahun
aliran sungai, rusaknya ekosistem atau rusaknya 2004 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti
keanekaragaman hayati hutan. Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
penurunan hutan dianggap sebagai akibat sistem Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41
politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-
sumber daya alam --- khususnya hutan --- sebagai Undang. Kemudian, ditambah dengan munculnya
sumber pendapatan yang dapat dieksploitasi, baik Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
untuk kepentingan politik maupun keuntungan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
pribadi. Kondisi semacam ini, sudah barang dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentu dapat membuat hutan mengalami degradasi tentang Penanggulangan Bencana.
secara besar-besaran. Bahkan menjadi sebuah Adanya pemberlakuan beberapa
kebencanaan secara ekologis. Padahal, bencana peraturan perundang-undangan di atas, ternyata,
ekologis tersebut menimbulkan korban jiwa tidak menyurutkan permasalahan deforestasi di
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta Indonesia. Padahal, pemerintah sudah berusaha
benda, dan dampak psikologis. Dalam hal ini, untuk bertanggung jawab sesuai amanah alenia
bencana ekologis itu disebabkan karena alih ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
fungsi hutan pada dataran tinggi, kehilangan Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi
hutan mangrove (bakau), dan pendangkalan serta sebagai berikut.
penyempitan sungai. Kesemuanya ini bermura
pada penataan ruang yang tidak terkendali, “Pemerintah atau Negara Kesatuan
Republik Indonesia melindungi segenap
sehingga menyebabkan terganggu keseimbangan bangsa dan seluruh tumpah darah
ekosisitem yang berdampak menimbulkan Indonesia, memajukan kesejahteraan
bencana alam (Joewono, Benny N (ed). 2013. umum, mencerdaskan kehidupan
“Walhi: 3.846 Desa Indonesia Dilanda Bencana bangsa dan ikut melaksanakan
Ekologis” dalam http://regional.kompas.com/ ketertiban dunia yang berdasarkan
read/2013/06/03/03140443 /walhi.3.846.Desa. kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial”
indonesia dilanda.bencana.ekologis, diakses 11
Oktober 2014).
Tidak hanya sekadar peraturan perundang-
Di samping itu, degradasi hutan yang
undangan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian
dimulai pada saat pembaharuan kebijaksanaan
Lingkungan Hidup telah mensosialisasikan
kehutanan selama 32 tahun Orde Baru berkuasa,
program nasional, yaitu Program Menuju
terlihat dengan jelas betapa sektor kehutanan
Indonesia Hijau (MIH) pada April 2013. Program
menempati peranan penting dalam perekonomian
ini telah dicanangkan oleh Presiden Susilo
Indonesia. Sepanjang waktu itu, hutan, seperti
Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari
juga sumber daya alam lainnya, dikuras habis-
Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2006 (Situs
habisan karena industri pembangunan kehutanan
Kementrian Lingkungan Hidup. 2014. “Program
pada masa Orde Baru dibangun semata-mata
Menuju Indonesia Hijau” dalam www.menlh.
hanya untuk mengejar nilai ekonomis, mengabdi
go.id/program-menuju-indonesia-hijau/. Diakses
pada orientasi ekspor dan demi memenuhi
tanggal 11 Oktober 2014). Kenyataannya, masih
pembayaran utang luar negeri, yaitu sejak
sering kali terjadi banyak persoalan-persoalan
berlakunya pelaksanaan Undang-undang Pokok
deforestasi yang tidak tertangani dengan baik
Kehutanan Nomor 5 tahun 1967. Jika dirunut
berdasarkan peraturan perundang-undangan
dengan saksama, sejatinya, degradasi itu sendiri
tersebut. Termasuk program pemerintah yang
terjadi sejak pemerintah Hindia Belanda dengan
belum juga menunjukkan perbaikan yang
munculnya Reglemen Hutan 1865, 1847, 1897,
signifikan.

JURNAL POLITIK 1783 VOL. 12 No. 01. 2016


Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan POLITIK

Oleh karena itu, untuk menjawab menyangkut penguasaan hutan oleh negara telah
bentuk penegakkan hukum lingkungan beserta terjadi penyimpangan-penyimpangan, baik yang
pengendalian pengurangan risiko bencana, maka, dilakukan oleh pembuat kebijaksanaan maupun
penulis menggunakan metode yuridis normatif pelaksana dari kebijaksanaan tersebut. Oleh karena
(Johny Ibrahim, 2005), dengan pendekatan itu, munculnya pelbagai persoalan yang dihadapi
peraturan perundang-undangan (statute approach) sektor kehutanan di Indonesia tidak terlepas
dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dari salah langkah (blunder) yang dilakukan
yang beranjakk dari pandangan-pandangan dan oleh pemerintah dalam menetapkan kebijakan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu kehutanan selama ini (Hasanudin, 1996). Akibat
hukum. dari salah langkah dalam menetapkan suatu
Sementara, sumber bahan hukum kebijakan, maka, kenyataan tersebut telah memberi
dalam tulisan ini berupa bahan hukum primer, peluang bagi lahirnya berbagai kebijaksanaan
yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, yang mengesampingkan kepentingan masyarakat
Lembaran Negara Tahun Nomor 167, Tambahan sebagai tema pokoknya.
Lembaran Negara Nomor 3888 juncto Undang- Kebijaksanaan ini telah menyebabkan
Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang rusaknya ekosistem hutan tropik Indonesia serta
Kehutanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun menimbulkan dampak sosial yang cukup luas
2009, Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
140, Tambahan Lembaran Negara Nomor Di samping menyuburkan eksploitasi sumber
5059 tentang Perlindungan dan Pengelolaan daya alam --- khususnya pembangunan ---
Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor kehutanan juga memberi peluang bagi lahirnya
4 Tahun 2001 Lembaran Negara Tahun 2001 berbagai kebijaksanaan yang mengesampingkan
nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor kepentingan masyarakat di sekitar hutan (Nurjaya,
4076, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, 1993). Sebagaimana kita ketahui, berbagai dalih
Lembaran Negara Nomor Tahun 2007 Nomor 66, yang mengatasnamakan pembangunan sering kali
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4723 tentang harus membutuhkan pengorbanan bagi sebagian
Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang masyarakat demi tercapainya pembangunan
Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan tersebut. Oleh karena itu, pola pembangunan
Pemberantasan Perusakan Hutan. konvensional merupakan pola yang telah
usang dan harus segera digantikan dengan pola
Hubungan antara Kekuasaan Negara Terhadap pembangunan alternatif, yaitu pola pembangunan
Pembangunan Hutan dengan Deforestasi yang berkelanjutan (sustainable development).
Sebagaimana kita ketahui bersama, walau Apabila hal tersebut dikaji dengan lebih
perhatian terhadap masalah ini masih sangat mendalam, adanya eksploitasi sumber daya hutan
terbatas, sejatinya, hubungan antara politik dan yang begitu besar berawal pada penguasaan negara
hukum merupakan suatu keniscayaan. Meminjam terhadap sumber daya alam ---khususnya hutan
Alfian (1978), mengingat hubungan antara --- secara konstitusional diatur pada UUD Negara
politik dengan hukum berjalan dalam dua arah, Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 ayat (3).
maka, kedua aspek kehidupan itu sudah barang Hal ini tidak jauh berbeda dengan Undang-undang
tentu saling memengaruhi. Namun, karena apek Nomor 41 Tahun 1999 --- khususnya pada pasal 4
hukum dari kehidupan merupakan indikator ayat (1) dan (2) yang berbunyi.
dalam pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, (1) Semua hutan di dalam wilayah Republik
maka, untuk merunut pelbagai faktor yang Indonesia termasuk kekayaan alam yang
memungkinkan tumbuhnya kekuatan hukum, terkandung di dalamnya dikuasai oleh
politik dapat dilihat sebagai variable yang negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran
berpengaruh terhadap hukum itu sendiri. rakyat.
Berkait dengan yang tersebut di (2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana
atas, maka, tidak dapat dimungkiri, dalam dimaksud ayat (1) memberi wewenang
pelaksanaannya, kebijaksanaan dan hukum yang kepada pemerintah untuk

JURNAL POLITIK 1784 VOL. 12 No. 01. 2016


POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan

a. mengatur dan mengurus segala sesuatu persyaratan yang membatasinya, di antaranya


yang berkaitan dengan hutan, kawasan syarat pertama, sepanjang hak ulayat itu pada
hutan, dan hasil hutan; kenyataannya masih ada, maka, dapat dikaji
b. menetapkan status wilayah tertentu bahwa klausa semacam ini berlebihan; jadi suatu
sebagai kawasan hutan atau bukan perlakuan tidak lagi diperlukan jika hak ulayat itu
sebagai kawasan hutan; dan tidak ada lagi dalam suatu kelompok masyarakat.
c. mengatur dan menetapkan hubungan- Syarat kedua, harus sesuai dengan kepentingan
hubungan hukum antara orang dengan negara dan bangsa. Syarat semacam ini
hutan, serta mengatur perbuatan- mengandung ancaman yang praktis menundukkan
perbuatan hukum mengenai kehutanan. kepentingan masyarakat (penduduk) asli pada
ketidakpastian terhadap kepentingan bangsa dan
Sehubungan dengan pernyataan pasal 4 negara yang menjadi panglimanya. Syarat ketiga,
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
di atas bahwa negara mempunyai wewenang undang dan Peraturan yang lebih tinggi.
untuk mengatur bukan memiliki terhadap hutan, Lebih dalam lagi mengenai pengertian
juga mengenai badan penguasa bahwa kedudukan “penguasaan oleh negara” diulas oleh Charles
negara berada di atas kedudukan rakyat --- maka, Victor Barber (1989), yaitu diistilahkan dengan
segala hubungan-hubungan hukum atau hak- menguasai (control). Ada 4 (empat) macam
hak yang dipunyai oleh masyarakat di dalam pemahaman tentang control yang dijalankan pada
kawasan hutan/ lokal harus dilihat dalam posisi masa Orde Baru antara lain : (1) control over
yang subordinasi terhadap hak mengusai negara. the discourse of social and political ideas and
Namun, subordinasi tidak berarti bahwa hak action, (2) control over territory, (3) control over
masyarakat, seperti hak pengelolaan hutan seketika resources, (4) control over the forms of social
lenyap dengan adanya hak menguasai negara. organization and action.
Dengan demikian, maka, pengertian “hutan Arti dari dikuasai oleh negara, diartikan
negara” itu mencakup pula hutan-hutan, baik dengan istilah to be controlled by the state.
yang berdasarkan peraturan perundangan maupun Sebagaimana diketahui, penguasaan negara pada
hukum adat yang dikuasai oleh masyarakat hukum masa Orde Baru memiliki 3 (tiga) karakter antara
adat. Begitu pula dengan penguasaan masyarakat lain.
hukum adat atas tanah tertentu yang didasarkan 1. Eksploitasi sumber-sumber daya alam, dan
pada hukum adat, yang lazim disebut dengan hak pengelolaan dan penguasaan sumber-sumber
ulayat. Hal itu diakui di dalam Undang-undang daya buatan, dilaksanakan secara ketat
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (Lembaran melalui basis sektoral.
Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan 2. Suatu otoritas negara yang substansial
Lembaran Negara 2034). Hak ini juga diakui tentang penggalian sumber daya, telah diubah
sepanjang menurut kenyataannya memang masih dan diberikan kepada lembaga-lembaga
ada. Sementara, di daerah-daerah yang menurut swasta, seperti kasus produksi hutan di luar
kenyataannya hak ulayat sudah tidak ada lagi (atau Jawa, atau diberikan kepada perusahaan-
tidak pernah ada), maka, tidak akan dihidupkan perusahaan negara seperti kasus-kasus
kembali. Selanjutnya, karena pengaruh berbagai produksi minyak dan kehutanan di Jawa.
faktor, menurut perkembangannya, pengaruh hak 3. Seluruh kebijakan mengenai proteksi dan
ulayat semakin lama menunjukkan kecenderungan konservasi sumber daya alam dan lingkungan
bertambah lemah. Selain pembatasan tersebut di hidup dibuat oleh Menteri KLH, tetapi
atas, pelaksanaan hak ulayat itupun harus diatur operasional/otoritas eksekutif diadakan oleh
dengan sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan pejabat-pejabat sektoral dengan kombinasi
kepentingan nasional serta tidak bertentangan yang bervariasi, tergantung pada sektor-
dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. sektor yang dilibatkan dalam memberikan
Sebaliknya, jika dipahami secara kritis, kebijakan lingkungan sesuai dengan
maka, pengakuan hak itu mengandung sejumlah bidangnya.

JURNAL POLITIK 1785 VOL. 12 No. 01. 2016


Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan POLITIK

hubungan hukum antara Kementerian Kehutanan


Oleh karena itu, kekuasaan negara dan Lingkungan Hidup dengan sumber daya hutan,
mengenai hutan yang sudah dipunyai orang maka, pertanyaannya adalah dalam bentuk yang
dengan suatu hak, tetapi dibatasi oleh isi dari hak bagaimana hak menguasai negara dilimpahkan
tersebut. Artinya, sampai seberapa jauh negara kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan
memberi kekuasaan kepada yang mempunyai hak hidup?
untuk menggunakan haknya, maka, hanya sampai Dapat dijelaskan bahwa penguasaan atas
di situlah batas kekuasaan negara (Barber, 1989). hutan adalah negara. Dalam hal ini, negara tidak
Dalam pelaksanaannya, menurut Barber melaksanakan sendiri hak kekuasaannya dalam
(1989), pengertian tentang penguasaan oleh pemanfaatan hutan. Untuk mengetahui serta
negara tersebut dapat dimungkinkan terjadi. untuk membandingkannya antara Undang-undang
Sepertinya, pemerintah tidak begitu saja langsung Nomor 5 Tahun 1967 dengan Undang-undang
memberikan penguasaan atau pendelegasian Nomor 41 Tahun 1999.
kepada instansi kehutananan, atau kepada Dalam menjalankan kewenangannnya
masyarakat adat/ lokal untuk mengelola hutan. terhadap hutan, dijelaskan pada beberapa pasal
Namun, sesungguhnya, pemberian penguasaan dalam Undang-undang Pokok Kehutanan Nomor
tersebut harus sejalan dengan undang-undang 5 tahun 1967. Dalam pasal-pasal tersebut, Menteri
yang telah ditetapkan dan hal ini terkesan bahwa Kehutanan ditunjuk oleh undang-undang untuk
negara sebenarnya membatasi pengelolaan hutan, melaksanakan dan bertindak untuk dan atas nama
terutama yang dilakukan oleh masyarakat hukum negara terhadap hutan. Bentuk kewenangan
adat. Sementara, instansi yang terkait tidak dapat Menteri Kehutanan dalam menjalankan hak
bebas untuk melakukan kewenangannya karena menguasai hutan, adalah sebagai berikut.
sudah dibatasi oleh pemerintah sebagai pembuat a. Menteri Kehutanan menyatakan, apakah
aturan. Oleh sebab itu, kepentingan yang berbeda suatu hutan sebagai hutan negara atau hutan
ini dapat menyebabkan konflik dan pada akhirnya milik (pasal 2 UUPK).
pemerintah sulit untuk dapat mengatasi konflik b. Menteri Kehutanan menetapkan kawasan
tersebut. hutan berdasarkan fungsinya berupa: hutan
Lain halnya Nancy Lee Peluso (1992), lindung, hutan produksi, hutan suaka alam
pengertian “dikuasai oleh negara” disebutnya (cagar alam dan suaka marga satwa) dan
sebagai “ideologi”. Dalam ideologi penguasaan hutan wisata (taman wisata atau taman buru),
hutan, menurut Peluso, maka, negara berperan (pasal 3 UUPK).
sebagai : (1) Government Lord, (2) Forest c. Menteri Kehutanan menetapkan kawasan
Corporation dan (3) Forest Conservation hutan baik terhadap suatu lapangan yang ada
Institution. Peran negara sebagai government tegakkan pohon hutannya atau terhadap suatu
lord semacam tuan tanah, berarti negara memiliki lapangan (tanah) yang tidak bertumbuhan
wewenang untuk mengatur, mengelola, mengawasi pohon-pohon hutan (pasal 4 UUPK).
(kontrol), dan memanfaatkan hutan. Peran negara d. Menteri Kehutanan selaku Pemerintah
sebagai forest corporation yang berorientasi membuat rencana umum mengenai
profit, misalnya hutan di Jawa yang dikelola oleh peruntukan, penyediaan, pengadaan dan
Perum Perhutani sebagai sebuah Badan Usaha penggunaan hutan secara serba guna dan
Milik Negara (BUMN) . lestari di seluruh wilayah Republik Indonesia
Berlanjut dengan keberadaan negara (pasal 6 UUPK, pasal 33 PP. No. 33 Tahun
sebagai konsep yang abstrak. Dalam kehidupan 1970 tentang Perencanaan Hutan).
sehari-hari, personifikasi negara sering terjelma e. Menteri Kehutanan membentuk Kesatuan-
dalam bentuk badan-badan pemerintahan dan kesatuan Pemangkuan Hutan dan Kesatuan-
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Untuk kesatuan Pengusahaan Hutan untuk
mengatur sumber daya hutan, personifikasi yang terselenggaranya pengurusan hutan negara
ada dilimpahkan kepada Kementerian Kehutanan (pasal 10 ayat (1) UUPK).
dan Lingkungan hidup. Berkaitan dengan f. Menteri Kehutanan melakukan bimbingan

JURNAL POLITIK 1786 VOL. 12 No. 01. 2016


POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan

terhadap pengurusan hutan milik oleh hutan dalam rangka pengembangan


pemiliknya (pasal 11 ayat (1) UUPK). otonomi daerah.

Menteri Kehutanan memberikan hak-hak Kewenangan yang dimaksud dalam ayat


pengusahaan hutan kepada perusahaan negara, ini adalah kewenangan yang diserahkan dalam
perusahaan daerah hutan menurut Undang- pelaksanaan pengurusan hutan yang bersifat
undang Nomor 5 Tahun 1967 oleh negara operasional (lihat penjelasan pasal 66 ayat 2).
pada Menteri Kehutanan ini, ternyata, dapat Selanjutnya, dengan peraturan yang
disalah tafsirkan dalam pengusahaan hutan. demikian sering kali dalam pelaksanaan
Hal ini dapat menjadikan hutan sebagai kedok kewenangan terhadap hutan menjadi kabur karena
sarana pembangunan di bidang kehutanan dan wewenang penguasaan atas hutan terletak di tangan
meningkatkan hasil produksi hutan. Akan tetapi, pemerintah yang bertindak atas nama negara. Hal
dalam kenyataannya, hutan tersebut dijadikan ini sama saja tidak memberikan wewenang kepada
sarana eksploitasi terutama bagi pengusaha hutan. menteri yang telah ditunjuk, meski di dalam pasal
Kewenangan serta pengawasan terhadap 1 ayat (15) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
hutan telah diuraikan secara jelas pada Undang- tentang Kehutanan disebutkan bahwa menteri
undang Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967 yang diserahi tugas dan bertanggung jawab adalah
beserta aturan pelaksananya seperti yang telah menteri di bidang kehutanan.
diuraikan sebelumnya, hal ini tidak nampak Oleh karena itu, dari penjelasan di
pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, atas dapat disimpulkan bahwa dengan aturan-
karena masalah pengawasan, kewenangan dan aturan yang ditetapkan tersebut, mungkin saja
penyerahan kewenangan terhadap hutan diberikan terjadi ada pihak-pihak yang telah diberikan
kepada pemerintah dan pemerintah daerah, seperti penguasaan tidak mampu menjaga kelestarian
yang tersebut di dalam beberapa pasal berikut ini. hutannya. Kemungkinan tersebut dapat terjadi
Pasal 60 : karena kurangnya pengawasan yang melekat
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah dari pemerintah (negara). Akibatnya, arti dari
wajib melakukan pengawasan penguasaan negara terhadap hutan tersebut sering
kehutanan. disalahgunakan. Dengan demikian, penguasaan
Pasal 61 : hutan oleh negara tidak dapat dibiarkan begitu
Pemerintah berkewajiban melakukan seterusnya tanpa ada batasan-batasan tertentu,
pengawasan terhadap hutan yang misalnya memberi kesempatan bagi masyarakat
diselenggarakan oleh pemerintah. di sekitar hutan atau masyarakat hukum adat
Pasal 63 : untuk sedikit menguasai, mengelola atau bahkan
Dalam melaksanakan pengawasan memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupan
kehutanan sebagaimana dalam pasal 60 masyarakat tersebut. Apabila hal ini dikaji
ayat (1), pemerintah dan pemerintah dengan lebih mendalam, sejatinya, kebijaksanaan
daerah berwenang melakukan pemantauan, penguasaan hutan oleh negara akan memberikan
meminta keterangan, dan melakukan kemanfaatan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan rakyat dalam meningkatkan devisa negara.
hutan. Sekalipun telah dengan tegas politik hukum
Pasal 66 : penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam
(1) Dalam rangka penyelenggaraan telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
kehutanan, pemerintah menyerahkan Republik Indonesia Tahun 1945, tetapi selama lebih
sebagian kewenangan kepada dari 60 tahun merdeka, terutama 30 tahun lebih
pemerintah daerah. pemerintahan Orde Baru dan era reformasi segala
(2) Pelaksanaan penyerahan sebagian pengaturan tentang pengelolaan sumber daya
kewenangan sebagaimana dimaksud alam, khususnya hutan, malahan menghasilkan
pada ayat (1) bertujuan untuk ketidakadilan. Dalam praktiknya, juga tidak
meningkatkan efektivitas pengurusan memberikan kemakmuran (kesejahteraan umum ).

JURNAL POLITIK 1787 VOL. 12 No. 01. 2016


Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan POLITIK

Bahkan jauh dari rasa keadilan masyarakat seperti Upaya Penegakan Hukum Lingkungan
yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-undang Terhadap Deforestasi dan Pengendalian dalam
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengurangan Risiko Bencana.
Padahal, mewujudkan keadilan sosial merupakan Adanya perusakan hutan, dalam hal
salah satu sila dalam Pancasila yang dimuat ini pembalakan liar, termasuk di dalamnya
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara penambangan dan perkebunan tanpa izin telah
Republik Indonesia Tahun 1945 yang seharusnya menimbulkan kerugian negara, kerusakan
menjadi panduan dan pedoman, sebagai cita kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup,
hukum dan asas hukum, dalam penyusunan serta meningkatkan pemanasan global yang telah
peraturan perundang-undangan di bidang sumber menjadi isu nasional, regional dan internasional.
daya alam khususnya dalam hal ini adalah hutan Perlu dipahami perusakan hutan sudah menjadi
(Rosadi, 2012). kejahatan berdampak luar biasa, terorganisasi,
Salah satu penyebab ketidakadilan serta dan lintas negara yang dilakukan dengan modus
penyalahgunaan inilah yang menimbulkan operandi yang canggih, telah mengancam
deforestasi tersebut muncul, yaitu munculnya kelangsungan kehidupan masyarakat, sehingga
perusakan hutan, pembalakan yang merusak untuk mencegahnya diperlukan landasan hukum
(destructive logging) berupa penebangan hutan yang kuat dan mampu menjamin efektivitas
yang melanggar prinsip-prinsip kelestarian yang penegakan hukum.
dilakukan oleh perusahaan kehutanan yang Penegakan hukum lingkungan dapat
memiliki izin resmi dari pemerintah. Termasuk dimaknai dengan penggunaan atau penerapan
adanya pembakaran hutan/ lahan, bisa terjadi instrumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam
di wilayah/ lahan perkebunan, hutan produksi, lapangan hukum administrasi, hukum pidana dan
wilayah proyek lahan gambut, hutan konservasi, hukum perdata dengan tujuan memaksa subjek
lahan perladangan berpindah atau lahan pertanian hukum yang menjadi sasaran mematuhi peraturan
berpindah dan bisa jadi dilakukan di wilayah perundang-undangan lingkungan hidup (Rahmadi,
transmigrasi. Dengan demikian, imbas dari hal 2012). Penggunaan instrumen dan sanksi hukum
tersebut di atas menyebabkan kabut asap yang administrasi dilakukan oleh instansi pemerintah
dirasakan di negara lain. Di wilayah negara kita dan juga oleh warga atau badan hukum perdata.
sendiri hal itu dapat dianggap sebagai bencana Untuk penggunaan sanksi-sanksi hukum pidana,
ekologis karena telah mengacam kondisi hanya dapat dilakukan oleh istansi-instansi
ekosistem yang di dalamnya mengandung esensi pemerintah. Sementara itu, penggunaan instrumen
lingkungan hidup sebagai satu kesatuan yang tidak hukum perdata, adalah gugatan perdata, dapat
bisa dibicarakan secara parsial atau terbagi-bagi. dilakukan oleh warga, badan hukum perdata dan
Sekalipun masalah mengenai bencana juga instansi pemerintah (Rahmadi, 2012).
ekologi dalam terminologinya tidak disinggung, Berkait dengan di atas, upaya penegakkan
baik dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 hukum lingkungan terhadap deforestasi ini sendiri
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan sudah dapat dianggap secara tegas ada dalam
Lingkungan Hidup maupun berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang pemaknaan sanksi-sanksi, baik secara hukum
Penanggulangan Bencana. Meski demikian, administrasi, pidana maupun perdata. Walau
negara tidak dapat tinggal diam terhadap masalah pemaknaan deforestasi ini tidak secara tersirat
deforestasi yang berujung pada bencana ekologis. ada dalam peraturan tersebut. Sebenarnya, kondisi
Dengan kata lain, negara harus bertanggung penegakkan dalam arti pelarangan dan pencegahan
jawab terhadap keberlangsungan ekologi dan serta perlindungan tersebut di dalam Undang-
akibat bencana yang ditimbulkannya. Undang Nomor 41 Tahun 1999 juncto Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan,
dalam ketentuan Pasal 47 huruf (a) juncto Pasal
6 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan disebutkan bahwa.

JURNAL POLITIK 1788 VOL. 12 No. 01. 2016


POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan

ketentuan pasal 78 ayat (3) Undang-Undang


Perlindungan hutan dan kawasan hutan Nomor 41 Tahun 1999, untuk pelanggaran Pasal
merupakan usaha untuk, di antaranya, 50 ayat (3) huruf d dan pidana penjara maksimal
mencegah dan membatasi kerusakan
3 tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah
hutan, kawasan hutan,dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, untuk pelanggaran terhadap pasal 50 ayat (3)
kebakaran, daya-daya alam, hama serta huruf l. Sedangkan di dalam ketentuan Pasal 82
penyakit. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, ancaman
hukuman pidananya paling singkat 1 (satu) tahun
Pada ketentuan undang-undang tersebut dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling
telah mengisyaratkan bahwa terhadap pihak-pihak sedikit 500 juta rupiah dan paling banyak 2,5
yang akan mengelola hutan atau sebagai pemegang milyar rupiah, khusus ini yang melakukan adalah
izin dalam pengelolaan atau pemanfaatan hutan perseorangan, untuk Pasal 82 ayat (3) berlaku bagi
wajib untuk melindungi hutan, baik dari ancaman korporasi dipidana dengan pidana penjara paling
kerusakan akibat kebakaran maupun perbuatan singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta
manusia dan ternaknya. Hal ini kembali dipertegas pidana denda paling sedikit 5 milyar rupiah dan
dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 41 paling banyak 15 milyar rupiah.
Tahun 1999 juncto Pasal 18 Peraturan Pemerintah Selanjutnya, dalam Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2004, bahwa perlindungan hutan Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
dari kebakaran dilakukan dengan cara penetapan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memuat beberapa
norma larangan melakukan pembakaran hutan ketentuan mengenai larangan pembakaran lahan
tanpa izin dan norma larangan pembuangan hutan yang terkait dengan kriteria baku kerusakan
benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran. lingkungan hidup dalam Pasal 21, pada ayat (3)
Dan di Pasal 20 ayat (1) juga dinyatakan, bahwa kriteria baku kerusakan ekosistem salah satunya
di dalam perlindungan hutan dari kebakaran meliputi kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
dilakukan upaya pengendalian yang terdiri atas yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan,
pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca sehingga setiap orang dilarang untuk melakukan
kebakaran. perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan
Terkait dengan beberapa pasal sebelumnya, perusakan lingkungan hidup (Pasal 69 ayat (1)
maka, hal ini dapat dipertegas kembali dalam huruf a) dan melakukan pembukaan lahan dengan
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 18 Tahun cara membakar (Pasal 69 ayat (1) huruf h). Dengan
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan demikian, maka, bagi yang melakukan pembakaran
Perusakan Hutan tidak hanya sekadar melindungi hutan dapat dianggap melakukan tindak pidana
atau membuat perlindungan. Akan tetapi, lebih dan diancam hukuman pidana sebagaimana diatur
mengarah pada upaya pemberantasan perusakan dalam ketentuan Pasal 98 dan 99 Undang-Undang
hutan. Pemberantasan perusakan hutan dilakukan Nomor 32 Tahun 2009 serta ketentuan Pasal 108
dengan cara menindak secara hukum pelaku yang berbunyi sebagai berikut.
perusakan hutan, baik langsung, tidak langsung,
maupun terkait lainnya, dan tindakan secara Setiap orang yang melakukan
hukum sebagaimana dimaksud yaitu meliputi pembakaran lahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
pemeriksaan di sidang pengadilan. Oleh karena tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
itu, dalam hal ini dimasukkan dalam perkara denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00
tindak pidana dan prosesnya berdasarkan hukum (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
acara pidana yang berlaku. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Dengan demikian, pembakaran hutan
yang dapat dikategorikan sebagai perusakan Terkait dengan masalah kebencanaan,
hutan, merupakan delik formil yang diancam dalam masalah deforestasi yang salah satu
dengan pidana maksimal 15 tahun penjara dan penyebabnya sudah dijelaskan pada uraiannya
denda paling banyak 5 (lima) milyar rupiah dalam sebelumnya, memang sungguh sangat rentan
terjadinya bencana, terutama bencana ekologis

JURNAL POLITIK 1789 VOL. 12 No. 01. 2016


Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan POLITIK

--- meski dalam peraturan perundangan yang secara terencana, terpadu, terkoordinasi
mengatur tentang penanggulangan bencana tidak dan menyeluruh dalam rangka memberikan
menemukan terminologi tersebut. Hanya saja, perlindungan kepada masyarakat dari ancaman,
wacana tentang bencana ekologis tersebut lebih risiko dan dampak bencana.
melihat dari dampak atau risiko lingkungan hidup Namun, dalam pelaksanaan pengendalian
sebagai aspek kerentanan. Dalam penjelasan penanggulangan bencana terkait dengan bencana
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang non alam kebakaran hutan/lahan yang diakibatkan
Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa yang oleh manusia, maka, konstruksi hukumnya adalah
dimaksud dengan bencana yaitu (a) bencana alam berbicara mengenai bentuk penanggulangan
berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung --- meski dalam pelaksanaan pengendaliannya
berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, sudah diupayakan usaha-usaha berupa mitigasi
kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, hama yang merupakan upaya untuk mengurangi
penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
luar biasa dan kejadian antariksa/ benda-benda maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
angkasa; (b) bencana nonalam yang terdiri dari mengahdapi ancaman bencana.
kebakaran hutan/ lahan yang disebabkan oleh Pada intinya, jika terjadi bencana ekologis
manusia, kecelakaan transportasi, kegagalan berupa kebakaran hutan, maka, dalam undang-
konstruksi/ teknologi, dampak industri, ledakan undang ini hanya memberikan sebuah upaya
nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan pencegahan sampai rehabilitasi dan konstruksi
keantariksaan; dan (c) bencana sosial, yaitu pembangunan pasca terjadinya bencana tersebut
kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam dengan sasaran utama untuk menormalisasikan
masyarakat yang sering terjadi. kehidupan masyarakat dan ekosistem pada
Berdasarkan pemahaman penjelasan wilayah pasca bencana.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, adanya
bencana yang demikian ini perlu diberikan suatu Simpulan
bentuk penanggulangan bencana, dalam Pasal 4 Penegakan hukum lingkungan dalam
dijabarkan bahwa tujuan penanggulangan bencana deforestasi hutan bukan hanya merupakan
adalah sebagai berikut. permasalahan yang terletak pada satu peraturan
1. Memberikan perlindungan kepada perundang-undangan, tetapi merupakan
masyarakat dari ancaman bencana. permasalahan yang harus disikapi secara bijak
2. Menyelaraskan peraturan perundang- karena masalah deforestasi juga berasal dari
undangan yang sudah ada. pemahaman perusakan hutan yang disebabkan oleh
3. Menjamin terselenggaranya pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan
penanggulangan bencana secara terencana, yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. undangan. Akan tetapi, pada kenyataannya,
4. Menghargai budaya lokal. meski telah sesuai dengan peraturan perundang-
5. Membangun partisipasi dan kemitraan undangan, tapi masih saja ada yang melakukan
publik serta swasta. perusakan hutan tersebut secara sengaja. Disadari
6. Mendorong semangat gotong royong, atau tidak, penegakan hukum dalam deforestasi
kesetiakawanan dan kedermawaan. hutan sudah dapat menjerat tindakan pelaku yang
7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan melakukan perusakan hutan tersebut berdasarkan
bermasyarakat, benrbangsa, dan bernegara. hukum pidana.
Termasuk pemerintah juga sudah berupaya
Selanjutnya, tujuan yang utama dalam untuk melakukan pengendalian penanggulangan
penyelenggaraan penanggulangan bencana bencana (disaster management) melalui suatu
merupakan kegiatan pencegahan bencana, tanggap badan yang telah dibentuk oleh pemerintah, yaitu
darurat dan rehabilitasi dan konstruksi. Selaras Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Akan
dengan itu, untuk menjamin terselenggaranya tetapi, yang kita harapkan di sini adalah kesigapan
pelaksanaan penanggulangan bencana dilakukan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat benar-

JURNAL POLITIK 1790 VOL. 12 No. 01. 2016


POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan

benar tunduk pada peraturan yang ditetapkan Pengusahaan Hutan di Indonesia. Jakarta:
secara tegas. Agar permasalahan deforestasi hutan Walhi.
di Indonesia tidak semakin meluas hanya karena
kepentingan secara ekonomi ataupun politik. Nurjaya, I Nyoman. 2009. Makalah, yang
dipresentasikan dalam Seminar Nasional
Kepustakaan Reformasi Hukum dan Kebijakan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk
Alamendah Blogs. 2010. “Kerusakan Hutan Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat,
(Deforestasi) di Indonesia” dalam http:// Harkat dan Martabat Bangsa, Fakultas
alamendah.wordpress.com/2010/03/09/ Hukum Brawijaya bekerjasama dengan
k e r u s a k a n - h u t a n - d e f o re s t a s i - d i - Masyarakat Hutan Rakyat Insdonesia
indonesia/. Diakses 10 Oktober 2014. (MHRI), 19 Pebruari 2009, di Universitas
Brawijaya Malang.
Alfian. 1978. Pemikiran dan Perubahan Politik
Indonesia. Jakarta: Gramedia. Peluso, Nancy Lee. 1992. Rich Forest, Poor
People, Resource Control and Resistance
Barber, Charles Victor. 1989. The State, The in Java. Berkeley Los Angeles Oxford:
Evironment and Development : the Genesis University of California Press.
and Transformation of Social Forestry
Policy in New Order Indonesia. Califonia: Rosadi, Otong. 2012. Qua Vadis Hukum, Ekologi
Boalt Hall Scholl of Law, University of dan Keadilan Sosial Dalam Perenungan
California at Berkeley. Pemikiran (Filsafat) Hukum. Yogyakarta:
Thafa Media.
Joewono, Benny N (ed). 2013. “Walhi: 3.846 Desa
Indonesia Dilanda Bencana Ekologis” Rahmadi, Takdir. 2012. Hukum Lingkungan di
dalam http://regional.kompas.com/ Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
read/2013/06/03/03140443/walhi.3.846.
Desa.indonesia dilanda.bencana. Situs Kementrian Lingkungan Hidup. 2014.
ekologis. Diakses 11 Oktober 2014. “Program Menuju Indonesia Hijau” dalam
www.menlh.go.id/program-menuju-
Hasanudin, Lili. 1996. “Hutan Tanaman Industri indonesia-hijau/. Diakses tanggal 11
: Blunder Kedua Kebijakan Kehutanan di Oktober 2014.
Indonesia” dalam Kertas Posisi (Position
Paper) Walhi-No.04. Jakarta: Wahana Wibowo, LR. 2009. Konflik Sumber Daya Hutan
Lingkungan Hidup Indonesia-Friends of dan Reforma Agraria (Kapitalisme
the Earth (FoE) Indonesia. Mengepung Desa). Yogyakarta: Alfamedia.
Hestya, Rindu P dan Mashable. 2014
“Kerusakan Hutan Indonesia Terus
Meningkat” dalam tempo.co/read/
news/2014/07/01/095589444/kerusakan-
hutan-indonesia-terus-meningkat. diakses
10 Oktober 2014

Ibrahim, Jhony, 2005, Teori dan Metodologi


Penelitian Hukum Normatif, Surabaya :
Bayu Media Publishing.

Nurjaya, I Nyoman (ed). 1993. Politik Hukum

JURNAL POLITIK 1791 VOL. 12 No. 01. 2016


Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan POLITIK

JURNAL POLITIK 1792 VOL. 12 No. 01. 2016

Anda mungkin juga menyukai