Anda di halaman 1dari 7

A.

PENDAHULUAN
B. DEFINISI
Hipertensi diartikan tekanan darah lebih tinggi dari keadaan normal. Tekanan darah dibedakan
menjadi 2, yaitu :
- Sistolik:
- Diastolik:

Menurut WHO, 1978, nilai normal tekanan darah:

- Sistolik : di bawah 140 mm Hg


- Diastolik : di bawah 90 mm Hg (Sitepu, 1992).

ETIOLOGI

Pada lebih dari 90% kasus tidak ditemukan penyebab tertentu dan hipertensi disebut
hipertensi esensial. Yang termasuk faktor penyebab di antaranya:

- bertambahnya usia
- obesitas
- asupan alkohol berlebihan (Rubenstein, 2007).

Hipertensi bisa timbul sekunder akibat:

- penyakit ginjal
- penyakit endokrin (Sindrom Cushing, sindrom Conn, feokromositoma, akromegali)
- pil kontrasepsi oral
- eklampsia
- koarktasio aorta (Rubenstein, 2007).

Faktor-faktor resiko hipertensi:

1. Faktor genetik.
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
resiko menderita hipertensi. Hal ini berkaitan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium. Seserang dengan orangtua penderita
hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Anonim, 2008).
2. Umur.
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Seseorang yang
berumur diatas 60 tahun, 50 - 60 % diantaranya mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi
sejalan dengan pertambahan usia (Anonim, 2008).
3. Jenis Kelamin.
Lelaki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Lelaki juga
mempunyai resiko lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas cardiovaskuler.
Sedangkan diatas umur limapuluh tahun, hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan
(Anonim, 2008).
4. Etnis.
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam daripada orang yang
berkulit putih. Belum diketahui penyebabnya secara pasti, namun pada orang kulit hitam
ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sentifitas terhadap vasopresin lebih besar
(Anonim, 2008).
5. Stress.
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung. Sehingga
akan menstimulasi aktifitas saraf simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal (Anonim, 2008).
6. Obesitas.
Penelitian epidemilogi menyebutkan adanya hubungan antara berat badan dengan
tekanan darah, baik pada pasoen hipertensi maupun pada normotensi. Pada populasi yang
tidak ada peningkatan berat badan seiring pengkatan umur, tidak dijumpai peningkatan
tekanan darah sesuai peningkatan umur. Obesitas pada tubuh bagian atas, berhubungan
dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian perut (Anonim, 2008).
7. Nutrisi.
Sodium adalah penyebab dari hipertensi esensial, asupan garam yang tinggi akan
menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak
langsung akan meningkatkan tekanan darah. Sodium secara eksperimental menunjukkan
kemampuan untuk menstimulasi mekanisme vasopressor pada susunan syaraf pusat.
Defisiensi potasium akan berimplikasiterhadap terjadinya hipertensi (Anonim, 2008).

Orang-orang yang berisiko terkena hipertensi adalah mereka yang ada riwayat hipertensi
dalam keluarganya, Kegemukan atau obesitas, merokok, mempunyai penyakit diabetes
melitus atau ekncing manis, dan mempunyai penyakit ginjal (Anonim, 2008).
C. PATOGENESIS
1. Sistem renin-angiotensin-aldosteron

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari


angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati (Anonim, 2003).
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama (Anonim, 2003).
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya (Anonim, 2003).
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal (Anonim,
2003).
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah
(Anonim, 2003).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting
terhadap timbulnya hipertensi. Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan
ekstraseluler (Anonim, 2003).
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi (Anonim, 2003).
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap
masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat (Anonim, 2003).
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi
berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros
menggunakan garam (Anonim, 2003).
Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang
batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan
yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa
mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain)
(Anonim, 2003).
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap
masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat
mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia
jasa katering selalu menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu
bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya
menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas (Anonim, 2003).
Kalium
Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di
dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi
kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler,
sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan
tekanan darah (Anonim, 2003).
Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio
konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik
adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. Secara alami, banyak bahan
pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan
dengan natrium. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan
yang banyak menambahkan garam ke dalamnya (Anonim, 2003).
Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah 100:1,
menjadi 10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain adalah rasio
kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9 pada keripik, dan
1:1,7 salad kentang. Dari data tersebut tampak bahwa proses pengolahan
menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam bahan, sehingga cenderung
menaikkan tekanan darah (Anonim, 2003).

D. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

E. GEJALA DAN TANDA

 Selalunya, hipertensi tidak menunjukan sebarang tanda dan gejala.


 Hipertensi dapat muncul setelah setahun atau ditemukan saat sudah terjadi komplikasi.
Ketika terjadi kenaikan darah yang berarti maka penderita dapat merasakan gejala sakit
kepala, mengntuk, keletihan, sulit tidur, gemetaran, mimisan, atau penglihatan yang
kabur.
 Pada hipertensi maligna dapat ditemukan penderita yang mengalami sakit kepala,
kerusakan penglihatan, kejang, bahkan bisa sampai koma (Anonim, 2008).

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan
pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan
(Anonim,2011).

Tekanan dalam mmHg Tingkatan tekanan darah Gejala-gejala yang dapat menyertainya
Sistolik Diastolik
Kurang Kurang Rendah (Hipotensi) Pusing, rasa lemah, mata gelap
dari 90 dari 60 terutama jika cepat berdiri dari duduk,
jongkok, atau berbaring.
90-140 60-90 Normal Tidak ada
140-160 90-95 Hipertensi perbatasan Seharusnya tidak ada, tetapi jika ada
kemungkinan ada sebab lain atau
komplikasi dari hipertensi
160-200 95-110 Hipertensi ringan (mild) Tekanan darah kadang-kadang labil,
belum ada komplikasi hipertensi
200-230 110-120 Hipertensi sedang Gejala/keluhan belum pasti ada, ginjal
(moderate) seharusnya masih berfungsi baik
230-280 120-140 Hipertensi berat Biasanya disertai dengan kelainan
jantung, ginjal, atau otak
Meningkat dengan cepat Hipertensi accelerate Mendadak sakit keras dengan
sekali sampai (maligna) gangguan berat pada fungsi ginjal
230 130
karena adanya papil edema
(Gunawan, 2001).

Gunawan, Lany, Hipertensi, 13, Penerbit Kanisius,Yogyakarta

Rubenstein, dkk, 2007, Kedokteran Klinis ed VI, Erlangga, Jakarta

http://www.pdfchaser.com/Hipertensi Tekanan Darah Tinggi.html diakses tanggal 24 Februari


2011

http://www.rsbk-batam.co.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25 diakses tanggal 24


Februari 2011

http://www.indomp3z.us/showthread.php/74506-Faktor-Resiko-dan-Gejala-Hipertensi diakses
tanggal 24 Februari 2011
http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0301/23/gizi.htm diakses tanggal 24
Februari 2011

Anda mungkin juga menyukai