Anda di halaman 1dari 13

MOUNTHING SPESIMEN

(Laporan Praktikum Klinik Tanaman)

Oleh :

RAHMA
1810517320005

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERISTAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2021
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI........................................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................... ii
PENDAHULUAN................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................... 1
Tujuan............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3
BAHAN DAN METODE....................................................................... 6
Bahan dan Alat............................................................................... 6
Bahan................................................................................... 6
Alat....................................................................................... 6
Waktu dan Tempat......................................................................... 6
Prosedur Kerja............................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 7
Hasil............................................................................................... 7
Pembahasan................................................................................... 8
KESIMPULAN...................................................................................... 9
Kesimpulan.................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 10
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serangga (Insekta) digolongkan dalam phylum Arthropoda. Serangga sebagai salah


satu golongan hewan penghuni terbesar dimuka bumi. Diperkirakan bahwa jumlah seluruh
serangga menduduki tiga perempat bagian dari semua hewan yang ada, dan dari jumlah
tersebut 750.000 spesies telah berhasil diketahui dan diberi nama. Jumlah tersebut merupakan
lebih kurang 80% dari phylumnya sendiri (Falahudin, 2015).
Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali dan organ
tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh artropoda terbagi atas segmen-segmen yang
berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Contoh : laba-laba, lipan, kalajengking,
jangkrik, belalang, caplak, bangsat, kaki seribu, udang, lalat / laler, kecoa. Ukuran tubuh
Arthropoda sangat beragam, beberapa diantaranya memiliki panjang lebih dari 60 cm., namun
kebanyakan berukuran kecil. Begitu pula dengan bentuk Arthropoda pun beragam . Hewan
arthropoda memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, triploblastik selomata, dan tubuhnya
bersegmen. Tubuh ditutupi lapisan kutikula yang merupakan rangka luar (eksosketelon).
Ketebalan kutikula sangan bervariasi, tergantung dari spesies hewannya. Kutikula dihasilkan
oleh epidermis yang terdiri atas protein dan lapisan kitin. Pada waktu serangga mengadakan
pertumbuhan, kutikula akan mengalami pengelupasan (Radiopoetro, 1996).
Koleksi spesimen merupakan koleksi berbagai macam jenis hewan/tumbuhan yang
dibutuhkan untuk pengawetan dengan tujuan pengujian dikemudian hari. Koleksi spesimen
dapat digunakan sebagai bahan acuan untukidentifikasi jenis-jenis binatang, objek penelitian
Biosistematika atau Taksonomi, bahanuntuk belajar dan mengajar dalam bidang biologi dan
praktik Sistematika, sumber datafauna Indonesia, mengetahui hubungan kekerabatan, serta
mengetahui persebaran hewan (Pratiwi, 2006).
Teknik koleksi dibedakan menjadi dua yaitu koleksi basah dan koleksi kering. Koleksi
kering dilakukan untuk hewan seperti kelas Mamalia, Amphibi dan Aves, sedangkan koleksi
basah digunakan untuk kelas Reptil dan Pisces. Persiapan koleksi spesimen yaitu mematikan
objek, fiksasi, dan pengawetan. Objek yang akan dijadikan spesimen harus dimatikan
terlebih dahulu, hal ini dilakukan bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan
pengawetan, kemudian dilakukan fiksasi yang bertujuan mempertahankan ukuran dan bentuk
sel tubuh, dilanjutkan pengawetan spesimen agar spesimen tersebut tidak rusak sehingga
dapat dijadikan koleksi rujukan dalam identifikasi hewan. Manfaat dan dayaguna koleksi
2

spesimen adalah untuk membantu dalammengidentifikasi atau mengenali jenisnya,


mendiagnosa atau mendeskripsikan karakterpemiliknya, membantu mempelajari hubungan
kekerabatan spesies, mempelajari polasebaran geografis, mempelajari pola musim
keberadaanya, mengetahui habitat, mengetahui tumbuhan atau hewan inang dan mengetahui
proses biologi seperti perilakudan daur hidup (Suhardjono, 1999).

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini agar mahasiswa dapat terampil dalam menata spesimen
serangga.
TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan bagi mahasiswa khususnya fakultas pertanian mempelajari tumbuhan dan


hewan dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar adalah penting untuk mengenal
hakekat hidup serta dalam kehidupan tersebut sangat diperlukan suatu cara atau metode
pengawetan tumbuhan dan hewan sangat diperlukan terutama untuk memenuhi kebutuhan
pada masa yang akan dating dalam membantu perkembangan ilmu awetan rangka dan
anatomi tumbuhan maupun hewan sering diperlukan sebagai alat peraga dalam kegiatan
belajar mengajar adanya awetan yang dibuat sendiri sangat membantu pengadaan alat peraga
dan koleksi tanpa adanya pengawetan yang baik tumbuhan dan hewan yang ditemukan dan
dikoleksi maka akan mengalami kerusakan misalnya pengerutan atau pembusukan (Ratna,
2013).
Tanpa diawetkan serangga-serangga tersebut mungkin hanya dapat dipakai satu kali
dalam proses pembelajaran, dengan mengawetkan serangga yang telah dikoleksi kita tidak
perlu sering membuat insektarium yang bisa mengganggu keseimbangan alam. Insektarium
merupakan tempat penyimpanan koleksi spesimen insekta, baik awetan basah maupun kering.
Insektarium berupa awetan serangga dengan bahan pengawet alkohol 70% dan formalin 5%
yang dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran (Mukaromah, 2011).
Preservasi adalah kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan berbagai
sampel yang diawetkan bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama. Tujuan preservasi
meliputi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Preservasi jangka pendek digunakan untuk
keperluan rutin penelitian yang disesuaikan dengan kegiatan program atau proyek tertentu.
Preservasi jangka panjang dilakukan dalam kaitannya dengan koleksi dan konservasi plasma
nutfah dari spesies makhluk hidup, sehingga apabila suatu saat diperlukan dapat diperoleh
kembali atau dalam keadaan tersedia (Winker, 2000).
Kegiatan analisis sampel merupakan pekerjaan yang membutuhkan waktu lama,
sehingga sampel perlu diawetkan. Pengawetan objek dilakukan agar menjadi awet, jaringanya
tidak rusak dan terhindar dari serangan bakteri maupun jamur. Ikan, Moluska, Reptil dan
Mamalia air dapat dilakukan dengan pengawetan basah. Pengawetan kering dilakukan dengan
mengeringkan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organisme
perusak atau penghancur tidak bekerja. Pengawetan kering dilakukan pada hewan yang
memiliki kerangka luar keras dan tidak mudah rusak akibat proses pengeringan. Pengeringan
dilakukan dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah terik matahari hingga kadar
airnya sangat rendah (Suhardjana, 1999). Spesimen awetan yang dibuat harus dibersihkan dari
4

rambut dan kulit dengan cara dikerok hal ini digunakan untuk isolasi dari bakteri patogen dan
jamur (Dermici et al., 2012).
Terdapat dua macam tipe koleksi spesimen, yaitu koleksi basah dan koleksi kering.
Koleksi basah adalah koleksi yang disimpan dalam larutan pengawet ethanol 70%, sedangkan
koleksi kering berupa tulang dan kulit yang diawetkan dengan bahan kimia formalin atau
boraks. Menurut Yayuk et al. (2010 ), pengawetan hewan dapat dilakukan dengan cara-cara
seperti berikut :
1. Pengawetan tulang (rangka).
Pembuatan preparat tulang dilakukan dengan terlebih dahulu membedah dan menguliti
spesimen hingga bersih dari kulitnya. Kemudian dilakukan perebusan selama 30 menit
hingga 2 jam agar memudahkan pemisahan otot dari rangka, lalu didinginkan secara
alami. Selanjutnya dibersihkan otot atau daging yang masih menempel pada rangka
dengan hati-hati sampai bersih, lalu dibersihkan dan direndam dalam pemutih agar
tulangnya putih bersih. Terakhir, ditata rapi, diberi label, dan diidentifikasi.
2. Pengawetan insekta (insektarium)
Pembuatan preparat awetan insekta dilakukan dengan terlebih dahulu mematikan
serangga dengan cara serangga dimasukkan ke dalam botol atau toples yang
didalamnya telah diletakkan busa berkloroform, sebelumnya diletakkan pembatas dari
kertas yang agak tebal yang telah dibolong-bolongi agar serangga tersebut mati tanpa
terkena basahan kloroform. Setelah mati, bagian luar tubuh serangga diolesi alkohol
70% lalu ditusuk dengan office pin atau jarum pentul, ditancapkan pada sterofoam.
Menurut Afifah et al. (2014), insektarium adalah awetan serangga dengan bahan
pengawet alkohol 96% dan formalin 5% yang dikemas dalam bentuk koleksi media
pembelajaran. Herbarium dan insektarium sebelum digunakan penelitian terlebih
dahulu telah divalidasi oleh pakar media, sehingga diketahui layak atau tidak
digunakan dalam penelitian.
3. Pengawetan kering (taksidermi)
Taksidermi adalah salah satu teknik pengawetan untuk mumifikasi selama berabad-
abad (Dermici et al., 2012). Pembuatan preparat taksidermi dilakukan dengan terlebih
dahulu membius spesimen dengan kloroform atau eter. Spesimen yang biasa dibuat
taksidermi adalah Mamalia dan Aves. Setelah hewan mati, dibuat torehan dari perut
5

depan alat kelamin sampai dada, kemudian lukanya dibubuhi tepung jagung.
Setelahnya, hewan dikuliti menggunakan scalpel, dihilangkan lemak-lemaknya, dam
setelah bersih lalu boraks ditaburi dan gulungan kapas dibuat sebesar atau sepanjang
tubuh hewan lalu dimasukkan sebagai pengganti dagingnya. Kemudian dibentuk
seperti perawakannya saat masih hidup. Terakhir, bekas torehannya dijahit, mulutnya
dijahit segitiga.
4. Pengawetan basah
Spesimen yang biasa dibuat awetan basah biasanya bangsa Crustacea atau hewan
avertebrata lainnya. Pembuatannya terbilang cukup sederhana prosesnya. Hewan
dimatikan dengan kloroform atau eter, dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam toples
transparan berisi alkohol 70% yang sesuai ukuran atau lebih besar ukurannya dari
hewan tersebut. Biasanya dilengkapi dengan kaca transparan untuk alas hewan agar
tetap kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan kertas kedap air.
BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Jarum
2. Gunting
3. Pisau
4. Gabus
5. Jaring
6. Hanphone

Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kupu-kupu
2. Belalang
3. Kumbang
4. Alkohol 70%
5. Plastik
Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 24 September – 8 Oktober 2021
bertempat rumah masing-masing.

Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut :

1. Membuat papan perentang (span block) atau modifikasinya.


2. Merentangkan spesimen (kupu-kupu, belalang dan kumbang) yang telah dikoleksi pada
span blok dengan posisi penusukan sesuai aturan.
3. Lakukan pengaturan/penataan tubuh, sayap dan kaki spesimen sehingga terlihat
keseluruhan.
4. Setelah spesimen kaku (minimal 5 hari), pindahkan ke wadah/ kotak koleksi.
5. Foto setiap langkah kerja dengan menggunakan open kamera.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Mounthing Spesimen.


No Gambar Keterangan
.
1. Penusukan pada belalang dengan metode
pinning.

2. Penusukan pada kumbang dengan metode


pinning.

3. Perentangan pada bagian sayap kupu-kupu


dengan menggunakan streofom dan plastik
mika.

4. Hasil dari pengopsetan serangga kupu-


kupu, belalang dan kumbang.
8

Pembahasan

Pada praktikum kali ini merupakan cara mengopset serangga yaitu kupu-kupu,
kumbang dan belalang. Alat dan bahan yang digunakan berupa jarum, pisau, gunting,
gabus, jaring dan handphone untuk bahan berupa alkohol 70%, plastik mika,
kumbang, kupu-kupu dan belalang.
Pada spesimen pertama yaitu belalang caranya yaitu pertama-pertama dengan
mematikan belalang menggunakan alkohol 70 %, kemudian di kering anginkan. Setelah itu,
mulai di bentangkan pada gabus dengan menusuk pada bagian toraksnya, membentangkan
kedua kakinya dan dijepit menggunakan tusukan jarum. Tujuannya agar bagian dari spesimen
terlihat jelas.
Pada spesimen kedua yaitu kumbang cara mounthingnya yaitu pertama-
pertama dengan mematikan kumbang menggunakan alkohol 70 %, kemudian di kering
anginkan. Setelah itu, mulai di bentangkan pada gabus dengan menusuk pada bagian
toraks sebelah kiri, sehingga terlihat jelas spesimen dari belalang tersebut.
Pada spesimen kupu-kupu caranya yaitu dengan mencelupkan kepala dari kupu-kupu
ke dalam alkohol 70 % sampai mati dan dikering anginkan. Setelah itu membuat balok kecil
yang terbuat dari gabus sebanyak buah dan ditusuk pada gabus besar dengan jarum agar tidak
bergerak, lalu tusuk kupu-kupu kemudian bentangkan sayap kupu-kupu pada kedua balok
tersebut dan lapis bagian atasnya dengan plastik mika agar sayap tetap terjaga sehingga tidak
rusak.
9
KESIMPULAN

Berdasrkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Proses mounthing spesimen dilakukan dengan cara mencelupkan bagian kepala dari
serangga.
2. Metode yang digunakan pada mounthing spesismen menggunakan metode pinning dimana
semua spesimen yang didapat dilakukan penusukan.
3. Mounthing pada bagian kupu-kupu dilakukan berbeda hal ini karena untuk menjaga
keutuhan dari sayap kupu-kupu sehingga diperlukan 2 buah gabus kecil dan 2 plastik mika
yang tujuannya untuk merentangkan bagian sayap.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, N., Sudarmin & Widianti, T. 2014. Efektivitas Penggunaan Herbarium Dan
Insektarium Pada Tema Klasifikasi Makhluk Hidup Sebagai Suplemen Media
Pembelajaran IPA Terpadu Kelas VII Mts. Unnes Science Education Journal, 3(2), pp.
494-501.

Demirci, B., Gultiken M.E., Karayigit, M.O. dan Atalar, K. 2012. Is Frozen Taxidermy an
Alternative Method for Demonstration of Dermatopaties. Eurasian Journal of
Veterinary Sciences, 28(3), pp.172-176.

Falahudin Irham,dkk.2015. Identifikasi Serangga Ordo Coleoptera Pada Tanaman


Mentimun(Cucumis sativus L) Di Desa Tirta Mulya Kecamatan Makarti Jaya
Kabupaten Banyuasin II. Jurnal Biota Vol. 1 No. 1

Mukaromah, F., (2011) , Seni Insektarium Pada Serangga Bersayap, Jurnal POPT Pertama,
Surabaya, BPP2TP Surabaya.

Pratiwi, R. 2006. Bagaimana Mengkoleksi Dan Merawat Biota Laut. Oseana. 91(2), pp. 1-9.

Radiopoetro, 1996. Zoologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Suhardjono, Y.R. 1999. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Bogor: LIPI
Press.

Winker, K. 2000. Obtaining, Preserving and Preparing Bird Specimens. Journal of Field
Ornithology, 71(2).
Yayuk, S., U. Hartini dan E. Sartiami. 2010. Koleksi, Preservasi, Identifikasi, Kurasi dan
Manajemen Data. Angkasa Data. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai