Anda di halaman 1dari 4

Dalam penatalaksanaan manajemen risiko klinis di rumah sakit diperlukan adanya pedoman

klinis. Pada saat pandemi ini pun, WHO dengan segera mengeluarkan pedoman tatalaksana
infeksi saluran pernapasan akut berat (severe acute respiratory infection/SARI) yang diduga
karena COVID-19. Apa bentuk kendala yang rumah sakit hadapi saat penyusunan dan
penerapan pedoman klinis di rumah sakit ? Lalu bagaimana bentuk intervensi efektif yang
dilakukan oleh rumah sakit tersebut?

Jawaban
Ayu Purnama 1911212004

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pedoman tatalaksana infeksi saluran
pernapasan akut berat (severe acute respiratory infection/SARI) yang diduga karena COVID-
19. Pedoman tersebut ditujukan untuk para dokter yang merawat pasien di rumah sakit untuk
memberikan kemudahan akses terhadap panduan terkini dalam rangka memastikan
tatalaksana terbaik bagi pasien.
Pedoman tersebut memuat: 1) proses triage untuk mengenali dan menyortir pasien dengan
SARI; 2) tindakan segera untuk pencegahan dan pengendalian infeksi dengan tepat; 3)
pemberian terapi dan pemantauan; 4) pengumpulan spesimen untuk diagnosis laboratorium;
5) tatakelola gagal napas hipoksemia dan sindrom gangguan pernapasan akut acute
respiratory distress syndrome/ARDS); 6) manajemen syok septik; 7) pencegahan komplikasi;
8) perawatan khusus anti COVID-19; dan pertimbangan khusus untuk pasien hamil.
Sebagai pengelola rumah sakit, ketersediaan pedoman internasional ini perlu dicermati,
diadopsi menjadi pedoman klinis (clinical guidelines), diterapkan dan dievaluasi sebagai
bagian dari manajemen mutu pelayanan klinis. Dalam standar akreditasi rumah sakit di
Indonesia, penyusunan dan penerapan pedoman klinis memang disyaratkan dalam bentuk
Panduan Praktik Klinis (PPK), terlebih untuk tatalaksana pasien dengan risiko tinggi. Standar
akreditasi juga meminta agar PPK juga menjadi dasar untuk melakukan evaluasi mutu dan
keselamatan asuhan pasien yang diberikan oleh setiap klinisi.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa penerapan pedoman klinis dapat
meningkatkan proses tatalaksana pelayanan klinis maupun luaran (outcome) klinis pada
pasien, seperti dapat meningkatkan kepatuhan terhadap prosedur, mengurangi variasi
pelayanan yang tidak diperlukan, meningkatkan angka keberhasilan pengobatan atau operasi
hingga meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk dana (Grimshaw dan
Russell, 1993). Namun, hal ini tidak mudah.
Penyusunan dan penerapan pedoman klinis di rumah sakit sering menghadapi kendala.
Kendala pada proses adaptasi pedoman klinis internasional terkait dengan kemungkinan
adanya perbedaan budaya dan organisasi antar negara, hal ini meliputi ketersediaan jenis
pemerikasaan diagnostik, pelayanan medis, asuhan keperawatan, dan layanan klinis lainnya,
serta juga ketersediaan sumber daya serta nilai, preferensi pasien, dan karakteristik populasi
atau prevalensi penyakit. Sedangkan kendala pada penerapan umumnya terbagi menjadi 3
faktor yaitu: faktor pribadi dokter pelaksana (pengetahuan dan sikap); faktor yang
berhubungan dengan pedoman itu sendiri; dan faktor eksternal (seperti kurangnya sumber
daya, kendala organisasi, beban kerja yang berat, norma sosial, dan sebagainya). Kendala
dalam proses penyusunan dapat diatasi dengan memperhatikan berbagai prinsip penting,
yaitu menghormati prinsip penyusunan panduan berbasis bukti, menggunaan metode yang
andal dan konsisten untuk memastikan kualitas panduan yang disusun, memastikan
partisipasi dari para pemangku kepentingan utama agar timbul rasa kepemilikan panduan
yang disusun, mempertimbangkan konteks praktik dan kebijakan lokal, menggunakan format
yang fleksibel untuk mengakomodasi kebutuhan spesifik, serta menyatakan dan mengakui
materi pedoman digunakan sebagai sumber penyusunan panduan (Grimshaw et al., 2004).
Mengatasi kendala tersebut perlu dilakukan intervensi yang efektif dan menggunakan
beberapa intervensi sekaligus. Intervensi yang hanya satu jenis seperti sosialisasi panduan
klinis dalam bentuk membagikan cetakan panduan atau presentasi yang terlalu bersifat
mendikte sering terbukti tidak efektif. Intervensi perlu dipilih dengan menggunakan berbagai
pendekatan seperti audit klinis, mengembangkan sistem pengingat dan juga memanfaatkan
kepemimpinan klinis untuk meningkatkan kepatuhan terhadap panduan.

Contoh Kasus : Kesalahan pemberian obat di apotek rawat jalan dikarenakan penulisan resep
yang terbalik nama pasiennya di RSUD Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang.
Dalam tatanan klinis, ada 8 langkah yang bisa diaplikasikan sebagai upaya penerapan
manajemen resiko,
1. Konteks merupakan dasar/pijakan bagi proses manajemen risiko selanjutnya.
3. Penilaian risiko
Penilaian risiko merupakan proses menganalisa tingkat resiko, pertimbangan tingkat bahaya,
dan mengevaluasi apakah sumber bahaya dapat dikendalikan atau tidak, dengan
memperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi
5. Pengendalian risiko
Langkah pengendalian risiko merupakan eliminasi bahaya dengan desain dan metode
penilaian resiko yang sesuai

Ayu Purnama 1911212004


Novelty (kebaruan), artinya bidang yang dikaji sangat baru dan relevan dengan kebutuhan
masyarakat. Novelty atau unsur kebaruan penelitian sangat penting sebagai tolok ukur.
Logika nya sederhana, hal-hal baru biasanya menarik perhatian orang untuk dipelajari dan
dikaji lebih dalam. Ilmu pengetahuan berkembang demikian pesat sehingga menuntut orang
untuk selalu ingin mengetahui perkembangan terbaru dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.
Persoalannya bagaimana seorang peneliti tahu bahwa materi kajiannya merupakan hal baru.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara melakukan kajian terhadap penelitian atau studi- studi
terdahulu yang sudah dipublikasikan.
Lalu, bagaimana menghasilkan unsur kebaruan penelitian?
Untuk menghasilkan unsur kebaruan penelitian, kita dapat mengkaji dari aspek proses,
manajemen, metode, prosedur dan lain-lain yang terbuka untuk dicari dan diciptakan. Tipe
kebaruannya bebas dipilih salah satu ataupun jika ingin mencakup lebih dari satu kebaruan
juga tidak masalah. Bisa juga mengkaji dari penelitian terdahulu, sehingga sifatnya penelitian
akan berkontribusi pada suatu bidang tertentu milik peneliti terdahulu tersebut.
Ada beberapa tipe unsur kebaruan penelitian penulisan karya ilmiah, diantaranya:
#1. Kebaruan tipe-1 (invention)
Dari nama tipenya saja sudah ketahuan, kalau tulisan ilmiah/penelitian kita harus bersifat
menemukan sesuatu dalam artian merubah prinsip dasar yang sudah ada sebelumnya (praktek
atau kebiasaan yang menjadi dasar).
#2. Kebaruan tipe-2 (improvement)
Tipe ke-2 ini juga hampir sama dengan dengan tipe-1, hanya saja sifatnya dapat berupa
peningkatan dari prinsip yang sebelumnya atau pun bersifat perbaikan dari teori/praktek yang
sudah ada sebelumnya.
#3. Kebaruan tipe-3 (refutation)
Untuk tipe yang ketiga ini, seseorang tersebut harus memiliki wawasan yang komprehensif
sebagai landasan untuk menghasilkan sebuah prinsip dasar baru dari unsur kebaruan
penelitian
Ayu Purnama 1911212004
Menjelaskan mengenai "Kedua model harus mengakomodasi masing-masing pendapat
sampai terbentuk model tunggal" pada makalah ttg Langkah kerja mengembangkan model
preliminary dan contohnya
Ayu Purnama 1911212004
Stakeholder adalah istilah yang digunakan oleh lembaga publik bagi posisi pengambil
keputusan sampai proses implementasinya. Beberapa contoh stakeholder adalah karyawan,
konsumen, distributor hingga pemegang saham dan pemerintah.
Stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi
oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
Stakeholder sebagai siapa yang memberikan dampak dan/atau yang terkena oleh dampak dari
suatu program, kebijakan, dan/atau pembangunan. Mereka bisa sebagai individu, komunitas,
kelompok sosial, atau suatu lembaga yang terdapat dalam setiap tingkat golongan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai