Anda di halaman 1dari 7

TUGAS III

NAMA : SUHENDI

NPM : 18111198

KELAS : MANAJEMEN 5.C

MK : EKONOMI INTERNASIONAL

JAWABAN

1. Merkantilisme adalah praktik dan teori ekonomi, yang dominan di Eropa abad 16 ke abad
ke-18, yang dipromosikan lewat peraturan ekonomi pemerintahan suatu negara untuk
tujuan menambah kekuasaan negara dengan mengorbankan kekuatan nasional saingannya.
Ini adalah mitra dari politik ekonomi absolutisme atau monarki absolut. Merkantilisme
termasuk kebijakan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mengumpulkan cadangan
moneter melalui keseimbangan perdagangan positif, terutama barang jadi. Secara historis,
kebijakan tersebut sering menyebabkan perang dan juga termotivasi untuk melakukan
ekspansi kolonial. Teori merkantilis bervariasi dalam penerapannya terkini dari satu
penulis ke yang penulis lain dan telah berkembang dari waktu ke waktu. Tarif tinggi,
terutama pada barang-barang manufaktur, merupakan fitur yang hampir universal dari
kebijakan merkantilis. Kebijakan lainnya termasuk:
Jika mengacu pada pengertiannya, paham atau teori merkantilisme mengasumsikan
kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang
disimpan oleh suatu negara, serta besarnya volume perdagangan internasional yang
dilakukan negara tersebut. Oleh karenanya, merkantilisme mengajarkan bahwa
pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan
terhadap perekonomiannya, dengan mendorong ekspor (dengan banyak insentif) dan
mengurangi impor (biasanya dengan pemberlakuan tarif yang besar). Kebijakan
ekonomi yang bekerja dengan mekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem
ekonomi merkantilisme
Adapun dampak dari merkantilisme yang berkembang di Eropa ini, maka membawa
pengaruh yang besar terhadap peradaban manusia sampai saat ini. Dimana,
berkembangnya kapitalisme, penggunaan uang sebagai alat tukar, bursa efek atau pasar
modal dan perdagangan surat berharga atau obligasi, serta perusahaan asuransi dan bank
terlahir di era merkantilisme. Seperti halnya dengan dengan Indonesia, sebagai salah satu
negara yang pernah terjajah oleh negara Eropa Indonesia merasakan dampak dari
merkantilisme ini. Hal ini lantaran Belanda dengan VOC nya mempengaruhi
perekonomian dan sosial di Indonesia.
2. Keunggulan mutlak atau absolut merupakan kemampuan individu, perusahaan, daerah,
atau negara untuk memproduksi barang dan jasa dalam jumlah lebih banyak dengan
jumlah input biaya yang sama. Secara sederhana, keunggulan mutlak dapat dipahami
sebagai kemampuan individu, perusahaan, wilayah atau daerah, dan bahkan negara untuk
menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah lebih banyak dengan menggunakan jumlah
input yang lebih sedikit, dibandingkan dengan entitas lain yang memproduksi barang dan
jasa yang sama.
Entitas baik itu individu, perusahaan, daerah, atau negara yang memiliki keunggulan
mutlak cenderung mampu menghasilkan barang atau jasa dengan jumlah biaya yang lebih
rendah per unitnya. Intinya, entitas dengan keunggulan mutlak mampu memproduksi
barang atau jasa secara lebih efisien, karena mampu menekan biaya produksi untuk
menghasilkan volume produksi dalam jumlah sama atau bahkan lebih banyak,
dibandingkan dengan entitas lain.
Konsep keunggulan mutlak dikembangkan oleh Adam Smith yang dituangkan dalam
bukunya Wealth of Nations. Dalam konsep tersebut, Smith menerangkan bahwa negara
dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional dengan mengkhususkan
atau spesialisasi pada produksi barang yang lebih efisien dibandingkan negara lain.
Negara-negara yang memiliki keunggulan mutlak dapat memutuskan untuk memproduksi
barang atau jasa tertentu yang tidak bisa diproduksi oleh negara lain. Dari hasil
perdagangan tersebut, suatu negara dapat membeli barang dan jasa dari negara lain yang
tidak mampu diproduksi sendiri atau biaya produksinya lebih besar jika diproduksi di
dalam negeri.
Untuk memahami keunggulan mutlak secara lebih mudah, berikut ini dapat diberikan
contoh kasus produksi barang yang sama antara Indonesia dengan Malayasia. Kedua
negara tersebut memproduksi dua jenis barang yaitu pakaian dan sandal. Asumsinya,
dalam memproduksi kedua jenis barang tersebut, kedua negara menggunakan tenaga kerja
sebanyak 200 orang, dengan pembagian sebanyak 100 orang untuk memproduksi pakaian
dan 100 orang lainnya memproduksi sepatu.
Dari proses produksi yang dilakukan, Indonesia mampu menghasilkan 600 lembar pakaian
dan 400 pasang sandal. Sementara Malayasia mampu memproduksi pakaian sebanyak 300
lembar dan sandal sebanyak 500 pasang. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
keunggulan mutlak dalam memproduksi pakaian dibandingkan dengan Malaysia. Dengan
100 orang tenaga kerja, Indonesia mampu menghasilkan 600 lembar pakaian, sedangkan
Malayasia hanya 300 lembar saja. Sebaliknya, Malayasia memiliki keunggulan mutlak
dalam produksi sepatu.
Jika Indonesia dan Malayasia melakukan spesialisasi, maka hasil produksi akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan adanya perpindahan tenaga kerja dari produksi sandal ke
pakaian untuk Indonesia, dan pakaian ke sandal untuk Malayasia. Produksi yang hanya
difokuskan pada satu produk saja tentu akan meningkatkan volume produksi.
Jadi kalau kita lihat dari contoh di atas bahwa keunggulan mutlak terjadi apabila suatu
negara dapat menghasilkan barang atau jasa tertentu secara lebih efisien, dengan biaya
yang lebih murah dibandingkan dengan negara lainnya. Keunggulan mutlak menjelaskan
bahwa masuk akal bagi individu, bisnis, dan negara untuk berdagang. Sebab, masing-
masing entitas memiliki kelebihan dalam memproduksi barang atau jasa tertentu, sehingga
dapat memperoleh manfaat dari perdagangan.
Dengan demikian, keunggulan mutlak dapat menghasilkan keuntungan timbal-balik dari
perdagangan. Karena spesialisasi, pembagian kerja, dan perdagangan akan mengarah pada
peningkatan kekayaan yang dapat dimanfaatkan semua orang.
Lalu kemudian bagaimana keunggulan mutlak itu bisa tercapai? Seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa pencapaian keunggulan mutlak dapat dilakukan dengan cara
melakukan produksi berbiaya rendah. Setiap entitas baik individu, bisnis, maupun negara
dapat mencapai keunggulan mutlak apabila mampu memproduksi suatu barang atau jasa
dengan biaya yang lebih rendah. Jika dibandingkan dengan pesaing, keunggulan mutlak
dapat ditetapkan seperti berikut.
➢ Penggunaan bahan baku untuk memproduksi suatu barang atau jasa, jumlahnya akan
lebih sedikit.
➢ Bahan yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk lebih murah, sehingga biaya
produksi lebih rendah atau efisien.
➢ Proses produksi barang atau jasa membutuhkan waktu yang lebih singkat.
➢ Kegiatan produksi yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk menggunakan
pekerja yang lebih murah upah per jamnya.

Akan tetapi teori keunggulan mutlak ternyata tidaklah sesempurna yang dibayangkan. Ada
beberapa kelemahan yang menjadi kritik terhadap keunggulan mutlak, yaitu:
➢ Teori keunggulan mutlak hanya menekankan pada perdagangan bilateral yang terjadi
antar-negara dalam perdagangan dua jenis komoditas, dan mengabaikan perdagangan
multilateral. Dalam perdagangan internasional, sangat dimungkinkan bahwa suatu
negara menjalin perdagangan multilateral dengan banyak negara lainnya, ketika
kebutuhan akan produk atau komoditas yang diperdagangkan semakin meningkat di
banyak negara.
➢ Teori keunggulan mutlak mengasumsikan bahwa perdagangan bebas terdapat di
antara bangsa-bangsa, dan mengabaikan langkah-langkah proteksionis yang
diterapkan oleh banyak negara. Untuk melindungi produksi dalam negeri, setiap
negara umumnya menerapkan langkah-langkah proteksionis seperti pembatasan
kuantitatif, hambatan teknis untuk perdagangan, dan pembatasan perdagangan untuk
memberikan perlindungan terhadap lingkungan atau bahkan kebijakan publik.
3. Keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya Principles
of Political Economy and Taxation (1817). walaupun sebuah negara kurang efisien
dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi
kedua jenis komoditi yang dihasilkan, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Teori keunggulan absolut tidak dapat digunakan sebagai dasar dalam perdagangan
internasional apabila salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis
komoditi. Atau dengan kata lain bahwa bila salah satu negara memiliki keunggulan absolut
atas kedua jenis komoditi, maka perdagangan tidak akan terjadi. Namun dengan teori
keunggulan komparatif, perdagangan internasional antara dua negara masih dapat
berlangsung walaupun salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis
komoditi.

Hal tersebut dapat dijelaskan pada contoh di bawah ini.

Negara Permadani Sutra Dasar Tukar Domestik (DTD)


1 meter sutra = 0,8
Indonesia 30 menit/meter 24 menit/meter
meter permadani
1 meter sutra = 1,25 meter
Malayasia 40 menit/meter 50 menit/meter
permadani

Pada tabel tersebut dilihat jumlah waktu yang digunakan tanpa memperhatikan
perbandingan dasar tukar domestik antara permadani dan sutra di kedua negara,
tampaknya Malayasia memiliki keunggulan absolut atas permadani dan sutra, mengingat
Indonesia dapat menghasilkan permadani dalam waktu 30 menit/meter, sedangkan
Malayasia menggunakan waktu yang lebih banyak 40 menit/meter, begitu pula sutra,
Indonesia hanya menggunakan waktu 24 menit/meter, sedangkan Malayasia
menggunakan 50 menit/meter.
Dengan demikian jika berdasarkan teori keunggulan absolut, perdagangan antara kedua
negara tidak akan terjadi, karena Indonesia memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis
komoditi. Sedangkan kalau berdasarkan pada teori keunggulan komparatif ini,
perdagangan antara Indoensia dan Malayasia masih tetap akan terjadi, karena secara
komparatif dimana Indonesia memiliki keunggulan atas sutra dan Malayasia memiliki
keunggulan atas permadani. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan dasar tukar domestik
masing-masing negara, yaitu DTD di Indonesia adalah 1 meter sutra dapat ditukar dengan
0,8 meter permadani, sementara di Malayasia 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1,25
meter permadani. Atau dengan kata lain bahwa di Indonesia harga sutra lebih murah di
banding harga permadani (karena ongkos produksinya hanya 24/50 atau 48 % dari ongkos
produksi sutra di Malayasia.
4. Teori Keunggulan Komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang
dikembangkan oleh David Ricardo pada tahun 1817. Teori keunggulan komparatif melihat
keuntungan atau kerugian dari perdagangan internasional dalam perbandingan relatif.
Hingga saat ini, teori keunggulan relatif merupakan dasar utama yang menjadi alasan
negara-negara melakukan perdagangan internasional.
David Ricardo berpendapat bahwa meskipun suatu negara mengalami kerugian mutlak
(dalam artian tidak mempunyai keunggulan mutlak dalam memproduksi kedua jenis
barang bila dibandingkan dengan negara lain), namun perdagangan internasional yang
saling menguntungkan kedua belah pihak masih dapat dilakukan, asalkan negara tersebut
melakukan spesialisasi produksi terhadap barang yang memiliki biaya relatif terkecil dari
negara lain. Dengan kata lain, setiap negara akan memperoleh keuntungan jika masing-
masing melakukan spesialisasi pada produksi dan ekspor yang dapat diproduksinya pada
biaya yang relatif lebih murah, dan mengimpor apa yang dapat diprosukdinya pada biaya
yang relatif lebih mahal. Ini menjelaskan bahwa mengapa suatu negara yang memiliki
sumber daya sangat lengkap, negara tersebut memilih mengimpor atau mengekspor
daripada memproduksi untuk digunakan sendiri.
Dasar pemikiran Ricardo mengenai penyebab terjadinya perdagangan antarnegara pada
prinsipnya sama dengan dasar pemikiran dari Adam Smith (Teori Keunggulan Mutlak),
namun berbeda pada cara pengukuran keunggulan suatu negara, yakni dilihat komparatif
biayanya, bukan perbedaan absolutnya.
Kelemahan-kelemahan dari teori comparative advantage adalah timbulnya ketergantungan
dari Dunia Ketiga terhadap negara-negara maju karena keterbelakangan teknologi. Fakta
lain, saat ini negara-negara maju pun bisa membuat sendiri apa yang menjadi spesialisasi
negara berkembang (misalnya pertanian) dan melakukan proteksionisme.
Alih teknologi-produksi yang terjadi, misal barang-barang spesialisasi dari Indonesia yang
dijual ke Jepang akan dijual lagi ke Indonesia dengan harga dan bentuk yang lebih bagus,
seperti karet menjadi ban; dan juga membuat negara-negara berkembang sulit bersaing
keuntungan. Perusahaan seperti Honda membuat bahan motor di negara-negara
spesialisasi. Dengan adanya kelemahan-kelemahan tersebut, teori ini sebenarnya hanya
cocok untuk perdagangan internasional antar negara maju. Sebenarnya melalui konteks
sejarah kita bisa mengetahui hal tersebut karena Ricardo hanya melihat Inggris dan negara-
negara maju plus Amerika Latin dalam penyusunan teorinya tersebut. Pada masa Ricardo,
belum ada pengamatan serius dan mendalam yangmengarah pada negara-negara di Dunia
Ketiga. Wajar jika ketika negara-negara di Dunia Ketiga mulai masuk dalam struktur
ekonomi-politik internasional, ada beberapa hal dari teori perbandingan komparatif
Ricardo yang menimbulkan berbagai kerugian di pihak negara-negara Dunia Ketiga.
5. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand Theory). Teori perdagangan internasional
yang dicetuskan oleh JS Mill ini sebenarnya muncul dengan untuk melanjutkan teori Ricardo.
Yang mana tujuan dari teori tersebut adalah mencari titik keseimbangan dari pertukaran barang
diantara dua negara. Serta menggunakan perbandingan pertukaran dengan terlebih dahulu
menentukan DTD (Dasar Tukar Dalam Negeri). Teori Permintaan timbal balik menekankan pada
keseimbangan diantara permintaan serta penawaran. Pasalnya, permintaan serta penawaran adalah
penentu dari jumlah barang yang akan diimpor dan diekspor.
Teori perdagangan internasional yang satu ini tidak berbeda jauh dengan teori komparatif.
Perbedaan paling mendasar diantara keduanya ada pada DTI (Dasar Tukar Internasional. Yang
mana Ricardo berpendapat bahwa perdagangan internasional akan membuahkan keuntungan
apabila rasio DTI adalah 1:1. Sedangkan menurut pendapat dari Mill, keuntungan akan diperoleh
tanpa DTI 1:1. Asal perdagangan internasional bisa dilakukan oleh dua pihak serta memberi
keuntungan sama besarnya.
Kesimpulan dari teori JS Mills adalah perdagangan internasional bisa memiliki manfaat untuk
kedua negara apabila ada perbedaan pada rasio produksi serta konsumsi di dua negara tersebut.
Pun, disebabkan adanya jumlah jam kerja yang dibutuhkan dalam produksi barang ekspor
seharusnya lebih kecil ketimbang untuk produksi barang impor. Sehingga, negara akan
mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional tersebut.
Menurut John Stuart Mill teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori
Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara
dua barang oleh dua negara dengan perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar
Tukar Dalam Negeri (DTD). Maksud Teori Timbal Balik (Reciprocal Demand) adalah
menyeimbangkan antara permintaan dengan penawarannya, karena baik permintaan dan
penawaran menentukan besarnya barang yang diekspor dan barang yang diimpor.
Jadi, menurut J.S. Mill selama terdapat perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua
negara, maka manfaat dari perdagangan selalu dapat dilaksanakan di kedua negara tersebut. Dan
suatu negara akan memperoleh manfaat apabila jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat
seluruh barangbarang ekspornya lebih kecil daripada jumlah jam kerja yang dibutuhkan
seandainya seluruh barang impor diproduksi sendiri.

Referensi:

Ismawanto. 2009. Ekonomi 2 : Untuk SMA dan MA Kelas XI. Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 241.

http://eprints.ulm.ac.id/3309/1/Buku%20Ajar%20Kebijakan%20Ekonomi%20Internasional.p
df (di akses Kamis, 15 Oktober 2020. Jam 15:00 WIB)

http://eprints.undip.ac.id/960/1/Present_AA-CA_Dar1.pdf (di akses Jum’at, 16 Oktober


2020. Jam 09:18 WIB)

https://www.slideshare.net/Nani_Suhartini/perdagangan-internasional-tahap-1-nani-
alazhar1 (di akses Jum’at, 16 Oktober 2020. Jam 14:15 WIB)

Anda mungkin juga menyukai