Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

“PERSYARATAN KESEHATAN IKAN DALAM BUDIDAYA ”

OLEH KELOMPOK 1 KELAS BDP B

NAMA ANGGOTA :

1. LINDIYANI BAHRUDIN (1913010043)


2. SYUNI YESER LILONG (1913010044)
3. IRENEUS DODI MORUK (1913010041)
4. 0RTISAN SALOSA D. UBA (1913010054)
5. ANACI NITTI (1913010046)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ................................................................................. i

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG .................................................................. 1


1.2 TUJUAN .................................................................................. 2

BAB II ISI

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN .......................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 12

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat rahmat sertakasih-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “PERSYARATAN KESEHATAN IKAN DALAM
BUDIDAYA”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas
kelompok sekaligus sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa
khususnya pada mata kuliah Parasit dan Penyakit pada Ikan.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan rendah hati kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
selama pengerjaan makalah sampai selesai. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada dosen mata kuliah Parasit dan Penyakit pada Ikan
yang telah memberikan tugas dengan penyusunan makalah ini sebagai
bahan pembelajaran dan sekaligus melengkapi nilai tugas mata kuliah
dimaksud.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan semoga Tuhan memberkati.

Kupang, April 2021

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, Produksi perikanan


tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-
3 dunia dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-
2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%. Disamping
itu, Indonesia juga merupakan produsen perikanan budidaya pada urutan
ke-4 di dunia, sampai dengan tahun 2007 posisi produksi dengan
kenaikan rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8,79%. Hal ini
menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil
produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya kontribusi
produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009.

Menurut Daryanto (2007), sumberdaya pada sektor perikanan


merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi hajat hidup
masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama
(prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa
pertama, Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang besar baik
ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor
perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga,
Industri perikanan berbasis sumberdaya nasional atau dikenal dengan
istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia
memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor
perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumberdaya yang ada.

Mengingat sangat besar manfaat ikan bagi masyarakat, maka


perlu dilakukan upaya kelestariannya. Ikan merupakan sumberdaya yang
dapat diperbaharui, artinya jika pengelolaan sumberdaya perikanan
dilakukan dengan memperhatikan aspek kontinuitas, maka ketersediaan
protein hewani juga akan stabil. Salah satu aspek yang perlu mendapat
perhatian penting adalah aspek penyakit. Penyakit yang sulit
ditanggulangi tentu akan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan.
Prinsip pengobatan terhadap penyakit bukan lagi merupakan salah satu
hal utama yang harus dilakukan. Kecenderungan prinsip dalam bidang
kesehatan sekarang telah bergeser menjadi prinsip pencegahan terhadap
penyakit. Oleh karena itu, perlu diperkuat Standar Operasional Prosedur
(SOP) atau sistem pertahanan untuk mencegah masuknya penyakit-
penyakit ikan yang belum pernah ada di Indonesia (penyakit eksotik) dan
tersebarnya penyakit ikan dari suatu area ke area lain. Wabah penyakit
sedang semakin diakui sebagai hambatan yang signifikan untuk produksi
perikanan budidaya dan perdagangan dan mempengaruhi pembangunan
ekonomi sektor di banyak negara di dunia. Penyakit sekarang

iv
dianggapsebagai salah satu faktor pembatas dalam budidaya, yang
menimbulkan efek langsung pada kerugian ekonomi, dan pengaruh
secara tidak langsung yaitu pada aspek sosial dan aspek lainnya, seperti
masalah perdagangan dan ketenagakerjaan, penggunaan bahan kimia
dan obat-obatan, dan biaya lingkungan, tidak pernah benar diukur (FAO,
1997)

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penerapan biosekuriti di tempat budidaya ikan
2. Mengetahui SOP yang dapat diterapkan di tempat budidaya ikan
agar mengurangi tingkat manifestasi dan infeksi penyakit
3. Untuk mendapatkan nilai tugas mata kuliah Parasit dan Penyakit
Ikan

BAB II

v
ISI

2.1 PENGERTIAN S.O.P


SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah suatu set instruksi
(perintah kerja) terperinci dan tertulis yang harus diikuti demi mencapai
keseragaman dalam menjalankan suatu pekerjaan tertentu (detailed, written
instructions to achieve uniformity of the performance of a specific function)
dengan berpedoman pada tujuan yang harus dicapai. SOP menjadi
pedoman bagi para pelaksana pekerjaan. SOP dibuat dengan tujuan untuk
memberikan pelayanan dan hasil yang maksimal untuk pihak-pihak yang
dilayani.

2.2 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENTING YANG PERLU DILINDUNGI DARI


ANCAMAN PENYAKIT
Penular penyakit ini dapat melalui udara, darat dan air. Adapun yang
berpotensi menyebarkan penyakit pada kegiatan perikanan diantaranya
Manusia, Hewan, Peralatan, Kondisi Alam, dan Sistem.
A. Manusia
Mobilitas manusia sangat tinggi, bergerak dari satu tempat ke tempat
lainnya. Manusia merupakan carrier penyakit yang paling berbahaya. Oleh
karena itu, semua yang terlibat dalam kegiatan budidaya baik langsung
maupun tidak langsung, harus memperoleh informasi yang lengkap dan jelas
mengenai biosecurity.
Penerapan Biosecurity pada manusia :
1. Alas kaki dilepas dan diganti dengan perlengkapan khusus ketika memasuki
daerah sensitif.

Penggantian alas kaki

2. Menggunakan pakaian khusus bila memasuki fasilitas sensitif

vi
Pakaian khusus
3. Peralatan tidak steril tidak boleh berada di tambak

Sandal tidak boleh naik ke jembatan dan pematang tambak


  B. Hewan
Hewan bisa masuk ke kawasan budidaya melalui :
 Darat : kepiting, kodok, ular, ayam, kambing, bebek, angsa,
unggas liar dan hewan liar lainnya.
 Air : ikan liar, udang liar, crustaceae kecil, kepiting, ular, serangga
air.
 Udara : Burung, serangga, mikroorganisme yang terbawa angin atau
aerosol.

Berbagai jenis hewan liar yang biasa masuk ke tambak 


yang berpotensi menyebarkan penyakit
Penerapan Biosecurity untuk mencegah hewan liar masuk lahan
budidaya:
1. Multiple Screening

vii
Penerapapa Multiple Screening di Tambak
2. Crab Protecting Wall

Penerapan jaring pencegah kepiting


  3. Bird Scaring Line

Penerapan Bird Scaring Line di Tambak


C. Peralatan

Peralatan yang biasa digunakan di tambak


Setiap selesai menggunakan peralatan di tambak/lahan perikanan,
peralatan tersebut harus dicuci dan dikeringkan.

D. Kondisi Alam
1. Lokasi pertambakan di bawah garis pasang surut, sehingga air pasang bisa
masuk ke tambak dan ada potensi terjadi kontaminasi.

viii
Air pasang tinggi bisa melimpas diatas tanggul tambak
2. Lokasi tambak berpasir, porous, sehingga bisa terjadi kontaminasi
silang antar tambak atau antara tambak dengan kanal distribusi.

E. Sistem
Sistem budidaya terbuka (Open System) lebih besar kemungkinan
terjadi kontaminasi, baik secara mikrobiologis maupun kimiawi. Carrier  bisa
masuk ke dalam sistem melalui air.
Upaya Pencegahan kontaminasi penyakit :
1. Bak pencuci

Pembuatan bak pencuci sebelum masuk ke area tambak

2. Foot Bath dan Disinfectant

ix
Penerapan Foot Bath dan Penyemprotan Disinfectant untuk mencegah
kontaminasi bibit penyakit

2.3 ANALISIS FAKTOR RESIKO MASUK DAN KELUARNYA PENYAKIT


Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam suatu
usaha pembenihan ikan adalah kemampuan dalam mengendalikan masuknya
dan berkembangnya organisme pathogen pada unit pembenihan tersebut.
Hal ini hanya dapat dipenuhi melalui penerapan biosecurity yang sistematis
dan konsisten. 
Penerapan biosecurity dapat dilakukan secara fisik melalui :
1. Pengaturan tata letak
Pengaturan tata letak yang baik di suatu unit pembenihan dapat
mencegah menyebarnya oganisme pathogen dan kontaminasi bahan kimia
yang tidak diinginkan dari satu area ke area lainnya. Oleh karena itu harus
dilakukan pengaturan tata letak sub unit pembenihan berdasarkan alur
produksi, dilakukan pemagaran/penyekatan dan pengaturan penyimpanan
sarana produksi pada tempat yang sesuai dengan fungsinya masing-masing
a) Pengaturan berdasarkan alur produksi
Yang dimaksud dengan pengaturan tata letak berdasarkan alur
produksi adalah menata tata letak serta aliran input di masing-masing
sub unit secara berurutan mulai dari sub unit karantina, induk, pemijahan
dan penetasan, pemeliharaan benih, penyediaan pakan hidup, sampai
pemanenan benih sehingga mencegah kontaminasi pathogen antar sub
unit.
b) Pemagaran dan penyekatan
Untuk membatasi masuknya orang yang tidak berkepentingan dan
hewan yang berpotensi membawa organisme pathogen dan pencemar
kedalam unit pembenihan, maka harus dilakukan pemagaran keliling pada
bagian terluar dari batas lokasi unit pembenihan tersebut. Demikian pula
pemagaran atau penyekatan antara area sub unit produksi yang satu
dengan lainnya mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang.
c) Penyimpanan

x
Penurunan mutu bahan biologi dan bahan kimia akibat
penyimpanan yang tidak baik dapat mengakibatkan proses pembenihan
yang dilakukan tidak efektif. Oleh karena itu pakan, bahan kimia dan obat-
obatan harus disimpan ditempat yang terpisah dengan kondisi sesuai
petunjuk teknis. Demikian pula peralatan produksi harus disimpan dengan
baik di tempat yang terpisah, bersih dan siap pakai sesuai dengan
peruntukannya.
2. Pengaturan akses masuk ke lokasi unit pembenihan,
Masuknya personil, kendaraan, bahan dan peralatan ke lokasi unit
pembenihan dapat menjadi sumber transmisi organisme pathogen masuk
ke unit pembenihan. Pengaturan akses masuk ke lokasi unit pembenihan
dapat dilakukan dengan membatasi akses masuk hanya satu pintu dan
menyediakan sarana sterilisasi. Demikian pula untuk masing-masing sub
unit produksi sebaiknya melalui satu pintu dengan menyediakan sarana
sterilisasi.
3. Sterilisasi wadah, peralatan dan ruangan
Selain melakukan pengaturan tata letak dan akses masuk dari luar
ke lokasi unit pembenihan, hal yang sangat penting dalam
penerapan biosecurity adalah dengan melakukan sterilisasi lingkungan
dalam unit pembenihan yang meliputi sterilisasi, wadah pemeliharaan,
peralatan kerja dan ruangan/bangsal tempat bekerja. Tujuan sterilisasi ini
adalah untuk mengeliminasi semua organisme pathogen yang berpotensi
menyebabkan penyakit yang dapat merugikan usaha pembenihan.
a. Desinfeksi wadah pemeliharaan
Pemakaian wadah pemeliharaan yang terus menerus tanpa
perlakuan desinfeksi akan menjadi sumber penyakit yang dapat
berkembang dari siklus pemeliharaan yang satu ke siklus pemeliharaan
berikutnya. Pencucian wadah pemeliharaan dengan desinfektan harus
dilakukan setelah digunakan dan setiap memulai pemeliharaan baru untuk
memastikan bahwa sumber penyakit tidak berkembang dari siklus
pemeliharaan sebelumnya. Jenis desinfektan yang digunakan harus
berupa bahan yang direkomendasikan dan memperhatikan prosedur
penggunaan dan penetralannya.

b. Desinfeksi peralatan dan sarana produksi


Peralatan dan sarana yang digunakan dan berhubungan langsung
dengan air media pemeliharan dapat menjadi media berkembangnya
organisme pathogen. Oleh karena itu peralatan operasional yang
digunakan harus didesinfeksi baik sebelum maupun setelah digunakan
dalam operasional pembenihan. Sedangkan sarana pipa pengairan dan
aerasi harus diberi desinfektan dan dikeringkan setiap selesai satu siklus
produksi. Selain menggunakan bahan desinfektan dapat dibantu dengan
penjemuran sinar matahari
c. Sterilisasi ruangan produksi

xi
Sterilisasi ruangan atau bangsal pembenihan bertujuan memutus
siklus hidup organisme yang tidak dikehendaki, dilakukan pada lantai,
dinding, atap dan sudut-sudut ruangan yang sulit dibersihkan dengan cara
fumigasi atau penyemprotan bahan desinfektan oksidatif yang
direkomendasikan.
4. Sanitasi Lingkungan Pembenihan
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang baik dapat
memperkecil peluang berkembangnya organisme pathogen. Upaya
sanitasi lingkungan pembenihan ini harus didukung oleh tersedianya
fasilitas pendukung kebersihan yang memadai, antara lain: peralatan
kebersihan, tempat sampah dan toilet. Di masing-masing sub unit produksi
harus tersedia tempat sampah tertutup dan selalu dibersihkan setiap hari.
Toilet ditempatkan terpisah dari unit produksi benih dengan septic
tank berjarak minimal 10 meter dari sumber air. Toilet harus dilengkapi
dengan sabun antiseptik.
5. Pengolahan limbah hasil kegiatan pembenihan
Air yang digunakan untuk pemeliharaan induk dan benih, setelah
tidak dipakai dan dibuang akan membawa bahan kimia atau bahan biologi
yang dipakai dalam proses produksi yang berpotensi mencemari
lingkungan perairan sekitarnya. Oleh karena itu, air buangan dari proses
produksi ini sebelum sampai ke perairan umum atau lingkungan
sekitarnya harus diolah terlebih dahulu agar menjadi netral kembali. Untuk
maksud ini maka setiap unit pembenihan harus mempunyai bak/petak
pengolah limbah untuk bahan organik, mikroorganisme dan bahan kimia.

6. Pengaturan personil/karyawan
Dalam penerapan biosecurity di suatu unit pembenihan,
pengaturan personil/karyawan menjadi sangat penting agar
penerapan biosecurity dapat berjalan efektif dan aman bagi
personil/karyawan yang terlibat di dalamnya dan berkomitmen untuk
melaksanakannya. Upaya pengaturan dimulai dengan pemahaman bahwa
personil/karyawan yang terlibat dalam proses pemeliharaan/produksi
mempunyai potensi menjadi pembawa organism pathogen. Cara yang
dapat dilakukan dalam pengaturan personil/karyawan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut :

1) Pakaian dan perlengkapan kerja


Pakaian dan perlengkapan kerja personil/karyawan yang tidak
bersih dapat menjadi sumber kontaminan atau agen transmisi organisme
pathogen bagi benih ikan yang dipeliharanya, dan dapat pula
mempengaruhi kesehatan personil/karyawan yang memakainya. Untuk
sterilisasi dan melindungi kesehatan personil/karyawan maka pemakaian
sepatu boot merupakan keharusan selama dalam bekerja. Setiap
personil/karyawan sebaiknya menggunakan sarung tangan dan

xii
menggunakan penutup hidung bila bekerja dengan bahan kimia dan
obat-obatan.
2) Sterilisasi alas kaki dan tangan
Pada saat memasuki sub unit produksi, karyawan sebaiknya untuk
melakukan sterilisasi alas kaki dan tangannya sebelum dan setelah
melakukan pekerjaan Dalam melakukan pekerjaan di unit pembenihan
seringkali digunakan bahan kimia, bahan biologi dan obat obatan yang
dapat berpotensi berbahaya bagi personil/karyawan yang terlibat di
dalamnya. Agar bahan tersebut tidak meracuni personil/karyawan maka
sebaiknya bagi personil/karyawan untuk cuci tangan/kaki segera setelah
selesai melakukan pekerjaan.

2.4 LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS YANG PERLU DILAKUKAN UNTUK


MEMINIMALISIR RESIKO PENULARAN/PENYEBARAN PENYAKIT
1. Sarana dan Prasarana
a. Pengelolaan air
- Air masuk menggunakan saluran yang tertutup dan terpisah dengan
saluran pembuangan;
- Air bebas cemaran dan layak untuk pemeliharaan ikan.

b. Desinfeksi wadah/bak/akuarium
- Untuk menghindari kemungkinan timbulnya organisme pathogen
pada wadah/bak/akuarium;
- Desinfeksi wadah/bak/akuarium dilakukan sebelum dan sesudah
digunakan.

c. Sekat/jarak pemisah
- Jika memungkinkan setiap tahapan proses produksi dibuat ruangan
terpisah;
- Sekat pemisah antar ruangan dibuat dari bahan yang tidak
berbahaya dan mampu memisahkan/membatasi kemungkinan
kontaminasi.

d. Penomoran (identitas) bak/wadah


- Penomoran/pemberian identitas wadah bertujuan untuk
memudahkan pencatatan dan ketertelusuran data;
- Setiap wadah/bak/akuarium wajib diberi penomoran.

e. Rambu/marka
- Rambu/marka dibuat sebagai petunjuk untuk dipatuhi oleh seluruh
karyawan atau tamu;
- Rambu/marka ditempatkan pada lokasi yang mudah dilihat dan jelas
terbaca;

xiii
- Rambu/marka dapat berupa tanda dilarang masuk, dilarang makan,
area karantina, dan tanda lain dengan tulisan berwarna hitam dan
berwarna latar kuning.

2. Personil
a. Perlengkapan kerja personil
- Merupakan perlengkapan yang khusus digunakan oleh personil di
UUPI;
- Sekurang-kurangnya berupa sepatu boot, dan dapat dilengkapi
dengan pakaian kerja (wearpack), sarung tangan karet, masker, dan
kelengakapan lain;Tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan
jumlah personil.

b. Sarana desinfeksi tangan


- Merupakan sarana untuk desinfeksi tangan personil yang akan masuk
dan keluar unit produksi;
- Berupa tempat pencuci tangan/wastafel yang dilengkapi dengan
sabun antiseptik dan tissue atau hand sanityzer yang ditempatkan di
depan pintu masuk dan keluarnya unit produksi.

c. Sarana desinfeksi alas kaki (foot dipping mat)


- Merupakan tempat untuk desinfeksi alas kaki personil yang akan
masuk dan keluar unit produksi;
- Terbuat dari bak semen maupun bahan lain dengan ukuran sesuai
lebar pintu dengan ketinggian larutan desinfeksi ± 10 cm;
- Dilengkapi dengan bahan desinfeksi yang aman dan efektif
digunakan.

3. Ikan
a. Pemasukan Ikan
1) Ikan masuk
Jika dimungkinkan setiap ikan masuk harus dilengkapi dengan
sertifikat kesehatan ikan/surat keterangan dari area asal.
 Ikan hasil tangkapan
- Ikan tidak menunjukkan gejala klinis sakit;
- Ikan berasal dari suplier atau pemasok yang dipercaya;
- Berasal dari perairan yang tidak tercemar, dan bukan dari daerah wabah;
- Untuk ikan hias laut ditangkap dari daerah penangkapan yang jaraknya
minimal 5 km dari daerah budidaya;
- Tidak ditangkap dengan menggunakan bahan/alat berbahaya untuk
manusia, ikan maupun lingkungan.
 Ikan hasil budidaya
- Ikan tidak menunjukkan gejala klinis sakit;
- Ikan berasal dari suplier atau pemasok yang dipercaya;

xiv
- Ikan hias air tawar atau laut tidak boleh dipelihara bercampur dengan
ikan konsumsi, dan ikan untuk pemancingan;
- Jauh dari cemaran limbah industri, pertanian/perikanan dan tambang;
- Berasal dari petani/breeder yang mempunyai rekaman data ikan.

2) Penerimaan ikan
- Pemeriksaan kelengkapan dokumen dari area asal;
- Apabila ikan masuk mengalami mortalitas (Dead on
- Arrival/DOA) sebanyak lebih dari 30% maka ikan ditolak.

b. Pemeliharaan ikan
- Penggantian air secukupnya;
- Pemberian pakan secara benar (untuk pakan alami, diberikan
- perlakuan/treatment terlebih dahulu sebelum diberikan);
- Pengamatan gejala klinis ikan dengan terjadwal dan berkelanjutan;
- Pemeriksaan kualitas air dengan terjadwal.

c. Penanganan ikan sakit


- Ikan dipindahkan ke ruang/sarana perlakuan;
- Ikan diberikan obat yang legal sesuai metode, jenis dan dosisnya;
- Dilakukan pengamatan dan pemeriksaan kesehatan ikan secara
laboratoris;
- Dilakukan penggantian air secukupnya.

d. Penanganan ikan mati


- Ikan yang mati diambil dan dikumpulkan dari bak/wadah/akuarium;
- Ikan dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur;
- Ikan mati dilarang digunakan sebagai pakan.
e. Pra panen dan pengemasan
- Ikan yang telah diseleksi dari wadah/bak/akuarium pemeliharaan dipindah
menuju ruang/sarana pra panen;
- Dilakukan pengamatan kesehatan dan pemberokan, jika perlu diberikan
perlakuan;
- Hindarkan stress berlebihan pada saat panen;
- Pada saat pengemasan dilakukan pengaturan kepadatan sesuai dengan
jenis, umur, ukuran dan waktu tempuh;
- Kemasan diberi label sesuai dengan ketentuan.

4. Lingkungan
a. Lingkungan Internal
1) Pengelolaan air

xv
- Dilakukan pencucian dan desinfeksi secara berkala terhadap sistem
resirkulasi dan filterisasi;
- Jika memungkinkan pada setiap jalur/baris pada
bak/wadah/akuarium memiliki sistem resirkulasi dan filterisasi air
masing-masing;
- Konstruksi sistem resirkulasi dan filterisasi harus tertutup dan/atau
berada di dalm ruangan yang tertutup dengan senantiasa menjaga
kualitas airnya;
- Untuk menjaga kestabilan parameter kualitas air, masingmasing
wadah/bak/akuarium dilengkapi dengan peralatan penjaga
kestabilan kualitas air (misalnya heater, chiller); dan,
- Memiliki alur suplai air/distirbusi air baku yang tertutup.
2) Pengaturan jarak wadah/akuarium
- Jarak antar jalur wadah/bak/akuarium diatur sedemikian rupa
- sehingga tidak terjadi kontaminasi silang akibat percikan air;
- Jarak antar jalur pada baris wadah/bak/akuarium minimal 75 cm.
3) Lantai
- Kondisi lantai harus selalu bersih dan kering;
- Permukaan lantai dibuat kemiringan yang mengarah ke saluran
air/drainase sehingga tidak memungkinkan terjadi genangan air.
4) Desinfeksi peralatan dan wadah
- Semua peralatan sebelum dan sesudah digunakan pada
wadah/bak/akuarium yang berbeda didesinfeksi terlebih dahulu;
- Jika memungkinkan masing-masing jalur wadah/bak/akuarium
memiliki wadah desinfeksi tersendiri atau terpisah;
- Sebelum dan sesudah digunakan, peralatan masing-masing jalur
didesinfeksi/direndam pada tempat yang disediakan di masing-
masing jalur;
- Dilarang mendesinfeksi peralatan pada jalur yang berbeda;
- Sebelum dan sesudah proses produksi, setiap wadah dilakukan
proses desinfeksi.
5) Pengelolaan air limbah
- Air sisa pembuangan dari wadah/akuarium yang jatuh ke lantai,
terkumpul dalam suatu saluran yang mengalir menuju tempat
penampungan limbah;
- Air imbah (bekas desinfeksi peralatan), harus dibuang di saluran
air/drainase yang menuju tempat penampungan limbah;
- Saluran air/drainase menuju penampungan limbah harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi genangan dan sumbatan.
b. Lingkungan eksternal
1) Pagar
- Pagar mampu berfungsi sebagai pelindung dari masuknya hewan dari
luar yang kemungkinan berpotensi sebagai sarana pembawa

xvi
organisme patogen, disamping itu pemagaran dilakukan untuk
membatasi akses masuk hanya satu pintu;
- Pagar dapat terbuat dari material seperti besi, tembok, bambu atau
material lainnya yang kokoh dan rapat.
2) Sarana desinfeksi kendaraan
- Pada pintu masuk utama, harus disediakan sarana desinfeksi bagi
roda kendaraan yang akan masuk ke dalam lingkungan unit usaha
budidaya perikanan;
- Berupa Sarana celup roda umumnya terbuat dari semen/beton
dengan ukuran luas dan kedalaman disesuaikan dengan lebarnya
jalan serta kendaraan; atau
- Sprayer yang berisi larutan desinfektan.
3) Toilet dan sarana pencuci tangan
- Tersedia sarana toilet dan sarana pencuci tangan (wastafel) yang
dilengkapi dengan desinfektan seperti sabun atau hand sanytizer.

2.5 STUKTUR SOP

1. Supplier

Ikan berasal dari supplier yang dipercaya oleh perusahaan, dan telah
memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh perusahaan, yaitu ikan harus
berasal dari daerah bebas wabah penyakit HPIK/HPI tertentu, bukan berasal
dari area yang dilindungi serta dilengkapi dengan sertifikat karantina ikan atau
surat keterangan sehat.

xvii
2. Pemasukan ikan

Dilakukan seleksi ikan secara intensif terhadap kesehatan dan kualitas


ikan yang dimasukkan dengan cara pengamatan ikan secara visual dan
morfologis. Bila ikan menunjukkan gejala klinis sakit atau tidak sesuai dengan
yg dipersyaratkan perusahaan, maka dilakukan penolakan dan ikan
dikembalikan ke supplier. Kemudian dilanjutkan proses aklimatisasi dan
adaptasi yang merupakan titik kritis terhadap penyebaran penyakit HPIK/HPI
tertentu ke dalam lingkungan UUPI. Kegiatan yg dilakukan adalah
pengamatan gejala klinis terhadap kondisi ikan yang ada pada ruang
aklimatisasi&adaptasi. Apabila setelah dilakukan pengamatan selama waktu
tertentu ternyata ikan menunjukkan gejala sakit, maka dilakukan
penolakan/pemusnahan.

3. Aklimatisasi dan adaptasi

Kegiatan aklimatisasi dan adaptasi, bertujuan untuk menyesuaikan


ikan dengan lingkungan baru di UUPI. Aklimatisasi dilakukan selama 30-60
menit, dan adaptasi dilakukan selama 2-5 hari, kemudian dicatat tanggal
masuk, sumber ikan, jumlah dan ukuran ikan, serta melakukan pemeriksaan
kesehatan ikan. Apabila ikan terserang penyakit, maka dilakukan isolasi
terhadap ikan-ikan yang sakit, untuk selanjutnya dilakukan pengobatan.
Proses ini merupakan titik kritis dari kemungkinan penyebaran penyakit
HPIK/HPI tertentu ke dalam lingkungan UUPI. Apabila ikan tidak dapat diobati
/mati, maka ikan segera dimusnahkan.

4. Pemeliharaan ikan

Pada proses ini dilakukan kegiatan penggantian aiir dan pembersihan


wadah setiap hari. Filter pada setiap wadah dilakukan pembersihan sebanyak
2 kali per minggu. Melakukan pemberian pakan pellet yang berkualitas.
Pemberian pakan hidup atau segar wajib dilakukan perendaman dengan
menggunakan potassium permanganat selama 15 menit, kemudian baru
diberikan pada ikan. Tidak menggunakan wadah dari unit lain. Tahap
pemeliharaan merupakan titik kritis terhadap penyebaran HPIK/HPI tertentu
apabila tidak dilakukan dengan baik dan benar.

5. Pra-Panen (Isolasi)

Selama dalam proses karantina, observasi ketat dilakukan setiap hari


selama 2-14 hari. Jika menemukan gejala klinis penyakit, maka digunakan
obat sesuai dengan dosis dan jenis yang telah ditentukan. Data kematian dan
pengobatan harus tercatat dalam rekaman data (log book). Terhadap ikan
mati dilakukan desinfeksi dengan cara dimasukkan dalam ember berkaporit
yang ada di dalam ruang karantina. Proses ini merupakan titik kritis sebelum
dilakukan panen dan pengemasan. Karena berpotensi membawa HPIK/HPI

xviii
tertentu. Pada proses ini harus ditentukan bahwa ikan yang akan dipanen
bebas dari HPIK/HPI tertentu sesuai dengan persyaratan negara tujuan.

6. Panen dan pengemasan

Peralatan yang digunakan pada proses pemanenan dilakukan sterilisasi.


Sebelum ekspor yang diperiksa oleh manjer operasional, dan manajer mutu.
Jika ditemukan ikan yang terdapat gejala klinis sakit, maka ikan akan
dipindahkan dan dimasukkan dalam ruang perlakuan/pengobatan penyakit
ikan. Proses pemanenan, harus menggunakan plastik dan styrofoam yang
baru. Kemudian dilakukan pelabelan dan pengemasan yang baik.

BAB III

PENUTUP

3.1 SARAN

a. Setiap pelaku usaha perikanan budidaya perlu ditingkatkan pemahaman


dan keterampilannya mengenai biosecurity dalam pengendalian penyakit
ikan dan penurunan mutu lingkungan budidaya.

b. Untuk efektivitas pengendalian penyakit ikan dan penurunan mutu


lingkungan budidaya maka penegakan aturan terkait kesehatan ikan dan
lingkungan sesuai dengan standart operasional prosedur dengan
menerapkan biosecurity perlu ditingkatkan dan diikuti dengan sosialisasi
dan pembinaan yang memadai kepada seluruh stakeholders

xix
DAFTAR PUSTAKA

xx

Anda mungkin juga menyukai