Anda di halaman 1dari 15

http://koranindonesiasehat.wordpress.

com/2009/11/28/penyakit-yang-mengancam-jiwa-
penyakit-radang-usus-buntu-appendicitis/

PENYAKIT YANG MENGANCAM JIWA : Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)

Radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, merupakan keadaan
kedaruratan yang harus cepat ditangani. Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan
benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking,
terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini ditemukan pada
manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini dianggap sebagai organ
tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah
sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan
tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.

Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami kerusakan
ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama Penyakit Radang
Usus Buntu (Appendicitis).

Penyebab Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)


Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya
ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya
faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces
yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing
dalam tubuh, cancer primer dan striktur.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai
penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan
atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui
bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman
Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus
buntu.

Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja
dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces
(konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran
appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai
infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.

Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak didalam usus
besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus buntu.

Gambaran Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)


Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran cairan limfe dan
darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya usus buntu
mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan
lagi.
Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka
akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke
rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut
(Peritonitis).

Tanda dan Gejala Penyakit Radang Usus Buntu


Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).


Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut
kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang
akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri
samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali
disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik
Mc Burney (istilah kesehatannya).

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus
besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan
sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke
belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu
yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.

Pemeriksaan diagnosa Penyakit Radang Usus Buntu


Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan
mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;

1. Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi)
didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas
juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.

Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka
rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur
(rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus
buntu.

2. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah
putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari
itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi.
foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-
anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98
%). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
Penanganan dan Perawatan Penyakit Radang Usus Buntu
Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu
(appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa
kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat
kekambuhannya mencapai 35%.

Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan
pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka
operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1001133

Radang Usus Buntu (Appendicitis)

Definition :
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya
ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya
faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces
yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing
dalam tubuh, cancer primer dan striktur.

Sign & Symptoms :


Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya :

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).


Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut
kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang
akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.

2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik.


Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri
samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali
disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke
perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik
Mc Burney (istilah kesehatannya).

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus
besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan
sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke
belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu
yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.

Diagnose :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan
mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology :

1. Pemeriksaan fisik.
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi)
didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas
juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.

Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka
rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur
(rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus
buntu.

2. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah
putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 ?18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari
itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

3. Pemeriksaan radiologi.
foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 ?97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-
anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 ?98 %).
Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.

Treatment :
Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu
(appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa
kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat
kekambuhannya mencapai 35%.

Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan
pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 ?10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka
operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-radiologi-
pada-kasus.html

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KASUS APENDISITIS

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan radiografi seperti sekarang ini cenderung mulai meninggalkan tradisi pemeriksaan
radiologi konvensional, hal ini dapat dilihat dari berbagai diagnosis yang memerlukan keterampilan
khusus di dalam melakukan pemeriksaannya. Seperti pemberian media kontras dalam keperluan
diagnostic imejing seperti CT-Scan, MRI, IVP dan lain sebagainya.

Maka dari itu seorang radiographer sebagai mitra kerja radiologist harus mampu mengetahui berbagai
aspek di dalam pemeriksaan dengan media kontras, salah satunya yakni pemeriksaan radiologi pada
kasus apendisitis (usus buntu) atau disebut apendicography.
Melihat pentingnya hal tersebut di atas dalam dunia kerja sebagai radiographer, maka dalam
kesempatan kali ini penulis akan menyajikan makalah mengenai teknik pemeriksaan radiologi pada
kasus apendisitis.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi dari apendisitis?


2. Bagaimana teknik pemeriksaan pada kasus apendisitis?

1.3. Tujuan

Dilihat dari latar belakang penulisan makalah ini maka dapat disimpulkan tujuan penulisan makalah
ini menjadi dua yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1. Tujuan Umum


Mengetahui pengertian dari penyakit apendisitis dan pemeriksaan radiologi yang dilakukan.

1.3.2. Tujuan Khusus


Memahami lebih detail mengenai teknik pemeriksaan apendiks atau apendicografi, mulai dari
persiapan pasien sampai dengan kriteria gambaran.

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah :

1. Memberikan gambaran mengenai pengertian apendisitis.


2. Memberikan gambaran mengenai teknik pemeriksaan apendichografi.

TINJAUAN TEORI

2.1. Apendisitis (radang usus buntu)

Pendahuluan
Apendisitis adalah peradangan pada apendix vermiformis (Pierce dan Neil, 2007). Apendisitis
merupakan kasus laporotomi tersering pada anak dan juga pada orang dewasa (Ahmadsyah dan
Kartono, 1995). Hampir 7% orang barat mengalami apendisitis dan sekitar 200.000 apendiktomi
dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Insidens semakin menurun pada 25 tahun terakhir,
namun di negara berkembang justru semakin meningkat, kemungkinan disebabkan perubahan
ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006).

Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens
laki-laki lebih tinggi, sedangkan pada bayi dan anak sampai berumur 1-2 tahun jarang ditemukan
(Syamsuhidajat, 1997).
Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukam, keterlambatan penanganan
menyebabkan penyulit perforasi dan berbagai akibatnya (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).

Anatomi dan Fisiologi Appendix


Pada neonatus, apendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi
seiring pertumbuhan dan distensi caecum, appendix berkembang di sebelah kiri dan belakang kira-
kira 2,5 cm di bawah valva ileocaecal (Lawrence, 2006). Istilah usus buntu yang sering dipakai di
masyarakat awan adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Appendix
merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm (3-15 cm). Lumennya sempit di bagian
proximal dan melebar di bagian distal. Namun, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar di
pangkal, dan sempit di ujung (Syamsuhidajat, 1997). Ontogenitas berasal dari mesogastrium dorsale.
Kebanyakan terletak intraperitoneal dan dapat digerakkan. Macam-macam letak appendix :
retrocaecalis, retroilealis, pelvicum, postcaecalis, dan descendentis (Budiyanto, 2005).
Pangkal appendix dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis Monroe-Pichter. Garis diukur dari
SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal appendix terletak 1/3 lateral dari garis tersebut
dan dinamakan titik Mc Burney. Ujung appendix juga dapat ditentukan dengan pengukuran garis
Lanz. Garis diukur dari SIAS dextra ke SIAS sinistra, lalu garis dibagi 6. Ujung appendix terletak
pada 1/6 lateral dexter garis tersebut (Budiyanto, 2005).

Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir tersebut secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GULT
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendix adalah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (Syamsuhidajat, 1997).

Etiologi Apendisitis

Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas (tinja yang
mengeras), parasit (biasanya cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-
lain (Subanada, dkk, 2007, Price dan Wilson, 2006).

Patofisiologi

Setelah terjadi obstruksi lumen appendix maka tekanan di dalam lumen akan meningkat karena sel
mukosa mengeluarkan lendir. Peningkatan tekanan ini akan menekan pembuluh darah sehingga
perfusinya menurun akhirnya mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Invasi bakteri dan infeksi dinding
appendix segera terjadi setelah dinding tersebut mengalami ulserasi. Infiltrat-infiltrat peradangan
tampak di semua lapisan dan exudat fibrin tertimbun di dalam lapisan serosa. Meskipun perforasi
belum terjadi, organisme-organisme biasanya dapt dibiakan dari mukosa appendix. Nekrosis dinding
appendix mengakibatkan perforasi dan pencemaran abdomen oleh tinja (Subanada, dkk, 2007;
Chandrasoma, 2006).

Gambaran Klinis

Nyeri di sekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea, dan
sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik Mc
Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan (Ahmadsyah dan Kartono, 1995). Bila appendix terletak
retrokolik, rasa nyeri terasa di daerah pinggang bagian bawah, bila terletak pelvical rasa nyeri
dirasakan di hipogastrium atau di dalam pelvis, dan bila terletak retrocaecal bisa mengiritasi m. psoas.
Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat pucat, adanya nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan
tahanan otot (defans muskuler). Iritasi pada psoas dan obturator menimbulkan nyeri panggul.
Peristaltik di daerah appendix menurun. Pada rectal toucher, ada nyeri pada arah jam 10-11
merupakan petunjuk adanya perforasi (Subanada, dkk, 2007).

Diagnosis Banding

Beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding (Pierce dan Neil, 2007):
limfadenitis mesenterica terutama pada anak-anak.
penyakit pelvis pada wanita : inflamasi pelvis, ISK, kehamilan ektopik, ruptur kista korpus luteum,
endometriosis externa.
lebih jarang : penyakit Crohn, kolesistitis, perforasi ulkus duodenum, pneumonia kanan bawah.
jarang : perforasi karsinoma caecum, diverkulitis sigmoid

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila memenuhi (Pierce dan Neil, 2007):


gambaran klinis yang mengarah ke appendisitis.
laboratorium : lekositosis ringan, lekosit > 13.000 /dl biasanya pada perforasi, terdapat pergeseran ke
kiri (netrofil segmen meningkat).
USG untuk massa appendix dan jika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis
lainnya.
laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan
apendiktomi pada wanita muda.
CT scan pada usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.

Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan
abses atau perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara laporoskopi.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforata (Syamsuhidajat, 1997).

Komplikasi

Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi
seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 1997).

2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus
menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam,
lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang
(Price dan Wilson, 2006).

3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum.
Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi
peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis,
dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan
umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).

Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi pada
beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau
apendix gangrenosa.

Pencegahan

Sering makan makanan berserat dan menjaga kebersihan.

2.2. Patology

Bila terjadi peradangan dan appendik dapat mengakibatkan :

• Masuknya lumen usus ke dalam perut : peritonitis


• Terbentuknya Abses
• Pada wanita , indung telur dan salurannya dapat menyebabkan kemandulan
• Masuknya kuman dalam pembuluh dara

PEMBAHASAN DAN HASIL

3.1. Appendikografi

DEFINISI :

Appendikografi : Teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan appediks dengan


menggunakan kontras media positif barium sulfat .

Dapat dilakukan :

• Secara oral
• Ecara anal

PERSIAPAN PASIEN

• 48 jam sebelum pemeriksaan dianjurkan makan makanan lunak tidak berserat. Misal : bubur
kecap
• 12 jam atau 24 jam sebelum pem pasien diberikan 2/3 Dulcolac untuk diminum
• Pagi hari pasien deberi dulkolac supositoria melalui anus atau dilavement
• 4 jam sebelem pemeriksaan pasien harus puasa hingga emeriksaan berlangsung
• Pasien dianjurkan menghindari banyak bicara dan merokok

PERSIAPAN ALAT

• Pesawat sinar-X yg dilengkapi fluoroskopi & dilengkapi alat bantu kompresi yg berfungsi
untuk memperluas permukaan organ yg ada didaerah ileosaekal / memodifikasi posisi pasien
supine mjd prone
• Kaset + film
PERSIAPAN BAHAN

• Bahan kontras barium sulfat dengan perbandingan 1 : 4 sampai 1 : 8

3.2. Teknik Pemeriksaan

PA/AP PROJECTION

Posisi Pasien : Pasien pada posisi pone atau supine, dengan bantal di kepala.

Posisi Objek :

• MSP berada di tengah-tengah meja pemeriksaan


• Pastikan tidak ada rotasi

Central Ray :

• CR tegak lurus terhadap kaset


• CR setingi iliac crest
• SID minimal 100 cm

Struktur yang tampak :

• Colon bagian transversum harus diutamaka terisi barium.pada posisi PA dan terisi udara pada
posisi AP dengan teknik double contrast.
• Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexure olic kiri.

RPO (Right Posterior Oblique)

Posisi Pasien : 35 to 45o menuju right dan left porterior oblique (RPO atau LPO), dengan bantal pada
bantal
Posisi Objek :

• Letakan bantal di atas kepala.


• Flexikan siku dan letakan di depan tubuh pasien
• Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdominal margins kiri dan kanan sama
jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan

CENRAL RAY :

• CRtegak lurus terhadap IR


• Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi iliac crest dan sekitar 2,5 cm lateral menuju garis
midsaggital plane (MSP).
• SID minimal 100 cm

STRUKTUR YANG TAMPAK

• LPO – colic flexura hepatic kanan dan ascending & recto sigmoid portions harus tampak
terbuka tanpa superimposition yang significant. RPO- colicflexure kiri dan descending
portions harus terlihat terbuka tanpa superimposition yang significant.

PENUTUP
4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan makalah ini antara lain :

1. Apendisitis (radang usus buntu) adalah peradangan pada apendix vermiformi.


2. Appendikografi merupakan teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan appediks
dengan menggunakan kontras media positif barium sulfat, yang dilakukan dengan dua
proyeksi, yakni PA/AP dan RPO atau RAO.

4.2. Saran
Saran yang ingin penulis utarakan menyangkut penyusunan makalah ini adalah agar nantinya sebagai
radiografer mampu mempelajari dan memahami lebih lanjut mengenai teknik pemeriksaan
apendicografi mulai dari persiapan pasien, cara pemberian media kontras hingga
kriteria gambar yang dihasilkan.

http://medicastore.com/penyakit/496/Apendisitis_radang_usus_buntu.html

Apendisitis (radang usus buntu) DEFINISI


Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks).

Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang
terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus.
Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan
merupakan organ yang penting.

Apendisitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.

PENYEBAB
Penyebab apendisitis belum sepenuhnya dimengerti.
Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin didahului
oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan berlanjut tanpa
pengobatan, usus buntu bisa pecah.

Usus buntu yang pecah bisa menyebabkan :


- masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa
berakibat fatal
- terbentuknya abses
- pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan
penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan
- masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat
fatal.

GEJALA
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar,
lalu timbul mual dan muntah.

Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan
bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri
tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.

Demam bisa mencapai 37,8-38,8? Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini
nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.

Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

DIAGNOSA
Pemeriksaan darah menunjukan jumlah sel darah putih agak meningkat, sebagai
respon terhadap infeksi.

Biasanya, pada stadium awal apendisitis, pemeriksaan-pemeeriksaan seperti


foto rontgen, CT scan, dan USG kurang bermanfaat.

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan


gejalanya.

PENGOBATAN
Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (peca),
terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis).

Pada hampir 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya ditemukan normal.
Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya,
dapat berakibat fatal. Usus buntu yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang
dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan
penyebabnya, usus buntu tetap diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa
perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya.

Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada


apendisitis.
Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan
biasanya cepat dan sempurna.

Usus buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus
yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian
mendekati nol.

http://sepedarodatiga.wordpress.com/2010/10/16/40/

PEMERIKSAAN FISIK

Abdomen :

Inspeksi : datar, mengkilat (-), gambaran usus (-), gambaran gerak usus (-)

Palpasi : nyeri tekan perut kanan bawah dengan punctum maksimum di titik Mc. Burney
(BUKAN area Mc. Burney, tapi TITIK Mc. Burney atau Mc Burney point)
Blumberg sign :

Nyeri tekan lepas di perut kanan bawah, menandakan peradangan lokal pada tempat lesi.

Kalau appendiksnya retrocaecal, harus ditekan lebih dalam.

Rovsing sign :

Nyeri pada kwadran kanan bawah, bila ditekan di kwadran kiri bawah

Ada 2 teori :

1. prinsipnya tekanan pada suatu bejana berhubungan (usus) akan diteruskan ke segala arah.
Penekanan yang paling optimal menimbulkan rasa sakit di daerah sigmoid. Sigmoid kan usus
paling distal, jadi kalau ditekan, tekanan akan diteruskan hanya ke arah proksimal à sampai ke
daerah caecum dan appendix yang meradang à nyeri.
2. Terdapat inflamasi lokal pada peritoneum di kwadran kanan bawah

Psoas sign :

Aktif :

Penderita berbaring terlentang. Tangan pemeriksa diletakkan di atas paha kanan.

Penderita diminta mengangkat tungkai atas, pemeriksa berusaha menahan tungkai atas penderita.

Positif bila penderita merasa nyeri di titik Mc. Burney

Pasif
Penderita dibaringkan pada sisi kiri tubuh, kemudian tungkai kanan atas di abduksi – hiper ekstensi.

Bila terdapat rasa nyeri, maka kemungkinan letak appendix retrocaecal.

Obturator sign :

Penderita berbaring telentang, dilakukan fleksi – endorotasi pada tungkai kanan atas.

Bila terdapat rasa nyeri, maka kemungkinan letak appendiks mengarah ke pelvis.

Perkusi : tympani, pekak hepar (+), nyeri ketok kwadran kanan bawah (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Status Urologi

CVA : nyeri ketok (-)

Suprapubic : nyeri tekan (-)

Rectal tuse : Nyeri tekan jam 10-11

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Rutin untuk cari leukositosis


2. Urin rutin untuk singkirkan DD
3. USG Abdomen. Pada Regio Mc Burney tampak lesi berbentuk target cell pada potongan
transversal dan bentuk tubular end tube pada potongan longitudinal, noncompressible.
4. Appendikogram : Non visualized appendix

DIAGNOSIS
Appendicitis akuta

DIAGNOSIS BANDING

1. ISK
2. Nyeri Ovulasi
3. KET
4. Adneksitis

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Trauma Thorak
    Referat Trauma Thorak
    Dokumen30 halaman
    Referat Trauma Thorak
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus 8 Agustus 2012
    Laporan Kasus 8 Agustus 2012
    Dokumen11 halaman
    Laporan Kasus 8 Agustus 2012
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Goodpasture
    Sindroma Goodpasture
    Dokumen2 halaman
    Sindroma Goodpasture
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Apa Sindrom Goodpasture
    Apa Sindrom Goodpasture
    Dokumen9 halaman
    Apa Sindrom Goodpasture
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Ujian
    Ujian
    Dokumen10 halaman
    Ujian
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Marasmic Kwarsiorkor
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dokumen3 halaman
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Marasmic Kwarsiorkor
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dokumen3 halaman
    Marasmic Kwarsiorkor
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • Kaki Bengkak
    Kaki Bengkak
    Dokumen2 halaman
    Kaki Bengkak
    Dian Eka Pratiwi Rakhmawati
    Belum ada peringkat
  • GEJALA KLINIS
    GEJALA KLINIS
    Dokumen6 halaman
    GEJALA KLINIS
    Riahta Karina
    Belum ada peringkat