Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 6 :

1. 21. Jannah Yuliansari (1901036120)


2. 26. Kiki Nurwati Doayo (1901036154)

Review Jurnal Beta :

Jurnal 1

Judul Jurnal : Faktor Fundamental Yang Mempengaruhi Beta Saham


Perusahaan Industri Di Bursa Efek Indonesia

Nama Peneliti : Koko Denik Wahyudi dan Siti Khusnul Khotimah

Dasar Teori :

 Pengertian Investasi dan Risiko Investasi


Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya
lainnya yang dilakukan saat ini, dengan tujuan keuntungan di masa
datang (Tandelilin, 2003) dengan tingkat return tertentu. Return sendiri
adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu
investasi yang dilakukan (Ang, 1997). Menurut Jogiyanto (1998:85),
Return dapat berupa return yang sesungguhnya yang dihitung
berdasarkan data historis dan dapat digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan dan sebagai dasar penentuan risiko ataupun return yang
akan terjadi yang diharapkan oleh investor sebagai hasil dari seorang
investor menanamkan modalnya dan masih bersifat tidak pasti.
Menurut Jones (2007) risiko adalah variabilitas return aktual yang
didapatkan dalam berinvestasi sedangkan yang dimaksud return adalah
hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi yang
sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang
diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Menurut Riyanto (1995)
apabila ditinjau dari teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai
kemungkinan keuntungan yang diterima menyimpang dari yang
diharapkan, yaitu menyimpang lebih besar maupun lebih kecil.
 Beta Saham
Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan
antara tingkat return saham terhadap return pasar (Husnan, 2001).
Horne (1989) mendefinisikan beta sebagai indeks dari risiko
sistematik. Menurut Jogiyanto (1998) cara untuk mengukur risiko
sistematik suatu saham adalah dengan menggunakan beta, hal ini
dikarenakan beta merupakan suatu pengukuran volatilitas return
suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar.
Menurut Warsono (2000) beta yang merupakan ukuran risiko
sistematis banyak digunakan sebagai ukuran risiko karena
beberapa alasan yaitu : (a) bemperbaiki ukuran risiko total yang
menggunakan varians dan standar deviasi. Dengan ukuran ini
masalah yang timbul adalah jumlah perhitungan koefisien korelasi
yang banyak. (b) beta relatif cukup stabil sehingga memungkinkan
penggunaan data historis sebagai predictor ukuran beta di masa
yang akan datang.
 Faktor Fundamental yang Mempengaruhi Beta Saham
a. Financial Risk
Risiko keuangan dapat diartikan sebagai risiko yang terjadi
karena perusahaan menggunakan pinjaman modal. Pengelolaan
suatu perusahaan terhadap tingkat risiko keuangan yang ada selalu
berhubungan dengan financial leverage. Financial Leverage
menurut Horne dan Wachowicz, Jr. (2005) adalah adanya
kemungkinan tambahan keuntungan bersih yang disebabkan oleh
adanya biaya tetap yang dibayarkan dalam bentuk bunga dalam
struktur modal perusahaan.

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan untuk mewakili


financial risk, meliputi :
(1) Current ratio
Rasio ini mengintepretasikan posisi keuangan jangka
pendek perusahaan untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek dan
jangka panjang yang jatuh tempo.
(2) Financial Laverage di wakili dengan Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio merupakan komponen rasio leverage.
Rasio ini mampu menunjukkan kekuatan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek atau jangka panjangnya
(Sartono, 2001).
b. Operating Risk
Operating risk perusahaan berkaitan dengan operasional
leverage yang mana dalam kegiatan operasional perusahaan
terdapat aktivitas operasi. Wakil (proxy) yang digunakan dalam
penelitian ini yang mencerminkan operating risk adalah Asset
Growth, Total Asset Turnover, dan Firm Size.

Alat Analisis :

1. Analisis Deskritif
Analisis deskriptif biasa disebut analisis klasik atau analisis
tendensi sentral, karena analisis deskriptif berfungsi untuk mengunji
data apakah kualitas data baik dan layak untuk dianalisis selanjutnya.
Tugas analisis dekriptif adalah (1) mengukur parameter sentral dan (2)
uji kenormalan distribusi data.
2. Analisis korelasi
Bertujuan untuk mengkorelasikan secara individual semua variabel
independen dengan variabel dependen.
3. Menetukan Faktor Determinan R2
Koefisien determinasi berganda, yaitu untuk mengukur ketepatan
yang paling baik dari analisis regresi. Jika R 2 yang diperoleh dari hasil
perhitungan mendekati 1 (satu), maka dikatakan semakin kuatlah model
tersebut dalam menjelaskan variabel bergantung.
4. Perumusan Model
Data variabel-variabel yang telah dikumipulkan, dikelompokkan,
dihitung dan dibuat model persamaan. Model persamaan yang
digunakan adalah persamaan Regresi Model Linear Berganda.
5. Uji Hipotesis
Uji hipotesis penelitian melalui uji hipotesis statistik, semua uji
signifikansi dari hipotesis statistik dengan mengguinakan kesalahan  =
5% atau probabilitas kesalahan p=0,05 atau dengan kepercayaan 95%
atau probabilitas p=0,95.
a. Uji pengaruh secara serentak (simultan):
Uji scara simultan dengan uji F. Nilai F dihitung melalui
analisis kovarian X dan Y. Pengujian dengan uji F ini
dimaksudkan bahwa pengujian secara simultan koefisien regresi
dari variabel-variabel bebas mempunyai pengaruh nyata atau
tidak nyata terhadap variabel terpengaruh (terikat/tidak bebas).
b. Uji pengaruh secara parsial :
Tingkat signifikansi hubungan dan pengaruh antara variabel
bebas variabel terikat secara individu diketahui dengan menguji
koefisien regresi linear berganda, dengan uji t. Uji hipotesis null
(Ho) : t hitung < t kritis Tabel  = 5%,df= n-2. Ho diterima, Ha
ditolak.
6. Uji Non Hetero Kedastisitas Model Regresi
Untuk melihat apakah model regresi linear yang dihasilkan adalah
baik (sebagai alat prediksi) perlu diuji non hetero kedastisitas. Uji ini,
menggunakan teknis me-regresi nilai residu dan regresi variabel
dependen dari model regresi linear berganda yang dihasilkan dengan
variabel independen.

Hasil :
Secara simultan Current Ratio, Asset Growt, Asset Turn Over, Firm
Size, dan Financial Laveger berpengaruh secara signifikan terhadap Beta
Saham (BETA). Secara parsial Current Ratio (CR) berpengaruh positif
terhadap Beta saham. Hal ini berarti semakin besar Current Ratio (CR)
maka Beta Saham (BETA) akan semakin meningkat. Ini disebabkan
karena semakin besar Current Ratio (CR) maka perusahaan dalam kondisi
yang baik dalam hal penyediaan kebutuhan dana jangka pendek sehingga
memungkinkan perusahaan untuk membiayai kegiatan usaha harianya.
Semakin baik Current Ratio (CR) dan semakin perusahaan mampu
membiayai semua kegiatan jangka pendeknya maka dimungkinkan
perusahaan akan selalu dalam kondisi baik secara likuiditas. Hal ini
memungkinkan perusahaan tidak dalam kondisi kesulitan dana untuk
operasionalnya, sehingga akan terhindar dari adanya kerugian akibat
kekurangan dana.
Asset Growth (AG) secara partial berpengaruh positif terhadap Beta
Saham (BETA). Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin besar
pertumbuhan asset berarti semakin besar usaha perusahaan. Semakin besar
usaha perusahaan tentu akan memperbesar timbulnya resiko sistematis
saham (Beta Saham). Besarnya pertumbuhan asset bukan merupakan
jaminan bahwa perusahaan tersebut akan survive tanpa di ikuti dengan
perputaran asset yang tinggi. Sehingga besarnya pertumbuhan asset
perusahaan tanpa di ikuti dengan kinerja yang baik dalam penggunaan
asset justru akan meningkatkan resiko terhadap Beta saham.
Asset Turn Over( ATO) yang juga berpengaruh signifikan terhadap
Beta saham. Perbedaanya Asset Turn Over mempunyai pengaruh negatif.
Hal ini wajar karena Asset turn over yang dinyatakan dalam berapa kali
berputar dalam satu tahun maka akan mempengaruhi Beta saham. Hal ini
sangat logis sebab jika asset perusahaan berputar semakin cepat hal
tersebut menunjukan bahwa kinerja perusahaan semakin baik yang pada
ahirnya akan menyebabkan resiko sistematis (beta saham) juga akan turun.
Firm Size (FS) juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap Beta
saham. Hal ini menunujukan bahwa semakin besar ukuran perusahaan
maka akan meningkatkan resiko sitematik terhadap beta saha. Faktor
Leverage yang diwakili dengan variabel (LR) atau Perbandingan antara
Total Liabities dengan Total asset justu berpengaruh negatif terhadap beta
saham.

Kritik :

Variabel yang digunakan untuk penelitian ini masih kurang sebaiknya


peneliti menambah variabel-variabel prediktor untuk pengembangan
bidang ilmu lain yang bersifat fundamental.

Jurnal 2

Judul Jurnal : Analisis Pengaruh Beta Terhadap Return Saham Periode Sebelum
Dan Saat Krisis Global (Studi Pada perusahaan Perbank di BEI)

Nama Peneliti : Ni Nyoman Devi Septiani & Ni Luh Supadmi

Dasar Teori :

Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor


berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor
menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tandelilin, 2001:
47).Return yang diharapkan oleh investor disebut dengan return total.
Return total merupakan penjumlahan daricapital gain (loss) dan
yield.Namun, investor juga memiliki pertimbangan lain sebelum
melakukan investasi, yang salah satunya adalah risiko yang terkandung
dalam saham.Jogiyanto (2010: 227) menyatakanreturn dan risiko
merupakan dua faktor yang tidak terpisah, karena trade-off dari kedua
faktor ini merupakan pertimbangan suatu investasi.
Risiko sistematis yang menurut Sharpe (1999) adalah “bagian dari
perubahan aktiva yang dapat dihubungkan kepada faktor umum yang juga
disebut sebagai risiko pasar atau risiko yang tidak dapat dibagi”. Risiko
sistematis dapat diproksi dengan beta saham sekuritas bersangkutan. Beta
suatu sekuritas menunjukkan kepekaan tingkat keuntungan suatu sekuritas
terhadap perubahan pasar (Warsito dkk, 2003). Beta yang dihitung
menggunakan data historis dalam pasar modal berkembang merupakan
Beta yang bias. Beta yang bias ini disebabkan adanya perdagangan yang
tidak sinkron sehingga terjadi transaksi perdagangan yang tipis (thin
market
Krisis keuangan global yang melanda memberikan dampak terhadap
perekonomian suatu Negara sehingga memberikan dampak pula pada
harga saham pada pasar modal (Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014,
edisi Januari 2008).Pengaruh dari krisis global ditunjukkan dengan
menurunnya harga indeks gabungan Indonesia (IHSG), hingga menyentuh
posisi 1.290 dan rupiah mengalami depresiasi hingga Rp 12.000,00 per US
Dollar (Simanjuntak, 2012).
Teori pilihan rasional (rational choice theory) merupakan teori yang
berpijak pada kenyataan bahwa orang memilih apa yang paling
memberikan keuntungan bagi dirinya secara rasional (Situngkir, 2011).
Teori pilihan rasional mendukung hubungan yang positif terhadap beta
yang terkandung dalam saham, dimana seorang investor atau calon
investor pasti akan memperhatikan tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan pasar saham, yaitu beta untuk membuat suatu keputusan secara
rasional untuk memperoleh tujuannya, yaitu keuntungan atau return
saham.
Pengertian krisis lebih terkait pada suatu hal yang negatif yang terjadi
pada organisasi maupun suatu negara, sehingga kecenderungan adanya
perbedaan kondisi ekonomi khususnya pada bursa saham masih bisa
terjadi.

Alat Analisis :
Analisis yang pertama adalah melakukan uji asumsi klasik, kemudian
melakukan regresi linier sederhana dan pengujian hipotesis (Uji t) yang
dilakukan untuk hipotesis 1 dan hipotesis 2. Sementara untuk hipotesis 3
dianalisis dengan melihat terlebih dahulu hasil dari uji normalitas data
yang mencakup periode sebelum dan saat krsis global. Jika hasil uji
normalitas adalah data berdistribusi normal maka H3 dianalisis
menggunakan Paired Sampel T Test (Uji t Sampel berpasangan),
sedangkan jika hasil uji normalitas adalah data tidak berdistribusi normal
maka H3 dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test

Hasil :

Berdasarkan populasi penelitian ini dan kriteria penentuan sampel,


maka jumlah sampel yang didapatkan dalam 6 perusahaan (360 sampel)
untuk mewakili periode sebelum krisis global, 19 perusahaan (1140
sampel) untuk mewakili periode saat krisis global dan 5 perusahaan (300
sampel) yang mencakup dua periode tersebut
1) Hasil Uji Asumsi Klasik menunjukkan hasil uji normalitas dari
kedua periode dapat dilihat dari nilai Asymp. Sig (2-tailed) yang
lebih dari 0,05 yaitu 0,887 untuk periode sebelum krisis global dan
0,636 untuk periode saat krisis global. Hasil uji autokorelasi dari
kedua periode hanya data periode saat krisis global yang tidak
terdapat autokorelasi dengan melihat nilai DurbinWatson sebesar
1,910. Sedangkan untuk periode sebelum krisis global, nilai
Durbin- Watson sebesar 1,531 yaitu terletak pada daerah tidak ada
keputusan, sehingga diperlukan tes lebih lanjut berupa uji run.
Hasil uji heteroskedastisitas dari kedua periode menunjukkan
bahwa variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen (absolute residual), sehingga dapat disimpulkan
bahwa model regresi tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.
2) Hasil Uji Run menunjukkan yang dilakukan terhadap data sebelum
krisis global yang dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig (2-tailed)-nya.
Nilai Asymp. Sig (2-tailed) dari data return saham adalah 0,648
dan nilai Asymp. Sig (2-tailed) dari data beta saham adalah 0,171.
Dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil bersifat acak
3) Hasil Analisis Regresi menunjukkan bahwa pada periode sebelum
krisis global, bila beta dianggap konstan (nol), maka nilai return
saham akan naik sebesar 0,066 dan bila nilai beta naik sebesar 1
persen, maka nilai return akan turun sebesar 0,008 persen, sehingga
dapat disimpulkan beta memiliki hubungan yang negatif terhadap
return. Di sisi lain, pada periode saat krisis global, bila beta
dianggap konstan (nol), maka nilai return saham akan naik sebesar
0,016 dan bila nilai beta naik sebesar 1 persen, maka nilai return
akan naik sebesar 0,001 persen, sehingga dapat disimpulkan beta
memiliki hubungan yang positif terhadap return
4) Hasil Uji Hipotesisi menunjukkan bahwa nilai t sebesar -0,164
dengan signifikan t 0,878 berarti signifikan t> 0,05, sehingga tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara beta terhadap return
saham pada periode sebelum krisis global.Periode saat krisis global
nilai t sebesar 0,245 dengan signifikan t 0,809 berarti signifikan t>
0,05, sehingga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara beta
terhadap return saham
5) Hasil Uji Normalitas Data menunjukkan data sebelum dan saat
krisis global berdistribusi normal, yaitu dapat dilihat dari nilai
Asymp. Sig (2-tailed) berturut-turut adalah 0,967 dan 0,785 yang
nilainya diatas 0,05
6) Hasil Uji t Sampel Berpasangan menunjukkan bahwa rata-rata
return periode sebelum dan saat krisis global adalah berbeda.
Sebelum krisis global rata-rata return dari 5 perusahaan perbankan
adalah sebanyak 0,068, sedangkan saat krisis global rata-rata return
adalah sebesar 0,012. Namun jika dilihat pada hasil perbandingan
rata-rata return dengan menggunakan uji T sampel berpasangan,
nilai sig. (2-tailed) adalah 0,081 yaitu lebih besar dari 0,05, artinya
rata-rata return periode sebelum dan saat krisis global adalah sama

Hasil pengujian hipotesis 1 menunjukkan bahwa tidak terdapat


pengaruh yang signifikan antara variabel beta terhadap return saham
pada periode sebelum krisis global. H1 ditolak karena adanya
kemungkinan faktor lain yang lebih signifikan dalam memengaruhi
return saham pada sektor perbankan, seperti ukuran perusahaan dan
book to market value

Hasil pengujian hipotesis 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat


pengaruh yang signifikan antara variabel beta terhadap return saham
pada periode saat krisis global. H2 ditolak karena keadaan pasar saham
yang tidak stabil pada saat krisis global sehingga menyebabkan
sebagian besar investor membeli saham untuk tujuan laba jangka
pendek, sehingga kurang memperhatikan beta sebagai risiko pasar

Hasil pengujian hipotesis 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat


perbedaan yang signifikan antara rata-rata return periode sebelum dan
saat krisis global, sehingga H3 ditolak.

Kritik :

Sebagai investor maupun calon investor agar lebih memperhatikan


indikator-indikator lain sebagai pertimbangan dalam melakukan keputusan
investasi di sektor perbankan untuk mendapatkan return yang maksimal.
Sebaiknya peneliti menggunakan data beta disesuaikan untuk pasar
modal berkembang, guna menghindari bias yang terjadi pada beta akibat
perdagangan yang tidak sinkron yang terjadi di pasar yang tipis(thin
market) di Bursa Efek Indonesia.
Reviuw Jurna CAPM
Jurnal 1 :

Judul :
ANALISIS PENERAPAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM)
SEBAGAI DASAR DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTASI
(Studi Pada Saham-Saham Perbankan Yang Listing Di BEI Periode 2013-2014)

Nama Peneliti :
Ongki Vebyan Crisdianto

Dasar Teori :
Pasar Modal
Menurut (Jogiyanto,2013:33) Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan
dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.
Investasi
Menurut Jogiyanto (2013:5) Investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang
untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu.
Pada umumnya seseorang akan melakukan investasi dengan harapan menuai
keuntungan di masa depan dengan menanam modal dari sekarang.
Saham
Menurut Jogiyanto (2013:141) saham adalah sertifikat yang menunjukan bukti
kepemilikan suatu perusahaan,dimana pemegang saham memiliki hak klaim atas
penghasilan dan aktiva perusahaan.
Resiko Premium (risk premium)
Menurut Tandelilin (2010:10) risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara
return actual yang diterima dengan return expectation. Resiko premium
merupakan pengembalian investasi yang dikurangi oleh pengembalian bebas
resiko (Rf). Resiko premium adalah tambahan resiko yang harus ditanggung oleh
investor.dalam perhitungan CAPM resiko premium digunakan untuk menghitung
tingkat pengembalian yang diharapakan dalam hal ini terdapat keterkaitan dalam
perhitungan CAPM.
Tingkat Pengembalian Pasar
Investor selaku pihak yang mempunyai dana lebih dapat mengetahui informasi
terkatual mengenai kinerja emiten yang berkembang. Untuk mengetahui
perkembangan harga saham, para investor akan mengamati perubahan yang
terjadi pada indeks harga saham. Menurut Jogiyanto (2013:160) nilai saham
adalah Harga dari saham yang terjadi dipasar bursa pada saat tertentu yang
ditentukan oleh pelaku pasar. pengembalian bebas risiko, maka performance
investasi portofolio dikatakan tidak baik. Rumus yang digunaka untuk
menghitung tiingkat pengembalian pasar, yaitu sebagai berikut.(Jogiyanto,
2003:330).
Tingkat Pengembalian Investasi
Saham Dalam setiap bentuk investasi motivasi investor adalah memaksimalkan
pengembalian saham (return) dan meminimalisir resiko yang akan mengurangi
return saham tersebut. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi
investor untuk melakukan investasi dan juga hal yang merupakan imbal hasil atas
keberanian investor mengambil risiko (Tandelilin, 2001: 47).
Capital Asset Pricing Model
Pada dasarnya jika seseorang mengambil suatu risiko, maka dia mengharapkan
return yang sesuai dengan risiko yang diambilnya tersebut. Dalam pasar modal,
investor mengharapkan additional return (disebut risk premium) jika mereka harus
menanggung additional risk. Husnan (2005:177) berpendapat bahwa Capital Asset
Apricing Model (CAPM) merupakan model untuk menentukan harga suatu asset.

Alat Analisis :
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
deskriptif. Tujuan dari metode kuantitatif deskriptif ini adalah mengumpulkan
informasi aktual secara rinci, mengidentifikasi masalah, membuat perbandingan,
dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah dan
belajar dari pengalaman mereka (Fauzi, 2010: 25). Dimana peneltian deskriptif
berusaha meneliti masalah-masalah yang berupa fakta-fakta tetapi tidak
melakukan pengujian hipotesis. Dalam penelitian deskriptif datanya berupa
kualitatif dan data kuantitatif.
Tujuan dari penelitian ini lebih diarahkan menunjukkan hubungan antar variable,
memverifikasi prediksi, dan generalisasi (Rianse dan Abdi, 2008:19) Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Tingkat Pengembalian Saham Individu (Ri)
2. Tingkat Pengembalian Bebas Risiko (Rf)
3. Tingkat Pengambalian Pasar (Rm)
4. Risiko Premium (Rp)
5. Tingkat Pengembalian yang diharapkan {E(Ri)}

Teknik Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


Hasil :

Hasil dari penelitian ini periode 2013–2014 menyatakan bahwa saham


perusahaan pada sektor finance terdiri dari beberapa saham yang
efisien,hal ini dapat dibuktikan dari hasil perbandingan antara perhitungan
tingkat pengembalian yang diharapakan dan tingkat pengembalian saham
individu. Dimana dari 24 saham emiten perbankan terdapat 18 saham
emiten perbankan yang menggambarkan tingkat pengembalian saham
individu lebih besar dari tingkat pengembalian yang diharapkan oleh
investor,sedangkan 6 saham lainnya menggambarkan tingkat
pengembalian saham individu lebih kecil.
Hal ini berarti bahwa investor dapat mengelompokan dan menilai saham
yang efisien dengan menggunakan pendekatan Capital Asset Pricing
Model (CAPM). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlihat
bahwa metode capital asset pricing model memiliki standard deviasi
paling rendah yaitu 0.002547967 atau 0,254% diabnding metode single
index model yaitu 0.07424828 atau 7,42%.
Maka dapat disimpulkan bahwa Capital Asset Pricing Model merupakan
metode yang baik atau layak digunakan dalam analisis penerapan Capital
Asset Pricing Model (CAPM) sebagai dasar dalam menentukan risk
premium dan pengambilan keputusan investasi (Studi Pada Saham-Saham
Perbankan Yang Listing Di BEI Periode 2013 - 2014).

Kritikan :
Peneliti selanjutnya yang meneliti mengenai penerapan metode CAPM
diharapkan dapat memilih sampel yang berbeda dan menambah jumlah
periode penilitian sehingga dapat memperkaya ilmu mengenai penerapan
metode CAPM.
Dalam membentuk sebuah portofolio sebaiknya investor tidak hanya
mengacu pada data tingkat pengembalian historis, namun juga tetap
mengikuti informasi tentang kinerja perusahaan dan isu-isu yang
berkembang seputar kondisi perusahaan ke depan.

Anda mungkin juga menyukai