Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

(atropi, hipertropi,Hipoplasia, apkasia)

Disusun oleh:

Mujiburrahman

018 SYE 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU D3 KEPERAWATAN
2020

1
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
Hidayah-Nya kepada kita, tak lupa pula kita panjatkan salam dan sholawat
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang tak
berpendidikan ke alam yang berpendidikan, seperti yang kita rasakan saat ini.
Sehingga kami dapat menyusun tugas Khas .

Dalam penulisan makalah ini masih banyak lagi kekurangan-kekurangan


yang harus diperbaiki, maka dari itu kami senantiasa menerima kritikan dan
saran dari para pembaca makalah ini. Harapan dari kami, semoga makalah ini
dapat menambah wawasan dan ilmu, khususnya bagi kami sendiri dan pada
umumnya bagi para pembaca makalah ini.

Mataram, 22 Juni 2020

Penulis

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tubuh manusia terdiri dari organ dan jaringan tubuh yang bermanfaat
bagi kelangsungan hidup manusia. Organ tubuh yang lunak dan rawan akan
kerusakan harus dilindungi dan terhindar dari benturan. Agar organ tersebut
dapat terlindungi, maka tubuh harus dilindungi oleh kerangka yang kuat dan
kokoh. Susunan kerangka yang melindungi organ tubuh dan yang berfungsi
untuk menggerakan tubuh itu disebut tulang. Menurut Endang Purwoastuti
(2009) Tulang atau kerangka adalah alat gerak yang berguna sebagai
penopang tubuh manusia. Tulang berfungsi sebagai tempat melekatnya
jaringan otot dan penyangga tubuh yang membuat manusia dapat bergerak
dan melakukan aktifitas kehidupan. Tanpa tulang, manusia tidak dapat
berdiri tegak, tidak dapat berjalan, berlari, atau pun mengangkat dan
memindahkan barang. Ivy Alexander & Karla A. Knight (2010) memaparkan
bahwa tulang terdiri atas lapisan tulang padat dan serabut tulang yang
diselingi sumsum tulang. Tulang tersusun dari kolagen yang terdiri dari zat
protein, dan mineral seperti kalsium dan fosfor. Susunan unsur – unsur lunak
dan keras ini menyebabkan tulang menjadi fleksibel sehingga mampu
menahan berat dan melakukan pergerakan tubuh, sekaligus sebagai tempat
penyimpanan kalsium yang penting bagi fungsi normal otot dan syaraf.

Peranan yang banyak pada tulang harus didukung dengan asupan


yang dapat membantu pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang yang
dimulai dari pembentukan tulang yang terjadi pada masa kanak – kanak dan
remaja yang mencakup pembentukan tulang baru dan pengikisan tulang
lama. Seperti yang dijelaskan Felicia Cosman (2009) bahwa proses ini
berlangsung hingga mencapai puncak massa tulang. Puncak massa tulang
berakhir di usia 25 – 30 tahun. Selama masa pertumbuhan tulang, tulang
harus mendapat asupan nutrisi yang cukup. Asupan nutrisi didapatkan dari

3
makanan bergizi yang dikonsumsi sehari - hari. Asupan nutrisi yang baik
pada masa pertumbuhan tulang yaitu kalsium dan vitamin D. Ivy Alexander
& Karla A. Knight (2010) menjelaskan kalsium dan vitamin D berperan
penting sebagai zat yang membuat tulang menjadi kuat dan keras. Apabila
pada masa pertumbuhan tulang tersebut kurang mendapat asupan nutrisi
yang cukup. Maka dapat menimbulkan masalah dan dampak yang buruk bagi
pertumbuhan tulang. Setelah melewati masa pertumbuhan tulang tetap harus
mendapat asupan nutrisi yang cukup, hal ini bertujuan untuk menjaga dan
melindungi tulang dari pengeroposan yang parah. Dampak yang buruk pada
tulang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit pada tulang. Penyakit yang
umum terjadi pada tulang yaitu osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit
tulang yang mempunyai sifat - sifat khas berupa massa tulang yang rendah,
disertai penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya dapat
menimbulkan kerapuhan tulang. Osteoporosis merupakan penyakit tulang
yang menyebabkan penurunan kepadatan tulang. Selain itu osteoporosis juga
merupakan penyakit tulang yang terjadi dalam waktu yang lama dan tidak
dapat dirasakan apabila belum terjadi pengeroposan yang parah dan
perubahan bentuk tulang. Hal ini yang membuat penyakit ini baru dapat
dirasakan dampaknya apabila sudah terlalu parah.

Osteoporosis merupakan penyakit yang telah diketahui oleh


masyarakat pada umumnya. Tetapi penyakit ini hanya diketahui sebagai
penyakit keropos tulang saja. Dampak, faktor risiko dan faktor yang dapat
mencegah osteoporosis tidak diketahui secara mendalam. Menurut data
angket yang telah disebarkan sebelumnya mendapatkan kesimpulan bahwa
penyakit osteoporosis telah diketahui oleh banyak orang. Tetapi pengetahuan
mengenai penyakit osteoporosis hanya diketahui secara umum saja. Selain
itu osteoporosis dianggap sebagai penyakit yang akan timbul pada saat lanjut
usia saja. Dari penyebaran angket tersebut juga didapatkan beberapa
anggapan yang menyatakan bahwa osteoporosis adalah penyakit persendian,
rasa nyeri pada punggung dan linu pada tulang bagian tertentu. Anggapan
tersebut timbul disebabkan oleh pengetahuan yang kurang mengenai
osteoporosis dan hanya didapat secara sekilas dan tidak mendalam.

4
Pengetahuan yang jelas dan mendalam mengenai osteoporosis dan langkah
pencegahannya harus diketahui secara pasti. Hal ini berguna untuk mencegah
dan memperlambat pengeroposan yang parah pada saat lanjut usia. Tindakan
pencegahan osteoporosis harus dilakukan sedini mungkin karena
pengeroposan tulang akan terus terjadi dan dapat terjadi semakin parah
apabila tidak ada tindakan pencegahan.

5
BAB 2

PEMBAHASAN

1. ATROPI
Atrofi adalah kondisi ketika otot mengalami penurunan fungsi
dan massa. Entah itu karena cedera, penyakit, atau bagian tubuh tertentu
jarang digunakan, atrofi menyebabkan bagian tubuh tersebut terlihat
lebih kecil dari ukuran seharusnya.

Semakin lama bagian tubuh tertentu tidak digunakan untuk


bergerak sebagaimana mestinya, atrofi otot bisa menjadi semakin parah.
Namun kabar baiknya, kondisi atrofi bisa diatasi dengan mengubah pola
makan, terapi, dan juga  berolahraga .

a. Penyebab atrofi otot

Ada orang-orang yang lebih berisiko menderita atrofi otot.


Tentunya, faktor risiko adalah saat seseorang lebih jarang
menggunakan ototnya untuk bergerak. Beberapa faktor risiko
tersebut adalah:

6
1. Pekerjaan menuntut duduk dalam waktu yang lama
2. Menderita penyakit yang harus duduk atau berbaring jangka
panjang
3. Tidak bisa menggerakkan bagian tubuh karena stroke  atau
penyakit saraf lainnya
4. Berada di lokasi dengan gravitasi rendah seperti di luar
angkasa
5. Penuaan
6. Cedera seperti luka bakar atau terjatuh
7. Polio
8. Penyakit terkait dengan masalah kekebalan tubuh

Berbeda penyebab, akan berbeda pula penanganan masalah


atrofi otot yang dialami seseorang.

Ketika berurusan dengan penyakit seperti stroke atau polio,


pemulihannya akan berbeda ketimbang masalah atrofi karena
kebiasaan seperti terlalu banyak duduk saat bekerja. Kedua penyakit
yang disebutkan di awal berkaitan dengan pembuluh darah dan saraf
yang lebih sulit untuk pulih.

Terapi yang diberikan bisa beragam dengan menggunakan


banyak metode seperti air, ultrasound, dan gerakan-gerakan lainnya.
Selain itu, dokter juga mungkin merekomendasikan penderita atrofi
untuk mengubah pola makan dengan yang lebih bernutrisi, terutama
protein.

b. Jenis atrofi otot

Atrofi adalah kondisi yang bisa diobati dengan banyak


bergerak sekaligus berolahraga ringan. Cara ini berfungsi untuk
memberi sinyal saraf untuk tetap aktif menggerakkan otot.

7
Namun sebelum menentukan pengobatan apa yang tepat,
seseorang harus tahu jenis atrofi yang dialaminya. Beberapa jenis
atrofi adalah:

1. Atrofi neurogenik

Apabila saraf otot mengalami kerusakan, artinya mustahil


terjadi kontraksi otot yang dapat menggerakkan bagian tubuh
tertentu. Apalagi, tubuh bekerja berdasarkan sinyal: mana otot yang
aktif dan tidak. 

Apabila tubuh sudah menangkap sinyal bahwa otot bagian


tertentu tidak lagi aktif, di situlah terjadinya atrofi. Pada kondisi
atrofi neurogenik, otot harus mendapatkan stimulus elektrik sehingga
ototnya tetap bekerja.

Ini adalah jenis atrofi yang paling parah karena pemicunya


berupa cedera atau penyakit berkaitan dengan saraf . Biasanya, jenis
atrofi neurogenik terjadi secara mendadak.

2. Atrofi fisiologi

Orang yang aktif bergerak dan terus aktif berolahraga akan


menghasilkan otot yang terus berkembang. Namun ketika yang
terjadi justru sebaliknya, tubuh tidak akan menyalurkan energi ke
bagian tersebut. Konsekuensinya, otot akan mengecil dan tidak lagi
kuat.

Untuk mengatasi atrofi jenis ini, pengobatannya adalah


dengan menggunakan otot untuk aktivitas normal seperti
bangun, berjalan , membawa barang, dan gerakan-gerakan normal
lainnya. Tujuannya agar otot bisa kembali berkembang.

8
3. Atrofi patologi

Jenis atrofi ketiga berkaitan dengan bertambahnya usia,


kurangnya asupan nutrisi, dan penyakit-penyakit tertentu. Salah satu
contohnya adalah sindrom Cushing , penyakit yang terjadi ketika
seseorang terlalu banyak mengonsumsi kortikosteroid.

Kondisi atrofi otot ini bekerja layaknya lingkaran yang tak


pernah putus. Analoginya adalah ketika seseorang mengalami nyeri
sendi , maka aktivitas yang dilakukannya pun terbatas.

Aktivitas yang terbatas berarti otot tak leluasa bergerak


sebagaimana mestinya. Akibatnya, terjadi atrofi otot dalam jangka
panjang. Artinya, penting untuk memastikan seluruh otot dalam
tubuh tetap aktif bergerak agar berfungsi dengan normal.

c. Mengatasi atrofi otot

Bergantung pada diagnosis dan seberapa parah atrofi yang


dialami seseorang, ada banyak cara untuk mengatasi atrofi otot.
Beberapa cara yang umum digunakan di antaranya:

 Berolahraga ringan secara teratur


 Terapi fisik
 Terapi dengan ultrasound
 Operasi
 Mengubah pola makan
 Mengonsumsi suplemen

Sebelum menentukan apa tindakan untuk mengatasi atrofi


otot, dokter akan mengukur bagian tubuh yang mengalami atrofi.
Dengan mengetahui bagian tubuh yang mengecil, bisa diketahui otot
mana yang bermasalah.

9
Dokter juga perlu tahu jenis atrofi mana yang dialami
seseorang. Kapan pertama kali atrofi dialami, apakah menjadi
semakin parah, juga gejala-gejala lain menjadi indikator dokter
dalam menentukan diagnosis.

2. Pengertian Hipertrofi Ventrikel Kiri

Hipertrofi ventrikel kiri adalah pembesaran dan penebalan dinding


jantung dari ruang bilik kiri jantung. Ruang bilik kiri jantung bertugas untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Hipertrofi membuat proses pompa tidak
efisien karena menyebabkan bilik menjadi lemah, kaku dan kehilangan
elastisitasnya sehingga mencegah darah untuk mengalir.
Hipertrofi ventrikel kiri sering terdapat pada penderita hipertensi
yang tidak terkontrol. Selain itu terdapat beberapa faktor risiko lain, seperti:

10
1. Usia. Orang dengan usia tua lebih sering mengalami hipertrofi ventrikel
kiri.

2. Berat badan. Orang dengan berat badan berlebih dan obesitas memiliki
risiko hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri yang lebih tinggi.

3. Riwayat keluarga. Kondisi genetik seperti kardiomiopati hipertropi.

4. Penderita diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi.

5. Jenis kelamin. Wanita dengan hipertensi lebih berisiko dibandingkan pria


dengan tekanan darah yang sama.

Kondisi hipertrofi ventrikel kiri harus diterapi karena dapat


menyebabkan komplikasi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi seperti
gagal jantung, serangan jantung dan strok iskemik yang berakibat fatal.

a. Penyebab Hipertrofi Ventrikel Kiri


Hipertrofi ventrikel kiri disebabkan oleh otot jantung yang bekerja
terlalu keras sehingga otot mengalami penebalan. Beberapa kondisi medis
dapat menyebabkan hal tersebut, seperti:

1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi

Hipertensi merupakan penyebab tersering dari hipertrofi


ventrikel kiri. Lebih dari sepertiga penderita hipertensi sudah
mengalami hipertrofi ventrikel kiri saat didiagnosis hipertensi.

2. Diabetes

Penderita diabetes berisiko satu setengah kali lebih besar


mengalami hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini mungkin berhubungan
dengan obesitas sentral.

3. Masalah katup jantung seperti stenosis atau regurgitasi

11
Masalah katup jantung, seperti stenosis atau penyempitan
katup, menyebabkan ventrikel kiri bekerja lebih keras. Sehingga
dapat menyebabkan hipertrofi.

4. Masalah jantung lainnya

Masalah jantung, seperti gangguan irama jantung atau


aritmia, atrial fibrilasi, dan pembesaran aorta, juga dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri.

Genetik juga dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, yaitu


kardiomiopati hipertropi. Selain itu pada atlet biasanya juga mengalami
hipertrofi ventrikel kiri karena latihan kekuatan dan daya tahan yang
berkepanjangan. Hal ini membuat jantung menjadi terbiasa untuk bekerja
dengan berlebihan. Namun sebenarnya masih tidak jelas apakah tipe
hipertropi ventrikel kiri pada atlet juga akan menyebabkan kaku otot
jantung dan penyakit.

b. Diagnosis Hipertrofi Ventrikel Kiri


Dalam proses penetapan diagnosis, biasanya dokter akan menduga
adanya hipertrofi ventrikel kiri dari gejala yang diketahui lewat
serangkaian wawancara medis mendetail. Selain itu, dokter juga akan
melakukan pemeriksaan fisik. Meski demikian, pada tahap awal cukup
sulit menentukan diagnosis kondisi ini karena umumnya tidak memberikan
gejala.

Namun, pemeriksaan rutin rekam jantung (EKG) atau


ekokardiogram dapat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri
walaupun belum muncul gejala. Setelah dokter menduga adanya hipertrofi

12
ventrikel kiri, dokter dapat mengonfirmasi diagnosis lewat pemeriksaan
penunjang, seperti EKG, ekokardiogram, sinar X, dan magnetic resonance
imaging (MRI). 

c. Gejala Hipertrofi Ventrikel Kiri


Penderita hipertrofi ventrikel kiri biasanya tidak mengalami gejala
apa pun pada awalnya. Seiring dengan memburuknya kondisi, beberapa
gejala akan muncul, seperti:

1. sesak napas
2. lemah
3. nyeri dada terutama ketika berolahraga
4. palpitasi jantung atau denyut jantung cepat
5. pusing atau pingsan

Pada kondisi di bawah ini, sebaiknya penderita segera mencari bantuan


medis:

1. nyeri dada berlangsung lebih dari beberapa menit


2. sesak napas berat
3. kepala terasa ringan yang parah dan berulang atau kehilangan
kesadaran

d. Pengobatan Hipertrofi Ventrikel Kiri

Penanganan hipertrofi ventrikel kiri dilakukan dengan mengobati


penyebabnya, seperti masalah katup jantung, darah tinggi, gangguan irama
jantung ataupun diabetes. Pengobatan bervariasi, mulai dari perubahan
gaya hidup sehat, obat-obatan, bahkan pembedahan,

13
Gaya hidup sehat dengan rutin berolahraga, menghindari makanan
tinggi lemak dan garam, serta berhenti merokok sangat penting untuk
dilakukan. Obat-obatan yang meliputi ACE (Angiotensin-converting
enzyme) inhibitors, ARB (Angiotensin II receptor blockers), beta blockers,
calcium channel blockers, dan diuretik juga diperlukan. Pembedahan dapat
dilakukan untuk masalah katup jantung.

Memperbaiki kondisi medis tersebut akan membantu mengurangi


beban kerja jantung. Dengan demikian, hal ini juga akan memperbaiki
kondisi hipertrofi ventrikel kiri.

e. Pencegahan Hipertrofi Ventrikel Kiri


Upaya untuk mencegah hipertrofi ventrikel kiri dapat dilakukan
dengan mengubah pola hidup. Jika Anda memiliki tekanan darah tinggi,
sebaiknya lakukan pemeriksaan jantung rutin –terlebih jika Anda seorang
perokok dan memiliki berat badan berlebih.

Olahraga rutin minimal 30 menit selama 5 hari dalam seminggu,


dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Monitor makanan Anda, hindari
makanan tinggi lemak dan garam, serta perbanyaklah konsumsi sayuran
dan buah.

3. Hipoplasia
Hipoplasia merupakan kelainan tumbuh kembang gigi dimana
email gigi tipis dan kurang jumlahnya sebagai hasil pembentukan matriks
email yang tidak sempurna. Memiliki karakteristik kurangnya kontak antar
gigi, kerusakan permukaan oklusal yang cepat, dan terdapat noda kuning
kecoklatan pada gigi. Kondisi ini dapat terjadi pada periode gigi susu dan
permanen
Etiologi
1. Hipoplasia
Terdapat dua tipe hipoplasia:

14
a. Hipoplasia tipe herediter. Hal ini disebabkan karena terjadinya
gangguan ektodemal pada saat pembentukan embrionik.
Komponen mesodermal tetap normal. Gigi desidui dan gigi
permanen dapat terkena dan hanya saja yang terganggu
pembentukannya.
Hipoplasia tipe herediter terdiri dari tiga sub tipe:
1) Tipe hipoplastik, yaitu kelainan pembentukan matriks
2) Tipe hipokalsifikasi, yaitu kelainan mineralisasi matriks
3) Tipe hipomaturasi, yaitu kelainan maturasi matriks
b. Hipoplasia tipe lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor
lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel-sel. Tipe ini dapat
menyerang gigi desidui atau gigi permanen, kadang-kadang hanya
satu gigi yang terlibat. Pada tipe ini, baik dan dentin dapat terkena.
Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipoplasia adalah:
1) Defisiensi nutrisi, seperti kekurangan vitamin A, C, dan D
2) Penyakit exanthematous (kulit), seperti cacar air, demam
berdarah dsb.
3) Sifilis kongenital
4) Kondisi kelahiran, seperti kelahiran prematur, trauma bayi
saat melahirkan dsb.
5) Infeksi atau trauma lokal
6) Konsumsi zat kimia seperti flouride saat masa pembentukan
gigi.
7) Penyebab yang tidak diketahui.

15
4. APLASIA ADALAH

Kata aplasia memiliki arti kegagalan untuk berkembang.


Kegagalan ini dapat diartikan sebagai sama sekali tidak ada, tidak
sempurna, atau gangguan regenerasi yang normal. Aplasia merupakan
penyakit yang jarang terjadi

a. PENYEBAB

Penyebab pasti dari aplasia belum diketahui pasti. Beberapa jenis


aplasia didapat akibat infeksi atau pemakaian jenis obat tertentu. Aplasia
lainnya merupakan interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan
(terutama penggunaan obat-obatan sembarangan saat kehamilan).

16
b. GEJALA

Aplasia dapat menyerang organ atau jaringan tertentu, sehingga


gejala yang di timbulkan bergantung organ yang terkena aplasia. Beberapa
organ atau jaringan yang dapat terkena aplasia yaitu sumsum tulang, sel
darah merah, tulang lengan, kulit, dan testis.
Bila terkena sumsum tulang, akan terjadi penurunan jumlah sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Kekurangan sel darah merah
menyebabkan pucat, sakit kepala, berdebar-debar, sesak nafas, kelelahan.
Trombosit yang turun menyebabkan perdarahan pada gusi dan munculnya
bintik merah pada tubuh. Infeksi dan luka pada mulut disebabkan oleh
penurunan sel darah putih.
Aplasia yang menyerang sel darah merah hanya menimbulkan
anemia dengan gejala pucat, sakit kepala, kelelahan, berdebar-debar, sesak
nafas, dan kelelahan.
Pada testis yang terkena aplasia, ukuran testis bias lebih kecil dari
normal ataupun berukuran normal. Aplasia pada testis menyebabkan
ketidaksuburan karena tidak dapat menghasilkan sperma. Namun aplasia
ini tidak menyebabkan gangguan fungsi seksual lainnya.
Tidak adanya kulit pada daerah tertentu (terutama kepala, wajah,
badan, anggota gerak) merupakan gejala aplasia yang menyerang kulit.
Pada aplasia ini, kelainan terjadi saat masa kehamilan. Akibat tidak adanya
kulit pada daerah tersebut maka akan tampak seperti luka.
Aplasia juga dapat menyerang tulang terutama tulang lengan
bawah. Akibatnya tidak tumbuh tulang lengan bawah yang sejajar ibu jari
(radius) pada lengan kanan dan kiri. Selain itu, tulang yang sejajar jari
kelingking (ulna) memendek atau tidak tumbuh juga.

c. PENGOBATAN

Pengobatan aplasia bertujuan untuk menghilangkan penyebab bila


diketahui, mengurangi gejala, dan mencegah komplikasi. Pada aplasia

17
kulit, umumnya dapat menutup sendiri namun menimbulkan bekas.
Operasi hanya dilakukan bila daerah yang terbuka cukup luas. Pemberian
obat-obatan ditujukan untuk membersihkan dan mencegah terjadinya
infeksi.
Pada aplasia sel darah merah, pemberian obat kortikosteroid
memberikan respon yang baik. Namun penggunaannya pada anak-anak
harus hati-hati karena dapat menimbulkan hambatan dalam pertumbuhan.
Bila terjadi anemia yang berat dapat diberikan transfuse darah.
Aplasia pada sumsum tulang merupakan kasus kegawatan karena
angka kematian mencapai 70%. Pada aplasia ini, makanan dan aktivitas
pasien harus dibatasi agar tidak terpapar risiko infeksi dan mengurangi
trauma yang dapat menyebabkan perdarahan. Tranfusi dapat dilakukan
untuk meningkatkan jumlah sel darah. Pemberian obat-obatan penekan
sistem kekebalan tubuh dapat diberikan. Bila memungkinkan dapat
dilakukan donor sumsum tulang utnuk menggantikan sumsum tulang yang
rusak.
Pada aplasia testis, belum ditemukan pengobatan yang bermanfaat.
Bila pasangan menginginkan keturunan, dapat dilakukan proses bayi
tabung.

18
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Atrofi adalah kondisi ketika otot mengalami penurunan fungsi


dan massa. Entah itu karena cedera, penyakit, atau bagian tubuh tertentu
jarang digunakan, atrofi menyebabkan bagian tubuh tersebut terlihat
lebih kecil dari ukuran seharusnya.

Semakin lama bagian tubuh tertentu tidak digunakan untuk


bergerak sebagaimana mestinya, atrofi otot bisa menjadi semakin parah.
Namun kabar baiknya, kondisi atrofi bisa diatasi dengan mengubah pola
makan, terapi, dan juga  berolahraga .

19
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, F. William Buku ajar Fisiologi kedokteran. Penerbit: EGC, 1998.

Dasar – Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik, Susan J. Garrison.

Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna
Sidharta.

Neurologi Klinik, Prof. Dr. dr. S.M. Lumantobing.

Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Medik, RSUD Dr. Soetomo / FK Unair
Sby, 1992

jam 10.20 hari rabi tgl 19 oktober 2011

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/03/10/jejas-sel-injury-of-cells/ hari
:kamis jam 1:44 pm
http://lunaticdipa.blogspot.com/2011/01/kelainan-retrogesif-setiap-sel.html

20

Anda mungkin juga menyukai