Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah


2.1.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan
dari School Based Management (SBM) disebutkan oleh
Bank Dunia (2007:2) SBM is the decentralization of
authority from the central government to the school level
(well, 2005). MBS adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada sekolah. Dornseif (1996: 1)
mendefinisikan:
“SBM describes a collection of practices in which more people
at the school level make decisions for the school. It often begins
with decentralisation; a delegation of certain powers from the
central office to the school, that may include any range of
power from a few, limited areas to nearly everything”.
Artinyabahwa manajemen berbasis sekolah adalah
serangkaian kegiatan yang melibatkan banyak orang
(pihak) pada suatu sekolah dalam pembuatan
keputusan. MBS dimulai dengan desentralisasi, delegasi
kekuatan tertentu dari pusat ke sekolah yang meliputi
jangkauan kekuasaan dari yang kecil, yang terbatas
sampai yang mencakup semua kebijakan.
MaknaMBS disampaikan oleh Mulyasa (2007:24)
sebagai paradigma baru pendidikan yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan
masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa
mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
8
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan,
serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar lebih bisa
memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan
pendidikan.
Pengertian MBS disampaikan oleh Cook
(2007:129) “…SBM is an increase in decision-making
at the school level. This is in distinction decision-
making at the government level (national or local) or at
the level of the classroom teacher”.
Manajemen berbasis sekolah adalah peningkatan
peran pengambilan keputusan pada tingkat sekolah.
MBS terkait pembedaan wewenang pengambilan
keputusan pada tingkap pemerintah baik pusat maupun
daerah juga pada tingkat guru kelas.
Rohiat (2009:47) menyampaikan bahwa MBS dapat
diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan
otonomi, fleksibilitas kepada sekolah, mendorong secara
langsung partisipasi warga sekolah dan masyarakat,
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pemerintah dan peraturan perundangan.
Dari pendapat tentang definisi MBS diatas dapat
disimpulkan bahwa MBS adalah pemberian otonomi
lebih luas kepada sekolah agar dapat mengelola dan
mengerahkan semua sumberdaya dan sumber dana,
penetapan kebutuhan sesuai prioritas dan kemampuan,
untuk mencapai tujuan sekolah.
Esensi MBS adalah otonomi sekolah dan
pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai
sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai
9
kewenangan/kemadirian, yaitu kemandirian dalam
mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan
merdeka/tidak tergantung.
Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga
sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
sekolah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
pendidikan nasional yang berlaku. (Depdiknas, 2000: 9).
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu
cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga
sekolah (guru, siswa, karyawan, orang tua dan tokoh
masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam
proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan sekolah.

2.2 Tujuan MBS


Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk
mendirikan atau memberdayakan sekolah melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan
keputusan secara partisipatif. Secara rinci tujuan MBS
disampaiakan oleh Rohiat (2009:50-51) adalah:
1. Meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan
diperoleh melalui otonomi yang lebih besar pada
sekolah agar lebih inisiatif dan kreatif.
2. Sekolah dapat memanfaatkan sumber daya
sekolah secara optimal melalui
keluwesan/fleksibilitas.

10
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,
ancaman dan tantangan sendiri.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.
5. Keputusan yang diambil sekolah lebih sesuai
dengan kebutuhan sekolah.
6. Penggunaan sumber daya lebih efektif dan efisien
karena adanya kontrol oleh warga sekolah.
7. Tercapainya transparansi dan akuntabilitas
sekolah.
8. Tanggung jawab yang lebih besar oleh sekolah
dalam mewujudkan kualitas pendidikan.
9. Persaingan sehat antar sekolah melalui inovasi-
inovasi pendidikan.
10. Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan.
Kajian tentang keefektifan pendidikan harus dilihat
secara sistemik mulai dari masalah input, proses, output
dan outcome (Mulyasa, 2007:85). Keefektifan MBS
Komponen-komponen MBS yang di monitor dan
dievaluasi dalam implementasi MBS menurut Rohiat
(2009:79) yaitu:
1) Konteks
Konteks adalah eksternalitas sekolah berupa
demand dan support yang berpengaruh pada input
sekolah. Dengan kata lain, konteks sama artinya
dengan kebutuhan. Dengan demikian, evaluasi
konteks berarti evaluasi tentang kebutuhan. Yang
termasuk konteks antara lain: permintaan
pendidikan, dukungan masyarakat terhadap
pendidikan, kebijakan pemerintah, status sosial-
ekonomi masyarakat, keadaan geografis, dan lain-lain.

11
Alat yang tepat untuk melakukan evaluasi konteks
adalah needs assesment.
2) Input
Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia dan
siap karena dibutuhkan untuk berlangsungnya
proses. Input ini dapat berupa barang dan perangkat-
perangkat lunak (ide dan harapan). Secara garis besar
input dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
harapan, sumber daya dan input manajemen. Yang
termasuk input, antara lain: visi, misi, tujuan,
sasaran sekolah, sumber daya sekolah, siswa,
manajemen berbasis sekolah, dan sebagainya.
3) Proses
Adalah berubahnya sesuatu menjadi adi sesuatu
yang lain. Dalam MBS sebagai sistem, proses terdiri
dari: proses pengambilan keputusan, proses
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan
program, proses belajar mengajar, dan proses evaluasi
sekolah.
4) Output
Adalah hasil nyata dari pelaksanaan program MBS.
Hasil nyata tersebut dapat berupa academic
achievement maupun non academic achievement.
Fokus evaluasi pada output adalah mengevaluasi
sejauh mana sasaran yang diharapkan (kualitas,
kuantitas, waktu) telah dicapai program MBS.
5) Out come
Out come adalah hasil MBS jangka panjang, yang
berbeda dengan output yang hanya mengukur hasil
MBS sesaat/ jangka pendek. Karena itu, fokus
evaluasi outcome adalah pada dampak MBS jangka
panjang, baik dampak terhadap individu maupun
sosial. Yang termasuk dalam outcome antara lain:
manfaat sekolah jangka panjang terutama
menyangkut pendidikan lanjut, penghasilan,
pengembangan karir, kesempatan untuk berkembang,
12
dan sebagainya. Untuk melakukan evaluasi ini, pada
umumnya digunakan analisis biaya manfaat.

2.3 Ruang Lingkup Manajemen Berbasis Sekolah


Manajemen berbasis sekolah merupakan strategi
untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif.
Manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru
manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar
sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana,
sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas
kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat (Mulyasa, 2007: 33).
Manajemen berbasis sekolah adalah suatu ide
tentang pengambilan keputusan pendidikan yang
diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan
pembelajaran, yakni sekolah. Pemberdayaan sekolah
dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di
samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah
terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana
peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Penekanan aspek-aspek tersebut sifatnya
situasional dan kondisional sesuai dengan masalah yang
dihadapi dan politik yang dianut pemerintah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu
wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi
kepada sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai
dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya. Otonomi
dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah
13
untuk meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan,
menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok
terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan. Menurut Made Pidarta (2004: 3),
manajemen merupakan proses mengintegrasikan
sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem
total untuk menyelesaikan suatu tujuan. Yang
dimaksud sumber di sini ialah mencakup orang-orang,
alat-alat, media, bahan-bahan, uang, dan sarana.
Semuanya diarahkan dan dikoordinasi agar terpusat
dalam rangka menyelesaikan tujuan. Menurut Mulyasa
(2007: 35) karakteristik manajemen berbasis sekolah
antara lain:
a. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah
Manajemen berbasis sekolah memberikan otonomi
luas kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung
jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan
tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan
pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat,
sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga
kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas
utamanya mengajar. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas
untuk mengembangkan program-program manajemen
berbasis sekolah dan pembelajaran sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan peserta didik sesuai tuntutan
masyarakat.
b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
Dalam manajemen berbasis sekolah, pelaksanaan
program-program sekolah didukung oleh partisipasi
14
masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi.
Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya
mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi
melalui komite sekolah dan dewan pendidikan
merumuskan serta mengembangkan program-program
yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat
dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu
sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
c. Kepemimpinan Yang Demokratis dan Profesional
Dalam manajemen berbasis sekolah, pelaksanaan
program-program sekolah didukung oleh adanya
kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional.
Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana
inti program sekolah merupakan orang-orang yang
memiliki kemampuan dan integritas profesional. Kepala
sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang
direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan
sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
d. Team Work Yang Kompak dan Transparan
Dalam manajemen berbasis sekolah, keberhasilan
program-program sekolah didukung oleh kinerja team
work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak
yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Keberhasilan
manajemen berbasis sekolah merupakan hasil sinergi
dari kolaborasi tim yang kompak dan transparan.
Menurut Mulyasa (2003: 24) manajemen berbasis
sekolah merupakan paradigma baru pendidikan, yang
memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
(pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan
15
pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah
leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan,
serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih
memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan
pendidikan.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu
wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan
kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang
lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi
dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah
untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan
partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait,
dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan.
Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi
serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan
sekolah juga berperan dalam menampung konsensus
umum yang menyakini bahwa sedapat mungkin
keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang
memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat,
yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan
dan yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut.
Menurut Mulyasa (2003: 25) manajemen berbasis
sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam
penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam
GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan
landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
16
yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro,
meso, maupun mikro. Manajemen berbasis sekolah yang
ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan
masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap
gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh
melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui
partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas
pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya
sistem insentif serta disinsentif.
Manajemen sekolah pada hakekatnya mempunyai
pengertian yang hampir sama dengan manajemen
pendidikan. Ruang lingkup di bidang kajian menajemen
sekolah juga merupakan ruang lingkup dan bidang
kajian menajamen pendidikan.
Komponen-komponen yang harus dikelola dengan
baik dalam rangka MBS, menurut Mulyasa (2003: 42),
adalah sebagai berikut:
a. Manajemen Manajemen berbasis sekolah dan
Program Pengajaran
Manajemen berbasis sekolah dan programpengajaran
merupakan bagian dari MBS. Manajemen manajemen
berbasis sekolah dan program pengajaran mencakup
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penlilaian
manajemen berbasis sekolah. Perencanaan dan
pengembangan manajemen berbasis sekolah nasional
17
pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Karena itu level
sekolahyang paling penting adalah bagaimana
merealisasikan dan menyesuaikan manajemen berbasis
sekolah tersebut dengan kegiatan pembelajaran.
b. Manajemen Tenaga Kependidikan
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen
personalia pendidikan bertujuan untuk
mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan
efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun
tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan
dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan
pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, menggaji,
dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem,
membantuanggota mencapai posisi dan standar perilaku,
memaksimalkan perkembangan karier tenaga
kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan
organisasi
c. Manajemen Kesiswaan
Mulyasa (2003: 45) manajemen kesiswaan atau
manejemen kemuridan (peserta didik) merupakan salah
satu bidang operasional MBS. Manajemen kesiswaan
adalah penataan dan pengaturan teradap kegiatan yang
berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai
dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu
sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek
yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu
upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
melalui proses pendidikan di sekolah.
18
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur
berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan
pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan
teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut bidang manajemen
kesiswaan sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang
harus diperhatikan, yaitu penerimaan murid baru,
kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan
pembinaan disiplin.
d. Manajemen Sarana dan Prasana Pendidikan
Mulyasa (2003: 49) sarana pendidikan adalah
peralatan dan perlengkapan yang secara langsung
dipergunakan dan menunjang proses pendidikan,
khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung,
ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media
pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana
pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
menunjang jalannya proses pendidikan atau
pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah,
jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara
langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman
sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah
sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen
tersebut merupakan sarana pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara
optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan.
Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan,

19
pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi dan
penghapusan serta penataan.
2.4 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi merupakan proses menggambar,
mengumpulkan serta menyajikan informasi eskritif
tentang berharganya kewajaran tujuan, rancangan
implementasi dan danpak suatu program sebagai
masukan bagi pembuatan keputusan, melayani
kebutuhan mempertanggungjawabkan dan pemahaman
terhadap fenomena. Sanders & Sullins (2006: 1)
mengungkapkan bahwa “program evaluation is the
process of systematically determining the quality of
program and how it can be improve” yang dapat diartikan
bahwa evaluasi program merupakan upaya yang
sistematik untuk menetukan kualitas suatu program
agar program tersebut dapat ditingkatkan.
Evaluasi berasal dari kata evaluation artinya nilai atau
penilaian. Definisi dari kamus Oxford AS “Evaluasi
adalah suatu upaya untuk menentukan nilai atau
jumlah”. Sedangkan menurut Suchman (1961) dalam
Arikunto (2008:1) memandang evaluasi sebagai sebuah
proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa
kegiatan yang direncanakan untuk mendukung
tercapainya tujuan”. Lebih lanjut Stufflebeam (1971)
menjelaskan pengertian evaluasi adalah “proses
penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi
yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan
dalam menentukan alternatif keputusan” (Arikunto,
2008:2).

20
evaluasi mengalami perkembangan sesuai dengan
masanya. Pada masa awal, evaluasi sering diartikan
sebagai upaya untuk menilai hasil belajar, berdasarkan
bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan suatu
perlakuan pembelajaran kepada peserta didik. Namun,
seiring perkembangannya pengertian evaluasi bukan
hanya menilai hasil belajar saja melainkan penilaian
terhadap proses dan hasil belajar karena terdapat faktor-
faktor lain yang mendukung keberhasilan pencapaian
hasil belajar siswa, seperti kondisi fisik dan psikis siswa,
kapasitas guru, sarana prasarana pendukung di sekolah,
serta lingkungan pembentuk sekitarnya.
Istilah program diartikan sebagai “rencana”, dalam
pengertian yang lebih praktis program adalah “suatu unit
atau kesatuan kegiatan, maka program merupakan
sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan
bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan
Ada beberapa macam model evaluasi, dalam penelitian ini
model yang digunakan adalah model CIPP yang
dikembangkan oleh Stufflebeam. CIPP merupakan
sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata,
yaitu: Context, Input, Process, dan Product, sehingga bila
disingkat menjadi Model CIPP.
Model CIPP adalah model evaluasi yang memandang
program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Seperti
layaknya suatu pendekatan ilmu, CIPP memiliki
beberapa kelebihan dan kelemahan seperti yang
disampaikan Pradinata (2012), kelebihan evaluasi model
CIPP antara lain:

21
a. CIPP memiliki pendekatan yang holistik dalam
evaluasi, bertujuan memberikan gambaran yang
sangat detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai
dari konteksnya hingga saat proses implementasi.
b. CIPP memiliki potensi untuk bergerak di wilayah
evaluasi formatif dan summatif. Sehingga sama
baiknya dalam membantu melakukan perbaikan
selama program berjalan, maupun memberikan
informasi final.
Namun demikian, dalam pembuatan keputusan yang
diartikan sebagai mengkonseptualisasikan sejumlah
proses keputusan yang meliputi kesadaran, desain,
pilihan, dan aksi, perlu diperhatikan peranan-peranan
yang dimainkan oleh evaluator.
Diantaranya adalah memonitor sebuah program
untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kesempatan
mengidentifikasi konsep-konsep, alternatif permasalahan
untuk dipecahkan dalam penyesuaian kebutuhan atau
penggunaan kesempatan-kesempatan menilai
pernyataan permasalan alternative dari kedudukan nilai
yang berada dan menilai apakah permasalahan
membutuhkan perubahan dan informasi mana yang
dapat disediakan untuk menuntun aktifitas-aktifitas
perubahan.

2.5 Penelitian relevan


Abdul Hafid (2011) Dosen Universitas Negeri Makasar
dalam jurnalnya mengemukakan bahwa untuk
melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah yang baik di
perlukan perubahan kultur dan Figur pada sekolah

22
sehingga sekolah benar-benar siap dalam melaksanakan
manajemen berbasis sekolah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan model
pengeloaan sekolah yang bertumpu pada tiga pilar utama
yaitu,manajemen pengeloaan sekolah secara transparan
dan akuntabel, peran serta masyarakat dan stakholder
serta pembelajaran aktif,kreatif,efektif dan
menyenangkan.
Penelitian berikutnya oleh Suraya ( 2009 ) Tesis
Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat.
Implementasi Monitoring Dan Evaluasi Manajemen
Berbasis Sekolah di MTsNAwayan Kabupaten Balangan
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, dengan
diberlakukannya Undang-Undang nomor 22 tentang
pemerintahan daerah, jika sebelumnya segala sesuatu
serba sentralistik, maka sekarang semua urusan tidak
terkecuali bidang pendidikan diserahkan kepada
daerah.Begitu juga di Kabupaten Balangan otonomi
daerah memberikan kewenangan dan keleluasaan
mengatur dan mengelola sekolah sesuai dengan keadaan
sekolah.
Adanya Manajemen Berbasis Sekolah adalah model
manajemen yang memberikan otonomi kepada sekolah
dan menekankan keputusan bersama dari semua warga
sekolah dan masyarakat untuk mengelola sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional, untuk itu juga
diperlukan Implementasi Monitoring dan evaluasi.
Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan sistem
dan bagian integral dari pengelolaan pendidikan, dengan
23
implementasi monitoring dan evaluasi dapat diketahui
tingkat kemajuan pendidikan di sekolah, dimana dari
hasil implementasi monitoring dan evaluasi ini dipakai
sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan dalam
penyelenggaraan pendidikan di MTsN Awayan Kabupaten
Balangan.
2.6 Kerangka Pikir

Kepala Sekolah Guru


Otonomi
Daerah

Manajemen Berbasis
Evaluasi
Sekolah
1. Context
1. Perencanaan
2. Input
2. Pelaksanaan
3. Proses
3. Pengawasan
4. product

Otonomi
sekolah
Masyarakat komite
dalam
pendidikan

24
Uraian diatas asas desentralisasi yaitu pelimpahan
pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah
memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengelola
manajemen pendidikan.otonomi sekolah yaitu
manajemen berbasis sekolah .dalam hal ini
perencanaan,pelaksaan,pengawasan di Sekolah Dasar
Kedongori 1 yang melibatkan komponen sekolah kepala
sekolah,guru serta komite akan di evaluasi dengan CIPP (
Contecx, input,proses,product ).

25

Anda mungkin juga menyukai