Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

Disusun Oleh :

DIAZ FEBRIANTY

113 121 043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS AL-IRSYAD CILACAP

TAHUN 2021
Tanggal Praktik : 1 November 2021

Tempat Praktik : Ruang Aster, RSUD Majenang

Masalah Keperawatan : Thalasemia

Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah dengan kondisi sel darah


merah lebih mudah rusak atau umumnya lebih pendek dari sel darah merah yang
normal (>120 hari) (Susyanti dan Prayustira, 2016).

Thalasemia merupakan sindrom kelainan darah yang diwariskan dan


merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan
oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin
(Nurafif dan Kusuma, 2015).

Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik tersering di


dunia. Penyakit ini desebabkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin. Hemoglobin
merupakan protein kaya zat besi yang berada dalam sel darah merah yang
berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh (Sausan,
2020).

Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari


keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan hemoglobin dalam sel darah
merah menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak
dapat menghasilkan hemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka.
Hemoglobin adalah bagian sel darah merah yang mengangkut oksigen dari pada
paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu tubuh manusia memerlukan oksigen.
Akibat kekurangan sel darah merah yang normal akan menyebabkan pesakit
kelihatan pucat kerena paras hemoglobin (Hb) yang rendah (anemia).

Klasifikasi Thalasemia

2
Klasifikasi thalasemia Menurut Priantoro, Tanto, dan Sjakti (2016) adalah
sebagai berikut:

a. Thalasemia Alfa
Thalasemia alfa adalah hasil dari defisiensi atau tidak adanya sintesis
rantai globin alfa, sehingga rantai globin beta berlebih. Produksi rantai globin
alfa dikendalikan oleh dua gen pada masing-masing kromosom 16.
Penurunan produksi biasanya disebabkan oleh delesi satu atau lebih dari gen
ini. Deleksi gen tunggal akan menyebabkan karier thalasemia alfa dengan
mikrositosis dan biasanya tidak terdapat anemia. Delesi tiga gen
menyebabkan produksi signifikan hemoglobin (HbH) yang memiliki empat
rantai beta.
b. Thalasemia Beta
Thalasemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis
rantai globin beta, sehingga terjadi kelebihan rantai alfa. Sintesis globin beta
dikendalikan oleh satu gen pada kromosom 11. Thalasemia beta terjadi akibat
lebih dari 200 mutasi titik dan delesi dari dua gen (jarang). Produksi rantai
globin beta dapat berkisar antara mendekati normal sampai sama sekali tidak
ada sehingga terdapat lebih banyak variasi keparahan dari kelebihan rantai
globin beta. Apabila terjadi satu defek gen akan menjadi trait (minor) yang
asimtomatis, mikrositik dan anemia ringan. Bila kedua gen tidak ada, akan
menimbulkan thalasemia beta mayor, gejala akan muncul saat usia 6 bulan.
Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, thalasemia
dibagi menjadi :
1) Thalasemia Minor
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang
sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen thalasemia pada anak-
anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tatap akan ada
sepanjang hidup penderita. Penderitanya hanya membutuhkan transfusi
darah pada saat terjadinya infeksi.
2) Thalasemia Mayor

3
Perjalanan penyakit talasemia mayor biasanya singkat karena bila
penderita tidak didukung dengan transfusi, kematian terjadi pada usia
dini akibat anemia yang berat. Transfusi darah memperbaiki anemia dan
juga menekan gejala sekunder (deformitas tulang) karena eritropoiesis
berlebih. Penderita yang sering di tranfusi akan mengalami gagal jantung
akibat kelebihan besi yang progresif, dan hemokromatosis sekunder
merupakan penyebab morbiditas dan mortilitas yang penting.
3) Thalasemia intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara thalasemia mayor-
minor. Penderita ini akan mungkin memerlukan transfusi secara berkala
dan penderita thalasemia ini dapat bertahan.

A. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit aenmia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalasemia terjadi karena faktor
turunan genetik pada sintesis hemoglobin yang diturunkan orang tua (Nurafif
dan Kusuma, 2015).
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopati) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh gangguan struktural pembentukan
hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan
sebagainya, selain itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin
alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan
oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini,
seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen
yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

4
B. Manifestasi Klinis
a. Thalasemia Minor/Thalasemia Trait : tampilan klinis normal,
spenomegaly dan hematogaly ditemukan pada sedikit penderita.
Hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang sampai sumsum
tulang bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita
yang berpasangan harus diperiksa. Karena karier minor pada kedua
pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan thalasemia mayor. Pada
anak yang besar sering dijumpai adanya :
1) Gizi Buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati
(hematomegaly), limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma
ringan saja.
b. Thalasemia Mayor, gejala klinik terlihat sejak anak baru berumur kurang
dari 1 tahun, yaitu :
1) Anemia simptomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya
kadar hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah
yang berinti pada perifer, tidak terdapat HbA, Kadar Hb rendah
mencapai 3-4 g/dl
3) Lemah dan pucat
4) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki, dan
gambaran patognomonik “hair on end”
5) Berat badan kurang.
6) Tidak dapat hidup dengan tranfusi.
c. Thalasemia Intermedia
1) Anemia mikrositik, bentuk hetezigot
2) Tingkat keparahannya berada diantara Thalasemia minor dan
halasemia mayor, masih memproduksi sejumlah kecil HbA

5
3) Anemia agak berat 7-9 g/dl dan splenomegaly
4) Tidak tergantung pada transfusi

Gejala khas adalah :

1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,


jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering di transfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan zat besi.

C. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-
badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder.
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab
sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume
plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi

6
eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya
hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
D. Pathways

Penyebab primer: Penyebab sekunder:


- Sintetis Hb A << - Defisiensi asam folat
- Eritropoisis tidak efektif - Hemodelusi
- Destruksi eritrosit - Destruksi eritrosit oleh s.
intramedular retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Pengikatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus menerus

Hb defectif

Ketidakseimbangan polipeptida

MK: Resiko Infeksi


Eritrosit tidak stabil

Anemia Transfusi
Hemolisis berat darah berulang

7
Suplay O2 << Hemosiderosis

MK: Penumpukan
Ketidakseimbangan Suplay O2 ke Ketidakefektif Besi
suplay O2 dan jaringan an perfusi
kebutuhan perifer << jaringan
perifer

Hipoksia

Dyspneu Endokrin Jantung Hepar Limpa Kulit


menjadi
kelabu
Penggunaan otot Tumbang Gagal Hepatomegali Splenomegali
bantu napas terganggu Jantung

MK: kerusakan
Kelelahan MK: MK: MK: Nyeri integritas kulit
Keterlambatan Resiko akut
MK: Intoleransi pertumbuhan dan cidera
aktivitas perkembangan

Malas makan

Intake
nutrisi <

MK:
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

8
E. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada thalasemia yaitu :
a. Komplikasi pada jantung
Kerusakan pada jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, artmia
atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di
jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan
penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap 6 bulan sekali
untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan
menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan
untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi
khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat
enzim konversi angiotensin.
b. Komplikasi pada tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan mempengaruhi tulang akibat
tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang
dapat terjadi adalah sebagai berikut :
1) Nyeri persendian dan tulang
2) Osteoporosis
3) Kelainan bentuk tulang
4) Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah
c. Pembesaran limpa

9
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah merah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa di
dalam tumbuh lebih besar. Tranfusi darah yang bertujuan meningkatkan
sel darah yang sehat menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan
menjadi tidak aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat.
Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya
cara untuk mengatasi masalah ini. Vaksinasi untuk mengatasi potensi
infeksi yang serius, seperti flu dan menginitis, disarankan untuk
dilakukan jika anak telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini
dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter
jika anak memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena
bisa berakibat fatal.
d. Komplikasi pada hati
Kerusakan pada hati akibat terlalu banyak zat besi dapat
mengakibatkan terjadinya hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati,
sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis dimana sel-sel hati normal
menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh
karena itu, penderita thalasemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati
tiap 3 bulan sekali. Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan
mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang
lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
e. Komplikasi pada kelenjar hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif
terhadap zat besi. Para penderita thalasemia beta mayor, walaupun telah
melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem 27 hormon.
Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk
mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat
kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar
hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini :
1) Kelenjar tiroid-hipertiroidisme atau hipotiroidisme

10
2) Pankreas-diabetes

Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan


anak-anak penderita thalasemia tiap 6 bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para
remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun
sekali.

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada hapusan darah topi didapatkan gambaran hipokrom
mikrositik, anisositosis, polklilositosis, dan adanya sel target
(fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (S1)
meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan
dapat mencapai nol. Elektroforesis hemeglobin memperlihatkan
tingginya HbF lebih dari 30 %, kadang ditemukan juga hemeglobin
patologik. Di Indonesia kira-kira 45 % pasien thalasemia juga
mempunyai HbF maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat,
SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh
hemosiderosis. Penyelidikan sintesis Alfa / Beta terhadap refikulosit
sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa / beta yakni
berkurang atau tidak adanya sintesis rantai beta.
b. Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologist tulang akan memperlihatkan medula yang
lebar, korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak
memperlihatkan ” hair – on – end ” yang disebabkan perluasan sum –
sum tulang ke dalam tulang korteks.

G. Pemeriksaan penunjang
a. Darah tepi
1) Hemoglobin, gambangan morfologi eritrosit

11
2) Retikulosit meningkat
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
c. Pemeriksaan khusus :
1) Hb F meningkat : 20-90% Hb total
2) Elektroforesis Hb : Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar HbF
3) Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5 % dari Hb
total).
d. Pemeriksaan lain
1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.

H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb
diatas 10 g/dl. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan
klinis yang nyata memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman,
mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif
yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan
meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
2) Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus di kerjakan untuk
mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik
digunakan PRC yang relative segar (kurang dari 1 minggu dalam
antikoagulen CPD) walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi
demam akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan
penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau
penggunaan filter leukosit dan dengan pemberian antipiretik sebelum
transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi tranfusi jangka panjang,

12
yang tidak dapat dihindari karena tiap 500 ml darah membawa kira-
kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara
fisiologis.
3) Sindrosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau
bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi
(iron chelating drugs) deferoksamin yang membentuk kompleks besi
yang dapat di ekskresikan dalam urin. Kadar deferoksamin darah yang
dapat di pertahankan tinggi adalah perlu untuk eksresi besi yang
memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangaka 8-12 jam dengan
menggunakan pompa portable kecil (selama tidur), 5 atau 6
malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat
mempertahankan kadar ferritin serum kurang dari 1000 mg/ml yang
benar-benar dibawah nilai toksik.
4) Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masf yang disebabkan
oleh eritropoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya
diperlukan karena ukuran organ tersebut atau karena hiperslenisme
sekunder. Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali,
oleh karena itu operasi harus dilalukan hanya untuk indikasi yang jelas
dan harus ditunda selama mungkin. Indikasi terpenting untuk
splenektomi adalah meningkatkan kebutuhan transfusi yang
menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan tranfusi melebihi 240
ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan
merupakan indikasi untuk mempertimbangkan splenoktomi
5) Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin
H.Influensa tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan,
dan terapi profilaksis penisilin juga dianjurkan. Cangkok sumsum
tulang (CST) adalah kuratif pada penderita yang telah menerima
transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa resiko
morbiditas dan mortilitas dan biasanya hanya digunakan untuk

13
penderita yang mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak
terkena) yang histokompatibel.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Istirahat cukup
2) Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan menjalani diet
dengan gizi seimbang
3) Makan makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12, seperti ikan,
produk susu, daging, kacang-kacangan, sayuran, jeruk, biji-bijian.
4) Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan kemampuan.
5) Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada kepala sekolah
tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas secara berkala
dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.

I. Asuhan Keperawatan Pada thalsemia


1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4
tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan

14
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka
anak beresiko terkena talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1) KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak
mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat kehitaman

15
5) Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6) Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
7)  Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia,
BB di bawah normal
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak,
pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tapa odolense karena adanya anemia kronik.
9) Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi.
Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).(Nurarif,2013)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
Penurunan konsentrasi
b. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna makanan atau absorpsi nutrisi
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan hemoglobin, leukopenia atau penurunan granulosit)
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen.
e. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
Defisiensi lingkungan

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


No. Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

16
1. Ketidakefektifan NOC : NIC : Peripheral Sensation
perfusi jaringan 1. Circulation status Management
berhubungan dengan 2. Tissue perfusion : perifer 1. Kaji pengisian kapiler,
penurunan Setelah dilakukan tindakan warna kulit/ membran
komponen seluler keperawatan selama 3 x 24 mukosa, dasar kuku
yang diperlukan jam diharapkan perubahan 2. Kaji respon verbal
untuk pengiriman perfusi jaringan teratasi melambat, mudah
oksigen ke sel. dengan Kriteria hasil: terangsang, agitasi,
a. Keluarga/pasien gangguan memori, bingung
mengetahui penyebab 3. Tinggikan posisi kepala
perubahan perfusi jaringan (pada pasien hipotensi)
b. Klien menunjukkan perfusi 4. Awasi tanda vital
yang adekuat seperti: 5. Periksa nadi perifer,
pengisian kapiler baik, edema, pengisian kapiler,
haluaran urin adekuat, warna kulit/membrane
membrane mukosa merah mukosa, dan suhu
muda, akral hangat membrane mukosa.
c. Tidak ada nyeri ekstremitas 6. Pantau status cairan
d. Hb normal 12 – 16 gr% meliputi asupan dan
e. TTV dalam batas normal haluaran.
7. Rendahkan ekstremitas
untuk meningkatkan
sirkulasi arteri dengan tepat
8. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake
makanan yang adekuat
9. Kolaborasi pengawasan
hasil pemeriksaan
laboraturium.
10. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk
darah sesuai indikasi.

17
2. Ketidakseimbangan NOC : NIC : Nutrition Management
nutisi kurang dari 1. Nutritional Status : Food 1. Kaji kemampuan pasien
kebutuhan tubuh and Fluid Intake untuk mendapatkan nutrisi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan yang dibutuhkan
ketidak mampuan keperawatan selama 3 x 24 2. Kaji adanya alergi
mencerna makanan jam diharapkan nutrisi makanan
atau absorpsi nutrisi terpenuhi secara adekuat 3. Anjurkan pasien untuk
yang diperlukan dengan Kriteria hasil : meningkatkan intake Fe
untuk pembentukan a. Adanya peningkatan berat 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
sel darah merah badan sesuai dengan tujuan untuk menentukan jumlah
b. Berat badan ideal sesuai kalori dan nutrisi yang
dengan tinggi badan dibutuhkan pasien
c. Mampu mengidentifikasi 5. Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan
d. Tidak ada tanda – tanda vitamin C
malnutrisi 6. Yakinkan diet yang di
e. Tidak terjadi penurunan makan mengandung tinggi
berat badan yang berarti serat untuk mencegah
konstipasi
7. Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring
1. Monitor berat badan pasien
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak pada selama
jam makan
4. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor kadar albumin,
total protein, hemoglobin
dan kadar hematokrit
7. Monitor makanan kesukaan

18
pasien
8. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
9. Monitor jaringan
konjuntiva mata : kering,
pucat, dan kemerahan
10. Monitor kalori dan intake
nutrisi
11. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral
12. Catat jika lidah berwarna
magenta dan scarlet
3. Resiko infeksi NOC : NIC : Infection control
berhubungan dengan 1. Immune status 1. Ganti letak IV line sesuai
pertahanan sekunder 2. Knowledge : Infection petunjuk
tidak adekuat control 2. Gunakan kateter
(penurunan 3. Risk control intermitten untuk
hemoglobin, Setelah dilakukan tindakan menurunkan infeksi
leukopenia atau keperawatan 3x24 jam kandung kemih
penurunan diharapkan tidak terjadi infeksi 3. Cuci tangan sebelum dan
granulosit) dengan Kriteria hasil : sesudah tindakan
a. Pasien bebas dari tanda keperawatan
dan gejala infeksi 4. Tingkatkan intake nutrisi
b. Mendiskripsikan proses 5. Berikan antibiotik bila
penularan penyangkit, perlu
faktor yang memengaruhi 6. Infection protection
penularan serta 7. Monitor tanda infeksi
penatalaksanaannya sistemik dan lokal
c. Menunjukkan 8. Monitor nilai leukosit
kemampuan untuk 9. Pertahankan teknik aseptik
mencegah timbulnya 10. Inspeksi kulit, dan
infeksi membran mukosa terhadap
d. Jumlah leukosit dalam kemerahan, panas, drainase
batas normal 11. Ajarkan cara menghindari
e. Menunjukkan perilaku infeksi
hidup sehat 12. Dorong masukan nutrisi
yang cukup
13. Dorong masukan cairan
14. Inspeksi kondisi luka
15. Laporkan kultur positif

19
4. Intoleransi aktivitas NOC : NIC : Energy management :
berhubungan dengan 1. Energy conservation 1. Kaji adanya faktor yang
ketidakseimbangan 2. Self Care : ADLs menyebabkan kelelahan
antara suplai oksigen Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor nutrisi dan sumber
dengan kebutuhan keperawatan 3x24 jam energi
oksigen diharapkan masalah intoleransi 3. Monitor respon
aktivitas teratasi dengan kardiovaskuler terhadap
Kriteria hasil : aktifitas
a. Berpartisipasi dalam 4. Monitor pola tidur dan
aktifitas fisik tanpa lamanya tidur atau istirahat
disertai peningkatan 5. Dorong anak untuk
tekanan darah, nadi dan mengungkapkan perasaan
pernafasan terhadap keterbatasan
b. Mampu melakukan 6. Activity therapy
aktifitas sehari-hari 7. Monitor respon fisik,
(ADLs) secara mandiri sosial, emosi dan spiritual
8. Bantu pasien
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
9. Bantu pasien
mengidentifikasi aktifitas
yang mampu dilakukan
10. Bantu pasien memilih
aktifitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial.

20
5. Keterlambatan NOC : NIC : Peningkatan
pertumbuhan dan 1. Growth and perkembangan anak dan
perkembangan Development, Delayed remaja
berhubungan dengan 2. Nutrition Imbalance Less a. Kaji faktor penyebab
Defisiensi Than Body gangguan perkembangan
lingkungan anak
Setelah dilakukan tindakan b. Indentifikasi dan gunakan
keperawatan 3x24 jam sumber pendidikan untuk
diharapkan keterlambatan memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak yang
perkembangan teratasi dengan optimal
Kriteria hasil : c. Berikan perawatan yang
a. Anak berfungsi optimal konsisten
sesuai tingkatannya d. Tingkatkan komunikasi
b. Keluarga dan anak mampu verbal dan stimulsi taktil
menggunakan koping e. Berikan instruksi berulang
terhadap tantangan karena dan sederhana
adanya ketidakmampuan f. Berikan reinforcement
c. Keluarga mampu positif atas hasil yang
mendapatkan sumber- dicapai anak
sumber sarana komunitas g. Dorong anak melakukan
d. Kematangan fisik : wanita : perawatan sendiri
perubahan fisik normal h. Manajemen perilaku anak
pada wanita yang terjadi yang sulit
dengan transisi dan masa i. Dorong anak melakukan
kanak-kanak ke dewasa sosialisasi dengan
e. Kematangan fisik : pria kelompok
perubahan fisik normal j. Ciptakan lingkungan yang
pada wanita yang terjadi aman
dengan transisi dari masa Nutritional Management :
kanak-kanak ke dewasa a. Kaji keadekuatan asupan
f. Status nutrisi seimbang nutrisi (misainya kalori, zat
g. Berat badan gizi)
b. Tentukan makanan yang
disukai anak
c. Pantau kecenderungan
kenaikan dan penurunan
berat badan
Nutrition Theraphy :
a. MenyeIesaikn penilaian
gizi, sesuai
b. Memantau makanan /
cairan tertelan dan
menghitung asupan kalori

21
harian, sesuai
c. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan gizi
sehari-hari, sesuai
d. Kolaborasi dengan ahli
gizi, jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan
e. untuk memenuhi
persyaratan gizi yang
sesuai
f. Pilih suplemen gizi, sesuai
g. Dorong pasien untuk
memilih makanan semisoft,
jika kurangnya air liur
menghalangi menelan
h. Mendorong asupan
makanan tinggi kalsium,
sesuai
i. Mendorong asupan
makanan dancairan tinggi
kalium, yang sesuai
j. Pastikan bahwa diet
termasuk makanan tinggi
kandungan serat untuk
mencegah konstipasi
k. Memberikan pasien dengan
tinggi protein, tinggi kalori,
makanan dan minuman
bergizi jari yang dapat
mudah dikonsumsi, sesuai.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/32930762/LAPORAN_PENDAHULUAN_THALASEMIA

https://www.academia.edu/18075400/LAPORAN_PENDAHULUAN_THALASEMIA

https://www.scribd.com/doc/25215711/Laporan-pendahuluan- THALASEMIA

https://www.academia.edu/33039329/LP_thalasemia

https://www.scribd.com/document/512539708/LAPORAN-PENDAHULUAN-

THALASEMIA-PADA-ANAK

23

Anda mungkin juga menyukai