ARSITEKTUR VERNAKULAR
PANTAR BARAT
Untuk mempermudah pembahasan dan pendalaman Arsitektur Vernakular Pantar
secara umum, kami membatasi obyek kajian kami hanya pada Arsitektur Vernakular
Pantar bagian Barat, dan akan lebih khusus lagi membahas Arsitektur Vernakular pada
Desa Tude, Kecamatan Pantar Barat.
1. GAMBARAN UMUM
Arsitektur tradisional yang ada berupa rumah adat yang dikenal dengan nama
Kaby. Bentuk – bentuk rumah adat telah mengalami perubahan, sedangkan yang masih
dipertahankan adalah bentuk atapnya. Bentuk atap pada dasarnya sama hanya
perbedaannya terletak pada tinggi, rendah dan kemiringan atap serta dekorasi pada
mahkota ( siang ), lisplan ( kela ).
2. POLA TAPAK
Perletakan bangunan dalam tapak, menggunakan pola menyebar. Secara umum,
bentuk perkampungan menggunakan bentuk persegi dengan rumah adat sebagai
landmark dari perkampungan. Untuk sirkulasi menggunakan pola grid dan pola
memusat.
Sketsa pola tapak perkampungan
Pada bagian depan dari rumah adat terdapat tempat untuk menabuh alat tradisional
(gong, tambur, moko dan alat lainnya) untuk upacara adat seperti lego–lego dan
tarian penyambutan lainya. Tempat ini berbentuk lingkaran dan lebih tinggi dari
muka tanah (0,62 cm – 0,63).
Akses ke dalam lokasi rumah adt menggunkan dua buah entrance yaitu pintu utama
berada pada bagian depan banguanan rumah adat (kaby).
Sesuai dengan sketsa di atas yang diikuti dengan penjelasannya, maka dapat
disimpulkan bahwa pola tapak pada Kampung Tradisional di Desa Tude berbentuk
linear, yang berorientasi pada rumah adat dan Lel Le.
3. ARSITEKTUR
Rumah/bangunan tradisional dibedakan menjadi dua bagian yaitu rumah adat
( kaby ) dan rumah rakyat ( Tonu Blah ). Rumah rakyat ( Tonu Blah ) terbagi atas dua
bentuk yaitu bangunan unutuk adik kepala suku dan untuk masyarakat biasa.
Perbdaan bangunan yaitu rumah adat ( Kaby ) berpanggung dan rumah rakyat ( tonu
Blah ) tidak berpanggung. ( Sumber : Skripsi tugas Akhir Gustav Wabang. 2005 ).
Pondasi
Rumah adat ini tidak menggunakan pondasi karena rumahnya berpanggung;
menggunakan tiang-tiang sebagai penopang utama untuk ruang-ruang di
atasnya. Namun secara struktural, tiang–tiangnya ditanam ke dalam tanah atau
menggunakan sistem jepit. Sedangkan untuk mencegah masuknya air kedalam
rumah maka pada bagian dasar ( kolong ) ditinggikan.
Lantai
Secara keseluruhan lantai rumah adat terbuat dari bambu cincang (pelupuh).
Sebagai pemikul pelupuh digunakn balok-balok lantai yang terbuat dari kayu
bulat sedangkan dibawah balok lantai terdapat beberapa balok yang ukuranya
lebih besar dan diletakan berlawanan dengan balok diatasnya.
Balok / Pengkaku
Atap
Bentuk atap terdiri dari dua bentuk trapesium yang salah satunya mengalami
pemancungan dan trapezium utuh tersebut digabungkan dengan trapezium
yang dipancung, sehingga bentuknya adalah atap ‘joglo’. Kemiringan atap pada
trapesium pertama ± 35° - 45 ° dan trapesium kedua ± 60° - 70 °. Pada bagian
sudut atau jurai luar pda trapesium kudua dipasang Kela (lisplank ) terukir, dan
dipakukan pada kelebihan gording. Pada bagian puncak kiri dan kanan
dipasang mahkota dari rumah adat (siang) yang diukir dan pada bagian tengah
antara pertemuan Kela diberi lubang persegi untuk mengikat Kela dan Siang
digunakan Mosang (pedang adat) dari kayu dan dipakukan pada balok
nok/bubungan.
Mahkota
sium I
Trape-
Trapesium II
Pada atap kedua terdiri dari empat buah tiang nok dengan tinggi ± 250- 275 cm
dan balok nok sebagai penguat keempat balok tersebut. Pada keempat balok
dipasang balok tarik yang berfungsi untuk meletakan dua buah tiang nok yang
tingginya ± 3 m dan pada puncak tiang nok dipasang balok nok melewati tiang
nok, yang berfungsi menggantung kepala Kela dan Siang rumah adat.
Pemasangan tiang nok diperkuat dengan jurai dan kaki kuda-kuda. Perletakan
gording pada kaki kuda-kuda melewati jurai luar yang berfungsi untuk
memasang Kela/ lisplank. Di atas gording diletakan kasau dan reng dari
material bambu.
Penutup atap
Bahan penutup atap adalah alang-alang. Bahan penutup ini sebelum digunakan
terlebih dahulu diikat pangkalnya kemudian disusun berjejer satu persatu dan
diikatkan pada reng bambu.
Tangga
Tangga berguna untuk menghubungkan lantai-lantai di atasnya. Tangga dibuat
dari dua buah bambu yang dilubangi satu sisi dan digabungkan dengan anak
tangga yang terbuat dari kayu bulat kemudian diikat dengan tali rotan. Semua
tangga yang ada pada rumah adat ( kaby ), harus menggunakan 7 buah anak
tangga untuk satu buah tangga.
Sketsa Rumah Adat ( Kaby )
Saulo Dos Santos 221 09 024
Leston Situmorang 221 09 010
Perkembangan Arsitektur 3 2012
Tampak Depan
Potongan Memanjang
Rumah rakyat/Tonu Blah terdiri atas dua macam, yaitu: atap berbentuk atap
joglo dan atap berbentuk atap limas. Kedua bangunan tersebut memiliki ciri yang
sama yaitu memiliki kelebihan gording pada kedua sisi (jurai luar) yang berfungsi
untuk memasang Kela/lisplank. Denah kedua rumah sama, hanya perbedaan
tardapat pada luasan dan bentuk atapnya.
Lantai
Lantai dari Tonu Blah terbuat dari tanah yang diurug dan diratakan dengan beda
tinggi lantai yang cukup untuk menghindari masuknya air kedalam rumah.
Dinding
Dinding yang digunakan terbuat dari anyaman bulu (Aur) dengan motif-motif
yang bervariasai dan sederhana. Untuk merapikan lembaran gedek digunakan
bilah-bilah bambu yang dipasang vertikal dan horizontal.
Bentuk atap dari kedua rumah berbeda. Perbedaan bentuk atap tersebut
mencerminkan fungsinya masing-masing: rumah yaitu atap’ joglo’ digunakan
oleh keluarga/adik-adik dari kepala suku, sedangkan atap limas digunakan oleh
rakyat biasa dan budak belian. Kemiringan atap mencapai ± 45° - 65 °.
Penutup atap
Bahan penutup atap adalah alang-alang. Bahan penutup atap ini sebelum
digunakan terlebih dahulu diikatkan pada pangkalnya kemudian disusun berjejer
satu persatu dan diikatkan pada reng bambu.