Anda di halaman 1dari 5

Policy Brief :

ANALISIS KEBIJAKAN KERJASAMA PEMBANGUNAN


EKONOMI INDUSTRI PERTAMBANGAN NICKEL
DI WILAYAH TELUK BONE

Dr. Hijir Ismail A. Rasyad, S.T., M.T.


(Analis Kebijakan Madya – Biro Ekbang)

ABSTRAK

Pengelolaan dan Pengembangan Terpadu Teluk Bone oleh Badan Kerjasama


Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS), antara lain dapat diimplementasikan
dengan kebijakan kerjasama ekonomi pengembangan industri nickel di perbatasan
Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Kolaka Utara, sehingga dapat memberikan nilai
tambah dan berimplikasi positif pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja.

Kata Kunci : kebijakan kerjasama ekonomi, industri nickel, nilai tambah

I. PENDAHULUAN

Mengacu pada hasil focus group discussion Pengelolaan dan


Pengembangan Terpadu Teluk Bone oleh Badan Kerjasama Pembangunan
Regional Sulawesi (BKPRS) di Makassar pada Rabu, 10 Maret 2021, kuat kesan
belum signifikannya implementasi kerjasama terpadu di Wilayah Teluk Bone,
khususnya kerjasama ekonomi antara daerah sesuai naskah kerjasama
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2016, yang didalamnya mencakup 15 Kabupaten dan Kota.
Dari 15 Kabupaten dan Kota pada 2 wilayah provinsi di atas, Kabupaten
Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Kolaka Utara Provinsi
Sulawesi Tenggara, berada pada posisi yang berbatasan dan dimungkinkan
dibangun kerjasama ekonomi yang sifatnya menguntungkan kedua pihak. Hal
tersebut menjadi penting, karena ditemukan potensi nickel laterite yang bernilai
vital bagi Negara, yang selama ini berperan sebagai sebagai bahan baku industri
logam, akan tetapi temuan terakhir juga penting sebagai sumber energi

Policy Brief “Kerjasama Ekonomi Teluk Bone” 1


alternatif, sehingga mampu mensubstitusi peran minyak dan gas bumi serta
batubara.
Endapan nickel laterite tersebut ditemukan di sekitar perbatas kedua daerah
tersebut, yang secara geologi menerus di bagian timur Provinsi Sulawesi
Selatan dan bagian utara Provinsi Sulawesi Tenggara, dan penyebarannya tidak
terbatas oleh batas administrasi hingga ke wilayah Teluk Bone. Saat ini terdapat
beberapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) nickel tahap Operasi Produksi, baik di
Kabupaten Luwu Timur maupun di Kabupaten Kolaka Utara.
Akan tetapi, sesuai amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang No. 3 Tahun 2020, ekspor atas komoditas tersebut tidak
dimungkinkan dalam bentuk raw material, melainkan dalam bentuk hasil
pengolahan dan pemurnian melalui industri mineral, sehingga dapat memberi
nilai tambah (value added of mineral) baik bagi Negara (mining right), bagi
pelaku usaha (economic right) maupun bagi rakyat (Ekawan, 2001).
Sebagai efek dari ketentuan perundang-undangan di atas, maka fenomena
yang terjadi saat ini di kedua daerah tersebut, umumnya dikirim ke daerah yang
telah ada industri mineral di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah,
selebihnya bersikap menunggu kerjasama investor untuk mendirikan industri
mineral (smelter), yang dipahami membutuhkan investasi yang besar (high
investation) dan memerlukan pertimbangan teknis dan ekonomis yang detail.
Mengacu pada fenomena ekonomi di atas, maka dibutuhkan suatu analisis
kebijakan terkait kerjasama pembangunan ekonomi di Wilayah Teluk Bone
tersebut.

II. RUMUSAN MASALAH

Jebakan nickel laterite di luar Wilayah Kontrak Karya PT. Vale Indonesia,
yang secara geologi terkonsentrasi di sekitar perbatasan Kabupaten Luwu Timur
Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi
Tenggara. Pertimbangan kebutuhan dunia akan komoditas tersebut yang terus
tumbuh, menyebabkan saat ini ditemukan beberapa Izin Usaha Pertambangan
(IUP) tahap Operasi Produksi di lokasi tersebut.

Policy Brief “Kerjasama Ekonomi Teluk Bone” 2


Kerjasama ekonomi antara kedua daerah dalam Wilayah Teluk Bone
tersebut, menarik untuk ditindak lanjuti dan memerlukan suatu analisis kebijakan
kerjasama pembangunan ekonominya, sehingga value added of mineralnya
dapat memberi manfaat optimal, dalam suatu cluster industry.

III. PEMBAHASAN

Upaya peningkatan nilai tambah mineral (value added of mineral) melalui


pengembangan industri mineral (Hijir Ismail, 2018), terus dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah
Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara melalui peningkatan
investasi industri mineral.
Akan tetapi, investasi industri mineral (smelter) dalam rangka hilirisasi
ditentukan oleh masalah harga logam (Fiquerola dan Ferretti, 2003),
ketersediaan cadangan yang feasible (Wellmer, et al, 2015) kaitannya dengan
investasi (Gylfason, 2004) hingga tingkat profitabilitinya dan dukungan kredit
perbankan (Ishla, 2010).
Selain itu, keterbatasan infrastruktur ketenagalistrikan (Alayi, 2005), tenaga
kerja pertambangan (Blomber, 2007), teknologi (Camus, 2002) dan kesulitan
dalam mengintegrasikan hulu dan hilir industrinya (Ika, 2017), menyebabkan
hasil kegiatan penambangan nickel laterit di Kabupaten Luwu Timur Provinsi
Sulawesi Selatan dan di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
umumnya disupply ke industri nickel di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi
Tengah.
Fenomena di atas, dalam jangka panjang hanya akan merugikan kedua
daerah resources tersebut, baik Kabupaten Luwu Timur maupun Kabupaten
Kolaka Utara karena nilai tambahnya sangat rendah, akan tetapi
menguntungkan Kabupaten Morawali Provinsi Sulawesi Tengah sebagai daerah
industri mineral karena nilai tambahnya yang tinggi.
Oleh karenanya, maka kerjasama ekonomi antara Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan dan Pemerintah Sulawesi Tenggara dalam konteks
Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Teluk Bone, khususnya di bidang
industri pertambangan nickel adalah solusi dari berbagai kendala dan masalah di
atas dengan bersama-sama membentuk usaha pertambangan pengolahan dan

Policy Brief “Kerjasama Ekonomi Teluk Bone” 3


pemurnian mineral sesuai pasal 103 UU No. 4 tahun 2009 dalam suatu Potter
Diamond Model (Porter, 2000;1998). Hasilnya akan mampu memberikan
peningkatan pertumbuhan ekonomi, wilayah dengan pertumbuhan ekonomi baru
(new economic growth) dan berefek lanjut pada peningkatan kesempatan kerja
kedua daerah tersebut.

IV. REKOMENDASI

1. Kerjasama pengembangan industri mineral yang melibatkan seluruh


Pemegang Izin Usaha (IUP) Pertambangan di wilayah perbatasan di
Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Kolaka Utara sebagai pihak yang
mensupply raw material, investor, masyarakat setempat, Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
sebagai wakil pemerintah pusat serta Pemerintah Kabupaten Luwu Timur
dan Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara untuk menggerakkan
perekonomian dalam bentuk cluster industri.
2. Berhubung telah terjadi perubahan regulasi di bidang pertambangan mineral
batubara dari UU No. 4 tahun 2009 menjadi UU No. 3 tahun 2020, dimana
kewenangan pengelolaan nickel laterit tersebut ikut berubah dari Pemerintah
Provinsi menjadi kewenangan Pemerintah pusat, oleh karenanya diharapkan
Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) berperan
untuk mendapatkan rekomendaasi khusus terkait hal tersebut.

IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Alayli, M.A, 2005, The resource curse effect, Resource rich countries and
Weak institutions

2. Blomber, Jeery, 2007, Esai tentang ekonomi industri alumiium, Lulea Univ of
Technology, Swedia

3. Camus,J, 2002, Management of mineral resources, Creaty value in the


Mining business, Society for mining, Metalurgy and exploration

4. Ekawan, Rudianto, 2001, Beberapa Isu Pengembangan Sumberdaya


Mineral Dipandang dari Ekonomi Sumberdaya Alam, Institut Teknologi
Bandung, PERHAPI, 2001

5. Fiquerola, Isabel, Ferretti, 2003, Harga dan biaya produksi peleburan

Policy Brief “Kerjasama Ekonomi Teluk Bone” 4


aluminium dalam jangka pendek dan jangka panjang, Working Paper 03-
39, Universidad Carlos III de Madrid

5. Glyfason, t, 2004, Natural resource and economic growth from dependence


to diversification

6. Ismail, Hijir, 2018, Pengaruh Pengembangan Industri Mineral Terhadap


Peningkatan Nilai Tambah Mineral di Indonesia, Program Doktor Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin,
Makassar

7. Ishlah, Teuku, 2010, Fenomena industri mineral dan prospek pendirian pabrik
pengolahan dan pemurnian mineral, perekayasa madya bidang program
dan kerjasama, Pusat Sumberdaya Geologi.

8. Pemerintah Indonesia, 2020, Undang-Undang No. 3 tahun 2020, tentang


perubahan atas UU No. 3 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara

9. Pemerintah Indonesia, 2009, Undang-Undang No. 4 tahun 2009, tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara

10. Porter, M.E, 2000, Location, Competition and economic development, local
cluster in a global economy, Economic development quarterly 14 (1), 15
– 34.

11. Porter, M.E, 1998, Cluster and the new economics of comptetition
Harvard Business review, 76(6), pp. 77 - 90

12. Wellmer, Friedrich and Christian Hegelikum, 2015, The feedback control
cycle of mineral supply, increase of raw material efficiency and sustain-
ability development, Institute for geoscience and natural resource,
Germany

Policy Brief “Kerjasama Ekonomi Teluk Bone” 5

Anda mungkin juga menyukai