Anda di halaman 1dari 18

ilustrasi Pengertian Korupsi Lengkap dengan Unsur-unsur, Jenis, dan Dampaknya [Suara.

com/Ema Rohimah]
Tambahan Materi Kuliah Pancasila

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (TIPIKOR)


Untuk Semester I Nautika, Teknika, KALK

I. DASAR HUKUM
Dasar hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia adalah
1. Ketetapan MPR-RI No. IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
2. UU No. 28/1999 ttg Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme
3. UU No. 7/2006 ttg Pengesahan Konvensi PBB tentang Anti Korupsi 2003.
4. UU No.13/2006 ttg Perlindungan Saksi dan Korban
5. UU No. 31/1999 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. UU No. 20/2001 ttg Perubahan atas UU No. 31/1999 ttg Pemberantasan TIPIKOR
7. UU No. 30/2002 ttg Komisi Pemberantasan TIPIKOR
8. UU No. 19/2019 ttg ttg Perubahan UU No. 30/2002 ttg Komisi Pemberantasan TIPIKOR
9. UU No. 46/2009 ttg PengadilanTindak Pidana Korupsi
10. UU No. 8/2010 ttg Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU)

II. FUNGSI UU TSB DIATAS


a. UU No.28/1999 hanya mengatur tentang penyelenggaraan negara yang dilakukan
oleh penyelenggara negara harus bersih dan bebas dari unsur KKN, hal ini sebagai
jabaran dari TAP MPR No. IX/MPR/1999.
Penyelenggara negara yang dimaksud dalam UU No. 28/1999 Pasal 2 :
Penyelenggara Negara meliputi :
1. Pejabat negara pada Lembaga tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan
7. Pejabat lain yg memiliki fungsi strategis dLm kaitannya dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1
b. UU No. 7/2006 , ratifikas konvensi PBB anti korupsi
Intinya tentang langkah-langkah kerja sama dengan negara lain yang difasilitasi PBB
sesuai Resolusi Nomor 55/61 pada tanggal 6 Desember 2003 memandang perlu
dirumuskannya instrumen hukum internasional antikorupsi secara global. Instrumen
hukum internasional tersebut amat diperlukan untuk menjembatani sistem hukum
yang berbeda dan sekaligus memajukan upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi secara efektif.

Arti penting lainnya dari ratifikasi Konvensi anti korupsi PBB ini adalah:
- meningkatkan kerja sama internasional khususnya dLm melacak, membekukan,
menyita, dan mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana korupsi yang
ditempatkan di luar negeri;
- meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan tata pemerintahan
yang baik;
- meningkatkan kerja sama internasional dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi,
bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana, pengalihan proses pidana,
dan kerja sama penegakan hukum;
- mendorong terjalinnya kerja sama teknik dan pertukaran informasi dLm
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di bawah payung kerja
sama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup bilateral, regional,
dan multilateral; dan
- harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dalam pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan Konvensi ini.

c. UU No.13/2006 ttg Lembaga Perlindungan Saksi dan Korba (LPSK)


Mengatur tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagamama Pasal 5
Seorang Saksi dan Korban berhak:
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta
bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang
akan, sedang, atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat penerjemah;
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;
i. mendapat identitas baru;
j. mendapatkan tempat kediaman baru;
k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
l. mendapat nasihat hukum; dan/atau
m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu
perlindungan berakhir.
Hak dimaksud diatas diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidana
dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK.

2
Jadi tidak semua kasus dimana saksi dan korban dapat perlindungan, semuanya
tergantung putusan LPSK.

d. UU No. 31/1999 dan UU 20/2001 ttg Pemberantasan TIPIKOR, mengatur tentang


tindak pidana korupsi oleh pelaku yang daapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian tindakan pelaku merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara atau merugikan mayarakat banyak.

e. UU No 30/2002 jo UU No. 19/2019 ttg Komisi Pemberantasan TIPIKOR, mengatur


tentang tugas, fungsi dan kewenangan KPK serta susunan komisi dan dewan
pengawas serti SDM KPK.

f. UU No. 46/2009 ttg PengadilanTindak Pidana Korupsi, dalam UU ini menegaskan


Pengadilan TIPIKOR merupakan pengadilan khusus dan berada di lingkungan
peradilan umum, berkedudukn disetiap ibukota kabupaten /kota di daerah hukum
pengadilan negeri setempat. Kekhususan Pengadilan TIPIKOR adalah satu-satunya
pengadilan yang berwenang memeriksa , mengadili dan memutus perkara TIPIKOR
hakimnya juga khusus (2 hakim PN dan 2 Masyarakat ahli Hukum)

g. UU No. 8/2010 ttg Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
KPK berwenang menulusuri kekayaan serta menyita harta tersangka bila ditemukan
sumber hartanya berasal dari korupsi uang negara atau merugikan keuangan
negara. Penelusuran harta diawali oleh pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) atas dasar laporan pihak tertentu seperti bank, asuransi dsb

III. TINDAK PIDANA KORUPSI


Pengertian korupsi berkembang dengan begitu banyak definisi. Hal ini
disebabkan karena definisi korupsi dapat ditemui dalam berbagai perspektif,
baik melalui arti kata secara harfiah, pendapat berbagai pakar, maupun
berdasarkan legislasi yang mengaturnya. Secara internasional belum ada satu
definisi yang menjadi satu-satunya acuan di seluruh dunia tentang apa yang
dimaksud dengan korupsi.
Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan
menanggulangi korupsi (melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan)
dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undnagan
yang berlaku. https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-terhadap-korupsi/
infografis, diakses 6-2-2021

KBBI merumuskan bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang


negara untuk keuntungan pribdi atau orang lain. sedangkan dalam tindak pidana
korupsi secara garis besar harus memenuhi unsur-unsur sbb : (Andi Hamzah dlm
Hartati 2012)
 perbuatan melawan hukum,
 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atas sarana yang ada padanya
 memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi, dan

3
 secara langsung atau secara tidak langsung merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa
perbuatan tersebut merugiaan keuangan negara atau perekonomian negara.

Subyek hukum dalam tindak pidana korupsi adalah: (Prodjohamidjojo dalam


Hartanti (2002)
1. Manusia
2. Korporasi
3. Pegawai negeri
4. Setiap orang
Bentuk melawan hukum dalam tindak pidana korupsi
a. Memperkaya diri / orang lain atau korporasi secara melawan hukum
b. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana
c. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara
d. Suap atau pemberian hadiah
e. Menyuap Hakim dan Advokat
f. Perbuatan curang
g. Pemalsuan dokumen
h. Menggelapkan, menghancurkan, merusak barang
i. Percobaan, membantu dan permufakatan
j. Permufakatan jahat.

Penyebab Terjadinya Korupsi : (Hehamahuan, Abdullah dalam Djaja 2010)


1. Sistem penyelenggaraan negara yang keliru
Prioritas pembangunan harusnya sektor pendidikan dahulu, selanjutnya
baru sektor ekonomi dll ‘
2. Kompensasi PNS yang rendah.
Negara tidak mampu bayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya
3. Pejabat yang serakah.
Oknum pejabat menyalahgunakan wewenang jabatannya untuk mencari
keuntungan pribdi.
4. Penegakan hukum tidak berjalan
Penegakan hukum tidak berjalan dalam seluruh lini kehidupan baik di
instansipemerintah maupun di lembaga kemasarakatan.
5. Hukuman yang ringan terhadap koruptor
Karena aparat penegak hukum bisa dibayar, hukuman yang dijatuhkan
sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor
6. Pengawasan yang tidak efektif
Pengawasan intern tidak berfingsi karena KKN
7. Tidak ada keteladanan
Pemimpin Tidak ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan , sehingga
tatanan kehdupan berbangsa dan bernegara maki hancur.
8. Budaya masyarakat yang kondunsif KKN
Masyarakat cenderung paternalistik (meniru apa yang dilakukan peminpin),
jadi turut melakukan KKN dalam urusan dalam urusan sehari-hari

4
Akibat dari perbuatan tindak pidana korupsi adalah : (Hartanti,2012)

1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah.


Apabila pejabatnya melakukan korupsi mengakibatkan kurangnya
kepercayaan terhadap pemerintah tersebut.
2. Berkurangnya kewibawaan pemerinah dalam masyarakat
Apabila banyak pejabat pemerintah melakukan penyelewenangan
keuangan negara, maka masyarakat akan bersik apatis terhadap segala
anjuran atau tindakan pemerintah.
3. Berkurangnya pendapatan negara.
Apabila terjadi penyelundupan dan penyelewengan penerimaan negara
oleh oknum pejabat pemerintah
4. Rapuhnya keamanan dan ketahanan negara.
Apabila para pejabat pemerintah mudah disuap terutama oleh kekuatan
asing yang akan memasukan ideologinya.
5. Perusakan mental pribadi.
Apabila sering melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang
mentalnya akan menjadi rusak
6. Hukum tidak lagi dihormati.
Cita-cita tertib hukum tidak akan tercapai apabila penegakan hukum
melakukan tindakan korupsi.

IV. EDUKASI DAN KAMPANYE


Strategi pembelajaran pendidikan antikorupsi dengan tujuan :
a. Membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi,
b. Mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi,
c. Membangun perilaku dan budaya anti korupsi.

V. UPAYA PREVENTIF / CEGAH


- Pemberlakuan berbagai UU yg mempersempit peluang korupsi,
- Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk mencegah korupsi,
(Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN),
- Pelaksanaan sistem rekrutmen aparatur secara adil dan terbuka,
- Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen masyarakat untuk
memantau kinerja para penyelenggara negara,
- Kampanye untuk menciptakan nilai anti korupsi secara nasional.

VI. UPAYA DETEKTIF


- Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat,
- Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu,
- Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik.
- Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di
masyarakat internasional,
- Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP)
atau Satuan Pengawas Intern (SPI) dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.

5
VII. PERSEMPIT PELUANG KORUPSI
- Transparansi penyelenggara negara
( KPK menerima : Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara - LHKPN
dan Laporan menerima gratifikasi / hadiah.)
- - Memberikan rekomendasi langkah-langkah perbaikan kepada kementerian –
- dan lembaga terkait.
- - Modernisasi pelayanan publik dengan teknologi digital ( online)
- - Sistem pengawasan yang terintegrasi agar lebih transparan dan efektif.

VIII. STRATEGI REPRESIF


- Upaya penindakan hukum untuk membawa koruptor ke pengadilan.
- Tahapan yang dilakukan :
- Penanganan laporan pengaduan masyarakat
(KPK melakukan proses verifikasi & telaahan),
- Penyelidikan,
- Penyidikan,
- Penuntutan,
- Eksekusi.

IX. JENIS PENJATUHAN PIDANA PADA PELAKU KORUPSI

Kalau melihat sanksi hukum tindak pidana umum berdasarkan Kitab Udang
Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 10 KUHP menetapkan pidana terdiri atas

a. Pidana Pokok :
1 pidana mati (digantung --sekarang : ditembak)
2. pidana penjara ( seumur hidup, min 1 hari, mak 20 thn)
3. pidana kurungan (min 1 hari, mak 1 tahun, pemberatan + 4 bln)
4. pidana denda
5. pidana tutupan

b. Pidana tambahan
1. pencabutan hak hak tertentu
2. perampasan barang-barang tertentu
3. pengumuman putusan hakim

Tindak pidana umum dimana Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman 2 atau
lebih Pidana pokok, jadi hakim hanya boleh menjatuhkan pidana pokok hanya
1 setiap kasus. Dalam penjatuhan hukuman dihitung dengan maksimal waktu
di penjara. Semua kasus pidana umum minimal hukumannya adalah 1 hari.
Berbeda dengan UU Tindak Pidana Khusus,(peraturan pidana diluar KUHP)
hakim boleh menjatuhkan pidana pokok Penjara dan denda sekali gus,
Dalam penjatuhan hukuman penjara hakim terikat dengan paling singkat,
paling lama di hukum, begitu juga dendanya, (paling sedikit, paling banyak)
sesuai setiap pasal-pasal UU Tindak Pidana Khusus yang dilanggar.

6
Penjelasan korporasi dan pegawai negeri dalam UU TPK, berdasarkan Pasal 1 UU
31/1999 ttg TIPIKOR
1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum
2. Pegawai negeri adalah meliputi :
a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian
b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP
c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
d. orang yang menerim gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau
e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat
3. Setiap orang adalah perseorangan atau termasuk korporasi

X. BENTUK KORUPSI DALAM UU TIPIKOR


Berdasarkan pasal-pasal dalam UU TIPIKORt, korupsi dirumuskan dalam tiga puluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi.
Ketigapuluh bentuk TPK tersebut kemudian disederhanakan ke dalam tujuh
kelompok besar, yaitu:
1. kerugian keuangan negara,
2. suap-menyuap,
3. penggelapan dalam jabatan,
4. pemerasan,
5. perbuatan curang,
6. benturan kepentingan dalam pengadaan, dan
7. gratifikasi

1. Kerugian Keuangan Negara


Kata ‘dapat’ sebelum frasa ‘merugikan keuangan atau perekonomian negara’
menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formal.
Adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
perbuatan yang sudah dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat.

2. Suap-menyuap
Sebagaimana dalam Pasal 5 UU 20/2001,

3. Penggelapan dalam Jabatan


Sebagaimana dalam Pasal 8 UU 20/2001
Menurut R. Soesilo “ penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan
pencurian.” Bedanya ialah pada pencurian, barang yang dimiliki itu belum
berada di tangan pencuri dan masih harus ‘diambilnya’
Sedangkan pada penggelapan, waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan
si pembuat, tidak dengan jalan kejahatan.

7
4. Pemerasan
Pemerasan dalam UU Tipikor berbentuk tindakan:
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang,
seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang; atau
c. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,
seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah
merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya berbentuk:
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang di atas;
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang; atau
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang di atas.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan


Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi
di mana seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk
seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.[4]

7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya.

8
GRATIFIKASI
1. Yang nilainya Rp10 jt atau lebih, pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut
bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
2. Yang nilainya kurang dari Rp10 jt , pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap
dibuktikan oleh penuntut umum.

Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun
dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200jt dan paling
banyak Rp1M

Namun, ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada KPK paling lambat 30 hari sejak tanggal gratifikasi tersebut
diterima.

XI. PROSES PEMERIKSAAN DAN PERSIDANGAN PELAKU TPK


A. Pemeriksaan Pendahuluan
1. Penyelidikan,
Penyelidik melakukan pencarian minimal 2 alat bukti adanya TPK.
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah:
keterangan saksi,
keterangan ahli,
surat,
petunjuk dan
keterangan terdakwa.

2. Penyidikan
Penyidikan adalah tugas penyidik untuk mencari alat bukti sebanyak-
banyaknya yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang telah ada
bukti awal ditemukan oleh penyelidik dalam penyelidikannya.

3. Penahanan
Setelah alat bukti berdasarkan KUHAP pasal 184 ayat 1 telah dipenuhi
barulah pelaku dilakukan penahanan (Pasal 41 ayat 4 KUHAP),

4. Lama penahanan
a. Penahanan oleh penyidik /pembantu penyidik 20 hari
b. Perpanjangan oleh penuntut umum 40 hari
c. Penahanan oleh penuntut umum/Jaksa 20 hari
d. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri 30 hari
e. Penahanan oleh hakim Pengadilan Negeri 30 hari
f. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri 60 hari
g. Penahanan oleh hakim Pengadilan Tinggi 30 hari
h. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan tinggi 60 hari
i. Penahanan oleh Mahkamah Agung 50 hari
j. Perpanjangan oleh Ketua Makamah Agung 60 hari

9
PENUNTUTAN
Setelah alat bukti yang ada ditangan penyidik telah dinyatakan lengkap, maka
berkas diserahkan kepada penuntut untuk dilakukan penuntutan di persidangan
pengadilan negeri setempat oleh Jaksa Penuntut Umum, /JPU
1. Jaksa PU membacakan surat dakwaan -requisitor (155 KUHAP)
2. Terdakwa boleh mengajukan keberatan dakwaan – eksepsi (156 KUHAP)
3. Pemeriksaan saksi dan saksi ahli (pasal 166 ayat 1 sub b KUHAP}
4. Keterangan terdakwa ( pasal 177-178 KUHAP)
5. Pembuktian, hakim menunjukan bukti2 kepada terdakwa (181 KUHAP)
6. Jaksa PU membacakan tuntutan pidana-requisitor (187 huruf a KUHAP)
7. Terdakwa diberi kesempatan pembelaan diri - pledoi (196 (3/ KUHAP)
8. Jaksa PU menjawab apa isi pledoi terdakwa – replik (182 (1) c KUHAP)
9. Terdakwa berkesempatan menjawab replik Jaksa PU- duplik(sda KUHAP)
10. Bila pemeriksaan dianggap selesai hakim menutup sidang,

KESIMPULAN MAJELIS HAKIM


Majelis Hakim bermusyawarah, setelah musyawarah, Majelis Hakim sepakat
membuat putusan Pengadilan (pasal 191, 193 KUHAP)

a. Putusan pembebasan dari segala dakwaan (vrijspraak)


bahwa terdakwa tidak terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah telah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya ( 191 ayat1 KUHAP).

b. Putusan Iepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechts vervolging)

bahwa terdakwa terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah telah


melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi perbuatan tersebut bukan
merupakan tindak pidana
- lepas dari segala tuntutan pidana (pasal 191 ayat 2 KUHAP atau
- adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar.

c. Putusan pemidanaan
bahwa terdakwa terbukti secara syah dan meyakinkan bersalan telah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan
menjatuhkan pidana ( pasal 193 ayat 1 KUHAP.)

XII. KETENTUAN SANKSI TINDAK PIDANA KORUPSI


Dalam UU No. 31/1999 ttg Pemberantasan TIPIKOR
Pasal 2 : Setiap orang dengan melawan hukum
- Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi
- dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 tahun, paling lama 20 tahun dan
Denda paling sedikit Rp.200jt, paling banyak Rp.1M.
Pengecualian, TPK dilakukan dalam keadaan tertentu pidana
mati dapat dijatuhkan

10
Penjelasan “keadaan tertentu” didalam penjelasan UU No. 20/2001
pasal I angka 1 Pasal 2 ayat 2
Keadaan tertentu : keadaan yg dapat dijadikan alasan pemberatan
pidana bagi pelaku TPK, yaitu :
apabila TPK dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi
. penanggulangan keadaan bahaya,
. bencana alam nasional,
. penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas
. penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan
. penanggulangan tindak pidana korupsi (TPK.)

Pasal 3 : Setiap orang


- dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi
- menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yg ada
padanya karena jabatan atau kedudukan
- dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
1 tahun , paling lama 20 tahun dan / atau
denda paling sedikit Rp.50jt, paling banyak Rp.1M.

Pasal 4: Pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tidak


mengahpuskan dipidananya pelaku (di pasal 2 dan pasal 3.)

Dalam UU No. 20/2001 (amandemen UU 31/1999) ttg TIPIKOR


Pasal 5 : dipidana penjara paling singkat 3 tahun, paling lama 5 tahun dan
denda paling sedikit Rp. 50juta, paling banyak Rp. 250juta
- Orang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri/penyelenggara negara
- agar berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya yang
bertentangan dengan jabatannya
- pegawai negeri /penyelenggara negara yang menerima janji atau
pemberian dimaksud

Pasal 6 : dipidana penjara paling singkat 3 thn dan paling lama 15 tahun,
dan denda paling sedikit Rp. 150jt dan paling banyak Rp.750jt
- orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dgn
maksud mempengaruhi putusan perkara yang diadili
- memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menjadi
advokat dalam sidang pengadilan dg maksud mempengaruhi nasihat
atau pendapat didalam sidang
- Hakim atau Advokat yang menerima pemberian atau janji dimaksud

Pasal 7 : dipidana penjara paling singkat 2 tahun, paling lama 7 tahun


dan denda paling sedikit Rp.100jt, paling banyak Rp. 350jt.
- pemborong, ahli bangunan waktu membangun atau penjual bahan
bangunan waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan

11
perbuatan curang yang membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan negara dlm keadaan perang
- petugas mengawasi bangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang
- menyerahkan barang keperluan TNI/POLRI melakukan perbatan
curang yg dpt membahayakan keselamatan negara dalam keadaan
perang
- bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI/POLRI dg
sengaja membiarkan perbuatan curang dpt membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang
- penerima penyerahan bahan bangunan atau penerima penyerahan
barang keperluan TNI/POLRI

Pasal 8 : Di pidana penjara paling singkat 3 thn, paling lama 15 tahun,


dan denda paling sedikit Rp.150jt, paling banyak Rp.750jt
- pegawai negeri atau orang lain selain PN yang menjalankan tugas
rutin atau sementara
- dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang
disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 9 : Dipidana penjara paling singkat 1 tahun, paling lama 5 tahun
dan denda paling sdikit Rp.50jt, paling banyak Rp.250jt
- pegawai negeri atau selain PN dlm menjalankan tugas umum
secara terus menerus atau sementara waktu ,
- dengan sengaja memalsukan surat-suarat atau daftar yang
khusus utk pemeriksaan administrasi

Pasal 10 : Dipidana penjara paling singkat 2 tahun, paling lama 7 tahun


dan denda paling sedikit Rp. 100jt , paling banyak Rp. 350jt
- Pegawai negeri atau orang selain PN terus menerus atau sementara
waktu, bertugas dalam jabatan umum
- dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusak atau
membuat tidak bisa dipakai barang, akta, surat/daftar yg ada
padanya
- membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan merusak,
membuat tidak bisa dipakai lagi barang akta, surat daftar tsb
- membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusak ,
membuat tidak bisa dipakai lagi

Pasal 11 : Dipidana penjara paling singkat 1 tahun, paling lama 5 tahun, dan atau
pidana denda paling sedikit Rp 50jt, paling banyak Rp.250jt
- PN/Penyelenggara negara menerima hadiah atau janji ,
- pd hal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu
diberikan karena kekuasaan atau kewengan yang berhubungan
dengan jabatannya .
-

12
Pasal 12 : (Lihat di UU nomor 20/2001)
Pasal 12 A : Ketentuan pasal 5 sd 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang
nilainya kurang dari Rp.5jt.
Bagi pelaku TPK yang nilainya kurang dari Rp.5jt
- dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan
- pidana denda paling banyak Rp.50jt

Pasal 12B: - Setiap gratifikai kepada PN atau penyelenggara negara dianggap


perbuatan suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya , dengan ketentuan :
a. yang nilainya Rp 10jt atau lebih, pembuktian gratifikasi bukan
merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi
b. yang nilainya kurang dari Rp.10jt , pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum
- Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 tahun , paling lama 20 Tahun dan
- Dan pidana denda paling sedikit Rp.200jt, paling banyak Rp. 1M.

Pasal 12C: - Untuk pasal 12B tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi
kepada KPK, paling lambat 30 hari sejak gratifikasi diterima.
Dalam waktu 30 sejak terima laporan, KPK harus menetapkan
gratifikasi milik penerima atau milik negara

Pasal 17 : Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,


Pasal 3 Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana
tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

Pasal 18 : (1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab


Undang-undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :

a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak


berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan
milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu
pula harga dari barang yang menggantikan barang-barang
tersebut
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-
banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu
paling lama 1 (satu) tahun

d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau


penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang
telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu)
bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh

13
kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh
jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut

(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi
untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya
tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana
tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan

Pasal 20 Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan
terhadap korporasi dan atau pengurusnya.

UU No.30/2002
Pasal 1 :
1. Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. (UU 31/1999 jo UU No.20/2001)
2. Penyelenggara Negara adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan
eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas
berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi
Pemberantasan Korupsi/KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan
eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini.
4. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian kegiatan untuk
mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, dan/atau
mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel, komunikasi, jaringan
nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi maupun alat
elektronik lainnya.
6. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai
aparatur sipil negara.”

Komisi Pemberantasan Korupsi /KPK adalah lembaga negara dalam rumpun


kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.”

14
Pasal 6 Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan:
a. tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi;
b. koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan
publik;
c. monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
d. supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
e. penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi;
dan
f. tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

“Pasal 7 (1) Dalam melaksanakan tugas pencegahan dalam Pasal 6 huruf a,


Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan
penyelenggara negara;
b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jejaring
pendidikan;
d. merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
e. melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat; dan
f. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

Dalam melaksanakan kewenangan tersebut diatas, Komisi Pemberantasan


Korupsi wajib membuat laporan pertanggungjawaban sekali dalam setahun
kepada PRESIDEN, DPR, BPK. .

“Pasal 9 Dalam melaksanakan tugas monitor dalam Pasal 6 huruf c,


Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua
lembaga negara dan lembaga pemerintahan;
b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintahan
untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem
pengelolaan administrasi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya Tindak
Pidana Korupsi; dan
c. melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi
Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tidak dilaksanakan.

“Pasal 10A (1) Dalam melaksanakan wewenang dalam Pasal 10, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau
penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh
kepolisian atau kejaksaan.

15
Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan pasal 10A ayat 1 dilakukan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai TPK tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan TPK tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan;
c. penanganan TPK ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang
sesungguhnya;
d. penanganan TPK mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari
pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yg menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan
tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.

“Pasal 11 (1) Dalam melaksanakan tugas dalam Pasal 6 huruf e, Komisi


Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang
ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1M

Dalam hal Tindak Pidana Korupsi tidak memenuhi ketentuan pasal 11 ayat (1),
Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan.
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi terhadap penyelidikan,
penyidikan, dan/atau penuntutan kepolisian / kejaksaan

XIII. PERAN MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN DAN


PENANGGULANGAN TIPIKOR

Banyak orang bertanya-tanya bagaimana KPK bisa menangkap tangan praktk


suap/pemerasan, atau dari mana KPK bisa mengendus korupsi ketka belum terjadi.
Apakah KPK punya ribuan kamera yang memantau seluruh pejabat di negeri ini
setiap hari? Atau, ada jutaan mikrofon yang menguping percakapan setap proses
pengadaan di seluruh daerah?
Keberhasilan KPK dalam menangkap koruptor ternyata merupakan hasil dari peran
serta dan kepedulian masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi. KPK sangat
mengharapkan peran serta masyarakat untuk memberikan akses informasi ataupun
laporan adanya dugaan tndak pidana korupsi (TPK) yang terjadi di sekitarnya.
Informasi yang valid disertai bukti pendukung yang kuat akan sangat membantu
KPK dalam menuntaskan sebuah perkara korupsi.

16
TIPIKOR YANG DAPAT DITANGANI KPK
 Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang
ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau penyelenggara negara;
 Menyangkut kerugian keuangan negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu
miliar rupiah).

PENGADUAN KE KPK
Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan kepada KPK melalui surat, datang
langsung, telepon, faksimile, SMS, atau KPK Whistleblower's System (KWS) caranya
mengunjungi website KPK: www.kpk.go.id, lalu pilih menu "KPK Whistleblower's
System"•, atau langsung mengaksesnya melalui: http://kws.kpk.go.id.
Tindak lanjut penanganan laporan tersebut sangat bergantung pada kualitas
laporan yang disampaikan.

BENTUK-BENTUK KORUPSI
 Perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan
keuangan/perekonomian negara
 Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat
merugikan keuangan/perekonomian negara
 Penggelapan dalam jabatan
 Pemerasan dalam jabatan
 Tindak pidana yang berkaitan dengan pemborongan
 Delik gratifikasi

FORMAT LAPORAN/PENGADUAN YANG BAIK


 Pengaduan disampaikan secara tertulis
 Dilengkapi identitas pelapor yang terdiri atas: nama, alamat lengkap, pekerjaan,
nomor telepon, fotokopi KTP, dll
 Kronologi dugaan tindak pidana korupsi
 Dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan yang sesuai
 Nilai kerugian dan jenis korupsinya: merugikan keuangan negara/
penyuapan/pemerasan/penggelapan
 Sumber informasi untuk pendalaman
 Informasi jika kasus tersebut sudah ditangani oleh penegak hukum
 Laporan/pengaduan tidak dipublikasikan

BUKTI PERMULAAN PENDUKUNG LAPORAN


Bukti permulaan pendukung yang perlu disampaikan antara lain:
 Bukti transfer, cek, bukt penyetoran, dan rekening koran bank
 Laporan hasil audit investigasi
 Dokumen dan/atau rekaman terkait permintaan dana
 Kontrak, berita acara pemeriksaan, dan bukti pembayaran
 Foto dokumentasi
 Surat, disposisi perintah
 Bukti kepemilikan
 Identitas sumber informasi

17
PERLINDUNGAN BAGI PELAPOR
Jika memiliki informasi maupun buktI-bukti terjadinya korupsi, jangan ragu untuk
melaporkannya ke KPK. Kerahasiaan identitas pelapor dijamin selama pelapor tdak
mempublikasikan sendiri perihal laporan tersebut.
Jika perlindungan kerahasiaan tersebut masih dirasa kurang, KPK juga dapat
memberikan pengamanan fisik sesuai dengan permintaan pelapor.

KONTAK LAYANAN PENGADUAN MASYARAKAT


Komisi Pemberantasan Korupsi
Jln. Kuningan Persada Kav. 4
Jakarta Selatan 12950
Call Center 198
Faks: (021) 5289 2456
SMS: 0855 8575 575,
Whatsapp: 0811 959 575
E-mail: pengaduan@kpk.go.id.
KWS: http://kws.kpk.go.id

SEMOGA BERMANFAAT rev

18

Anda mungkin juga menyukai