Dahulu, masyarakat desa troso menggunakan serat kapas yang dipintal menjadi
benang sebagai bahan baku pembuatan kain. Tetapi kini setelah adanya industri
penyedia benang, pengrajin tenun troso beralih pada benang hasil produksi pabrik.
Dari segi pewarnaan dahulu penduduk desa Troso menggunakan bahan-bahan alami
yang tumbuh disekitar wilayah tempat tinggal mereka. Pewarna alam tersebut antara
lain daun mangga, kulit kayu mahoni dan daun indigofera. Seiring perkembangan
jaman dan teknologi, produsen lebih memilih untuk lagi-lagi beralih pada bahan
pewarna sintetis buatan pabrik yang lebih praktis, murah dan kualitas warna yang
lebih tajam. Meskipun, hal ini tentu memiliki dampak yang kurang baik bagi
lingkungan.
Dahulu, penggunaan tenun ikat troso hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan
sandang juga sebagai sarana religi yang dalam ajaran agama Islam ditujukan untuk
menutup bagian tubuh yang dilarang (menutup aurat). Namun, kini penggunaan kain
troso lebih beragam karena tenun troso dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek
kehidupan. Selain sebagai pakaian, tenun troso juga dapat digunakan sebagain tekstil
pemanis interior seperti sarung bantal maupun gorden. Tenun ikat troso juga
dimanfaatkan dalam pembuatan apparel atau item fesyen selain baju seperti tas,
sepatu maupun topi.
BAB IV
KESIMPULAN
Kain tenun ikat troso adalah salah satu kain tenun yang memiliki keunikan
tersendiri di nusantara. Dilihat dari sudut pandang budaya, pembuatan tenun ikat troso
dapat dianggap sebagai warisan budaya tak benda yang sangat berharga dan
memiliki nilai-nilai luhur karena menunjukkan kebudayaan yang tinggi dari nenek
moyang kita. Sudah selayaknya kita bekerja sama untuk terus mempertahankan
keberadaan kerajinan ini agar tetap lestari dan dapat dinikmati oleh anak cucu.
Dibutuhkan adanya peran pemerintah yang berwenang juga untuk
memperhatikan lebih serius akan adanya potensi warisan budaya ini untuk
dikembangkan menjadi sentra wisata tradisional. Selain itu, perlu adanya sosialisasi
dari pemerintah tentang penggunaan pewarna tekstil dari bahan kimia agar
penggunaannya tepat dan tidak berlebihan. Hendaknya dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang penggunaan kembali pewarna alam ataupun pewarna dengan formula
baru yang berbasis teknologi agar warna yang dihasilkan lebih menarik tetapi ramah
bagi lingkungan.
Selanjutnya dari segi ekonomi, pengrajin tenun ikat troso juga membutuhkan
pendampingan modal dan pembiayaan produksi seperti pinjaman modal dengan
bunga rendah atau bantuan pemberian suntikan dana agar produksi tenun ikat troso
dapat bertahan melawan badai pandemic Covid-19 yang belum usai.
Dari sisi pengrajin, inovasi-inovasi baru juga dibutuhkan untuk bisa beradaptasi
dengan adanya pandemi seperti saat ini. Dari pengalihan presentase produksi yang
semula menjual lembaran kain, dapat diubah menjadi membuat masker tenun ikat,
perlengkapan ibadah pribadi seperti sajadah yang mudah dibawa, serta penggunaan
bahan material yang lebih ringan, tipis dan menyerap keringat seperti bahan rayon
agar tenun bisa digunakan di dalam rumah. Inovasi lain adalah dengan menjadikan
material kain tenun ikat troso menjadi pelengkap interior dan pelengkap kebutuhan
rumah tangga seperti sarung bantal, selimut maupun sprei yang tentu saja akan
memperindah ruangan dengan memberi kesan etnik yang unik dan eksotik.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Alamsyah, M. H. (2017). Kearifan Lokal Pada Industri Tenun Troso : Potret
Kewirausahaan Pada Masyarakat Desa. Semarang: CV. Madina.
Nanda, A. (2015, January 12). Cara Pembuatan Kain Tenun Troso Jepara.
Nugraheni, D. C. (2017). Nilai Budaya dalam Leksikon Tuturan Perajin Tenun Ikat
Tradisional Troso di Desa Troso Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Rahmadani, R. D. (n.d.). Keberadaan dan Perkembangan Tenun Troso Jepara.
Surakarta.
(Nanda, 2015)