Gambar 2. Proses pembuatan teknik sulam khas Miao yang cukup rumit. (Sumber :
https://thetextileatlas.com)
Bangsa China yang dikenal telah lama memiliki kebudayaan tinggi juga turut menyumbang
salah satu teknik cetak yang masih dipakai oleh manusia modern saat ini, yaitu teknik sablon
atau screenprinting yang ternyata telah ada sejak zaman Dinasti Song yang berdiri sekitar
960-1279 M.
Kembali sejenak ke masa lampau, peradaban Mesopotamia (3200 SM) adalah salah satu
kebudayaan tinggi yang telah mengenal ragam hias pada permukaan tekstil. Ragam hias yang
dibuat oleh bangsa Mesopotamia dibuat menggunakan teknik sulam dan inspirasinya berasal
dari tanaman, hewan, maupun benda apa saja yang berada disekitar mereka. Contoh ragam
hias yang mereka buat diantaranya ornamen chevron, concentris circle, honey comb, tree of
life, palm tree, geometric dan winged globed. Sedangan ornamen chevron adalah ragam hias
yang popular pada peradaban ini.
Gambar 3. Artefak berupa relief yang menggambarkan lelaki Mesopotamia yang mengenakan
bawahan dengan ragam hias reka latar pada permukaan kainnya. (Sumber :
https://onartaesthetics.com)
Beberapa waktu setelah itu, peradaban tinggi Mesir juga telah mengenal seni menghias
ornamen pada permukaan kain. Hal ini terbukti dari penemuan artefak berupa sulaman yang
dihiasi variasi mutiara pada makam Fir’aun Tutankhamun yang hidup sekitar 1333 hingga 1323
SM.
Di Jepang, terdapat pengolahan tekstil dengan teknik marbling yang dikenal dengan istilah
suminagashi. Lebih lanjut mengenai suminagashi, D. Amanda (2014) dalam Jurnal Tingkat
Sarjana berjudul “Eksplorasi Teknik Suminagashi pada Produl Fashion” menjelaskan
suminagashi adalah seni tradisional Jepang yang memiliki lebih dari 800 tahun sejarah. Seni ini
dahulu dirahasiakan metode pembuatannya hanya untuk anggota keluarga Hiroba, hingga 100
tahun kemudian pada era Meiji, metode ini terbuka untuk umum.
Masih dari negara yang sama, ada lagi teknik reka latar surface design pada tekstil dengan
teknik tie dye shibori atau teknik celup rintang telah ada sejak zaman Shamurai pada 1700 M.
Pembuatan shibori sendiri terbagi menjadi 6 teknik yang berbeda, yaitu kanoko, miura, kumo,
nui, arashi, dan itajime shibori. Pada teknik itajime shibori, penciptaan motifnya dilakukan
dengan melipat bagian kain secara rapi, menyusunnya bertumpuk kemudian mengapitnya
erat-erat pada potongan kayu dan selanjutnya dicelup pada zat pewarna. Selanjutnya adalah
teknik kanoko shibori yang paling dekat dengan pengertian tie dye atau ikat celup yang mana
pembuatan kanoko shibori ini dilakukan dengan mengikat beberapa bagian kain lalu
mencelupnya pada zat pewarna sehingga menghasilkan pola tertentu. Salah satu teknik shibori
yang menghasilkan motif unik seperti serat-serat panjang adalah arashi shibori. Pembuatan
arashi shibori dilakukan dengan melilitkan kain pada sebidang tongkat lalu menekannya hingga
membentuk kerutan sebelum dicelupkan pada zat pewarna. Teknik pembuatan shibori yang
menghasilkan motif tak kalah unik adalah nui shibori yang disusun dari tusukan benang atau
stitch kemudian tusukan ini ditarik hingga menghasilkan kerutan sebelum dapat dilanjutkan
pada tahap pewarnaan. Agak mirip dengan pembuatan kanoko shibori, pembuatan kumo
shibori dilakukan dengan membuat ikatan pada beberapa bagian kain. Hanya saja, ikatan yang
dibuat lebih banyak dibanding dengan kanoko shibori. Teknik terakhir dari pembuatan shibori
yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jepang adalah miura shibori yang dibuat dengan
membuat ikatan pada seluruh bagian kain secara rapat menggunakan jarum pengait hingga
dihasilkan kerutan.
Gambar 5. Contoh hasil jadi shibori dengan beberapa teknik yang berbeda. (Sumber :
https://home.co.id)
Tidak hanya itu, bangsa Jepang juga memiliki seni kriya berupa sulaman yang disebut sashiko
yang telah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih menunjukkan eksistensinya hingga saat ini.
Seni kerajinan sahiko pada pembuatannya dilakukan dengan cara membuat tusuk jelujur
menggunakan jarum dan benang hingga membentuk motif geometris. Beberapa diantaranya
yaitu motif nowaki, yang berbentuk seperti susunan setengah lingkaran yang terinspirasi dari
rerumputan yang ditiup angin, asanoha yang terinspirasi dari daun rami yang dalam
kebudayaan setempat dianggap sebagai simbol dari pancaran cahaya batin mengandung
harapan bahwa pemakainya akan bertumbuh dan senantiasa diberi kesehatan. Selanjutnya ada
motif seigaha yang menggambarkan ombak samudra disinyalir telah ada sejak abad ke-6
masehi. Motif unik yang berbentuk seperti motif kawung pada batik di Jawa adalah shippo
tsunagi yang berbentuk seperti susunan lingkaran yang saling beririsan. Hampir sama dengan
batik kawung, shippo tsunagi juga mengandung harapan pemakainya selalu mendapat
kebahagiaan abadi. Selain motif diatas ada juga motif-motif yang banyak diminati seperti fundo,
hana-zashi, hoshi ami (motif jaring ikan), hishi-sayagata, blossom, dan momo.
Gambar 7. Gambar needlework menggunakan teknik zarzodi yang dibuat sekitar tahun 1855
(Sumber : https://vam.ac.uk)
Masih dari India, ada surface design textile menarik yang usianya telah mencapai 400 tahun.
Kerajinan ini disebut rogan painting art yaitu kerajian seni lukis yang dibuat menggunakan
tangan dengan cara memilin campuran pewarna dan castor oil lalu menempelkannya pada
permukaan kain hingga mengering. Sayangnya pembuatan rogan painting art ini kini hanya
dibuat oleh satu keluarga di India karena prosesnya yang rumit.
Menengok seni reka latar di Indonesia, khususnya pulau Jawa memiliki satu kerajinan yang
telah mencatatkan sejarah panjang. Kerajinan ini adalah batik. Berbeda dengan teknik yang
telah dijelaskan sebelumnya, teknik pembuatan batik dilakukan dengan merintang kain
menggunakan perintang lilin malam sebelum dicelup pada zat pewarna yang bertujuan untuk
menghasilkan motif tertentu. Supriyono (2016) dalam bukunya yang berjudul “The Heritage of
Batik : Identitas Pemersatu Kebanggaan Bangsa” menjelaskan “Jauh sebelum nama Indonesia
muncul, seni mewarnai kain yang disebut membatik sudah menjadi tradisi masyarakat
Nusantara. Hasil karya seni batik tersebut bisa dijumpai pada berbagai benda, seperti di daun
lontar, arca, relief candi, busana raja, dan lain sebagainya. Namun sebagian pakar menyatakan,
tradisi membatik yang berkembang di Nusantara itu bukan berasal dari Nusantara sendiri
melainkan dari India atau Sri Langka.” masih dalam buku yang sama, “Sebagian pakar
menduga, seni dan keterampilan membatik yang berkembang di indonesia saat ini, dahulu
berasal dari Persia, Tiongkok, India atau Melayu. Namun, seni dan keterampilan membatik itu
sebenarnya ditemukan, berkembang, dan akhirnya menjadi tradisi dari dan oleh masyarakat
Indonesia sendiri. Tidak dapat dipungkiri, seni dan keterampilan membatik Indonesia dalam
perkembangannya mendapatkan pengaruh dari kebudayaan lain. Namun sejatiknya batik
berasal dan berkembang sesuai dengan tradisi, makna, dan filosofis masyarakat Indonesia
sendiri.”
Selanjutnya dari Indonesia juga berkembang pembuatan reka rakit dengan teknik bordir yaitu
pembuatan sulaman tangan yang dalam pengerjaannya dibantu oleh mesin jahit modifikasi.
Seni bordir di Indonesia sendiri berkembang di beberapa daerah seperti bordir krancang
Minangkabau dari Sumatra Barat yang khas dengan lubang-lubang kecil yang terbentuk dari
jalinan benang bordir pada motifnya, bordir Kudus, dan yang terkenal di Nusantara adalah seni
bordir dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Dilihat dari sejarahnya, pembuatan bordir di berbagai
daerah tersebut tidak murni dari kebudayaan masyarakat setempat, tetapi hasil akulturasi
masyarakat dengan kebudayaan asing seperti Tiongkok, India yang terjadi karena hubungan
perdagangan antar negara di masa lalu, maupun intervensi kebudayaan hasil pendudukan
Belanda masa lampau.
Dewasa ini seiring berkembangnya peradaban bersama dengan semakin majunya peradaban,
pembuatan surface design dapat dibuat secara digital, beberapa diantaranya yaitu textile
printing yang dibuat secara digital untuk menghasilkan kain bermotif dalam skala massal. Salah
satu brand textile printing yang terkenal dan melegenda adalah “Marimekko”. Perusahaan asal
Finlandia yang telah berdiri sejak 1951 ini, dikenal dengan motif yang unik, simple, dan colorful,
diantaranya motif “Unikko (The Rebel Flower)” yang diciptakan oleh Maija Isola. Masih dalam
waktu yang bersamaan, muncul brand textile design dengan teknik digital printing dari Inggris
yang didirikan oleh Susan Collier dan Sarah Campbell yang selanjutnya dikenal dengan brand
“Collier Campbell” yang mencapai puncak kejayaannya pada tahun 70 an. Lalu Di Indonesia
sendiri kini telah banyak bermunculan brand yang menjalankan bisnis dalam bidang digital
textile design. Tiap brand tersebut tentu memiliki kekhasannya masing-masing seperti “Smitten
by Pattern” yang motifnya bertemakan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, lalu ada
“Dibba”, brand textile design yang motifnya selalu kental akan kebudayaan, yang juga khas ada
brand “Bernadet Putri Studio” karya Bernadet Putri yang memadukan teknik manual watercolor
painting dengan digital pattern making yang motifnya terinspirasi dari alam Indonesia.