Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Implementasi dari pelaksanaan reformasi dewasa ini telah melahirkan

suatu konsep penyelenggaraan pemerintahan, yakni pelimpahan kekuasaan pada

setiap kabupaten dan kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri. Secara formal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan

kewenangan pemerintah oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pemberian otonomi

daerah yaitu untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

penyelenggaraan pemerintahan (Kuncoro, 2004).

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi

pelaksanaan pembangunan dimana daerah tersebut memiliki hak dan kewajiban

mengatur sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan

efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi

inilah, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang mengatur tentang Pokok-

Pokok Pemerintahan Daerah dibentuk. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

ini telah meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang

dirangkum dalam 3 (tiga) prinsip, yang dijelaskan sebagai berikut : Pertama,

desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintahan dari

1
2

pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah. Kedua, dekonsentrasi yang

berarti bahwa pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau

kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah. Ketiga,

tugas perbantuan yang berarti bahwa pengkoordinasian prinsip tunggal di daerah

dan wakil pemerintah pusat di daerah. Akibat prinsip ini, dikenal adanya daerah

otonom dan wilayah administratif.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah lebih

bernuansa desentralistik, yang mana provinsi dengan kedudukan sebagai daerah

otonom dan sekaligus wilayah administrasi, yang melaksanakan kewenangan

adalah pemerintah pusat didelegasikan kepada gubenur (Bratakusumah, 2004: 2).

Menurut Suparmoko (2002) pengertian otonomi daerah adalah

kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi rakyat.

Penyelenggaraan otonomi daerah tidak hanya dibiayai oleh APBN, tetapi

juga berasal dari sumber-sumber pendapatan sendiri yang digali dari potensi

daerah. Ini artinya pendapatan yang digali dalam APBN juga mendukung

pelaksanaan desentratralisasi atau otonomi daerah. Selama ini, sumber

pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah, baik propinsi,

kabupaten dan kota berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), bagian daerah dari

bagi hasil pajak dan bukan pajak (BHPBP), dana alokasi berupa sumbangan dan

bantuan pembangunan pusat kepada daerah, pinjaman daerah, dan sisa lebih

APBN tahun sebelumnya. Semua jenis penerimaan ini dimasukkan ke dalam

APBD Propinsi, Kabupaten dan Kota (Saragih, 2003: 51).


3

Provinsi Sulawesi Tengah merupakan daerah yang sedang berkembang

memiliki banyak potensi daerah yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber

pendapatan asli daerah. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk

memaksimalkan pendapatan daerah untuk kesejahteraan masyarakat.

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan

bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali potensi

daerah sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan

daerah. Untuk menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang baik, maka

diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni

dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik

dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang sudah ada maupun dengan

penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta

memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat (Davey, 1998: 95).

Perda Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 2 Tahun 2012 tentang retribusi

jasa umum dan Perda Nomor 9 Tahun 2017 tentang perubahan atas perda Nomor.

2 Tahun 2012 merupakan salah satu regulasi pemerintah yang mengatur tentang

penerimaan daerah. Peningkatan PAD sangat menentukan dalam penyelenggaraan

otonomi daerah karena semakin tinggi PAD disuatu daerah maka daerah tersebut

akan menjadi mandiri dan mengurangi ketergantungan kepada pusat sehingga

daerah tersebut mempunyai kemampuan untuk berotonomi.

Data BPS Provinsi Sulawesi Tengah rata-rata PAD Sulawesi Tengah tahun

2016-2019 sebesar Rp. 983,845,206.25 Jadi PAD merupakan satu modal dasar

pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja


4

daerah. Adapun penerimaan PAD untuk masing-masing daerah berbeda dengan

yang lainnya, tinggi rendahnya PAD merupakan indikasi nyata di mana masih

besarnya ketergantungan daerah kepada pusat terhadap pembiayaan pembangunan

baik langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut disebabkan di samping

rendahnya potensi PAD di daerah juga disebabkan kurang intensifnya

pemungutan pajak dan retribusi di daerah (Ismail, 2001).

Penerapan otonomi daerah diharapkan pelaksanaan pembangunan masing-

masing daerah dalam pengelolaan, pengembangan dan pembangunan wilayah

masing-masing daerah sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Dalam

hal ini pembangunan yang dilakukan Untuk menjamin proses berlangsung dan

berkesinambungan, pada prinsipnya mengacu pada dasar otonomi daerah itu

sendiri yang telah dituangkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang

pemerintahan daerah.

Pemberian hak otonomi didasarkan pada kemampuan fisik suatu daerah

untuk membiayai dirinya sendiri dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, bahwa prinsip otonomi daerah

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Otonomi yang seluas-luasnya adalah daerah yang diberikan kewenangan

mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang

menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam UU. Daerah tersebut

memiliki kewenangan membuat kebijakan daerahnya demi memberikan

pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan Sosial Ekonomi masyarakat.


5

2. Otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani

urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan

kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh

dan hidup serta berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah

tersebut.

3. Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan dengan maksud

pemberian otonomi yang ada pada dasarnya untuk memberdayakan

daerah termasuk peningkatan Sosial Ekonomi masyarakat yang

merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Menurut Darwin (2010) Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada

daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan daerah sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak dan Retribusi Daerah oleh Prakosa (2005) mengemukakan kriteria

pajak daerah terdiri dari 4 hal, yaitu:

1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari


daerah sendiri
6

2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi


penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah
3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah
4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi
hasil pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

Retribusi Menurut Marihot (2006), adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

badan.

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah

sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

Badan.

Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di

Indonesia, adalah sebagai berikut

1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang

dan peraturan daerah yang berkenaan

2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah

3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)

secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang

dilakukannya.

4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah

daerah yang dinikmati oleh orang atau badan


7

5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi daerah adalah sanksi secara

ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa

yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 108 retribusi

daerah dapat dibagi atas (3) golongan, yaitu: Pertama, Retribusi Jasa Umum.

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan

oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta

dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Sedang jenis-jenis Retribusi Jasa

Umum, yaitu :

1. Retribusi pelayanan kesehatan


2. Retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan
3. Retribusi biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil
4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
5. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
6. Retribusi pelayanan pasar
7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
9. Retribusi penggantian biaya cetak peta
10. Retribusi penyediaan dan atau penyedotan kakus
11. Retribusi pengolahan limbah cair
12. Retribusi pelayanan tera/tera ulang
13. Retribusi pelayanan pendidikan
14. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

Kedua, Retribusi Jasa Usaha. Retribusi Jasa Usaha adalah merupakan

pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip


8

komersial karena pelayanan tersebut belum cukup disediakan oleh swasta.

(Prakosa :2005) Sedang jenis-jenis Retribusi jasa usaha, yaitu;

1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah

2. Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan

3. Retribusi tempat pelelangan

4. Retribusi terminal

5. Retribusi tempat khusus parkir

6. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa

7. Retribusi rumah potong hewan

8. Retribusi pelayanan kepelabuhan

9. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga

10. Retribusi penyeberangan di air

11. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.

Selain itu yang ketiga, adalah Retribusi Perizinan Tertentu. Fungsi

perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan pengaturan, pengendalian

dan pengawasan, maka pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah daerah

tidak harus dipungut retribusi. Akan tetapi untuk melaksanakan fungsi tersebut

pemerintah daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu

dapat dicukupi dari sumber-sumber penerimaan daerah, sehingga terhadap

perizinan tertentu masih perlu dipungut retribusi. Sedang jenis Retribusi Perizinan

Tertentu yaitu;

1. Retribusi izin mendirikan bangunan.

2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol


9

3. Retribusi izin gangguan

4. Retribusi izin trayek

5. Retribusi izin usaha perikanan.

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Penjelasan angka

(3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang

dimaksud dengan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain

bagian laba dari Badan Usaha Milik Daerah, hasil kerjasama dengan pihak ketiga.

Sedang dalam pasal 26 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun

2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, ditentukan jenis pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan menurut objek pendapatan yang mencakup :

1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD

2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

pemerintah/BUMN

3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau

kelompok usaha masyarakat.

Untuk mencapai target penerimaan pendapatan asli daerah yang efektif

dan efisien sesuai dengan target yang direncanakan, maka diperlukan upaya yang

sinergis dan terintegrasi serta koordinatif oleh Pemerintah Daerah dalam

pelaksanaan penerimaan pendapatan asli daerah dari berbagai sumber sektor

penerimaan asli daerah perlu untuk mengadakan kegiatan secara terus-menerus

terhadap penerimaan pendapatan asli daerah, yang terdiri dari; Pajak Daerah,

Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah dalam menunjang otonomi
10

Daerah. Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pembangunan

ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan, baik

antar daerah maupun antar sektor. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran

utama keberhasilan pembangunan serta hasil dari pertumbuhan ekonomi

tersebut dapat pula dinikmati oleh masyarakat diberbagai lapisan, mulai dari

lapisan atas hingga pada lapisan yang paling bawah baik dengan sendiri maupun

dengan campur tangan pemerintah.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau

perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dari apa yang

dicapai pada masa yang sebelumnya. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan

ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka

panjang. Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan

berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat

menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan, dan

pelayanan masyakarat di daerah (Halim, 2004)

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba menganalisa sejauh

mana Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh dengan adanya otonomi daerah di

Provinsi Sulawesi Tengah dengan mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi serta

peningkatan PAD yang berdampak pada Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.

Penulis mencoba menuangkannya dalam penelitian yang berjudul " Analisis

Efektivitas Pendapatan Asli Daerah dalam Menunjang Otonomi Daerah

di Sulawesi Tengah “.

1.2 Rumusan Masalah


11

Dalam mencapai keberhasilan otonomi daerah maka diperlukan kesiapan

pemerintah daerah di segala bidang, terutama kesiapan sumberdaya manusia

untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam memberdayakan potensi daerah

yang ada sehingga dari segi penerimaan daerah dapat terlaksana dengan efektif

dan efisien yang merupakan sumber utama dalam menjalankan pemerintahan

daerah sehingga dapat dicapai kemandirian.

Berdasar hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Berapa besar Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah dalam

mendukung Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tengah?

2. Berapa Besar Realisasi Pendapatan Asli Daerah di masing-masing daerah

Sulawesi Tengah dalam Menunjang Otonomi Daerah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Sumber Penerimaan PAD

Sulawesi Tengah Sebagai Penunjang Otonomi Daerah.

2. Untuk mengetahui Capaian dari Komponen Pendapatan Asli Daerah

di Sulawesi Tengah

1.4 Manfaat penelitiaan

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Dapat menambah wawasan Penulis dalam mengkaji Sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah.

2. Sebagai bahan studi atau literatur tambahan terhadap penelitian yang


12

sudah ada sebelumnya dan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan masukan yang bermaanfaat bagi pemerintah atau

instansi-instansi yang terkait.

1.5 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN, bab ini akan menjabarkan tentang latar

belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan,

manfaat dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, bab ini menguraikan tentang teori yang

mendukung penelitian yang berisi tentang referensi yang dianggap

representatif dalam bidang pembahasan dan teori-teori yang relevan untuk

menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti nantinya dan terdiri dari

kerangka berfikir dan hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN, pada bab ini akan dibahas mengenai

metodologi penelitian yang terdiri dari metode analisis (kuantitatif atau

kualitatif).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, bab ini berisi

tentang gambaran umum objek penelitian, hasil dan pembahasan penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini merupakan bagian penutup

dari penelitian ini. Dalam bab ini disajikan kesimpulan-kesimpulan serta

saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan.

Anda mungkin juga menyukai