Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT

DI RUANG IGD DI RS X

Oleh :
RODHIYASYFA KIRANA
P17212195023

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2020
LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN CVA

DI RUANG X RUMAH SAKIT X

Oleh
RODHIYASYFA KIRANA
NIM. P17212195023

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CEREBRO VASKULER ACCIDENT

I. Konsep Dasar
A. Pengertian
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan
neurologikmendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melaluisistem suplai arteri otak (Price, 2012). Menurut WHO stroke adalah adanya
tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena dan kapiler. Stroke hemorragic adalah stroke yang terjadi karena
pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi
arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani,
2009).
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak
sehinggamenyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi saraf. Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah
di otak (aneurisma,mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah
atau robek. Keadanpenderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran
umumnyamenurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau
komapada fase akut.Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut
dan disebabkan olehperdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karenatrauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena dan kapiler. Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan
intraserebral primer adalahsuatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan
spontan ke dalam substansi otak
B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus
oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas
kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan
emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan
emosi. (Sylvia A. Price, 2012).
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan
dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk
sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula
interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis
dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis
korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 2012)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula
(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula
(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
Nervus Cranialis
a. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan
saraf otak besar, sarafnya yaitu:
- Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan
bola mata.
- Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
- Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
i. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf
ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

C. Etiologi/Faktor Peridsposisi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak..
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002)
D. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter
100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus
arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami
perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya
pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut
sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak
dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya.
Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada
falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93
% pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat
otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari
oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti
yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak
tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik
otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat
oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan
aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema
pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan
darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2 terganggu.
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.
E. Tanda dan Gejala
1. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
a. Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
b. Peningkatan refleks tendon
c. Ataksia
d. Tanda babinski
e. Tanda-tanda serebral
f. Disfagia
g. Disartria
h. Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.
i. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata).
j. Muka terasa baal.
2. Arteri Karotis Interna
a. Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah arteri ke
retina
b. Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang wajah.
3. Arteri Serebri Anterior
a. Gejala paling primer adalah kebingungan
b. Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai
c. Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang
d. Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu
e. Gangguan sensorik kontra lateral
f. Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis
4. Arteri Serebri Posterior
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo – athetosis
5. Arteri Serebri Media
a. Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)
c. Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)
d. Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan
komunikasi
e. Disfagia
F. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
a. Infark Serebri
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
c. Fistula caroticocavernosum
d. Epistaksis
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
1) Breathing (Pernapasan)
 Usahakan jalan napas lancar.
 Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
 Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
 Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.
2) Blood (Tekanan Darah)
 Usahakan otak mendapat cukup darah.
 Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
3) Brain (Fungsi otak)
 Atasi kejang yang timbul.
 Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
4) Bladder (Kandung Kemih)
 Pasang katheter bila terjadi retensi urine
5) Bowel (Pencernaan)
 Defekasi supaya lancar.
 Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.
6) Menurunkan kerusakan sistemik.
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan
otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih
harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk
menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling
penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang
adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen
dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat
dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.
b. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
1) Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya
dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini,
mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan.
Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika
tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena
perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan
tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg,
maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus
disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid.
2) Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi
setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak
terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda
yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti
hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi
kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran
balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan
mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih
merupakan kontroversial.
c. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun
heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk
menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul
rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat
menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak
mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti
platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan
dengan harapan dapat mencegah peristiwa trombotik atau embolitik di masa
mendatang. Obat-obat antiplatelet merupakan kontraindikasi dalam keadaan
adanya stroke hemoragi seperti pada halnya heparin.
d. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani
penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang
menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk
memperbaiki aliran darah serebral.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
II. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Doenges et al,2007)
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi
dan gaya hidup klien. (Doenges et al, 2007)
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
h. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.
i. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
j. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
k. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot.
l. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
m. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
n. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
o. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
p. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
q. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integument
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalic
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
- Pemeriksaan motoric
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
- Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemiparestesi
- Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2007)
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
 Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
 Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.
B. Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya
menarik kesimpulan.
C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga
masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak.
5. Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat.
6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan.
7. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi.
8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.
9. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.
10. Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi
pada upper motor neuron.
D. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien.
Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan,penentuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menentukan intervensi
keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :
tidak efektif b/d gangguan  Circulation status  Monitor TTV
afinitas Hb oksigen, penurunan  Neurologic status  Monitor AGD,
konsentrasi Hb, Hipervolemia,  Tissue Prefusion : ukuran pupil,
Hipoventilasi, gangguan cerebral ketajaman,
transport O2, gangguan aliran Setelah dilakukan asuhan kesimetrisan dan
arteri dan vena selama………ketidakefek reaksi
tifan perfusi jaringan  Monitor adanya
DO cerebral teratasi dengan diplopia, pandangan
- Gangguan status mental kriteria hasil: kabur, nyeri kepala
- Perubahan perilaku  Tekanan systole dan  Monitor level
- Perubahan respon motorik diastole dalam kebingungan dan
- Perubahan reaksi pupil rentang yang orientasi
- Kesulitan menelan diharapkan  Monitor tonus otot
- Kelemahan atau paralisis  Tidak ada pergerakan
ekstrermitas ortostatikhipertensi  Monitor tekanan
- Abnormalitas bicara  Komunikasi jelas intrkranial dan
 Menunjukkan respon nerologis
konsentrasi dan  Catat perubahan
orientasi pasien dalam
 Pupil seimbang dan merespon stimulus
reaktif  Monitor status
 Bebas dari aktivitas cairan
kejang  Pertahankan
 Tidak mengalami parameter
nyeri kepala hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-
45o tergantung pada
konsisi pasien dan
order medis
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


 Joint Movement :
Berhubungan dengan : Exercise therapy :
Active
- Gangguan metabolisme ambulation
 Mobility Level
sel
 Self care : ADLs  Monitoring vital sign
- Keterlembatan
 Transfer performance sebelm/sesudah latihan
perkembangan
Setelah dilakukan dan lihat respon pasien
- Pengobatan
tindakan keperawatan saat latihan
- Kurang support
selama….gangguan  Konsultasikan dengan
lingkungan
mobilitas fisik teratasi terapi fisik tentang
- Keterbatasan ketahan
dengan kriteria hasil: rencana ambulasi
kardiovaskuler
 Klien meningkat sesuai dengan
- Kehilangan integritas
dalam aktivitas fisik kebutuhan
struktur tulang
 Mengerti tujuan dari  Bantu klien untuk
- Terapi pembatasan gerak
peningkatan mobilitas menggunakan tongkat
- Kurang pengetahuan
 Memverbalisasikan saat berjalan dan cegah
tentang kegunaan
perasaan dalam terhadap cedera
pergerakan fisik
meningkatkan  Ajarkan pasien atau
- Indeks massa tubuh diatas
kekuatan dan tenaga kesehatan lain
75 tahun percentil sesuai
kemampuan tentang teknik
dengan usia
berpindah ambulasi
- Kerusakan persepsi
 Memperagakan  Kaji kemampuan
sensori
penggunaan alat pasien dalam
- Tidak nyaman, nyeri
Bantu untuk mobilisasi
- Kerusakan
mobilisasi (walker)  Latih pasien dalam
muskuloskeletal dan pemenuhan kebutuhan
neuromuskuler ADLs secara mandiri
- Intoleransi sesuai kemampuan
aktivitas/penurunan  Dampingi dan Bantu
kekuatan dan stamina pasien saat mobilisasi
- Depresi mood atau cemas dan bantu penuhi
- Kerusakan kognitif kebutuhan ADLs ps.
- Penurunan kekuatan otot,  Berikan alat Bantu jika
kontrol dan atau masa klien memerlukan.
- Keengganan untuk  Ajarkan pasien
memulai gerak
bagaimana merubah
- Gaya hidup yang posisi dan berikan
menetap, tidak digunakan, bantuan jika diperlukan
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum

DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi


nutrisi kurang dari a. Nutritional status: makanan
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient  Kolaborasi dengan ahli
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : gizi untuk menentukan
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake jumlah kalori dan nutrisi
memasukkan atau mencerna c. Weight Control yang dibutuhkan pasien
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan  Yakinkan diet yang
biologis, psikologis atau tindakan keperawatan dimakan mengandung
ekonomi. selama….nutrisi kurang tinggi serat untuk
DS: teratasi dengan indikator: mencegah konstipasi
- Nyeri abdomen  Albumin serum  Ajarkan pasien bagaimana
- Muntah  Pre albumin serum membuat catatan makanan
- Kejang perut  Hematokrit harian.
- Rasa penuh tiba-tiba  Hemoglobin  Monitor adanya penurunan
setelah makan  Total iron binding BB dan gula darah
capacity  Monitor lingkungan
 Jumlah limfosit selama makan
 Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan

 Monitor turgor kulit


DO:  Monitor kekeringan,
- Diare rambut kusam, total
- Rontok rambut yang protein, Hb dan kadar Ht
berlebih  Monitor mual dan muntah
- Kurang nafsu makan  Monitor pucat, kemerahan,
- Bising usus berlebih dan kekeringan jaringan
- Konjungtiva pucat konjungtiva
- Denyut nadi lemah  Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
 Kelola pemberan anti
emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oval

E. Pelaksanaan
Merupakan realisasi dari perawatan yang telah dibuat. Perawat
mempertimbangkan beberapa alternatif dalam tindakan keperawatan, memutuskan
dan melaksanakan tindakan yang mungkin berhasil mengurangi atau memecahan
masalah klien. Ada beberapa fase perencanaan keperawatan yaitu fase pertama
persiapan yang meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikannya, fase kedua adalah
puncak pelaksanaan yang berorientasi pada tujuan. Hal penting dalam pelaksanaan
adalah mengumpulkan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi
fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Fase ketiga merupakan terminasi antara
perawat dan klien setelah implementasi, termasuk didalamnya kesimpulan dari
semua pelaksanaan yang telah dilakukan.
F. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien,
perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan
tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, G. (2009) Manajemen stroke.yogyakarta: pustaka cendikia press.


Brunner & Suddarth .(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Ed. 8 Vol. 2.
EGC. Jakarta.
Dochterman & Bulecheck. (2004). NIC : Nursing Interventions Classification. Fourth
Edition. Missouri : Mosby
Doenges E, Marilynn, dkk. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien. Edisi 9 Vol 2. Jakarta
: EGC
Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses : Definitions &
Classification, 2012-2014. Oxford : Wiley-Blackwell
Moorhead, Sue. (2004). NOC : Nursing Outcomes Classification. Fourth Edition.
Missouri : Mosby
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2012). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Susilo, H. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.
PATHWAY

- Faktor pencetus: hipertensi, DM, penyakit jantung


- Merokok, stress, gaya hidup yg tidak baik
- Faktor obesitas & kelosterol yg meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yg meningkat dalam darah


Lemak yg sudah nekrotik & berdegenerasi

Infiltrasi limfosit (trombus)

Arteriosclerosis Pembuluh darah menjadi kaku Penyempitan pembuluh darah


(okulasi vaskuler)
Pembuluh darah menjadi pecah
Aliran darah lambat
Thrombus Mengikuti aliran
cerebral darah Stroke hemoragik Kompresi Turbulensi
jaringan otak
Stroke non Emboli Aritrosit bergumpal
Hemoragic
Endotil rusak
Gangguan perfusi jaringan serebral
Proses metabolisme dalam otak Cairan plasma hilang
terganggu Peningkatan TIK
Edema serebri
Penurunan suplai darah & O2 ke otak

Arteri vertebra Arteri carotis Arteri cerebri


basilasris interna media

Disfungsi Disfungsi N.II Disfungi N.XI


N.XI Kerusakan Kerusakan Penurunan fungsi
(assesoris) neurocerebrospinal neurologis, deficit N.X,IX Penurunan Kegagalan
N.VII,IX,XII N.I,II,IV,XII aliran darah ke menggerakkan
Kelemahan Proses menelan retina anggota tubuh
anggota gerak Kehilangan fungsi Perubahan tidak efektif
tonus otot ketajaman Kebutaan Hambatan
Hambatan sensori, penghidu, Intake nutrisi mobilitas fisik
mobilitas Gangguan pengelihatan & berkurang Resiko cedera
fisik komunikasi verbal pengecapan Kemampuan
Ketidakseimbanga melakukan ADL
Gangguan n nutrisi kurang & perawatan diri
persepsi sensori dari kebutuhan berkurang

Deficit
perawatan diri
LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN Fraktur Tibia

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan


Gawat Darurat dan Kritis

Di Ruang IGD

RS X

Oleh:

Nama : Rodhiyasyfa Kirana

NIM : P17212195023

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG TAHUN AJARAN
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR TIBIA

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth,
2001).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. (E.
Oswari, 2011).
Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.

B. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang
terbagi menjadi 3 derajad :
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada
tanda remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan
kontaminasi minimal.
Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
fraktur kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit, otot, dan
neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi.

C. Etiologi
Menurut (Rasjad, 2009) penyebab paling utama fraktur tibia yang
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek
ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia misalnya
kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur tulang. Penyebab terjadinya fraktur
yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,
osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi
pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah
patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh
dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang disebabkan
oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain
dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan
tulang rawan

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan/diraba
2. Tak mampu menggerakan kaki
3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan posisi
fragmen tulang. Dapat membentuk sudut karena adanya tekanan
penyatuan dan tidak seimbangnya dorongan otot. Dapat pula memendek
ekstermitas bawah karena adanya tarikan dari otot ektermitas bawah saat
fragmen tergelincir dan tumpah tindih dengan tulang lainnya. Dan dapat
juga terjadi rotasional karena tarikan yang tidak seimbang oleh otot yang
menempel pada fragmen tulang sehingga fragmen fraktur berputar keluar
dari sumbu longitudinal normalnya.
4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena gesekan
antara fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.
5. Terjadi ekimosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan
pembuluh darah sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area
kulit.
6. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan
karena terjadi ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area
fraktur.

E. Patofisiologi
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.
R.
S.
T.
U.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior
lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler
- HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
- Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
- Kadar Ca kalsium, Hb

G. Penatalaksanaan
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu :
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi /Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;
 Reduksi Tertutup ; dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan).
Ektermitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara
gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstermitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-X harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
 Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang
fraktur untuk meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan
spaasme otot yang terjadi.
o Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur
dengan menepelkan plester langsung pada kulit untuk
mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme
otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan untuk
jangka pendek (48-72jam).
o Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk
meluruskan tulang yang cidera dan sendi panjang untuk
mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) kedalam
tulang.
o Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi,
kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada
tulang dengan kawat atau pins.
 Reduksi Terbuka : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat
paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
 OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi
terbuka dengan fiksasi internal dimana tulang di
transfiksasikan di atas dan di bawahnya fraktur, sekrup atau
kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan distal kemudian
dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur
terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini
memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur komunitif
(hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar
tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi
pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode
penatalaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan
reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana dilakukan insisi
pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan
sepanjang bidang anatomic temapt yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan
memungkinkan,harus segera dimulai latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.

H. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :
1. Komplikasi awal ;
Compartemant Syndrome : Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi ektermitas bawah yang dapat
mengancam kelangsungan hidup ektermitas bawah. Mekasnisme terjadi
fraktur tibia terjadi perdarahan intra – compartment, hal ini akan
menyebabkan tekanan intrakompartemen meninggi, menyebabkan aliran
balik balik darah vena terganggu. Hal ini akan menyebabkan oedema. Dengan
adanya oedema tekanan intrakompartemen makin meninggi sampai akhirnya
sedemikian tinggi sehingga menyumbat arteri di intrakompartemen.
Gejalanya rasa sakit pada ektermitas bawah dan ditemukan paraesthesia, rasa
sakit akan bertambah bila jari digerakan secara pasif. Kalau hal ini
berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse pada otot-otot ekstensor
hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
 Malunion : Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas).
 Delayed Union : adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
 Non Union : merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada berbagai
macam meliputi:
a. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat
mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada
fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe
konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe
spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang.
c Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah)
b. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian
kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
d. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3) Neurosensori
a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b. Kebas/ kesemutan (parestesia)
c. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
d. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4) Nyeri / kenyamanan
a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf .
b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).
6) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah.
8) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain
itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
9) Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan
gerak yang di alami klien

J. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria : Klien akan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi
dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual.
Intervensi :
a) Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
dan atau traksi
R/ : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
b) Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
R/ : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
c) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
R/ : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
d) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
R/ : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
e) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional)
R/ : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
f) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
R/ : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
g) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ : Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri
baik secara sentral maupun perifer.

2) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera


vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik
Kriteria : Akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara
aktif.
Intervensi :
a) Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan
jari/sendi distal cedera.
R/ : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
b) Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
R/ : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk
c) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindroma kompartemen
R/ : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan
perfusi.
d) Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
R/ : Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.
e) Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan
kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
R/ : Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi
sesuai keadaan klien.
3) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh.
Kriteria : Klien dapat menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan
aktivitas
Intervensi :
a) Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien
R/ : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri,
membantu menurunkan isolasi sosial.
b) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
R/ : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
c) Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
R/ : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
d) Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan
klien.
R/ : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi
keterbatasan klien.
e) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R/ : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
f) Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
R/ : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
g) Berikan diet TKTP.
R/ : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
h) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
Pemberian tambahan oksigen, Hindari penggunaan barbiturate/opiate.
R/ : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
4) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
Kriteri : Klien menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
Intervensi :
a) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat
tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
R/ : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
b) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
R/ : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi
c) Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
R/ : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi
fekal
d) Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi
pen/traksi.
R/ : Menilai perkembangan masalah klien.
e) Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/ : Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah
terjadinya dikubitus.
f) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering
yang menyerap keringat dan bebas keriput.
R/ : Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
g) Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/ : Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat
membatasi perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.
5) Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria : Bebas drainase purulen atau eritema dan demam
Intervensi :
a) Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
R/ : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.
b) Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.
R/ : Meminimalkan kontaminasi.
c) Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.
R/ : Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.
d) Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
R/ : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
e) Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
R/ : Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
a) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.
R/ : Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha
sesuai kondisi klien.

DAFTAR PUSTAKA

E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.


Keliat Anna Budi, SKp, MSC,2010, Proses Keperawatan, penerbit EGC, Jakarta.
Mariylnn E. Doenges, at all 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III, penerbit EGC,
Jakarta.
Priharjo Rasional, 2009, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi penerbit EGC,
Jakarta.
Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2009, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV, penerbit Bintang
Lamumpatue, Makassar
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tanggal
IDENTITAS PASIEN : 20/4/20
No.reg :
Nama : Tn Tgl
B lahir Usia: 26 Jenis Kelamin:
4/ 6
/93 pria√ Wanita
Alamat : Agama:
malang islam Jenis pembayaran: jkn

Waktu kedatangan : 20-4- Dead On Arrival


2020 jam 11.15 Waktu (DOA):
diperik
sa Denyut nadi (-)
: 11.16 Refleks cahaya (-/-)
EKG Asistole
Jam Penentuan
Kematian:

Jenis Kasus Tanggal dan jam Kejadian: 20-4- Kondi


: 2020 si Diantar oleh:
Tempat jalan raya
Trauma √ Kejadian: bunut wetan kedatangan: Ambulance
Mekanisme Cedera: pasien
tertabrak pick up bermuatan dari
sebelah kanan, dan kaki kanan
terbentur mobil dengan keras sadar √ keluarga
Non
Trauma tidak sadar datang sendiri √
rangsang verbal polisi
lain2
rangsang nyeri :_________
:
Informasi dari : pasien √keluarga, nama :___Tn _____________
diperoleh B______________ orang lain , nama ___

FALSE
TRIASE
/ NON
RESUSIT EMERGEN URGEN EMERGEN
ASI CY T C
KATEGORI URGENT Y
JALAN
NAPAS Sumbatan Stridor/disstres Bebas Bebas Bebas
Henti Napas Napas 24-
Napas >32x/menit 32 Napas Napas
x/meni Normal 16-
Napas Wheezing t Normal 16- 20
PERNAPAS
AN 20 x//menit x//menit
<10x/meni
t Wheezing
Sianosis
Nadi 100-
Henti Nadi tidak 150 Nadi Nadi
x/meni
Jantung teraba/lemah t Normal Normal
Nadi tidak Bradikardia TD Sistole Luka
teraba/lem >160
ah (<50x/mnt) mmHg Perdarahan Ringan
TD
Pucat Takikardia Diastole Ringan

Akral >100
Dingin (>150x/mnt) mmHg Cedera
GDA < 80 Pucat Perdarahan Kepala
mg/dl Akral Dingin sedang ringan
SIRKULASI GDA >200 CRT >2 setik Muntah Muntah /
TD Sistole
mg/dl <100 dehidrasi diare tanpa
Kejang mmHg Kejang tapi dehidrasi
TD Diastole
<60 sadar Nyeri
Nyeri
mmHg Sedang ringan
Nyeri akut (>8)
Perdarahan
akut
multiple
Fraktur
Suhu >39 C
DISABILITY GCS <9 GCS 9-12 GCS >12 GCS 15 GCS 15
AREA P1 P2 P3
RESPON 10 60
TIME 1 MENIT MENIT MENIT
Pengkajian Perawat, jam: Riwayat Penyakit Dahulu:
Kanke Infark
Keluhan utama (SAMPLE): TB r Miokard
PPOK Hepatitis Peny.Jantung
DM Hipertensi Stroke
Kejan
g Asma
Lain2:_________
__
Riwayat Pemakaian Alkohol:
YA TIDAK Jml/hri:
Riwayat
Merokok:
YA TIDAK Jml/hri:
Riwayat Alergi:
YA TIDAK Jenis Alergi:
TD: mmHg Nadi: x/menit SUHU: C TB: cm / BB: Kg
Skala Nyeri (0- Status
GDA: mg/dl SaO2: % 10): Gizi:
Skala Nyeri Untuk Umur > 9 Skala Nyeri Untuk Umur < 9 NILAI
Tahun: Tahun: SKALA
NYER
I:
(Tida
0 k
Nyeri)
1-3
(Ringa
n)
4-6
(Sedan
g)
(Berat
7-10 )

kode
Diagram diagram
A:
Abrasi
B:
Bruise
Bu :
Burn
E:
eritema
L:
laserasi
P:
Ptekie
Pu : Pressure
ulcer
R:
Rash
S : Scar
ST:
stoma
U:
Ulcer
:
O other (tato,
amputas perubaha
i, n
warna)
Ket:
____

Penilaian Resiko Jatuh


MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.

Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh


1. dalam 3 Tidak 0

bulan terakhir? Ya 25

Diagnosa sekunder: apakah lansia


2. memiliki lebih Tidak 0

dari satu
penyakit? Ya 15

Alat Bantu
3. jalan:
- Bed rest/ dibantu
perawat 0

- Kruk/ tongkat/ walker 15

- Berpegangan pada benda-benda di


sekitar 30

(kursi, lemari, meja)

Terapi Intravena: apakah saat ini lansia


4. terpasang Tidak 0
infus? Ya 20

Gaya berjalan/ cara


5. berpindah:
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat
bergerak 0
sendiri)

- Lemah (tidak
bertenaga) 10

- Gangguan/ tidak normal (pincang/


diseret) 20
6. Status Mental

- Lansia menyadari kondisi dirinya 0

- Lansia mengalami keterbatasan daya


ingat 15

Total Nilai

Keterangan:

Tingkatan
Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak
berisiko 0-24 Perawatan dasar

Risiko
rendah 25-50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko
tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi

Pemeriksaan diagnostic
jam : Hasil Pemeriksaan Diagnostik:
tidak ada USG
darah lengkap X Ray
BUN MRI
enzim jantung CT scan
glukosa lain-lain
tes fungsi hati urinalisis
gas darah arteri tes kehamilan
alcohol dalam
darah oksmetri nadi
HIV serologi EKG

PROSEDU
MEDIKASI: R
orofaringeal
airway terapi nasogastrik
nasofaringeal
airway kateter urin
intubasi kateter vena sentral
ETT (CVP)
terapi
oksigen perawatn Ob/Gyn
terapi nebulizerperawatan orthopedic
CPR terapi trombolitik
IV fluid perawatan luka
DC shock lain-lain :

DIAGNOSIS
MEDIS:

MASALAH
KEPERAWATA
N:
JAM IMPLEMENTASI TTD
EVALUASI
(SOAP)

PERAWATAN Rawat Rawat Inap Pulang Paksa dirujuk Meninggal


LANJUTAN Jalan
Bila Rawat Jalan/pulang paksa, Tanggal: Jam: Vital Sign Sebelum
transfer/rujuk/pulang:
Bila Rawat Inap, Transfer ke
Ruang: TD:

Bila Meninggal, Tanggal: Jam: Nadi:


Penyebab:
RR:

Suhu:
Bila dirujuk/alih rawat,
Tanggal: Jam:
SpO2:
GCS:
Malang, 20__
Ttd Perawat

(……………………………)
KONSEP DASAR PENYAKIT GASTRITIS

A. Pengertian
1. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung
(Sudoyo, 2006).
2. Gastitisadalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat
akut, kronik, difus, atau lokal yang di sebabkan oleh bakteri atau obat-
obatan (Price, 2005).
3. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang
ditemukan berupa dispepsia atau indigesti (Mansjoer, 2001).
4. Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada
bagian mukosa(Inayah, 2004).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah
peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat
secara akut, kronis, difus atau lokal akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan
dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau
perlukaan yang menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut dengan
gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia atau indigesti.

B. Anatomi

Gambar 1.
Anatomi Lambung
www.google.com ( gambar lambung )

1
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar
paling banyak terutama didaerah epigaster, dan sebagian di sebelah kiri
daerah hipokondriak dan umbilikal. Lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik, terletak di
bawah diapragma di depan pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri
fundus uteri.
Secara anatomis lambung terdiri dari :
1. Fundus Fentrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah kurvantura minor.
3. Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang
tebal membentuk spinter pilorus.
4. Kurvatura Minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum
lkardiak sampai ke pilorus.
5. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari pada kurvantura minor terbentang
dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus fentrikuli menuju ke kanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
6. Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik(Setiadi,
2007).
Lambung terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa
menempel pada sebelah kiri fundus. Kedua ujung lambung dilindungi
oleh sfingter yang mengatur pemasukan dan pengeluaran. Sfingter kardia
atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam
lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus
kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal
dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi
makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi sfingter ini
akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam lambung.

2
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat
mengalami stenosis ( penyempitan pilorus yang menyumbat ) sebagai
komplikasi dari penyakit tukak lambung. Stenosis pilorus atau
pilorospasme terjadi bila serat-serat otot disekelilingnya mengalami
hipertropi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk
mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum.
Lambung terdiri atas empat bagian yaitu :
a. Tunika serosa atau lapisan luar
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan
peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan
duodenum dan terus memanjang kearah hati, membentuk omentum
minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke
organ lain disebut sebagai ligamentum. Omentum minor terdiri
atas ligamentum hepatogastrikum dan hepatoduodenalis ,
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati.
Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk
omentum mayus, yang menutupi usus halus dari depan seperti
apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering
terjadi penimbunan cairan ( pseudokista pankreatikum ) akibat
komplikasi pankreatitis akut.
b. Lapisan berotot ( Muskularis )
Tersusun dari tiga lapis otot polos yaitu :
1) Lapisan longitudinal, yang paling luar terbentang dari esofagus
ke bawah dan terutama melewati kurvatura minor dan mayor.
2) Lapisan otot sirkuler, yang ditengah merupakan lapisan yang
paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter dan berada dibawah lapisan pertama.
3) Lapisan oblik, lapisan yang paling dalam merupakan lanjutan
lapisan otot sirkuler esofagus dan paling tebal pada daerah
fundus dan terbentang sampai pilorus.

3
c. Lapisan submukosa
Terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan
mukosa bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini
mengandung pleksus saraf dan saluran limfe.
d. Lapisan mukosa
Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan
longitudinal yang disebut rugae. Ada beberapa tipe kelenjar pada
lapisan ini yaitu :
1) Kelenjar kardia, berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini
mensekresikan mukus.
2) Kelenjar fundus atau gastrik, terletak di fundus dan pada
hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga
tipe utama sel yaitu :
a) Sel-sel zimogenik atau chief cell, mensekresikan
pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam.
b) Sel-sel parietal, mensekresikan asam hidroklorida dan
faktor instrinsik. Faktor instrinsik diperlukan untuk
absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan
faktor instrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa.
c) Sel-sel mukus ( leher ), di temukan di leher fundus atau
kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus.
Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar
gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan
pepsinogen. Substansi lain yang di sekresikan oleh lambung
enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium,
kalium, dan klorida(Price, 2005).
Struktur syaraf penyokong lambung :Persyarafan
lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui

4
saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrik, pilorik,
hepatik, dan seliaka.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splangnikus
major dan ganglia seliakum. Serabut-serabut eferen
menghantarkan impuls nyeri yang di rangsang oleh peregangan,
kontraksi otot dan peradangan, dan di rasakan di daerah
epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat
pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentenikus (
auerbach ) dan submukosa ( meissner ) membentuk persarafan
intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik
dan sekresi mukosa lambung.Komponen vaskularisasi pada
lambung : Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas ( serta
hati, empedu dan limfa ) terutama berasal dari arteri seliaka atau
trunkus seliaka, yang mempercabangkan cabang-cabang yang
ensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria
pankreatikoduodenalis ( retroduodenalis ) yang berjalan sepanjang
bulbus posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum
dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan perdarahan. Darah
vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari
pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati
melalui vena porta(Price, 2005).

C. Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muskular
berongga yang dilapisi oleh membran mukosa (selaput lendir). Tujuan kerja
organ ini adalah mengabsorbsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk
diabsorbsi dan digunakan oleh sel-sel tubuh, serta menyediakan tempat
penyimpanan feses sementara. Saluran GI mengabsorbsi dalam jumlah besar
sehingga fungsi utama sistem GI adalah membuat keseimbangan cairan,
selain menelan cairan dan makanan, saluran GI juga menerima banyak sekresi

5
dari organ-organ, seperti kandung empedu dan pankreas. Setiap kondisi yang
serius mengganggu absorbsi atau sekresi normal cairan GI, dapat
menyebabkan ketidakseimbangan cairan.
Sistem pencernaan ( mulai dari mulut sampai anus) berfungsi
sebagai berikut :
1. Mulut
Saluran GI secara mekanisme dan kimiawi memecah nutrisi ke
ukuran dan bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama
untuk memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah
absobrsi nutrisi dengan aman dan efektif. Pencernaan kimiawi dan
mekanisme dimulai dari mulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya
menjadi berukuran yang dapat ditelan. Sekresi saliva mengandung
enzim, seperti ptialin, yang mengawali pencernaan unsur-unsur makanan
tertentu. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan di dalam
mulut sehingga lebih mudah di telan(Potter& Perry, 2005).
2. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan organ mulut dengan
kerongkongan. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, yang letaknya dibelakang rongga mulut dan
rongga hidung, di depan ruas tulang belakang.
Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan
udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan
jalan makanan masuk ke belakang dari jalan nafas dan didepan dari ruas
tulang belakang.Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus
preformis masuk ke esofagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan
menelan mencegah masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang
sama jalan udara di tutup sementara. Permulaan menelan, otot mulut dan
lidah kontraksi secara bersamaan(Setiadi, 2007) .

6
3. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54
cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung.
Esofagus berawal pada area laringofaring, melewati diafragma dan
hiatus esofagus. Esofagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang
punggung setelah melalui torak menembus diafragma masuk ke dalam
abdomen menyambung dengan lambung.Lapisan terdiri dari empat lapis
yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan sirkuler), dan jaringan
ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam esofagus karena
gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik saja(Setiadi,
2007).
Begitu makanan memasukibagian atas esofagus, makanan-
makanan berjalan melalui sfingter esofagus bagian atas, yang merupakan
otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esofagus dan makanan
mengalami refluks (bergerak ke belakang) kembali ke tenggorok. Bolus
makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm.
Makanan didorong oleh gerakan peristaltik lambat yang di hasilkan oleh
kontraksi involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat
bagian esofagus berkontraksi diatas bolus makanan, otot sirkular di
bawah (atau di depan) bolus berelaksasi. Kontraksi-relaksasi otot halus
yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang
berikutnya.Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni esofagus
dan mencapai sfingter esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus bagian
bawah terletak diantara esofagus dan lambung. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan sfingter esofagus bagian bawah meliputi antasid,
yang meminimalkan refluks, dan nikotin serta makanan berlemak, yang
meningkatkan refluk(Potter, 2005).

7
4. Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragmadi depan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Getah cerna lambung yang dihasilkan antara lain:
a) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton)
b) Asam garam (HCI), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptik dan desinfektan dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu)
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit yang memecah lemak
menjadi asam lemak yang merangsang getah lambung.
Digesti dalam lambung diantaranya :
a) Digesti protein, pepsinogen yang dieksresi oleh sel chief diubah
menjadi pepsin oleh asam klorida yang disekresi oleh sel parietal.
Pepsin menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Dan pepsin
adalah enzim yang hanya bekerja dengan PH dibawah 5
b) Lemak, enzim lipase yang disekresi oleh sel chief menghidrolisis
lemak susu menjadi asam lemak dan gliserol, tetapi aktivitasnya
terbatas dalam kadar PH yang rendah.
c) Karbohidrat, enzim amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat
tepung bekerja pada PH netral. Enzim ini terbawa bersama bolus
dan tetap bekerja dalam lambung sampai asiditas lambung
menembus bolus. Lambung tidak mensekresi enzim untuk
mencerna karbohidrat.
Didalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara
mekanis dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan di absorbsi. Lambung

8
menyekresi asam hidroklorida (HCI), leher, enzim pepsin, dan faktor
intrinsik. Konsentrasi HCI mempengaruhi keasaman lambung dan
keseimbanga asam-basa tubuh. HCI membantu mencampur dan
memecah makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa lambung
dari keasaman dan aktifitas enzim. Pepsin mencerna protein, walaupun
tidak banyak pencernaan yang berlangsung dilambung. Faktor intrinsik
adalah komponen penting yang di butuhkan untuk absorbsi vitamin B 12
didalam usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah merah
normal. Kekurangan faktor intrinsik ini mengakibatkan anemia
pernisiosa.Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah
menjadi makanan semicair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah
dicerna dan diabsorbsi dari pada makanan padat. Klien yang sebagian
lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung yang
cepat (seperti pada gastritis) dapat mengalami masalahpencernaan yang
serius karena makanan tidak dipecah menjadi kimus(Potter, 2005)
5. Usus halus
Saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar, yang
merupakan tuba terlilit yang merentang dari sfingter pylorus sampai
katupileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar
fungsi usus halus terdiri dari :
a) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan
proses sebagai berikut :
1) Menyerap protein dalam membentuk asam amino
2) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
b) Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air, garam
dan vitamin.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah
usus yang menyempurnakan makanan :

9
a) Enterokinase, mengaktifkan enzim tripsinogen pankreas menjadi
tripsin yang kemudian mengurai protein dan peptida yang lebih
kecil.
b) Aminopeptidase, Tetrapeptidase, dan Dipeptidase yang mengurai
peptida menjadi asam amino bebas.
c) Amilase usus, yang menghidrolisis zat tepung menjadi Disakarida
(maltosa, sukrosa, dan laktosa)
d) Maltase, isomaltase, lactase dan sukrase yang memecah
disakarida maltosa, laktosa, dan sukrosa menjadi monosakarida.
e) Lipase usus yang memecah monogliserida menjadi asam lemak
dan gliserol
f) Erepsin, menyempurnakan pencernaan prtein menjadi asam amino.
g) Laktase, mengubah laktase menjadi monodakarida
h) Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakrida
i) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
(Setiadi, 2007)
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung
dan memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan
diameter sekitar 2,5 cm dan panjang 6 m. Usus halus di bagi menjadi
tiga bagian : duodenum, jejunum, ileum. Kimus bercampur dengan
enzim-enzim pencernaan ( misal empedu dan amilase ) saat berjalan
melalui usus halus. Segmentasi mengaduk kimus, memecah makanan
lebih lanjut untuk dicerna. Pada saat kimus bercampur, gerakan
peristaltik berikutnya sementara berhenti sehingga memungkinkan
absorbsi. Kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk
memungkinkan absorbsi.
Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorbsi dadalam usus halus.
Enzim dari pankreas (misal amilase) dan empedu dari kandung empedu
dilepaskan kedalam duodenum. Enzim di dalam usus halus memecah
lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsur-unsur dasar. Nutrisi
hampir seluruhnya diabsorbsi oleh duodenum dan jejunum. Ileum

10
mengabsorbsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu.
Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami
perubahan besar. Inflamasi, reseksi bedah, atau obstruksi dapat
mengganggu peristaltik, mengurangi area absorbsi, atau menghambat
aliran kimus (Potter, 2005).
6. Usus besar
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena
sebagai tempat pembuangan, maka diusus besarsebagian nutrien telah
dicerna dan diabsorbsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak
tercerna. Biasanya memerlukan waktu dua sampai lima hari untuk
menempuh ujung saluran pencernaan. Dua sampai enam jam di
lambung, enam sampai delapan jam diusus halus, dan sisa waktunya
diusus besar.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan
dengan proses ahir isi usus, fungsi usus besar adalah :
a) Menyerap air dan elektrolit 80% sampai 90% dari makanan dan
mengubah dari cairan menjadi massa.
b) Tempat tinggal sejumlah bakteri E. colli, yang mampu mencerna
kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh
setiap hari.
c) Memproduksi vitamin antara lain vitamin K, ribovlafin, dan tiamin
serta berbagai gas.
d) Penyiapan selulosa yang berupa hidrat arang dalam tumbuh-
tumbuhan, buah-buahan, dan sayuran hijau.
(Setiadi, 2007)
Usus besar dibagi menjadi tiga, antara lain :
a) Sekum,
Kimus yang tidak diabsorbsi memasuki sekum melalui
katup ileosekal. Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang
mencegah regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus.

11
b) Kolon
Walupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air
menurun saat kimus bergerak di sepanjang kolon. Kolon dibagi
menjadi kolon asenden, kolon tranversal, kolon desenden, dan
kolon sigmoid. Kolon di bangun oleh jaringan otot, yang
memungkinkanya menampung dan mengeliminasi produk buangan
dalam jumlah besar.Kolon mempunyai empat fungsi yang saling
berkaitan : absorbsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah
besar volume air., natrium dan klorida diabsorbsi oleh kolon setiap
hari. Pada waktu makanan bergerak melalui kolon, terjadi
kontraksi haustral. Kontraksi ini sama dengan kontraksi segmental
usus halus, tetapi berlangsung lebih lama sampai 5 menit.
Kontraksi membentuk kantung berukuran besar didinding kolon,
menyediakan daerah permukaan yang luas untuk
absorbsi.Sebanyak 2,5 liter air dapat diabsorbsi oleh kolon dalam
24 jam. Rata-rata 55 mEq natrium dan 23 mEq klorida diabsorbsi
setiap hari. Jumlah air yang diabsorbsi dari kimus bergantung pada
kecepatan pergerakan isi kolon. Kimus dalam kondisi normal
bersifat lunak, berbentuk masa. Apabila kecepatan kontraksi
peristaltik berlangsung dengan cepat secara abnormal, waktu untuk
absorbsi air berkurang sehingga feses akan menjadi encer. Apabila
kontraksi peristaltik melambat, air akan terus diabsorbsi sehingga
terbentuk masa feses yang keras, mengakibatkan konstipasi.
Kolon melindungi dirinya dengan melepaskan suplai lendir.
Lendir dalam kondisinormal berwarna jernih sampai buram dengan
konsistensi berserabut. Lendir melumasi kolon, mencegah trauma
pada dinding bagian dalamnya. Lubrikasi terutama penting pada
ujung distal kolon, tempat isi kolon menjadi lebih kering dan lebih
keras.Fungsi sekresi kolon membantu keseimbangan asam-basa.
Bikarbonat disekresi untuk mengganti klorida. Sekitar 4 sampai 9
mEq kalium dilepaskan setiap hari oleh usus besar. Perubahan

12
serius pada fungsi kolon, seperti diare, dapat mengakibatkan
ketidak seimbangan elektrolit.
Ahirnya, kolon mengeliminasikan produk buangan dan gas
(flatus). Flatus timbul akibat menelan gas, difusi gas dari aliran
darah ke dalam usus, dan kerja bakteri pada karbohidrat yang tidak
dapat diabsorbsi. Fermentasi karbohidrat (seperti yang terjadi pada
kubis dan bawang) menghasilkan gas didalam usus, yang dapat
menstimulasiperistaltik. Orang dewasa dalam kondisi normal
menghasilkan 400 sampai 700 ml flatus setiap hari.Kontraksi
peristaltik yang lambat menggerakan isi usus ke kolon. Isi usus
adalah stimulus utama untuk terjadinya kontraksi. Produk buangan
dan gas memberikan tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot
meregang,menstimulasi reflek yang menimbulkan kontraksi.
Gerakan peristaltik masamendorong makanan yang tidak tercerna
menuju rektum. Gerakan ini hanya terjadi tiga sampai empat kali
sehari, tidak seperti gelombang peristaltis yang seering timbul
didalam usus halus.
c) Rektum
Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid,
disebut feses. Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat
sebelum defekasi.dalam kondisi normal, rektum tidak berisi feses
sampai defekasi. Rektum dibangun oleh lipatan-lipatan jaringan
vertikal dan tranversal. Setiap lipatan vertikal berisi sebuah arteri
dan lebih dari satu vena.
Apabila masa feses atau gas bergerak ke dalam rektum
untuk membuat dindingnya berdistensi, maka proses defekasi
dimulai. Proses ini melibatkan kontrol volunter dan kontrol
involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos yang
dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Saat rektum mengalami
distensi, saraf sensorik dstimulasi dan membawa impuls-impuls
yang menyebabkan relaksasi sfingter interna, memungkinkan lebih

13
banyak feses yang memasuki rektum. Pada saat yang sama, impuls
bergerak ke otak untuk menciptakan suatu kesadaran bahwa
individu perlu melakukan defekasi.
(Potter, 2005)
7. Defekasi
Menurut Setiadi ( 2007), defekasi sebagian merupakan
refleks, sebagian lagi merupakan aktivitas volunter ( yaitu dengan
mengejan terjadi kontraksi diafragma dan otot abdominal untuk
meningkatkan tekanan intra abdominal )
Komposisi feses mengandung :
a) Air mencapai 75% sampai 80%
b) Sepertiga materi padatnya adalah bakteri
c) Dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organik
dan anorganik dari sekresi pencernaan, serta mucus dan lemak.
d) Feses juga mengandung sejumlah bakteri kasar, atau serat dan
selulosa yang tidak tercerna.
e) Warna coklat berasal dari pigmen empedu
f) Dan bau berasal dari kerja bakteri.

D. Klasifikasi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada
sebagian besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna.
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah:
a) Gastritis akut erosif
Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari
pada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
b) Gastritis akut hemoragic
Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi erosi

14
yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapa
tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut.
( Hirlan, 2001)
2. Gastritis Kronis
Menurut Muttaqin, (2011) Gastritis kronis adalah suatu peradangan
permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik
diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut :
a) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema , serta
perdarahan dan erosi mukosa.
b) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan
mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
c) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan
hemoragik.

E. Etiologi
Menurut Muttaqin(2011) Penyebab dari gastritis antara lain :
1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,
ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen
kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis
bersifat mengiritasi mukosa lambung.
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci,
staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis,
dan secondary syphilis.
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.

15
6. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-
lambung.
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu dan
minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen
iritasi mukosa lambung.
8. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen
penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil
ke mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.
9. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke
lambung.
10. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara
agresi dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang
dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.

F. Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obat-
obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada
pasien yang mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis
NV (Nervus Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida
(HCl) didalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan
anoreksia.Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan
menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan
mukus mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa
lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya
vasodilitasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat enzim
yang memproduksi asam klorida atau HCl, terutama daerah
fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl
meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini

16
ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon
mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa
pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi
memicu timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat
mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena
proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam
setelah pendarahan(Price dan Wilson, 2000)
2. Gastritis Kronis
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus
benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory
( H. pylory ) Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe
B, tipe A ( sering disebut sebagai gastritis autoimun ) diakibatkan dari
perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal
ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan
terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B ( kadang disebut
sebagai gastritis ) mempengaruhi antrum dan pylorus ( ujung bawah
lambung dekat duodenum ) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory.
Faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan atau obat-obatan
dan alkohol, merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung. (Smeltzer
dan Bare, 2001)

G. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada gastritis yaitu:
1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:
a) Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.
b) Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan,
mual, dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.
c) Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.
d) Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.

17
e) Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu
mungkin akan hilang selama 2 sampai 3 hari. (Smeltzer, 2001)
2. Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali
untuk gejala defisiensi vitamin B12 . pada gastritis tipe B, pasien
mengeluh anoreksia ( nafsu makan menurun ), nyeri ulu hati setelah
makan, kembung, rasa asam di mulut, atau mual dan muntah. (Smeltzer
dan Bare, 2001)

H. PemeriksaanDiagnosik
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan( 2010) dan Doenges( 2000 )
sebagai berikut :
1. Radiology: sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoskopy : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk
perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat
ulkus jaringan atau cidera
5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi
tidak pernah melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,
mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam
hidroklorik dan pembentukan asam noktura
7. l penyebab ulkus duodenal.
8. Feses: tes feses akan positifH. PyloryKreatinin : biasanya tidak
meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.
9. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu
metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah
besar diberikan.
10. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap
simpanan cairan tubuh.

18
11. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau
muntah atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat terjadi
setelah trasfusi darah.
12. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga
gastritis.

I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai
gejala-gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan
antasida dan istirahat.
c) Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d) Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan
cara menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan
pepsin yang menyebabkan iritasi.
e) Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010)
2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:
Gastritis akut Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk
menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien
mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila
gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan
terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang
dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis
diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali,
pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.

19
a) Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal :
alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer
b) Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena
bahaya perforasi.
terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative,
antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin diperlukan.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene
atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambungmungkin
diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilrus. Gastritis kronis diatasi
dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istiratahat, mengurangi
stress dan memulai farmakoterapi. H. Pilory data diatasi dengan antibiotic
( seperti tetrasiklin atau amoksisilin ) dan garam bismu ( pepto bismo ).
Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B 12
yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor
instrinsik(Smeltzer, 2001)
3. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:
a) Tirah baring
b) Mengurangi stress
c) Diet
Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan
peroral pada interval yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan
seperti pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat ditoleransi setelah
12 – 24 jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya
ditambahkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis superficial
yang kronis biasanya berespon terhadap diet sehingga harus
menghindari makanan yang berbumbu banyak atau berminyak.
(Dermawan, 2010)

20
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis menurut Dermawan
( 2010) adalah:
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi
vitamain B12

K. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
a. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
b. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah,
makanan kesukaan.
c. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan
Kulit. Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah
miksi (oliguri, disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi
dan miksi, Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih dll.
d. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit,
gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain, Range Of
Motion (ROM), riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan
kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.

21
e. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif.Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola
kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien
terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama
(orang, atau benda yang lain).Tingkat pendidikan, persepsi nyeri
dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri
skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan
bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien,
adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori
(nyeri), penciuman dan lain-lain.
f. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur, istirahat dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,
insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri,
harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai
system terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan
berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai system
terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural
spriritual dan dalam pandangan secara holistik.Adanya kecemasan,
ketakutan atau penilaian terhadap diri., dampak sakit terhadap diri,
kontak mata, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak
berdaya, gugup atau relaks.
h. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal

22
klien.Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku
yang passive/agresif terhadap orang lain, masalah keuangan dll.
i. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas,
riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit
hubungan seksual, pemeriksaan genital.
j. Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan
penggunaan systempendukung. Penggunaan obat untuk menangani
stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata,
metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap
tingkat stress.
k. Pola Keyakinan Dan Spiritual
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.Agama,
kegiatan keagamaan dan budaya,berbagi denga orang lain,bukti
melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual
dan pantangan dalam agama selama sakit(Perry,2005)(Asmadi,
2008).

23
L. Pathway

stress Zat kimia Makanan yang pedas, panas, Helicobacter pylori


dan asam
Penurunan produksi Merusak mukosa lambung
Gastritis akut mukus oleh sel ( fundus )
kolumner
Gastritis kronis
Merangsang Saraf Simpatis /
Nerus Vagus
Vasodilatasi Pengelupasan sel
Perubahan sel /
sel mukosa mukosa lambung desquamasi
lambung
Peningkatan produksi HCl
di lambung Perdarahan Destruksi kelenjar
Peningkatan Erosi
gaster
produksi HCl
Metaplasia
Anoreksia, mual, muntah Hematemesis,
Resiko ( pergantian
Anoreksia, mual, Melena mukosa lambung
Nyeri kekurangan
muntah yang lebih kuat)
volume
cairan Krisis situasi
Terjadi kontak HCl Resiko nutrisi ancaman Penurunan
Output berlebih
dengan mukosa kurang dari kematian elastisitas
lambung kebutuhan mukosa
tubuh lambung
cemas

Refferensi : Muttaqin (2011), Price dan Wilson (2000), Smeltzer dan Bare, (2001)
28

24
M. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges(2000) pada klien gastritis ditemukan
diagnosakeperawatan sebagaiberikut
a. Nyeri berhungan dengan mukosa lambung teriritasi
b. Resiko kekurangan volume cairan, (kehilangan aktif) b/d perdarahan,
mual, muntah dan anoreksia
c. Resiko ketidak seimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian, nyeri

N. FokusIntervensi Dan Rasional


Menurut Doenges(2000) pada klien gastritis ditemukan
diagnosakeperawatan dengan intervensi dan rasional sebagaiberikut:
a. Kekurangan volume cairan, (kehilangan aktif) b/d perdarahan, mual,
muntah dan anoreksia.
Intervensi :
1) Catat karakteristik muntah atau drainase
Rasional: membantu dalam membedakan penyebab stress gaster
2) Monitor tanda vital
Rasional: perubahan tensi darah dan nadi dapat digunakan
perkiraan kasar kehilangan darah.
3) Awasi masukan dan haluaran dihubungkan dengan perubahan
berat badan. Ukur kehilangan darah atau cairan melalui muntah.
Rasional: memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
4) Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan saat
defekasi.
Rasional: aktivitas atau muntah meningkatkan tekanan antara
abdominal.

25
5) Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.
Rasional: mencegah reflek gaster pada aspirasi antasida dimana
dapat menyebabkan komplikasi paru.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dengan memberikan obat sesuai
indikasi
b. Nyeri berhungan dengan mukosa lambung teriritasi
Intervensi:
1) Kaji nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10)
selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional: berguna dalam pengawasan keefektifan obat,
kemajuan penyembuhan dan perubahan pada karakteristik nyeri
menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya
evaluasi dan intervensi.
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi – fowler
Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam
abdomen bawah, menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
3) Dorong ambulasi dini.
Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, merangsang
peristaltik dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4) Berikan aktivitas hiburan
Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus
dini dan iritasi gaster/muntah
c. Resiko terhadap perubahan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Intervensi:
1) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah
perubahan nutrisi.

26
2) Auskultasi bising usus
Rasional: Membantu dalam menentukan respon untuk makan
atau berkembangnya komplikasi.
3) Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur.
Rasional: Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan.
4) Konsultasi dengan ahli gizi.
Rasional: Merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian, nyeri.
Intervensi:
1) Awasi respon fisiologis misal: takipnea, pusing.
Rasional: Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami
pasien
2) Dorong pernyataan takut, berikan umpan balik
Rasional: Membuat hubungan terapiutik.
3) Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
Rasional: Memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan
relaksasi, dapat meningkatkan ketrampilan koping.
4) Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional: Membantu menurunkan takut

27
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAI\ GAWAT DARURAT
IDENTITAS PASIEN Tanggal, *A'r,
No.rec :
Nama: In B Tgl lahir usia: gg lk Jenis Kelamin:
4 / b/93 lpria wanita
Alamat: Agama: Jenis pembayaran:
\ rL4,^" -j r-u-

Walcfukedatangan, LAd /Zo Waktu Dead 0n Arrival (DOA):


diperiksa Denlut nadi (-)
J*- tl. tl 'fi ib Refleks cahaya (-r-)
EKG Asistole
Jam Penentuan Kematian:

Jepis Kasus : TanggaldanjamKej*ilianl'W4/1t' - l" )o Kondisi Diantar oleh:


WTrauma Tempat Kejadian: Jt r€<1a- t5-net ituela)^ kedatangan: , Ambulance
Mekanism-eCedera: px p-Xk
. Non Trauma
$--tafrats
tOercrrfrilvrr Irri*r !6(1. partan' dcsl.,{
'y'sadar
. tidak sadar
)eluarga
Vdatang sendiri
i.^tl Lrtnd-{-€h6c^fu{ yv,h( 4W: rangsang verbal
rangsang nyeri
ir polisi
:. lain2 :
Informasi diperoleh 6u6 ;r./pasien f keluarga, nama : .J orang lain , nama :

FALSE
TRIASE I NON
RESUSITASI EMERGf,NCY URGENT EMERGENC
KATEGORI URGENT
Y
.IALAN NAPAS I Sumbatan I Stridor/disstres 9itebas f Rebas Bebas
IHenti Napas tr Napas >32rlmenit rlNapas 24-32 f Napas Napas
Napas tr Wheeziag x/menit Normal 16- Normal 16-20
PERNAPASAN
<10x/menit Wheezing 20 x//menit xllmenit
-. Sianosis
. Henti I Nadi tidak V}ladi 100-150 i Nadi Nadi
Jantung teraba/'lemah ximenit Normal Nonnal
- Nadi tidak aiBradikardia I TD Sistole I Luka
teraba,ilemah (<50x/mnt) >160 rrlrnHg Perdarahan Ringan
rPucat ] Takikardia ., TD Diastole Ringan
l Akral Dingin (>l5Ox/mnt) >100 mmHg l- Cedera
GDA < 80 i-l Pucat {ferdarahan Kepala
mg/dl i Akral Dingin sedang ringan
SIRKIILASI I GDA >200 Il CRT >2 setik I Muntah i Muntah /
mgrdl i I TD Sistole <100 dehidrasi diare tanpa
r; Kejang mmHg , Kejang tapi dehidrmi
tr TD Diastole <60 sadgr I ,Nyeri
mmHg Sedang ringan
-'f{yeri
I Nyeri akut (>8)
l l Perdarahan akut

! multiple Fraktur
:.] Suhu >39 C
DISABILTTY N GCS <9 r GCS 9- l2 { ccs >r2 ! GCS 15 ! GCS 15
AREA PI /P2t P3
RESPON TINTE l MENIT IO*IIIENIT 60 MENIT
PengkajianPerawd! jam: Ll ' tP Riwayat Penyakit Dahulu:
n TB tr Kanker n InfarkMiokard

F$#'ffia,,ZL,W*
: T t-6vs n^€n6.r/).
n PPOK n Hepatitis n Peny.Jantung
tr DM
n Kejaag tr Asma
tl t{ipertensi D Stroke

? ?^ L,am2: ?
n

ffirX sb\*^1^".Q
t!\'-Y: 9^
Riwayat Pepnkaian Alkohol:
YA " TIDAK Jmllhri:
z/
F*Oa1at ?s'lcdt-(k
\ArF o l' ou
fa att"ir n ako.i," btl
r,. F<,Fr.b-Jq N^ro'\ ft=:- 9.d*'
t?;* [a,rar^
t ' eabia^ -yyi"t*.:?,Th
Riwayat AlerS!.
rml4rri: 4
ls-benh\^r tc{cas '
'q YA VTII)AK Jcnis Alcrgi:
P/g
"ID: I
mmHg I Nadi: x/menit I SUHU: 9b,b C I TB:lb/cm/ BB:ba,Ks.
GDA: tt> mg/dl lSaO2:.Vg % lskalaNyeri(0-10):'6 lStatusGrzr:fft6-oatfr1,
Skala Nyeri Untuk Umur > 9 Tahun: Skala N-v"eri Untuk Umur < 9 Tahun: SKALA
$rhnq-Baker FACES Pain R.rting 5cale NYERI:
r0 (Tidak
Nyeri)
11 ri,j ,l-3
_1-l
'Jr2:!+5;7SS]il (Ringan)

h,h}:air )irgr ilin l - 4-6


lSedang)
riJi nn:an :idiff oi-to (Berar)

Diagram ko_gl,ediagrlm
K: t$risi)
Ers66e
Bu: Burn
E: eritema
L : Iaserasi
? : Ptekie
Pu : Pressure ulcer
R: Rash
S : Scar
ST: stoma
U: Ulcer
i
O : other (tato,
amputasi, perubahan
warna)
Ket: _

i
!\,

Penilaia n Resiko Jatuh


MORSE FALL SCALE (MFS}/ SKALA JATUH DARI MORSE
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET,
Riwayat jafuh: apakah lansia pernah jatuh dalam Iidak
I
bulan terakhir?
3
Ya 25
1f
Diagnosa sekunder; apakah lansia memiliki lebih Iidak
dari satu penyakit? Ya 15
C
Alat Bantu jalan:

- Bed rest/ dibantu perawat


1c
- Kruk/ tongkati waiker l5
- Berpegangan pada beuda-benda di sekitar 30

(kursi, lemari, meja)


Terapi Intravena: apakah saat ini lansia teipasang
infus?
fidak 0
4-p
Ya z0
Gaya berjalan/ cara berpindah:

-NormaV bed resU immobile (tidak dapat bergerak 0


'l-D
sendiri)
Lernah (tidak bertenaga) l0
Gangguarl tidak nomal (pincang/ diseret) 20
Lansia menyadari kondisi diri

Pemeriksaan diagnostic jam : Easil Pereriksaan Diagmorik


ada
tr tidak ! usc
fsagsrr {.,hrz. il, d;sk /
- darah lergkap {Xnuy
NBTIN NMRI 60A, LLC t/"\L
lpnzim jantung D CT scan
M glukosa n hi*.lain
hati
.- tes fungsi
- urinalisis
- gas darah arteri tes kehamilan
r alcohol datam darah l4oksmctri nadi
: HIV serologi -. EKG
MEDIKASI: PROSEDI]R
i gDo CC n orofaringeal airway tr terapi nasogastrik
\nes n aasofaringeal airway tr kateter urin
n intubasi ETT
\n) tr terapi oksigen
n kateter vena serhal (CYP)
tr perawatn Ob/Gyn
t n_\ n terapinebulizer I perawatan orthopedic
- C/R
r^) C@a'ry'e- | Er
D,terapi trombolitik
I E/V fluid rTperawatan luka
l- DC shock lain-lain :

rlrAGNosrsMEDrs: f.*6" #nuto 'A ei**I e

MASALAH
KEPERAWATAI{:
JAM IMPI,EMENTASI TTD
{\r-eA^b\&u\ft{-fe k kr@8q. @(.qtst€^r8hq 4r4b*1
w
-

pr*t^raaA Cu-)it-,s. t"^*€ao\as n3<-"


ebti Sbaga* ^flQ-q wveu
- uv.^a^nc6"'dgu&PAei f*bt'- { 'f€rtetet{-

\fr'i ' q Yat


- uwerrffdto^i?k@ri Wge4,t.^'t^
!,^CI/^d$kDc ek& 9d\4^t"'Y
w**
*d#v
*"1g"**
- torodhb,w YW"^
o\^,€^^20\\

- fofta\aban Earnha-, "-blqdtv


I \err

%w
LcLrlg..U!^

f; fuG'",9

e, ! .6r-va"e Q
EVALUASI
- YQSr.<^, tt r'ra^ar'-So&Ca,r^ Vedbqnosk '
(soAP) - Ct;tv-x..-€j_<'t-S@

A' vvv,rgqlelo*- bd-."- ,f*r*l-5


p , \a;rN6",x+bq.i/.^- t o"f€cv€artr . O-e-tu\b\r'ar_ CTh

PEI{{WATAN Rawat )i/ Rawat Inap tJPulang Paksa dirujuk Meninggal


LANJUTAN Jalan
Bila Rawat Jalan/pulang paksa, Tanggal: Jam: VitalSign Sebelum
transfer/ruj uklpulang:
Bila Rawat Inap, Transfer ke Ruang: rD: ,ro4o _,,&
Bila Meninggal, Tanggal: Jam: Nadi: 81 *tru
Penyetratr:
RR: 25_x/""n_
-(-
O-
Suhu: 5k.,9
BiIa dirujuValih rawat, Tanggal: .Iam:
Spo2: @"1*
GCS: '1"Y 'L
Malang, 20 z<.

Ttd Perawat

CA,,{
(......
fr
FORMAT ASUHAI\ KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
IDENTITAS PASIEN ranggart 7-D/ q
No.reg /*
Nama: Tgl lahir Usia: l_Z{\,- .Ienis Kelamin:
H* .L tEtl-7 pria Vwanita
Alamet: . n Agama: Jenis pembavaran:
tr,ta,xa,t5 r 9!cun J'r- r+
Waktu kedatangan : 1U - ]6; lVakfu Dead On Arrival (DOA):
diperiksa Denyit nadi (-)
- Refleks cahaya (-l-)
' lc.5r EKG Asistole
Jam Penentuan Kematian:
(

Jenis Kasus : TanggaldanjamKejadian:'!-o/ 1 / LqL'3 'Kondisi Diantar oleh:


Trauma Tempat Kejadian: A-+*a,L* kedatangan: . Ambulance
Mekanisme Cedera: .J'sadar keluarga
.1'Non Trauma A;h- A" t . u'"aJCa,* da!^-
r* tidak sadar '\.datang sendiri
rangsang verbal polisi
9CI&+ V"Atc*un'" 0\r f*i\"' 'lain2

lnformasi
^-^"4
diperoleh dari :f pasien - keluarga, nama :
-.- rangsang nyeri

iorang lain , nama :


:

F,{LSE
TRIASE I NON
RESUSITASI EMERGENCY I]RGENT EMERGENC
KATEGORI URGENT
Y
'- il YBebas -
JAI,AN NAPAS Sumbatan Skidor/disstres Bebas Bebas
Henti Napas n Napas >32rJmedt D Napas 24-32 ErNapas Napas
.- Napas n Wheezing x/menit Normal 1{i- Normal 16-20
PERNAPASAN
<10x/menit n Wheezing 20 v[nenit x//menit
Sianosis
'Henti n Nadi tidak Nadi 100-150 ENadi . Nadi
Jantung teraba/lemah x/menit Normal Normal
Nadi tidak tr Bradikardia . TD Sistoie .- Luka
teraba/lemah (<50x/mat) >160 mmHg Perdarahan Ringan
:., Pucat n Takikardia .-. TD Diastole Ringan
- Akral Dingin (>1S&ifumQ >100 mmHg I Cedera
GDA < IIO n Pucat . Perdarahan Kepala
mgydl tr Akral Dingin sedang ringan
SIRI(L'I-ASI - GDA >200 n CRT>2 setik - Muntah I Muntah I
mC/dl D TD Sistole <100 dehidrasi diare tanpa
. Kejang mmHg -r Kejang tapi
dehi&asi
n TD Diastole <60 sadar [;](yeri
mmHg . Nyeri Sedang ringan
n Nyeri akut (>8)
n Perdarahan akut
n mukiple Fraldur
n Suhu>39 C
DISABILITY =] GCS <9 - GC]S 9-12 GCS >12 f,,6cs ls .' GCS I5
AREA PI P2 ,/ P3
RESPONTIME I MENIT 10 MENIT 60I{TNIT
Pengkajian Perawat jam: Riwayat Penyakit llahulu:
Keluhanutama(SAMPlE): r t.
/ , \'\qn n TB tr Kanker n InfarkMiokard
S: ?grui- Ngrt\ EcetqLY U^r^J* tr PPOK n Hspatitis D Pery.Jantung
DDM nHipertensi
h ,(2
,/'^ lStroke
n Kejang n Asma tr
.€) Lain2:.

.o
t/\^
Riwayat Pemakaian Alkohol:

L ,e
F YA ITIDAK Jmlthri:
Riwayat Merokok:
YA I*IIDAK
t : \Acere*'-bd^^* Jat a-p<$ Riwayat Alergi:
I YA S-y'Inef
Jml/hri:

Jenis Alergi:
TD: ')7*'sooone vmenir I sum;: iL " c I re:/)Cm; BB: '!t' Ks
lNadi: 0
GDA: ms/dl
I Sao2: .i Ct % I Skala Nyeri t0-10): I Starus Gizi:
Skala Nyeri UntukUmur> 9 Tahun: Skala \yeri Untuk Umur < 9 Tahun: NILAI SKALA
$/onq-Baker FACE5 Pain Rating Scale NYERI:
-n ." i .. 0 (Tidak
Nyeri)
.I
.'i - l
- i ! , 1=3-_
1.,
) r 3
":.. "1.
5 3. 7 "q. s "1"q.
.6.1ngu"j"
Tidll:ldl li,n Ii:u i
'aa6".*
(Sedang)
q,rn m5m lrr.t
- 7-10 (Berat)

Diagram kode diagram


A : Abrasi
B: Bruise
Bu : Burn
E:eritema
L : laserasi
P : Ptekie
Pu : Pressure ulcer
R : Rash
S : Scar
w I ST: stoma
/, U : Ulcer
O : other (tato,
amputasi. perubahan
*.lr warna)
Ket: _
Ir

I
1

Penilaia n Resiko Jatuh


MORSE FALL SCALE (MFS}/ SKALA JATIfi{ DARI MORSE
NO PENCiKAJIAN SKALA VII AT KET.
I Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh dalam
bulan terakhir?
3 Tidak
o
Ya z5
Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki lebih fidak
dari satu penyakit? Ya l5
a
Alat Bantu jalan:

- Bed rest/ dibantu perawat


o
- Kmk/ tongkati walker l5
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30

(kursi, lemari, meja)


1. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia terpasang fidak
infus? Ya 20
0
Gaya berjalar/ cara berpindah:

.
O
NonnaV bed restl immobile (tidak dapat bergerak 0
sendiri)
- Lernah (tidak bertenaga) l0
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20
Lansia mcnyadari kondisi diri

laksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi


Pemeriksaan diagnostic jam : Hasil Pemeriksaen lliagnostik:
*idak ada n USG [)\- t
darahlengkap
IBUN
nXRay
NMRI H[ ' \t'2
D enzim jantung tr CT scan \wZ I >,3.io=
ti glukosa
n tes fungsi hati
tr lainlain
n urinalisis
Plt 22s, (st s
I gas darah aderi n &s kehamilan
n alcohol dalam darah n olsmeki nadi
n HW serologi U EKG

ME,DIKAtriI: PROSEDI]R

t(^J faawth-8.v"e 2'o% n orofaringealairway tr terapi nasogastrik


n nasofariugeal airway tr kateterurin
trintubasiETT trkateterveaasentral(CVP)
\n5 ot*eY*z&e APaS ! terapi oksigen I perawatn Ob/Gyn
n terapinebulizer n perawatan orthopedic
UCPR nterapitrombolitik
n ry fluid I perawatan luka
tr DC shock lain-1ain :

DIAGNOSISMEI}IS: 6-AF..FX

L*rU*
.{en rilr+

MASALAII
KEPEIIAWATAN:
$r. $8 */t^^-
frg-: ,|oo/t^^
.S: Je ?

t{ry- q1b,* tD.

Y^w
f< n'n-\a1-
.IAM TMPLEMENTASI TTD

d.."*;" . fir€br*e^,\t' tu^ *as. e-o\rr-


'tnl€^ B-'hr.E vt-yen-
W
YVa'ne' *ger c

tVS,7r>rl N3.ri nen ver6q!


t€P or^aLgohk
vv.4r-rb,e)@rv^- g5{o}^-b4\i. /0s$t\
-e{o..f
f* r"L6rto- (o-,<V"o>Jq <rr-d
V-\*,e^*6.er{wltr 6-b-d
4Srt- -,*- 6{oc(ra1,- ,r---)
Cf^^lNtn-e
9' Q+*r'-,^- y'^-ol4*r}e^la*, 7\-3e(Y-
t

P , laF-1e'^- beL*
e. ?- S(l ou?v-e, k - lut,r--*:
(:
3, &
1,
o ?/L
L\ e\^-g-,,,.A*"U (-JL- p.ar \-^Lr,t
EVALUASI Lru.e-rr.u €r'y€14i
(soAP)
A tl^aSit^Ul ae re.Fe' >1
fl LLo,"-I"bc.^,rtt'ert'r'e-r'n t-'

PERAWATAN VRawat r 'Rawat Inap .Pulang Paksa . dirujuk I Mminggal


LANJUTAN Jalan
BilaRawatJalanlpulangpaksa,Tanggah */q lam; i4W Vital Sign Sebelum
/*U transfer/ruj uk/pulan g:

Bila Rawat Inap, Transfer ke Ruang: rD: t }<r'f4_z;


Bila Meninggal, Tanggal: Jam: Nadi: 8t
Penyebab:

z
Suhu: J(
Bila dirujuk/alih rawat, Tanggal: Jam:
SpO2: 3e
GCS: 4"f . (r

Malang, 7p*1* zOZa

Ttd Perawat

(?ea, \/u
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DART]RAT
IDENTITAS PASIEN Tanggal:
No.reg :
r -t-ttn { u'*4g Jenis Kelamin:
Nama Tgl lahir
tn' v'pria wanita
Alamat: Agama: Jenis pembal''aran:

, {;.9 ,{
t|lz,^^. I ru+
Waktu kedatangan t Waktu Dead On Arrival (DOA):
diperiksa Denlut nadi (-)
Refleks cahaya (J-)
ogsb - EKG Asistole
Jam Penentuan Kematian:

Jenis Kasus : -?jj/*-o\A/\-fq 7 r-


TanggaldenjamKejadian:'L,o Kondisi Di*ntar oleh:
fl Trauma f'empat Kejadian: " r kedatangau: n Ambulance
Mekanisme Cedera: PAt-|N'- F[l-.- hL , sadar tr keluarga
.fl Non Trauma Jah\A^- fu**'rr"^r*U^rt--- r tidak sadar ,.Ddatang sendiri

\*QJc\t^- g61'q6rtl^ tCa.^' a t^r n , rangsang verbal I polisi


t-rangsang nyeri n hin2 :
Inforrnasi diperoleh dari : pasien "keluarga^ nanra " i '' L-l -i orang lain nama
, :

FALSE
TRIASB 1 NON
RESUSITASI EMERGENCY URGENT EMERGENC
KATEGORI I]RGENT
Y
JALAN NAPAS Sumbatan .I Stridorldisstres - Betas l" Bebas - Bebas
n Henti Napas nlFnas >32xlmenit Li(apas )/ 11 i Napas Napas
n Napas \4Wheezing x/menit Normal 16- Normal l6-20
PERNAPASAIi
<1hr/menit , Wheezing 20 x//menit x/lmenit
n Sianosis
tr Henti \Efradi tidak : Nadi 100-150 r- Nadi . Nadi

Jantung teraba/lemah x/menit Normal Normai


tr Nadi tidak U Bradikardia "ZTD Sistole Luka
teraba,/leruah (<50x/ma$ >160 mmHg Perdarahan Ringan
E Pucal n Takikardia rr.TD Diastole Ringan
n Akral Dingin (>.$Oxlmnt1 >100 mrnHg i- Cedera
N GDA< 80 VPucat Perdarahan Kepala
mCldl {9w"to^s" se1!ns ringan
SIRKLTLASI n GDA>200 YICRT >2 setik ulMuntah r Muntah I
ftC/dl n TD Sistole <100 - dehidrasi diare tanpa
tr Kejang mmHg EKijang tapi dehidrasi
tr TD Diastole <60 sadar i'Nyeri
mmHg . Nyeri Sedang ringan
n Nyeri ahrt (>8)
! Perdarahan akut
D multiple Fraktur
tr Sr&u>39 C
DISABILITY
. GCS <9 vscs 9-11 >I2 i] GCS tr GCS 15
- GCS 15
AREA ?l' P2 P3
RESPON TIME l MENIT IO MENIT 60 MENTT
Pengkajian Perawat jam: 91'5w - Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan utama (SAMPLE): nTB nKanker nlnfarkMiokard
9: \d-k\ {tI/*' N\4/n\tt"\^- dOurt.1af",[n a PPOK u IJepatitis f Peny.Jantung
I DM r.]flipertensi f Stroke
S[AgA]w Lf6'] - ctlnw n Kejang tr Asma tr
hre Lt;m2;
Riwayat Pemalaian Alkohol:
tL O YA VfIDAK JmVhri:
Pr ?Ah-Alp Cta'
' dmry'art huprl*u o?k VV Riwavat Nferokok: t -7 / iha
iAe rtDAK Jml/hri: ) / ct: t'I

?'4aceb..r\ tlv- \zq^hrr, Riwayat Alergi:


L r lesaflnn h4r.l. \a,w oq . b- - YA Et'maf Jenis Alergi:

^/ ,

['- pr* &"*


M
SaO2: O\ O B/o

Skala Nyeri Untuk Umur > 9 Tahun: NII,AI SKAI,A


NYERI:
-0 (Tidak
Nyeri)

$lt1#:1{ I $j I {
\-...L.".r \-r--J
l0
.1-3
(Ringan)

IYsi ltoi
fihtrde 3is
.4-6
(Sedang)
ryr! ryl sdeng k: 7-10 (Berat)

kode diagram
A : Abrasi
B: Bnrise
Bu : Burn
E ; eritema
L: laserasi
P : Ptekie
Pu : Pressure uicer
R : Rash
S : Scar
ST: stoma
U : Ulcer
O : other (tato,
amputasi, perubahan
u,arna)
Ket: _

MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE

ayatjatuh: apakah lansia pernah jatuh dalam 3

sekunder: apakah lansia memiliki lebih


satu penyakit'7

Bed rest/ dibantu perawat

Berpegangan pada benda-benda di sekitar

erapi Intravena: apakah saat ini lansia terpasang

berjaianl cara berpindah:

Normail bed restr'immobile (tidak dapat bergerak

Lemah (tidak bertenaga)


nl tidak nornal (pincang/ diseret)
Lansia menyadari kondisi dirin

Pemeriksaan diagnostic jau : Hasil Pemeriksaan Diagnostik:


tr tidak ada i usc
{a*u|lengkap .l X Ray
NBUN NMRI
n enzim jantung I CT scan
! glukosa n hinlain
n tes fungsi hati n urinalisis
n gasdaraharteri tr teskehamilau
ll alcobol dalam darah n oksmetri nadi
! serologi
HIV n EKG
l}rEDrr(Asrffi-
61'ofaringeal airway !'t6iupi nasogastrik
O^^,o-q r-c\abL<- n nasofaringeal airway E*fteter urin
tr intubasi ETT fl kateter vera sentral (CVP)
per.rz"tMar^<-- X}'16api oksigea n perawatn OblGyn
n krapi nebulizer ! perawatan orthopedic
. CP-B. E terapi hombolitik
E ff nuia r' perawatao luka
I DC shock lain-lain :

DIAGNOSISMEDIS; CU A
tawilQ(t tu ,t?rttdLl
llYsxfal"ofun fnthlziL
tli^ au
+
(ekrq5.,.
At- , fl , tfr/rro 1""il1 y0 f{t_al^$
& ttztlltu
Pl- : L6</'-
\ , 1L,ul ,c ,+
cchfrubn'.1l|n
p.tu
+{ro^ , Mf,Y
U
h^tmF^I^
MASAI-AH \E%:VQ re.s**
KEPERAWATAN: ^
laVrE0aw
to- "\cT
€ash+^Jalra
tdt' Z+dcf,'+
lo d gdct esi
-{4 *C\*
JAM IMPLEMENTAST TTD

- f.^€rp'r Dnr[p- E*n^-b-,1-^^ ,1a.-Lc-^ Norf-,a-S


?t9o rwopFr-u.a,. (ise*'
?4
- M re-\r\^ r- gt"^
(:h tlr-a 6-"ct4-e. ! . bedclLatoO.
t-t-lc-tL-o\ r\qpaJ

- vvl6rn\tu, A--^?y r\-or{a5 Fo*"b-r-e.rn


( aur3li"1\

- w\ ot". r t-D r $ff/h^n^-


Ar^.tr arl-c"u.aw\co-*- tc ep.lCx-..r^ 3t^
^.^.
,".C,,f49

- r*&c.t+.tcqn $ucrl o" [.., fola'3 d-.ci tS


dekh.

Ifi 11",;^^'^^ t'^


vxa^/La2a^dqanz'l
s,
\'^'U1
()t I D ,l-7o/too
t-l ' lDzY/tr',.
t$ ; 2-?Y-/P.
, " 3G, 1''
- 5a )c'-V- t"'ett'uf'a5
o('
5(Oa , 9S
EVALUASI
^ lzrf s^Y NPBM
''
l.q^
(soAP)

', YvtctS*\ot,\- [zrc.Fa" r'.' Sala**'-


,A

LZt,i.,3rr.Rc,".- tO^,f,€-rV '**6 Po-u-alL *tuF

PERAWATAN Rawat !&awat Inap Pulang Paksa diruluk Meninggal


LANJUTAI\i Jalan
Bila Rawat Jalan/pulang paksa, Tanggal: Jam: Vital Sign Sebelum
transfer/rul uk/pulang :
Bila Rawat Inap, Transfer ke R.uang: rD: I ?O /r a, *"J )
Bila Meninggal, Tanggal: Jam: Nadi: 1 O2-</*
Penyebab:
RR: 2-L4,/'*^
-)
Suhu: t..,( '.
Bila dirujuk/alih rawat, Tanggal: Jam:
Spo2: A{'/o
GCS: 9 '> 3

Malang, 20].o

Ttd Perawat
I

ad4
( s{CIcv.+5Y.1+. v\qAr

Anda mungkin juga menyukai