Anda di halaman 1dari 17

EKONOMI REGIONAL

DOSEN PENGAMPU : DR. ABD. RAHMAN RAZAK., SE., MS.

ANALISIS PELAKSANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DI


ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS: KOTA CIREBON)

OLEH:

MUH. RIFQI SURAHMAN


A011191168
KELAS B

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI


JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021/2022
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4

2.1 Konsep Dasar................................................................................ 4

2.1.1 Pembangunan Ekonomi Daerah ........................................ 4

2.1.2 Otonomi Daerah ................................................................. 4

2.1.3 Keuangan Daerah .............................................................. 6

2.1.4 Hubungan PAD dengan Pembangunan Daerah ................ 7

2.1.5 Pengarhu PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi ............... 8

2.2 Gambaran Umum Daerah ............................................................. 9

2.3 Metode Analisis ........................................................................... 10

2.4 Studi Kasus ................................................................................. 11

BAB III PENUTUP .................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... iii

ii
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

BAB I
PENDAHULUAN

Pembangunan daerah merupakan salah satu agenda pembangunan


nasional yang dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan untuk
pengembangan demokratisasi dan kinerja pemerintah daerah, demi
peningkatan kesejahteraan rakyat dan mengembangkan potensi
daerahnya. Salah satu wujud untuk mengembangkan demokratisasi dan
kinerja pemda adalah Otonomi daerah.
Pada dasarnya otonomi daerah adalah penyerahan wewenang, dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, baik di lihat dari aspek administrasi
maupun aspek keuangannya. Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6
menyatakan bahwa, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Darumurti dan Rauta (2003), penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dapat merupakan berkah
sekaligus beban yang menuntut kesiapan daerah untuk melaksanakannya,
karena semakin banyaknya urusan dan tanggung jawab bagi pemerintah d
aerah tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah, mengaharuskan agar daerah
mempersiapkan berbagai aspek pendukungnya seperti, sumber daya
manusia, sumber daya keuangan dan sarana prasarana. Hal ini sejalan
dengan yang di kemukakan oleh Kaho (2007), yang menyatakan bahwa,
untuk mewujudkan kesesuaian antara prinsip dan praktek penyelenggaraan
otonomi daerah, maka terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan
yaitu, faktor manusia pelaksana, faktor keuangan daerah, faktor peralatan
dan faktor organisasi dan manajemen. Ke-empat faktor inilah yang sangat
menentukan keberhasilan otonomi daerah di masa yang akan datang.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, suatu daerah dapat
dikatakan mampu apabila daerah tersebut mampu menggali sumber-
sumber penerimaan atau pendapatan bagi daerah sehingga ketergan-

1
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

tungan terhadap bantuan dari pemerintah pusat dapat diminimalisir. Hal ini
menegaskan bahwa kemampuan keuangan daerah tidak dapat dipisahkan
dari setiap kegiatan pemerintahan dalam membiayai pembangunan daerah.
Terdapat ciri utama yang menunjukan suatu daerah mampu berotonomi,
yaitu adalah terletak pada kemampuan keuangan daerahnya, (Halim,
2004).
Salah satu ukuran kemampuan daerah adalah terletak pada
pendapatan asli daerahnya. Pendapatan asli daerah mencerminkan
kemampuan pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menggali dan
memaksimalkan segala potensi sumber daya lokalnya. Pemaksimalan
sumber daya lokal yang ada, dapat diwujudkan dengan cara melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi adalah upaya yang dapat
dilakukan oleh pemerintah Kota Cirebon dengan memaksimalkan
penerimaan daerah dari sumber-sumber yang sudah ada, sedangkan
ekstensifikasi adalah upaya yang dapat dilakukan dengan memperluas
basis sumber penerimaan bagi daerah sehingga dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah di Kota Cirebon.
Kemampuan keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan
sangat penting, karena pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan
fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang
merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Kemampuan keuangan daerah dalam era otonomi daerah sering
diukur dengan menggunakan kinerja keuangan.
Ada beberapa cara untuk menghitung Kemampuan Keuangan
Daerah, yaitu dengan cara menghitung Share dan Growth, peta
kemampuan keuangan daerah dan indeks kemampuan keuangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sedangkan untuk
mengukur kinerja keuangan daerah, diantaranya adalah dengan cara
menganalisis pendapatan yang terdiri atas analisis terhadap rasio
kemandirian keuangan, rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio

2
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

ketergantungan, rasio efektifitas, rasio efisiensi. Kemudian analisis


berikutnya yaitu analisis belanja yang terdiri dari analisis pertumbuhan
belanja, analisis keserasian belanja dan analisis efisiensi belanja.
Kemudian dari masing-masing perhitungan dilakukan analisis dengan cara
membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode terhadap periode-
periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan
yang terjadi. Analisis kemampuan dan kinerja keuangan APBD diharapkan
dapat menjadi suatu alat ukur untuk menilai kinerja keuangan pemerintah
daerah sebagai pengambil andil terbanyak dalam upaya pembangunan
suatu daerah.
Jadi, dengan adanya otonomi daerah maka daerah akan menjadi
lebih mandiri dan tidak bergantung lagi pada pemerintah pusat, sehingga
pemda dan masyarakat akan berpartisipasi aktif dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerahnya. Kemandirian dalam mengelola
kepentingan daerahnya sendiri telah mengajarkan daerah untuk mampu
bertindak dengan baik, yang mana harus disertai dengan kemampuan
daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan tersebut baik dari segi finansial, sumber daya manusia
(SDM), maupun kemampuan pengelolaan manajemen pemerintah daerah.
Otonomi daerah akan tetap bertahan ketika pemerintah daerah masih
mampu dalam membiayai dan mengelola daerahnya.

3
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar


2.1.1. Pembangunan Ekonomi Daerah
Menurut Arsyad (2010), pembangunan ekonomi
daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dimana wilayah tersebut.
Sedangkan menurut Mudrajad Kuncoro (2014), menjelaskan
bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses
dimana pemerintah daerah dan seluruh dan komponen
masyarakat mengelola sumber daya yang dimiliki dan
membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan
lapangan kerja baru serta merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi di daerah tersebut.
2.1.2. Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan bisa
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mempercepat
pembangunan dan mengurangi kesenjangan pembangunan
antar daerah, dimana sebelumnya pembangunan yang
dirasakan masyarakat masih bersifat sentralistik.Otonomi
memberikan kewenangan yang luas bagi pemerintah daerah
dalam mengatur daerahnya sendiri. Menurut Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 1 ayat 6 bahwa: “Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Menurut Rondinelli (Nugraha

4
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

2014:3), desentralisasi dinyatakan sebagai: “The transfer or


delegation of legal and authority to plan, make decisions and
manage public functions from the central governmental its
agencies to field organizations of those agencies,
subordinate units of government, semi autonomous public
corporation, area wide or regional development authorities;
functional authorities, autonomous local government, or non-
governmental organizational”. (Desentralisasi merupakan
transfer atau pendelegasian wewenang politik dan hukum
untuk merencanakan, membuat keputusan dan memanage
fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat dan lembaga-
lembaganya terhadap organisasi-organisasi di lapangan dari
lembaga-lembaga tersebut, unit-unit pemerintah, otoritas
pembangunan regional; wewenang fungsional; pemerintah-
pemerintah otonomi lokal; atau lembaga-lembaga non
pemerintahan).”
Dengan adanya otonomi daerah, maka Pemerintah
Daerah mempunyai kewenangan yang luas dalam
menjalankan fungsi pemerintahan. Sebagai konsekuensinya
pemerintah daerah diharapkan mampu meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara adil,
merata, dan berkesinambungan. Karena pada hakikatnya
otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan pelayanan
dan mempercepat pembangunan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pada dasarnya terkandung tiga misi utama
sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi (Mardiasmo, 2004: 99) yaitu: 1) Menciptakan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 2)
Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat 3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi
masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses

5
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

pembangunan.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Siregar
(2004:291): “…pemberian otonomi daerah bertujuan untuk
meningkatkan daerah bersangkutan mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Ini demi terciptanya
peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masya-
rakat dan pelaksanaan pembangunan. Penulis menyim-
pulkan bahwa tujuan diterapkannya otonomi daerah adalah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan
kepada masyarakat, keadilan, mengurangi kesenjangan
(pemerataan), pemeliharaan hubungan yang serasi antara
Pusat dengan Daerah dan antar daerah dalam rangka
keutuhan NKRI, pemberdayaan masyarakat serta untuk
meningkatkan peran serta masyarakat. Sehingga akan
tercipta pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, adil
dan akuntabel.
2.1.3. Keuangan Daerah
Keuangan daerah merupakan salah satu faktor penting
bagaimana mengukur tingkat kemampuan daerah dalam
melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerahlah
yang akan menentukan kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Secara sederhana keuangan daerah
dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang, demikian pula sebagai segala
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yag lebih tinggi
serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan/peraturan
perundangan yang berlaku (Mahesah dalam Susantih,
2008).
Sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004

6
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

Pasal 5 penerimaan daerah dalam pelaksananaan


desentralisasi terdiri dari atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Pendapatan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi bersumber dari Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan. Sedangkan
sumber pembiayaan daerah terdiri dari sisa lebih
perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman
daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
2.1.4. Hubungan PAD dengan Pembangunan Daerah
Dalam rangka pelaksanaan otonomi tersebut tidak
dapat dipungkiri dalam menjalankan otonomi sepenuhnya di
dalam implementasinya diperlukan dana yang memadai.
Oleh karena itu, melalui Undang-undang No. 33 tahun 2004
kemampuan daerah untuk memperoleh dana dapat
ditingkatkan. Sebagai daerah otonom, daerah dituntut untuk
dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi
daerah yang digali dari dalam wilayah daerah bersangkutan
yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah yang menjadi sumber PAD,
maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk mening-
katkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan
memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Dalam rangka desentralisasi itulah maka daerah-
daerah diberi otonomi, yaitu mengatur dan mengurusi rumah
tangganya sendiri. Karena makna substantif otonomi itu
sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian
Implikasi lain yang sangat penting dari pengurusan
kewenanagan tersebut adalah semakin meningkatnya
kebutuhan daerah dan pembiayaan penyelenggaraan

7
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

aktivitas pemerintah dan pembangunan juga akan semakin


besar.
2.1.5. Pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Tingginya angka Pertumbuhan Ekonomi diharapkan
beriringan dengan meningkatnya kesejahteraan. Keber-
hasilan Pertumbuhan Ekonomi tidak akan terlihat tanpa
adanya hasil riil berupa pertumbuhan dari sesuatu yang
dibangun oleh pemerintah di bidang ekonomi, begitu juga
tanpa Pertumbuhan Ekonomi maka pembangunan suatu
negara tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut pemerintah
daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber
keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah.
Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif
mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat PDRB yang
lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan Pertumbuhan
Ekonomi di daerah. PAD merupakan salah satu sumber
pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang
dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat
kemandirian daerah akan meningkat pula sehingga
pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali
potensi-potensi daerah dan meningkatkan Pertumbuhan
Ekonomi. Pertumbuhan PAD yang berkelanjutan tersebut
akanmenyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan PAD pada suatu daerah harus berdampak
pada perekonomian daerah tersebut. Karena suatu daerah
tidak bisa dikatakan berhasil apabila daerah tersebut tidak
mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun
terjadi peningkatan dalam penerimaan PAD.
Apabila yang terjadi malah sebaliknya maka bisa
diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat
secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan

8
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

produktifitas masyarakat itu sendiri. Keberhasilan


peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah
yang diterima saja, tetapi juga diukur dengan perannya untuk
mengatur dan meningkatkan perekonomian serta memenuhi
kebutuhan pembangunan dalam sektor pelayanan kepada
publik sehingga produktifitas masyarakat dan investor
meningkat yang selanjutnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di
daerah.
2.2. Gambaran Umum Daerah
Kota Cirebon atau Kota Wali merupakan kota yang terletak di
daerah pantai utara Provinsi Jawa Barat bagian Timur. Dengan letak
geografis yang strategis, yang merupakan jalur utama transportasi
dari Jakarta menuju Jawa Barat, Jawa Tengah, yang melalui daerah
utara atau pantai utara (pantura). Letak tersebut menjadikan suatu
keuntungan bagi Kota Cirebon, terutama dari segi perhubungan dan
komunilkasi. Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33°
Bujur Timur dan 6.41° Lintang Selatan pada pantai Utara Pulau
Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari Barat ke Timur ± 8
kilometer, Utara Selatan ± 11 kilometer dengan ketinggian dari
permukaan laut ± 5 meter dengan demikian Kota Cirebon merupakan
daerah daratan rendah dengan luas wilayah administrasi ± 37.358
km2 atau ± 3.735,8 hektar atau ± 37 km2 dengan dominasi
penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian
(38%). Adapun batas-batas administratif Kota Cirebon dimana pada
sebelah utara yaitu Sungai Kedung Pane; sebelah barat yaitu Sungai
Banjir Kanal/Kabupaten Cirebon; sebelah selatan yaitu Sungai
Kalijaga; dan sebelah timur yaitu Laut Jawa.
Perekonomian Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak geografis
yang strategis dan karakteristik sumber daya alam sehingga
perekonomian dilihat dari mata pencaharian Kota Cirebon yang
didominasi oleh Nelayan, Perdagangan, dan Pertanian sedangkan

9
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

mata pencaharian lainnya yang terkecil. Mata pencaharian nelayan


Kota Cirebon merupakan salah satu pemask terbesar terasi, karena
Kota Cirebon adalah daerah yang dipesisir pantai, yang memiliki
rata-rata sebesar 31,43%. Sedangkan mata pencaharian
Pedagang/Pengusaha yang mempunyai rata-rata sebesar 30,39%.
Pedagang/Pengusaha di Kota Cirebon sangat baik perkembangan-
nya, karena banyak yang menginvestor di Kota Cirebon, dan Kota
Cirebon mempunyai banyak pasar tradisional maupun pasar
moderen, maka dari itu masyarakat Kota Cirebon banyak yang
berjualan atau membuka usaha di Kota Cirebon. Dan mata
pencaharian Kota Cirebon yang terakhir Pertanian yang memiliki
rata-rata sebesar 17,14%. Masyarakat Kota Cirebon banyak yang
bekerja petani salah satunya jenis pertanian di Kota Cirebon adalah
tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, dan tanaman buah-
buahan. Karena Kota Cirebon selain Kota pesisir, kota Cirebon juga
daerah perbukitan yang berada di Wilayah Selatan Kota.
2.3. Metode Analisis
Faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam
mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi
daerah. Pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah harus dilakukan sesuai dengan kemampuan Keuangan
Daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan, walaupun pengukuran kemampuan daerah ini akan
menimbulkan perbedaan.
Analisis kemampuan keuangan daerah diawali dengan
perhitungan dan analisis kinerja
PAD melalui ukuran Share dan
Growth kemudian mengklasifika-
sikan dengan pemetaan kemam-
puan keuangan daerah berdasar-
kan metode kuadran, sebagai
berikut:

10
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

PAD PAD𝑖
Share = Growth = x 100
total belanja PAD𝑡−1
Ket:
PADi = pendapatan asli daerah periode i
PADi-1 = pendapatan asli daerah periode i-1
2.4. Studi Kasus
Untuk menggambarkan peta kemampuan keuangan Kota
Cirebon di gunakan parameter perhitungan dan analisis kinerja PAD
melalui ukuran pertumbuhan (growth) dari masing-masing PAD dan
melalui analisis peranan PAD (share) terhadap APBD.
Tabel 1. Data Realisasi PAD dan Total Belanja Kota Cirebon
Total Belanja Share
TA PAD (Miliar)
(Miliar) (%)
2010 121,59 749,76 16,21
2011 120,13 818,29 14,68
2012 149,48 813,67 18,37
2013 206,01 975,24 21,12
2014 298,54 1.194,44 24,99
2015 319,89 1.354,75 23,61
2016 363,12 1.463,44 24,81
2017 443,93 1.409,42 31,49
2018 440,44 1.426,05 30,88
2019 434,21 1.587,30 27,35
2020 437,21 1.582,88 27,62
Rata-Rata 23,73
Sumber: DJPK Kemenkeu (data diolah)

Tabel 2. Rasio Pertumbuhan (Growth) APBD Kota Cirebon


Tahun Anggaran 2010-2020
Tahun
Realisasi PAD (Miliar) Share (%)
Anggaran
2010 121,59 0

11
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

2011 120,13 -1,20

2012 149,48 24,43

2013 206,01 37,82

2014 298,54 44,92

2015 319,89 7,15

2016 363,12 13,51

2017 443,93 22,25

2018 440,44 -0,79

2019 434,21 -1,41

2020 437,21 0,69

Rata-Rata 13,40
Sumber: DJPK Kemenkeu (data diolah)
Dari perhitungan share dan growth terhadap realisasi APBD
Kota Cirebon Tahun Anggaran 2010-2020, maka diperoleh rata-rata
peranan PAD terhadap pembangunan sebesar 23,73 persen dan
rasio pertumbuhan rata-rata sebesar 13,40 persen. Rasio share
menunjukkan bahwa peranan PAD mengalami peningkatan setiap
tahunnya, hal ini menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di
Kota Cirebon terus menunjukkan tren positif (ditunjukkan pada tabel
3) bahwa Kota Cirebon merupakan kota jasa dan perdagangan.
Sementara rasio pertumbuhan (growth) juga menunjukkan
perkembangan yang meningkat, dimana realisasi PAD setiap
tahunnya melebihi target yang telah ditetapkan pada APBD,
pertumbuhan paling menonjol terjadi pada tahun 2014 sebesar 44,92
persen, akan tetapi pada tahun 2015 pertumbuhan PAD mengalami
penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2014
walaupun tingkat realisasinya masih melampaui target. Sedangkan
untuk tahun 2018 dan 2019 pertumbuhan menyentuh angka negatif
dengan masing-masing sebesar -0,79 dan -1,41 persen.

12
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

Tahun PDRB Kota Cirebon Laju Pertumbuhan (%)


2010 10.093.709,25 0
2011 10.677.433,03 5,78
2012 11.309.382,97 5,92
2013 11.863.884,92 4,90
2014 12.541.219,47 5,71
2015 13.269.243,42 5,81
2016 14.077.046,46 6,09
2017 14.893.138,76 5,80
2018 15.817.178,00 6,20
2019 16.811.688,95 6,29
2020 16.645.133,10 -0,99
Rata-Rata 4,68

Dari hasil yang diperoleh dari rasio share dan growth tersebut
dan kemudian dengan menggunakan pemetaan kemampuan
keuangan daerah berdasarkan metode kuadran, maka posisi Kota
Cirebon berada pada kuadran II, yaitu kondisi ini belum ideal, tetapi
daerah mempunyai pengembangan potensi lokal, sehingga PAD
berpeluang memiliki peran besar dalam total belanja. Sumbangan
PAD terhadap total belanja masih rendah namun pertumbuhan PAD
tinggi. Ini berarti pemerintah Kota Cirebon masih dapat menggali
potensi daerah lebih optimal sehingga dapat meningatkan PAD yang
berperan besar dalam pembangunan di Kota Cirebon.

13
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan dari paparan atau penjelasan penulis terkait paper ini,


maka dapat disimpulkan bahwa sebagai daerah otonom, daerah dituntut
untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi daerah
yang digali dari dalam wilayah daerah bersangkutan yang terdiri dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, pengelolaan kekayaan yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah yang menjadi sumber
PAD, maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk mening-katkan taraf
kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat.
Dari hasil analisis perhitungan share dan growth terhadap realisasi
APBD Kota Cirebon Tahun Anggaran 2010-2020, maka diperoleh rata-rata
peranan PAD terhadap pembangunan sebesar 23,73 persen dan rasio
pertumbuhan rata-rata sebesar 13,40 persen. Rasio share menunjukkan
bahwa peranan PAD mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal ini
menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Cirebon terus
menunjukkan tren positif (ditunjukkan pada tabel 3) bahwa Kota Cirebon
merupakan kota jasa dan perdagangan. Ini berarti pemerintah Kota Cirebon
masih dapat menggali potensi daerah lebih optimal sehingga dapat
meningatkan PAD yang berperan besar dalam pembangunan di Kota
Cirebon.

14
Ekonomi Regional | Muh. Rifqi Surahman (A011191168)
Paper XV : Analisis Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi…

DAFTAR PUSTAKA

DJPK Kemenkeu. 2021. Postur APBD Kota Cirebon Tahun 2010-2020.


Diakses pada tanggal 23 November 2021 melalui: http://www
.djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd?tahun=2020&provinsi=10&p
emda=20
Farhani, F., & Rodnidah, I. 2018. Analisis Kemampuan Keuangan Dan
Kinerja Keuangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
(Studi Kasus APBD Kota Cirebon Tahun Anggaran 2011- 2015).
Jurnal Ilmiah Administrasi, Vol. 3, No. 1, Edisi Agustus, 1-18.

Kusnadi, I. H. 2020. Implikasi, Urusan dan Prospek Otonomi Daerah. Jurnal


Ilmu Administrasi, Vol. 11, No. 1, Edisi Januari, 33-43.
Savitry, E., et al. 2011. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 2007-2011 di Kota Makassar.
Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 3, No. 1, Edisi Januari, 23-34.
Sianturi, A., et al. Peran Pendapatan Asli Daerah falam Menunjang
Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah (Studi pada Dinas
Pendapatan Kota Batu). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.
3, 557-563.

iii

Anda mungkin juga menyukai