NIM : 190503172
Kelas : AR D
Mata Kuliah : Etika Bisnis dan Profesi
“Tugas Resume”
1. Etika Dan Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir, konsep, teori,
asumsi dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum, pemerintahan, negara,
rakyat, dan unsur lainnya yang semuanya ditujukan untuk meningkatkna 2 produksi dan
pendapatan masyarakat. Dua paham sistem ekonomi ekstrem yang berkembang , yaitu ekonomi
kapitalis dan ekonomi komunis.
Walaupun sistem kapitalis dan sistem komunis sangat bertentangan, namun sebenarnya ada
persamaan yang sangat esensial, yaitu keduanya hanya ditujukan untuk mengejar kemakmuran
atau kenikmatan duniawi dengan hanya mengandalkan kemampuan pikiran rasional dan
melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan diakhirat).
A. Etika dan Sistem Ekonomi Komunis
Tujuan sistem ekonomi komunis adalah untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan
menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap manusia lainnya
(kaum buruh). Kelemahan dari sistem ekonomi komunis, yaitu:
1. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh.
2. Alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui.
3. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara tidak
termotivasi untuk bekerja lebih giat.
4. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena terjadi
pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang dipaksakan dalam
rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat.
B. Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis
Dalam sistem ekonomi kapitalis, tujuan manusia direndahkan hanya untuk mengejar
kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi
kapitalis di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-perusahaan multinasional dengan
ciri-ciri:
a. Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati pendapatan negara-negara
yang sedang berkembang.
b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara. Bahkan tidak
jarang mereka ini mampu mengendalikan kebijakan aparat pemerintah dan legislatif di negara-
negara di mana perusahaan ini berada demi keuntungan perusahaan-perusahaa tersebut.
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis dapat dirasakan saat ini, antara lain:
a. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan para pemilik
modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan
kemakmuran yang makin tajam antara negara kaya dengan mayoritas negara-negara miskin.
c. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran makin meluas.
d. Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar kekayaan
pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas.
e. Penyalahgunaan obat-obat terlarang, perjudian, kebebasan seks, pembunuhan, dan tindakan-
tindakan amoral lainnya makin meluas baik di negara-negara maju maupun di negara-negara
miskin.
f. Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif.
g. Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis.
h. Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung dan lain-lain.
C. Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila
Pancasila mencoba memadukan hal-hal positif yang ada pada kedua sistem ekonomi eksterm
(komunis dan kapitalis). Ciri-cirinya, yaitu:
a. Keadilan dan kebersamaan.
b. Hak dan kebebasan individu.
c. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara teoritis, sistem ekonomi Pancasila merupakan fondasi yang paling baik dan paling sesuai
untuk membangun hakikat manusia seutuhnya. Di negara Indonesia yang menerapkan sistem
Ekonomi Pancasila yang secara konseptual lebih baik bila dibandingkan dengan sistem
ekonomi komunis ataupun sistem ekonomi kapitalis, sampai saat ini sebagaian besar rakyatnya
masih tetap misikin, hal ini dikarenakan perekonomian negara Indonesia realitanya dibangun
berlandasan “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”. Hal tersebut sama sekali jauh dari
konsep Ekonomi Pancasila.
2. Dimensi Bisnis
Untuk memahami persoalan bisnis, bertens (2000) mencoba menjelaskan kegiatan bisnis dilihat
dari tiga dimensi, yaitu: ekonomi, etika, dan hukum. Namum dalam pembahasan ini, bisnis
akan dilihat dari lima dimensi, yaitu: ekonomi, etika, hukum, sosial, dan spiritual.
a. Dimensi Ekonomi
Bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Keuntungan diperoleh
berdasarkan rumus yang sudah jamak dikembangkan oleh para akuntan, yaitu penjualan
dikurangi harga pokok penjualan dan beban-beban. Bagi akuntan, harga pokok penjualan dan
beban merupakan harta yang telah dikorbankan atau dimanfaatkan untuk menciptakan
penjualan pada periode ini sehingga sering disebut sebagai expired cost of assets.
Harta adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk menciptakan
penjualan pada periode mendatang. Faktor-faktor produksi dari sudut ekonomi terdiri atas tanah
(land), tenaga kerja (labor), modal (capital), wirausahawan (entrepreneur). Masing-masing
pemilik faktor produksi ini memperoleh pendapatan atas kepemilikannya pada faktor produksi
tersebut dan keuntungan merupakan ukuran efisiensi prusahaan kerana keuntungan
menggambarkan hasil yang diperoleh setelah dikurangi harta yang dikorbankan.
b. Dimensi Etis
Dalam pembahasan ini dipakai dua acuan pokok, yaitu:
a. Definisi etika adalah tinjauan kritis tentang baik-tidaknya perilaku atau tindakan.
b. Ukuran penilaian menggunakan tiga tingkat kesadaran yaitu kesadaran hewani (teori
egoisme), kesadaran manusiawi (teori utilitarianisme) dan kesadaran spiritual atau transendental
(teori teonom).
Dari sudut pandang kesadaran hewani (egoisme) menilai bahwa suatu tindakan dianggap etis
bila tindakan itu bermanfaat atau menguntungkan bagi seseorang dan suatu tindakan dianggap
tidak etis bila merugikan bagi diri individu atau seseorang yang bersangkutan. Sudut pandang
kesadaran manusiawi menilai semua tindakan yang bermanfaat bagi diri individu dan
masyarakat bersifat etis, namun bila tindakan
itu merugikan masyarakat dan menimbulkan kerusakan alam, maka tindakan dinilai tidak etis
walaupun menguntungkan diri individu.
c. Dimensi Hukum
Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (dalam Sonny Keraf,1998)
membedakan dua macam pandangan tentang status perusahaan, yaitu legal creator dan legal
recognition. Dari sudut pandang legal creator, perusahaan diciptakan secara legal oleh negara
sehingga perusahaan adalah badan hukum. Sebagai ciptaan hukum, perusahaan mempunyai hak
dan kewajiban hukum sebagaimana layaknya status hukum yang dimiliki oleh manusia. Hukum
diciptakan oleh negara, sementara negara dan hukum ada karena ada masyarakat.
Pandangan perusahaan sebagai legal creator, pada sudut pandang legal recognition perusahaan
bukan diciptakan atau didirikan oleh negara, melainkan oleh orang atau sekelompok orang yang
mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan. Tujuan utamanya adalah untuk
mmperoleh keuntungan bagi pendiri/pemilik perusahaan tersebut, sedangkan memberikan
pelayanan kepada masyarakat merupakan tujuan sampingan. Peranan negara dalam hal ini
hanya mendaftarkan, megesahkan, dan memberi izin secara hukum atas keberadaan perusahaan
tersebut.
d. Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang sangat komplek.
Sebagai suatu sistem, artinya didalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen, unsur
orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconnected), saling berinteraksi (intereacted),
saling bergantung (interdepended),dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka yang
sering disebut faktor internal, seperti sumber daya manusia (tenaga kerja, manager, eksekutif)
dan sumber daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan, dan sebagainya), tetapi juga oleh
faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering disebut faktor eksternal, yang juga terdiri atas
dua elemen, yaitu: faktor manusia dan non-manusia. Bila perusahaan dilihat dari dimensi sosial,
tujuan pokok keberadaan perusahaan adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang
diperlukan oleh masyarakat.
e. Dimensi Spiritual
Keberadaan perusahaan diperlukan untuk melayani kebutuhan masyarakat bila perusahaan
dilihat dari dimensi sosial. Sepanjang untuk melayani masyarakat masih memerlukan produk
perusahaan, perusahaan akan tetap dapat exist. Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak
pernah dikaitkan dengan agama. Padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada
ketentuan yang sangat jelas tentang kegiatan bisnis ini. Dalam agama islam dijumpai suatu
ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan
bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
(Dawan Rahardjo,1990).
3. Pendekatan Pemangku Kepentingan (Stakeholders)
a. Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa paradigma
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam
dunia akuntansi, wujud peran dan tanggung jawab manajemen ini tercermin dalam beberapa
teori yang berkaitan dengan pemangku kepentingan.
Pada umumnya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang sekaligus merangkap sebagai
pengelola perusahaan; tidak ada pemisahan antara pengelola (manajemen) dengan pemilik
perusahaan Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan
pemilik Dengan berkembangnya perusahaan hingga mencapai skala besar dan dengan
diperkenalkannya bentuk hukum perusahaan yang berstatus Perseroan Terbatas (PT), serta
dengan makin banyaknya perusahaan yang kepemilikannya dimiliki oleh masyarakat umum,
maka mulai terdapat pemisahan antara pengelola dengan pemilik perusahaan. Walaupun sudah
terdapat pemisahaan antara pengelola dengan pemilik perusahaan, namun orientasi dan
paradigma pengelolaan ini masih belum berubah. Itu berarti bahwa tujuan pengelolaan
perusahaan adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan para pemilik perusahaan, sedangkan
kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang saham belum mendapat perhatian
yang seimbang. Oleh karena itu, paradigma pengelolaan masih menganut teori kepemilikan.
Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusahaan dalam teori ekuitas sisa masih sama dengan
pandangan pengelola dalam teori kepemilikan. Hanya saja dalam teori ekuitas sisa, orientasi
pengelola lebih ditujukan kepada para pemegang saham biasa, sedangkan pemegang saham
preferen tidak mendapat perhatian yang setara.
Pemangku kepentingan adalah semua pihak yang memengaruhi keberadaan perusahaan
dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan (Lawrence, Weber, dan Post, 2005). Selanjutnya
Lawrence, Weber, dan Post membagi pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu
pemangku kepentingan pasar dan pemangku kepentingan nonpasar. Sonny Keraf (1998)
menggunakan istilah kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah
mereka yang mengadakan transaksi atau berinteraksi langsung dengan perusahaan. Kelompok
sekunder adalah semua pemangku kepentingan yang tidak termasuk dalam kelompok primer
tersebut yang tidak secara langsung berinteraksi atau bertransaksi dengan perusahaan, tetapi
kepentingan dan kekuatan kelompok ini dapat saja memengaruhi keberadaan perusahaan.
b. Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan
Tabel 4.2
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan
Tingkat Paradigma
Teori Etika Sasaran Perusahaan
Kesadaran Pengelolaan
Kesadaran Hewani -Teori Egoisme -Paradigma Memperoleh kekayaan dan
-Teori Hak Kepemilikan keuntungan optimal bagi
pengelola yang sekaligus
sebagai pemilik perusahaan.
Keberhasilan CSR dan cakupan program CSR vang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat
kesadaran para pelaku bisnis dan para pemangku kepentingan terkait lainnya. Mereka yang
masih berkeberatan dengan program CSR ini dapat dikatakan bahwa mereka ini masih
mempunyai tingkat kesadaran hewani. dan menganut teori etika egoisme. Program CSR akan
berjalan efektif bila para pihak yang terkait dalam bisnis sudah mempunyai tingkat kesadaran
manusiawi atau transendental, serta menganut teori-teori etika dalam koridor utilitarianisme,
deontologi, keutamaan, dan teonom.
Dengan cara berbeda, Lawrence., Weber, dan Post (2005) melukiskan tingkat kesadaran ini
dalam. bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan dalam beberapa
tingkatan hubungan, yaitu: inactive, reactive, proactive, dan interactive. Perusahaan yang
inactive sama sekal mengabaikan apa yang menjadi perhatian para pemangku kepentingan.
Perusahaan yang reactive hanya bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang diperkirakan
akan mengganggu perusahaan dari pihak pemangku kepentingan tertentu. Perusahaan yang
proactive akan selalu mengantisipasi apa saja yang menjadi kepedulian para pemangku
kepentingan, sedangkan perusahaan yang interactive selalu membuka diri dan mengajak para
pemangku kepentingan untuk berdialog setiap saat atas dasar saling menghormati, saling
memercayai, dan saling menguntungkan.
Berdasarkan tingkat/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber dan Post (2005) membedakan
dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal (charity principles) dan prinsip pelayanan (stewardship
principles). Perbedaan kedua prinsip ini terletak pada perbedaan kesadaran dan lingkup
keterlibatan.
c. Pro dan Kontra terhadap CSR
Sonny Keraf telah mencoba menginventarisasi alasan-alasan bagi yang mendukung dan
menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR. Alasan-alasan yang menentang
CSR, antara lain:
1) Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan
merupakan lembaga sosial.
2) Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila
perusahaan dibebani banyak tujuan.
3) Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan ditambahkan pada harga
produk sehingga pada gilirannya akan merugikan masyarakat/konsumen itu sendiri.
4) Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan
sosial.
Sementara itu, alasan-alasan yang mendukung CSR ini adalah:
1) Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak negatif dari
tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat sekitarnya.
2) Sumber daya alam yang makin terbatas.
3) Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.
4) Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan dalam
memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna.
5) Menciptakan keuntungan jangka panjang.