Anda di halaman 1dari 2

1.

Menurut PUEBI (2016:47-49), tanda hubung (-) memiliki tujuh ketentuan dalam penggunaannya,
yaitu:

a. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian kata yang terputus oleh pergantian baris,
seperti aku cin-

ta kamu

b. Tanda hubung untuk menyambung unsur kata ulang, misalnya ibu-ibu.

c. Tanda hubung dipakai untuk menyambung bagian-bagian tanggal, bulan, dan tahun atau huruf kata
yang dieja satu-satu, misalnya 20-2-2000, k-a-n-t-i-n.

d. Tanda hubung memperjelas hubungan bagian kata dibelakangnya dengan didepannya pada
pergantian baris, misalnya ber-jibaku.

e. Tanda hubung untuk merangkai se- dengan kata berikutnya, ke- dengan angka, angka dengan –an,
singkatan huruf kapital dengan imbuhan, kata dengan kata ganti Tuhan, huruf dan angka, kemudian
kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital misalnya se-Indonesia, anak
ke-2, tahun 1900-an, S-1, Hari-H, ber-KTP, KTP-ku.

f. Tanda hubung untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa bahasa asing,
misalnya, di-confess.

g. Tanda hubung digunakan untuk menandai objek bahasan, misalnya pasca-.

Contoh tanda hubung:

Atlet-atlet badminton se-Indonesia akan bertanding di Bali dalam kejuaraan badminton tingkat dunia.

Sedangkan tanda pisah (--) dalam PUEBI (201:49-50) juga memiliki aturan, yaitu:

1) Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
kalimat.

2) Tanda pisah menegaskan keterangan aposisi atau keterangan lain.

3) Tanda pisah digunakan antara dua bilangan, tanggal dan tempat dengan arti ‘sampai ke’ atau
‘sampai dengan’, misalnya Jakarta—Depok, Tahun 2019—2023.

Contoh tanda pisah:

Neli setiap hari pulang pergi Tuban—Bojonegoro untuk bersekolah di SMAN 1 dengan menggunakan
bis dari tahun 2012—2015.
Setiap hari kerja, Hanief akan pulang pergi Jakarta—Depok untuk berkuliah di Universitas Indonesia
dengan menggunakan kereta dari tahun 2019—2023.

2. Perhatikan kalimat berikut!

1) Wati suka membeli bika Ambon. Menurut PUEBI (2016:10), Ambon tidak ditujukan sebagai nama
tempat dan tidak juga berada di awal kalimat, sehingga kata tersebut tidak seharusnya diawali huruf
kapital.

2) Kita harus selalu menghormati Ibu dan Bapak Dosen. Menurut PUEBI (2016:12), Ibu dan Bapak
bukan merupakan bentuk penyapaan atau pengacuan, sehingga tidak seharusnya ditulis dengan huruf
kapital.

3) Saya telah membaca novel Tenggelamnya Kapal van Der wijck karya HAMKA. Menurut PUEBI
(2016:5-13), judul buku harus ditulis dengan huruf miring dan setiap kata harus diawali dengan huruf
kapital, selain dari pada itu penulisan nama seseorang juga harus diawali dengan huruf kapital.

4) Ibu Nana dari mana? “kata Wati”. Menurut PUEBI (2016:52), tanda kutip digunakan untuk
mengapit kutipan langsung dari pembicaraan, sehingga bentuk yang benar adalah, “Ibu Nana dari
mana?” kata Wati.

5) Pada tahun 2005, undang-undang Guru dan Dosen sudah diresmikan. Menurut PUEBI (2016:11),
huruf kapital dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi dan dokumen. Jadi kalimat yang benar
adalah Pada tahun 2005, Undang-Undang Guru dan Dosen sudah diresmikan.

6) Saksi bisu pertemuan kita adalah sungai Bengawan Solo. Menurut PUEBI (2016:9), kata sungai
seharusnya menggunakan huruf kapital karena sebagai huruf pertama nama geografi. Sehingga
kalimat yang benar adalah Saksi bisu pertemuan kita adalah Sungai Bengawan Solo.

Referensi:

Indonesia, T. P. P. B. (2016). Pedoman umum ejaan bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai