Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 1

Nama: Hanief Budiman

NPM: 043616937

Mata Kuliah: Ilmu Sosial Budaya Dasar

1. John Raven, Daniel Bell, dan James Bryant Conant menyebutkan, salah satu tujuan
pendidikan umum adalah untuk mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan sosial
karena berfungsi sebagai acuan bertingkah laku terhadap sesama agar Anda dapat
diterima di masyarakat. Bahkan, pakar-pakar pendidikan memaknai pendidikan umum
sebagai pendidikan nilai (value echication).
Cakupan dari pendidikan nilai itu sendiri adalah kawasan budi pekerti, nilai, norma,
dan moral. Dalam hal ini, nilai adalah gagasan atau konsep yang dipandang penting
dalam hidup (ada pada dunia ide) dan dipandang sebagai pedoman hidup (ada dalam
dunia psycho-spiritual). Nilai juga berhubungan erat dengan kegiatan manusia dalam
memberikan makna terhadap sesuatu dalam kehidupannya, seperti pemaknaan atas
segala sesuatu yang dianggap baik atau tidak baik, berguna atau tidak berguna,
penting atau tidak penting. dan benar atau tidak benar.
Sehingga dapat menarik kesimpulan bahwa, pendidikan nilai merupakan isi dari
pendidikan umum. Dengan memberikan pendidikan tentang nilai-nilai maka
keberhasilan tingkat penyampaiannya berpengaruh terhadap tingkat pencapaian tujuan
pendidikan umum. Dengan kata lain, pendidikan nilai merupakan bagian dari tujuan
pendidikan umum.
Contoh yang berkaitan dengan lingkungan sekitar penulis adalah tindak kejahatan
yang dilakukan oleh golongan akademisi, dalam bahasan ini adalah rekan-rekan
mahasiswa. Para mahasiswa bukan terdiri dari orang-orang dengan kemampuan
berpikir yang kurang, bahkan golongan tersebut adalah golongan unggul dalam
kualitas berpikir. Akan tetapi kelebihan kemampuan akademik tersebut tidak
mengikutsertakan kecerdasan watak, sehingga menghasilkan golongan akademisi
yang mampu dan mau berbuat tindak kejahatan, contohnya adalah mencontek. Maka
dari itu hakikat pendidikan nilai menjadi bagian penting dari pendidikan umum. Hal
tersebut dibutuhkan untuk menjadikan seorang insan tidak hanya memahami apa itu
hakikat pendidikan nilai, namun juga mengimplementasikannya langsung dalam
kehidupannya.
2. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk memandang budaya diri sendiri lebih baik
dibanding yang lain, serta penggunaan standar dan nilai sendiri untuk menilai orang-
orang yang bukan anggota kelompok budayanya dengan skala yang berlebihan.
Seseorang yang etnosentris melihat budayanya sebagai yang paling benar dan lebih
pantas, dibanding kelompok yang lain.
Kenyataannya, etnosentrisme yang tidak berlebihan diperlukan untuk memperkuat
ikatan individu dengan budayanya. Namun demikian, etnosentrisme yang berlebihan
dapat mendorong kesalahpahaman dan konflik." Sebagai contoh, di Papua dan Papua
Barat, masih banyak ditemui anggota kelompok budaya yang menggunakan koteka
sebagai busana sehari hari. Dengan etnosentrisme yang berlebihan, seseorang bisa
menilai mereka yang menggunakan koteka sebagai terbelakang dan tidak modern,
tanpa melihat alasan dari penggunaan koteka. Cara pandang semacam ini bisa
dianggap melecehkan dan memicu konflik.
Konsep selanjutnya yang juga berkaitan dengan etnosentrisme adalah prejudis, yang
didefinisikan sebagai sikap yang menilai lebih rendah sebuah kelompok karena
asumsi tentang perilaku, nilai, dan kebiasaan kelompok tersebut. Sikap prejudis
umumnya didukung oleh kepemilikan stereotipe, yakni ide tidak baik yang dimiliki
oleh seseorang tentang sekelompok masyarakat.
Seperti juga etnosentrisme yang berlebihan, stereotipe dapat memunculkan
kesalahpahaman dan konflik. Di Indonesia, ada beberapa stereotipe yang muncul
tentang suku-suku tertentu. Misalnya saja, orang Batak itu kasar, orang Jawa itu halus
namun suka mendendam, juga orang Padang itu pelit.
Konsep lain yang juga penting untuk dipelajari dalam memahami permasalahan
kebudayaan adalah diskriminasi, yakni kebijakan dan praktik yang menyaikiti
perasaan sebuah kelompok budaya dan anggotanya. Diskriminasi bisa saja menjadi
bagian dari hukum yang berlaku dalam satu negara, atau sesuatu yang dipraktikkan
oleh masyarakat.
Salah satu contoh diskriminasi yang menjadi bagian dari hukum suatu negara adalah
larangan bagi warga Tionghoa di Indonesia pada masa Orde Baru untuk
mengekspresikan kebudayaannya di ranah publik. Seperti juga telah diuraikan dalam
bagian kedua kegiatan belajar dua di atas, diskriminasi terhadap warga Tionghoa
diatur lewat Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Berbeda dengan warga
Pribumi, warga Tionghoa pada saat itu tidak bisa menikmati kebebasan untuk
melaksanakan ritual budaya dan agamanya secara bebas.
3. Kemajuan teknologi memang sangat dibutuhkan untuk invoasi terhadap sesuatu yang
kedeannya akan memberikan dampak positif bagi kehidupan manusa. Pada
umumumnya, perkembangan teknologi tersebut memberikan banyak kemudahan bagi
para penggunanya, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Akan
tetapi, tidak hanya dampak positif yang dihadirkan oleh kemajuan tekonologi, begitu
juga dengan dampak negatifnya.
Efek interaksi dengan teknologi baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi perkembangan moral. Dalam kehidupan sehari-hari, efek negatif dari
kemajuan teknologi tersebut dapat dirasakan secara langsung. Efek negatif tersebut
adalah hilangnya norma dan nilai sopan santung yang melekat pada masyarakat akibat
pengaruh perkembangan teknologi. Hal tersebut juga menjadikan generasi muda tidak
lagi mengindahkan nilai moral yang ada di Indonesia.
secara keseluruhan, perbandingan kemajuan teknologi dengan kualitas peradaban
manusia sangat tidak sebanding. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan contoh manfaat
dan dampak buruk perkembangan teknologi terhadap kecerdasan moral bagi pelajar.
Manfaat dari perkembangan teknologi yang berupa internet sangat memudahkan
pelajar untuk mencari berbagai sumber informasi yang berguna bagi peningkatan
kemampuan akademiknya. Akan tetapi dampak yang diberikan juga sangat besar,
yaitu kerusakan moral yang berupa penormalisasian seks bebas akibat dari menonton
dan melihat film porno. Hal tersebut dapat dibuktikan dari banyaknya pelajar yang
merasa bangga setelah melakukan seks bebas tersebut, bahkan ada yang merekamnya
dan diunggah kembali ke internet.
Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa, perbandingan kemajuan teknologi
dengan kualitas peradaban manusia sangat tidak sebanding. Akan tetapi, hal tersebut
dapat dicegah dengan tindakan preventif yang diusung oleh pemerintah bersama ahli
terkait.

Suandi, H., Yasmine, D., Widya, D., & Indiwara, M. (2016). Ilmu Pengetahuan Budaya Dasar (2nd ed.).
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai