Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 1

Nama: Hanief Budiman

NPM: 043616937

Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

1. A) QS. Al-Baqarah (2): 165

‫ب ال ٰلّ ِه ۗ َوالَّ ِذيْ َن اٰ َمُن ْٓوا اَ َش ُّد ُحبًّا لِّٰلّ ِه‬


ِّ ‫َّخ ُذ ِم ْن ُد ْو ِن ال ٰلّ ِه اَنْ َد ًادا حُّيِ ُّب ْو َن ُه ْم َك ُح‬
ِ ‫َّاس من يَّت‬ ِ
ْ َ ِ ‫َوم َن الن‬
‫اب‬ َ ً َ ۙ ‫ۙ َولَ ْو َيَرى الَّ ِذيْ َن ظَلَ ُم ْٓوا اِ ْذ َيَر ْو َن الْ َع َذا‬
ِ ‫باَ َّن الْ ُق َّو َة لِٰلّ ِه مَجِ ْيعا ۙ َّواَ َّن ال ٰلّهَ َش ِديْ ُد الْع َذ‬

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai
tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat
zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan
itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka
menyesal).

B) Berdasarkan ayat tersebut, iman sangat identik dengan kata asyaddu hubban
lillah. Hub memiliki definisi sebagai kerinduan atau kecintaan. Kemudian Asyaddu
adalah kata superlatif syadiid (sangat). Asyaddu hubban berarti sikap yang
menunjukkan kecintaan atau kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada atau
terhadap Allah.

C) Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa iman merupakan sikap (atitude) yang
merupakan kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar
biasa terhadap Allah. Orang-orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang
rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan
yang dituntut oleh Allah kepadanya.
D) QS. Al-A’raaf (7):179

‫ب اَّل َي ْف َق ُه ْو َن هِبَ ۖا َوهَلُ ْم اَ ْعنُي ٌ اَّل‬ ِ ۖ ْ‫ًرا ِّم َن اجْلِ ِّن َوااْلِ ن‬ ‫َّم َكثِْي‬ ‫جِل‬
ٌ ‫سهَلُ ْم ُقلُ ْو‬ َ ‫َولََق ْد َذ َرأْنَ ا َ َهن‬
‫ك ُه ُم الْغ ِٰفلُ ْو َن‬ ۤ ۤ ۗ
َ ‫ص ُر ْو َن هِبَ ا َوهَلُ ْم اٰ َذا ٌن اَّل يَ ْس َمعُ ْو َن هِبَ ا اُوٰل ِٕى‬
ِ ‫يب‬
ۖ
َ َ‫ك َكااْل َْن َع ِام بَ ْل ُه ْم ا‬
َ ‫ض ُّل ۗ اُوٰل ِٕى‬ ُْ
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan
manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti
hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.

E) Berdasarkan ayat tersebut, iman diartikan berdasarkan dua kata yang terpisah,
yaitu Aqdun dan Qalbu. Aqdun adalah keterpaduan, ikatan, dan kekompakan.
Sedangkan Qalbu adalah potensi psikis yang berfungsi untuk memahami informasi.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa iman sangat berkaitan dengan pikiran
atau akal.

F) Bedasarkan QS. AL-Baqarah (2): 165, iman diartikan sebagai sebuah sikap
(atitude) yang merupakan kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau
keinginan luar biasa terhadap Allah. Orang-orang yang beriman kepada Allah
berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan
harapan atau kemauan yang dituntut oleh Allah kepadanya.
Dan pada QS. Al-A’raaf (7):179, iman dijelaskan berdasarkan dua kata yang
terpisah, yaitu Aqdun dan Qalbu. Dan pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan
bahwa, definisi iman menurut ayat ini adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan
pikiran atau akal.

2. A) Arti dari Q.S. Ali-Imran (3): 190-191:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (90)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci
Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (91)
Kedua ayat tersebut memberikan penjelasan bahwa makhluk yang mempunyai akal
dan mampu digunakannya untuk selalu mengingatkan dirinya kepada Allah,
mengetahui kebesaran-Nya, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan kekuasaannya-
Nya merupakan hakikat dari manusia.

B) Arti dari Q.S. Qaaf (50): 16:


Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
Pada ayat ini, hakikat manusia dijelaskan sebagai makhluk istimewa dengan akal.
Akan tetapi setiap kejahatan atau kebaikan yang terbesit di dalam hatinya. Atau
dengan kata lain, Allah sangat dekat dengan manusia yang merupakan ciptaannya
yang paling sempurna.

C) Berdasarkan tiga ayat yang sudah dijelaskan sebelumnya, hakikat manusia adalah
makhluk yang diciptakan Allah dengan sangat sempurna karena dilengkapi akal.
Akan tetapi akal tersebut harus digunakan untuk selalu mengingatkan dirinya kepada
Allah, mengetahui kebesaran-Nya, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan
kekuasaannya-Nya. Hal tersebut dikarenakan Allah sangat dekat dengan manusia,
seperti lebih dekat kepada manusia, daripada urat lehernya sendiri.

3. A) Menurut Ralph Linton, pengertian masyarakat secara terminologi adalah


masyarakat sebagai setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama
dalam rentang waktu yang cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka
dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas - batas yang
dirumuskan dengan jelas. Dan Selo Sumarjan mendefinisikan masyarakat dalam
pengertian terminologis adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan
kebudyaan.

B) Asal-usul masyarakat menurut fitrah manusia dalam QS. Al-Hujuraat: 13 adalah


diawali dengan dijadikannya manusia menjadi laki-laki dan perempuan, kemudian
berbangsa-bangsa, bersuku-suku, agar manusia dapat saling mengenali satu sama lain.
Dan asal-usul masyarakat menurut fitrah manusia dalam QS. Az-Zukhruf: 32 adalah
dimulai dengan membagi takdir setengah dari populasi manusia untuk memiliki status
yang lebih tinggi dari pada setengah yang lainnya.

C) Kriteria masyarakat beradab dan sejahtera dari sudut pandang masyarakat madani
dimulai dari prinsip menjadi masyarakat yang adil, terbuka, demokratis, dan juga
menjadikan ketakwaan kepada Allah sebagai landasan dan taat terhadap perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Takwa kepada Allah yang dimaksud disini adalah semangat
ketuhanan yang diimplementasikan dengan membangun hubungan harmonis dengan
Allah dan manusia. Sehingga menjadi masyarakat Madani adalah masyarakat berbudi
luhur mengacu kepada kehidupan masyarakat berkualitas dan beradab.

D) - Keadilan
Menegakkan keadilan merupakan keharusan yang bersifat fitrah dan harus ditegakkan
oleh setiap individu sebagai perwujudan dari perjanjian awal ketika manusia
mengakui Allah sebagai tuhannya. Keadilan adalah sunnatullah di mana Allah
menciptalam aa, se,esta ini dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam al-
Quran, definisi dari keadilan adalah hukum keseimbangan yang menjadi hukum jagat
raya. Keadilan juga merupakan sikap yang paling dekat dengan takwa. Maka dari itu,
setiap praktik ketidakadilan merupakan suatu bentuk penyelewengan dari hakikat
kemanusiaan yang dikutuk keras oleh al-Quran seperti yang tertera dalam QS. Al-
Humazah: 1-9.

- Supremasi Hukum
Keadilan harus dipraktikkan dalam semua aspek kehidupan yang dimulai dari
mengakkan huku. Menegakkan hukum yang adil merupakan Amanah yang
diperintahkan untuk dilaksanakan kepada yang berhak, hal ini ditegaskan pada QS.
An-Nisaa’:58.
Dalam usaha mewujudkan supremasi hukum tersebut, maka manusia diharuskan
untuk menetapkan hukum kepada siapapun tanpa membedakan satu sama lain, bahkan
kepada orang yang memiliki perasaan negatif kepada kita, hal tersebut juga
ditegaskan pada QS. Al-Maai’dah: 8.

- Egalitarianisme
Arti dari egalitarianisme adalah persamaan, tidak mengenal sistem dinasti geneologis.
Artinya adalah bahwa masyarakat madani tidak melihat keutamaan atas dasar
keturunan, ras, etnis, dll. Namun dinilai melalui atas prestasi bukan prestise. Sehingga
semua manusia dan warga masyarakat dihargai bukan atas dasar geneologis di atas
melainkan atas dasar prestasi yang dalam bahasa Al-Quran adalah takwa, hal tersebut
ditegaskan dalam surat QS. Al-Hujuraat: 13
Efek positif dari egalitarianisme adalah terwujudnya keterbukaan di mana seluruh
anggota masyarakat berpartisipasi untuk menentukan pemimpinnya dan dalam
menentukan kebijakan-kebijakan public yang kedepannya akan diterapkan bersama.

- Pluralisme
Pluralisme adalah sikap di mana kemajemukan merupakan sesuatu yang harus
diterima sebagai bagian dari realitas obyektif. Pluralisme yang dimaksud tidak sebatas
mengakui bahwa masyarakat itu plural melainkan juga harus disertai dengan sikap
yang tulus bahwa keberagaman merupakan bagian dari karunia Allah dan rahmat-Nya
karena akan memperkaya budaya melalui interaksi dinamis dengan pertukaran budaya
yang beraneka ragam.
Kesadaran plurralisme itu kemudian diwujudkan untuk bersikap toleran dan saling
menghormati di antara sesama anggota yang berbeda baik berbeda dalam hal etnis,
suku bangsa, maupun agama. Sikap toleran dan saling menghormati itu dinyatakan
dalam Al-Qur'an pada QS. Yunus: 99, dan QS. Al-An’aam: 108.

- Pengawasan Sosial
Pada dasarnya amal saleh adalah suatu kegiatan demi kebaikan bersama. Prinsip-
prinsip yang sudah disebutkan sebelumnya merupakan dasar pembentukan
masyarakat madani merupakan suata usaha dan landasan bagi terwujudnya kebaikan
bersama. Kegiatan manusia apapun merupakan suatu konsekuensi logis dari adanya
keterbukaan di mana setiap warga memiliki kebebasan untuk melakukan tindakan.
Keterbukaan itu sebagai konsekuensi logis dari pandangan positif dan copcimis
terhadap manusia, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, hal tersebut ditegaskan
dalam QS. AL-A’raaf: 172 dan QS. Ar-Ruum: 30.
Karena manusia secara fitrah baik dan suci, maka kejahatan yang dilakukan bukan
karena inheren di dalam dirinya akan tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor luar
yang mempengaruhinya. Karena itu, agar manusia dan warga tetap berada dalam
kebaikan sebagaimana fitrahnya diperlukan adanya pengawasan sosial, hal tersebut
juga ditegaskan dalam QS. Al-‘Ashr: 1-3.
Pengawasan sosial ini menjadi penting terutama ketika kekuatan uang dan kekuatan
kekuasaan cenderung menyeleweng sehingga perwujudan masyarakat beradab dan
sejahtera hanya slogan semata. Pengawasan sosial baik secara individu maupun
lembaga merupakan suatu keharusan dalam usaha pembentukan masyarakat beradab
dan sejahtera. Namun demikian, pengawasan tersebut harus didasarkan atas prinsip
fitrah manusia baik sehingga senantiasa bersikap husnu al-dzan. Pengawasan sosial
harus berdiri atas dasar asas-asas tidak bersalah sebelum terbukti sebaliknya.
Referensi

Afrida. (2021). Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-Qur`an. Jurnal Kajian Ilmu-
Ilmu Hukum, 16(2). doi: https://doi.org/10.32694/010510
Alfajri. (2018). Pemahaman Masyarakat tentang Wakaf Uang (Studi Kasus Koto
Panjang Jorong Anam Koto Utara Nagari Kinali Kecamatan Kinali Kabupaten
Pasaman Barat). Retrieved from https://repository.uin-suska.ac.id/16447/
Nurdin, A., Mikdar, S., & Suharmawan, W. (2008). Pendidikan Agama Islam (1st
ed.). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai