Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut Harmoko (2012), banyak definisi yang diuraikan tentang
keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Keluarga
adalah kumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota selalu berinteraksi
satu dengan yang lain.
2. Struktur Keluarga
Menurut Harmoko (2012) dalam Indra 2015, membagi struktur keluarga
sebagai berikut :
a. Elemen struktur keluarga menurut Friedman
1) Struktur peran keluarga
2) Nilai atau norma keluarga
3) Pola komunikasi keluarga
4) Struktur kekuatan keluarga
b. Ciri-ciri struktur keluarga
1) Terorganisasi
Keluarga adalah cerminan organisasi dimana masing-masing
anggota. Keluarga memiliki peran dan fungsi masing-masing
dapat tercapai.
2) Keterbatasan dalam mncapai tujuan
Setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung
jawabnya masing - masing sehingga dalam berinteraksi tidak
bisa semena-mena.
3) Perbedaan dan kekhususan
Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan
masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi
yang berbeda dan khas seperti halnya peran ayah sebagai
pencari nafkah utama, peran ibu yang merawat anak-anak.
3. Tipe keluarga
Menurut Harmoko (2012) dalam Indra 2015, membagi tipe keluarga
sebagai berikut:

5
a. Tipe tradisional
1) The nuclear family
Keluarga yang terdiri dari suami - isteri dan anak.
2) The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami, isteri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah.
3) Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami isteri yang sudah tua dengan
anak sudah memisahkan diri.
4) The childress family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan
karena mengejar karir atau pendidikan yang terjadi pada
wanita.
5) The extenden family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi.
6) The single – parent family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak, hal ini
terjadi melalui proses perceraian atau kematian.
7) Commuter family
Keluarga dengan kedua orang tua bekerja di kota yang
berbeda, tapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal
dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul dengan
keluarga saat akhir pecan.
8) Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah.
9) Kin network family
Ini adalah keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga inti yang
tinggal dalam satu rumah yang saling berdekatan dan
menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama
seperti dapur, kamar mandi, TV, telpon dan lain-lain.
10) Blanded family
Keluarga yang di bentuk oleh duda atau janda yang menikahi
kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

6
11) Single adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri
karena pilihannya atau perpisahan seperti perceraian atau
ditinggal mati.
b. Tipe non tradisional
1) The unmarriedteenage mather
2) Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak
dengan hubungan tanpa nikah.
3) The stepparents family
Keluarga dengan orang tua tiri.
4) Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak
sama hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah,
sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama:
sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau
membesarkan anak bersama.
5) The non marital heteroseksual cohibitang family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan
tanpa melalui pernikahan.
6) Gay and lesbian family
Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama
sebagaimana seorang suami-isteri.
7) Cohabiting couple
Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan
karena beberapa alasan tertentu.
8) Group marriage family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu
termasuk sexsual dan membesarkan anaknya.
9) Group network family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup
bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anak-anaknya.

7
10) Foster family
Keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat
orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
11) Homells family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi atau problem kesehatan metal.
12) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mrmpunyai
perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal.
4. Peran keluarga dan perawat keluarga
Peran perawat keluarga menurut Murwani (2009) dalam Nugroho 2014,
adalah sebagai berikut:
a. Pendidik
b. Koordinator
c. Pelaksana
d. Pengawasan kesehatan
e. Konsultan (penasehat)
f. Kolaborasi
g. Fasilitator
h. Penemu kasus.
5. Fungsi keluarga
Fungsi keuarga menurut Mubarak (2009) dalam Suprajitno tahun 2014
sebagai berikut :
a. Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan
gizi keluarga.
b. Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman
bagi keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga,
memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta
memberikan identitas pada keluarga.

8
c. Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak,
membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan masing-masing, dan meneruskan nilai-nilai budaya.
d. Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang.
e. Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan
pendidikan, ketrampilan, serta mendidik anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
6. Tugas keluarga
Menurut Murwani (2009), tugas kesehatan keluarga sebagai berikut:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
b. Mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
d. Memodifikasi lingkungan, menciptakan suasana rumah yang sehat.
e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang ada.
7. Tahap perkembangan keluarga
Menurut Mubarak (2009), tahap perkembangan keluarga terdiri dari 8
tahap perkembangan sebagai berikut:
a. Tahap I pasangan baru atau keluarga baru.
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu yaitu
suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah
dan meninggalkan keluarga masing-masing.
b. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berusia 30 bulan
(2,5 tahun).
c. Tahap III keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun.
d. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah
pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun.

9
e. Tahap V keluarga dengan anak remaja
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan
berakhir pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan
rumah orang tuanya.
f. Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah.
k. Tahap VII keluarga usia pertengahan
Tahapan dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan
meninggal.
l. Tahap VIII keluarga usia lanjut
tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu
pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal, sampai
keduanya meninggal.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Menurut Mubarak (2009) dalam Suprajitno 2014, pengkajian
adalah tahapan seorang perawat mengumpulkan informasi secara
terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Secara garis
besar data dasar yang dipergunakan mengkaji status keluarga adalah:
a. Data umum
1) Nama kepala keluarga, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan,
komposisi keluarga, status imunisasi dan genogram 3 generasi.
2) Tipe keluarga.
3) Suku bangsa.
4) Agama.
5) Status sosial ekonomi keluarga.
6) Aktifitas rekreasi keluarga dan waktu luang.
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini, ditentukan oleh anak
tertua dari keluarga inti.
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum
terpenuhi dan kendalannya.

10
3) Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan keluarga
inti Meliputi: riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan
masing-masing anggota keluarga dan sumber pelayanan
yang digunakan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya, orang tua, dan hubungan masa
silam dengan kedua orang tua.
c. Pengkajian lingkungan
1) Karakteristik rumah
Meliputi: gambaran tipe tempat tinggal, denah rumah, sanitasi,
pengcahayaan, kerapian.
2) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal, meliputi:
tipe, keadaan, sanitasi, perusahaan, sarana sosial, kejahatan.
3) Mobilitas geografi keluarga
Menjelaskan lama keluarga tinggal di daerah ini.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
menjelaskan perkumpulan yang diikuti.
5) System pendukung keluarga, meliputi: jumlah anggota keluarga
yang sehat, fasilitas kesehatan, jaminan kesehatan yang
dimiliki.
d. Struktur keluarga
Menurut Suprajitno (2014), struktur keluarga sebagai berikut :
1) Struktur peran keluarga
Menjelaskan peran masing-masing anggota keluarga
secara formal maupun informal baik di keluarga atau
masyarakat.
2) Nilai atau norma keluarga
Menjelaskan nilai atau norma yang dipelajari dan dianut
oleh keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.
3) Pola komunikasi keluarga
Bagaimana cara keluarga berkomunikasi, siapa pengambil
keputusan utama, dan bagai mana peran anggota keluarga
dalam mencapai komunikasi.

11
4) Struktur kekuatan keluarga
Menjelaskan kemampuan keluarga untuk memengaruhi
dan mengendalikan anggota keluarga untuk mengubah perilaku
yang berhubungan dnengan kesehatan.
e. Fungsi keluarga
Menurut Suprajitno (2014), struktur keluarga sebagai berikut :
1) Fungsi ekonomi
2) Fungsi mendapatkan status social.
3) Fungsi sosialisasi.
4) Fungsi pemenuhan kesehatan.
5) Fungsi religious.
6) Fungsi rekreasi.
7) Fungsi reproduksi.
8) Fungsi afeksi..
f. Stress dan koping keluarga
1) Stressor jangka pendek, stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2) Stressor jangka panjang, stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian lebih 6 bulan.
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor,
mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap stressor.
4) Strategi koping yang digunakan, bila keluarga menghadapi
masalah.
5) Strategi adaptasi disfungsional, menjelaskan adaptasi
disfungsional yang digunakan keluarga bila menghadapi
masalah.
g. Pemeriksaan fisik
Dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang
dilakukan tidak beda pada pemeriksaan fisik di klinik.
h. Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.

12
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Mubarak (2009) dalam Nugroho 2014, diagnosa
keperawatan adalah keputusan klinik mengenai individu, keluarga, atau
masyarakat, yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data
dan analisis data secara cermat, memberikan dasar untuk menetapkan
tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya.
Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasar data yang
didapatkan pada pengkajian. Komponen diagnose keperawatan meliputi
Problem atau masalah, Etilogi atau penyebab, dan Sign atau tanda yang
dikenal dengan PES. Tipologi dari diagnosa keperawatan :
a. Diagnosa aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)
Dari hasil pengkajian didapatkan tanda dan gejala dari
gangguan kesehatan, di mana masalah kesehatan memerlukan
bantuan untuk segera ditangani dengan cepat. Pada diagnosa
aktual, faktor yang berhubungan merupakan etiologi. Secara umum
faktor yang berhubungan atau etiologi dari diagnosa keperawatan
keluarga adalah adanya:
1) Ketidaktahuan (kurang pengetahuan, pemahaman, dan
kesalahan persepsi)
2) Ketidakmauan (sikap dan motivasi)
3) Ketidakmampuan (kurangnya ketrampilan terhadap suatu
prosedur atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga, baik
finansial, fasilitas, system pendukung, lingkungan fisik, dan
psikologis) terhadap tugas kesehatan keluarga.
b. Diagnosa risiko tinggi (ancaman kesehatan)
Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi
gangguan,tapi tanda tersebut dapat menjadi masalah aktual apabila
tidak segera mendapat bantuan pemecahan dari tim kesehatan
atau keperawatan.
c. Diagnosa potensial (keadaan sejahtera atau weelness)
Suatu keadaan jika keluarga dalam keadaan sejahtera,
kesehatan keluarga dapat ditingkatkan, diagnose keperawatan
sejahtera tidak mencakup faktor-faktor yang berhubungan.

13
Tabel 2.4 Penentuan prioritas masalah dan skoring
No Kriteria Skor Bobot
1 Sifat masalah 1
 Tidak/kurang sehat 3
 Ancaman kesehatan 2

 Krisis/keadaan sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2
 Dengan mudah 2
 Hanya sebagian 1

 Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk di cegah 1
 Tinggi 3
 Cukup 2

 Rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1
 Masalah berat harus segera 2
ditangani
 Ada masalah tetapi tidak perlu 1
Segera ditangani 0
 Masalah tidak dirasakan
Sumber: Mubarak (2009) dalam Suprajitno 2014
Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan
dengan cara berikut ini:
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat
b. Selanjutnya skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan
dengan bobot.

Skore
X Bobot
Angka tertinggi

c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5,


sama dengan seluruh bobot empat kriteria yang dapat
mempengaruhi penentuan prioritas masalah.
1) Sifat masalah
Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan kedalam
tidak atau kurang sehat diberikan bobot yang lebih tinggi,
karena masalah tersebut memerlukan tindakan yang

14
segera dan biasanya masalahnya dirasakan atau disadari
oleh keluarga. Krisis atau keadaan sejahtera diberikan
bobot yang paling sedikit atau rendah karena faktor
kebudayaan biasanya dapat memberikan dukungan bagi
keluarga untuk mengatasi masalah masahnya dengan baik.
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
Keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah jika
ada tindakan (intervensi). Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan skore kemungkinan
masalah dapat diperbaiki adalah:
a) Pengetahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani masalah.
b) Sumber-sumber yang ada pada keluarga, baik dalam
fisik, keuangan, atau tenaga.
c) Sumber-sumber dari keperawatan, misalnya dalam
bentuk pengetahuan, ketrampilan, dan waktu.
d) Sumber-sumber dimasyarakat, misalnya dalam bentuk
fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat.
3) Potensi masalah bila dicegah
Menyangkut sifat dan beratnya masalah yang akan
timbul dapat dikurangi atau dicegah. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam menentukan skor kriteria potensi
masalah bisa dicegah adalah sebagai berikut:
a) Kepelikan masalah berkaitan dengan beratnya
penyakit atau masalah, prognosis penyakit atau
kemungkinan mengubah masalah. Umumnya makin
berat masalah tersebut makin sedikit kemungkinan
untuk mengubah atau mencegah sehingga makin kecil
potensi masalah yang akan timbul.
b) Lamanya masalah Hal ini berkaitan dengan jangka
waktu terjadinya masalah tersebut. Biasanya lamanya
masalah mempunyai dukungan langsung dengan
potensi masalah bila dicegah.
c) Adanya kelompok resiko tinggi atau kelompok yang
peka atau rawan. Adanya kelompok tersebut pada

15
keluarga akan me nambah potensi masalah bila
dicegah.
4) Menonjolnya masalah
Merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah
mengenai beratnya masalah serta mendesaknya masalah
untuk diatasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam
memberikan skor pada kriteria ini, perawat perlu menilai
persepsi atau bagaimana keluarga tersebut melihat
masalah. Dalam hal ini, jika keluarga menyadari masalah
dan merasa perlu untuk menangani segera, maka harus
diberi skor yang tinggi (Suprajitno, 2014)
Menurut Ardiansyah (2012), diagnosa keperawatan
yang muncul pada klien Diabetes Melitus adalah:
a) Gangguan perfusi Jaringan b/d
melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah
ganggren akibat obstruksi pembuluh darah
b) Intoleransi aktivitas b/d ketidakmampuan keluarga
(kmk) mengenal masalah kesehatan keluarga yang
sakit
c) nyeri akut b/d kmk merawat anggota keluarga yang
sakit.
d) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d kmk
mengenal masalah kesehatan keluarga.
e) Kurang pengetahuan tentang diabetes melitus b/d kmk
mengenal masalah kesehatan keluarga.
3. Intervensi
Menurut Mubarak (2009) dalam Suprajitno 2014, apabila masalah
kesehatan maupun masalah keperawatan telah teridentifikasi, maka
langkah selanjutnya adalah menyusun rencana keperawatan sesuai
dengan urutan prioritas masalahnya. Rencana keperawatan keluarga
merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk
dilaksanakan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah
kesehatan/keperawatan yang telah diidentifikasi. Rencana keperawatan
yang berkualitas akan menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan

16
serta penyelesaian masalah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan keperawatan keluarga diantaranya:
a. Rencana keperawatan harus didasarkan atas analisis yang
menyeluruh tentang masalah atau situasi keluarga.
b. Rencana yang baik harus realistis, artinya dapat dilaksanakan dan
dapat menghasilkan apa yang diharapkan.
c. Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah
instansi kesehatan.
d. Rencana keperawatan dibuat dengan keluarga. Hal ini sesuai
dengan prinsip bahwa perawat bekerja bersama keluarga bukan
untuk keluarga.
e. Rencana keperawatan sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini
selain berguna untuk perawat juga akan berguna bagi anggota tim
kesehatan lainnya. Selain itu dengan rencana tertulis akan
membantu mengevaluasi perkembangan masalah keluarga.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan
keluarga di mana perawat mendapatkan kesempatan untuk
membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan perbaikan kearah
perilaku hidup sehat. Guna membangkitkan minat keluarga dalam
berprilaku hidup sehat, maka perawat harus memahami teknik-teknik
motivasi. Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal di bawah
ini.
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai
masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan
informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang
kesehatan, serta mendorong sikap emosi yang sehat terhadap
masalah.
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang
tepat dengan cara mengidentifikasi konsekuensi untuk tidak
melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki
keluarga, dan mendiskusikan setiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga
yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan,

17
penggunaan alat dan fasilitas yang ada di rumah dan mengawasi
keluarga melakukan perawatan.
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan
menjadi sehat dengan menemukan sumber-sumber yang dapat
digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga
seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
dengan cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di
lingkungan keluarga dan membantu keluarga cara menggunakan
fasilitas tersebut.
5. Evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap
penilaian dilakukan untuk melihat keberhasilanya. Bila tidak atau belum
berhasil, maka perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali
kunjungan ke keluarga. Oleh karena itu, kunjungan dapat dilakukan
secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.
Langkah-langkah dalam mengevaluasi pelayanan keperawatan yang
diberikan, baik pada individu maupun keluarga adalah sebagai berikut:
a. Tentukan garis besar masalah kesehatan yang dihadapi dan
bagaimana keluarga mengatasi masalah tersebut.
b. Tentukan bagaimana rumusan tujuan keperawatan yang akan
dicapai.
c. Tentukan kriteria dan standar untuk evaluasi. Kriteria dapat
berhubungan sumber-sumber proses atau hasil, bergantung pada
dimensi evaluasi yang diinginkan.
d. Tentukan metode dan teknik evaluasi yang sesuai serta sumber-
sumber data yang diperlukan.
e. Bandingkan dengan keadaan yang nyata (sesudah
perawatan) dengan kriteria dan standar evaluasi.
f. Identifikasi penyebab atau alasan penampilan yang optimal
atau pelaksanaan yang kurang memuaskan.
g. Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai, perlu
ditentukan alasan kemungkinan tujuan tidak realistis, tindakan tidak

18
tepat, atau kemungkinan ada faktor lingkungan yang tidak dapat
diatasi.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah bagian integral bukan sesuatu yang berbeda
dari metode problem-solving. Dokumentasi keperawatan mencakup
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, intervensi. Perawat
kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap
intervensi yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut
kepada profesi kesehatan lainnya. Kekurangan dalam
pendokumentasian proses keperawatan meliputi penggunaan
terminology dan cara pendokumentasian yang tidak standar yang tidak
menunjukkan adanya suatu perbedaan asuhan keperawatan yang
kompleks (Nursalam 2009).

C. Konsep Penyakit
1. Definisi diabetes melitus
Menurut WHO (2016), Diabetes Mellitus (DM) merupakan
penyakit yang disebabkan oleh genetik dan/atau adanya defisiensi
dalam produksi insulin yang dilakukan oleh pankreas, atau
ketidakaktifan insulin yang diproduksi. DM merupakan gangguan
kronis terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar gula (glukosa)
secara cepat (Bahar dan Syaify, 2014).
Diabetes melitus atau yang juga dikenal dengan sebutan kencing
manis atau penyakit gula darah didefenisikan sebagai suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin atau
di definisakan sekresi hormon insulin, aktifits insulin atau defesiensi
sekresi hormon insulin, aktifitas insulin atau keduanya. Insulin adalah
suatu zat atau hormon yang dikeluarkan pankreas yang bertugas
memasukan glukosa kedalam sel untuk dijadikan bahan bakar penghasil
energi pada orang yang normal (Non-DM). Bila insulin tidak ada atau
berkurang, maka glukosa akan tetap berada dialam pembuluh darah
(Muhammad, 2013).

19
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kadar glukosa (gula
sederhana) didalam darah tinggi, Indonesia DM dikenal juga dengan
istilah penyakit kencing manis yang merupakan salah satu penyakit
prevalensinya kian meningkat. Menurut kriteria diagnostik Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) seseorang dikatakan menderita
diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dl dan pada tes
sewaktu >200 mg/dl (Pudiastuti, 2011).
2. Klasifikasi diabetes melitus
Terdapat empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa
sebagai berikut (Dewi, 2014) :
a) Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I merupakan kondisi tidak terkontrolnya
gula didalam tubuh karena kerusakan sel β pankreas sehingga
mengakibatkan berkurangnya produksi insulin sepenuhnya.
Diabetes melitus tipe I merupakan penyakit autoimun yang
dipengaruhi secara genetik oleh gejala-gejala yang pada akhirnya
menuju proses perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi
insulin secara bertahap (Dewi, 2014).
b) Diabetes Melitus tipe II
Diabetes Melitus tipe II merupakan kondisi saat gula darah
dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitifitas sel β
pankreas untuk menghasilkan hormon insulin yang berperan
sebagai pengontrol kadar gula darah dalam tubuh (Dewi, 2014).
c) Diabetes Gestastional (Diabetes kehamilan)
Gestastional Diabetes Melitus (GDM) adalah intoleransi
glukosa yang dimulai sejak kehamilan. Gejala utama GDM antara
lain poliuri (banyak kencing), Polidipsi (banyak minum) dan
Poliphagia (banyak makan). Jika seseorang wanita mengalami
kehamilan maka membutuhkan lebih banyak insulin untuk
mempertahankan metabolisme karbohidrat yang normal. Jika
seorang ibu hamil tidak mampu menghasilkan lebih banyak insulin
akan mengalami diabetes. Kadar glukosa darah maternal
digambarkan oleh glukosa darah janin. Pasalnya, glukosa dapat
melintasi plasenta dengan mudah sedangkan insulin tidak dapat

20
melintas barier plasma sehingga kelebihan insulin pada ibu hamil
tidak dapat dicerminkan dari janin (Dewi, 2014).
d) Diabetes tipe khusus
Diabetes tipe khusus merupakan kategori penyakit diabetes
dengan komplikasi lain yang merupakan manisfestasi dari diabetes
tipe I dan diabetes tipe II. Komplikasi diabetes melitus secara umum
dapat dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi metabolik akut dari
komplikasi vaskular jangka panjang (Dewi, 2014).
3. Etiologi
Penyebab diabates mellitus antara lain (Pudiastuti, 2011):
a) Faktor keturunan
Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi
faktor lingkungan yang berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang
berolahraga dan asupan nutrisi yang berlebihan serta kegemukan
merupakan faktor yang dapat diperbaiki.
b) Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor yang penting untuk timbulnya DM tipe
2. Gaya hidup yang kebarat-baratan dan hidup santai serta
panjangnya angka harapan hidup merupakan faktor yang
meningkatkan prevalensi DM.
c) Kadar kortikosteroid yang tinggi
d) Kehamilan diabetes gestasional akan hilang setelah melahirkan
e) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas
f) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
g) Diabates terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup
untuk mempertahankan kadar gula yang normal atau jika sel tidak
memberikan respon yang tepat terhadap insulin (Pudiastuti, 2011).
4. Tanda dan Gejala
Gejala diabetes mellitus antara lain:
a) Mudah lelah, haus dan lapar
Tubuh lemas dan kurang tenaga adalah ciri orang yang
mengalami diabetes. Meskipun banyak makan, mereka tetap
kekurangan energi dalam tubuh mereka. Pada kondisi orang normal,
insulin membawa gula darah ke dalam sel untuk selanjutnya menjadi
sumber energi di dalam otot yang disebut dengan glikogen, pada

21
penyandang diabetes hormon insulin tidak lagi aktiif bekerja sehingga
akibatnya gula darah mengalami kesulitan melewati membran sel,
terjadilah penumpukan gula darah (Soyjoy, 2015).
b) Sering kencing
Penyandang diabetes bisa buang air kecil dengan frekuensi
lebih dari tiga kali dan biasanya terjadi di malam hari (Soyjoy, 2015).
c) Mudah mengantuk
Gula yang dibawa dalam darah sulit diserap oleh tubuh, karena
tidak terserap akhirnya gula tersebut banyak terbuang melalui urine.
Akibatnya energi yang dibutuhkan tubuh pun menjadi tidak terpenuhi,
sehingga baru sebentar saja rasa lelah sudah menyerang dan
disertai mata mengantuk (Soyjoy, 2015).
d) Berat badan berkurang tanpa sebab
Kekurangan energi akibat kegagalan insulin mengubah gula
menjadi glikogen, menyebabkan tubuh tidak dapat menunda untuk
melakukan pemenuhan. Maka dari itu tubuh akan memanfaatkan
simpanan lemak dalam tubuh sebagai sumber energi. Proses ini akan
berlangsung terus menerus bahkan ketika lemak sudah tidak banyak
tersisa. Bukan hanya lemak, protein dan otot pun ikut digerus.
Akibatnya, lama kelamaan tubuh mengalami penurunan berat badan
secara drastis sehingga para penyandnag diabetes akan tampak
kurus dengan cepat (Soyjoy, 2015).
e) Kulit gatal, kering dan mudah terinfeksi
Tanda awal penyandang diabetes adalah kulit menjadi gatal,
selain itu kulit penyandang diabetes terlihat pucat dan kering akibat
adanya kerusakan saraf tepi atau yang dalam bahasa medis disebut
neuropati perifer pada tubuh, yang dapat mempengaruhi sirkulasi dan
fungsi kalenjar keringat. Dunia medis neuropati perifer didefinisikan
sebagai kondisi medis yang ditandai dengan kerusakan pada sistem
saraf tepi (Soyjoy, 2015).
f) Luka tidak mudah sembuh
Masih terkait dengan kegagalan kerja hormon insulin, sistem
kekebalan tubuh pun menjadi lemah. Penyakit dari luar gampang
menyerang terutama luka di beberapa bagian tubuh seperti kaki dan
tangan (Soyjoy, 2015).

22
g) Penglihatan kabur
Kadar gula yang berlebih dapat merusak pembuluh darah dan
saraf mata. Hal tersebut juga menyebabkan berkurangnya cairan
yang berada pada lensa mata penyandang diabetes. Penjelasan lain
mengatakan bahwa tingginya kadar gula darah turut memicu
penarikan air di dalam sel melaui proses osmosi. Hal ini menjadi
penyebab penglihatan menjadi buram karena lensa kekurangan air
sehingga kemampuannya untuk memfokuskan penglihatan menjadi
berkurang (Soyjoy, 2015).
h) Tangan dan kaki kesemutan
Sistem saraf yang berada di tangan dan kaki terpengaruh juga
oleh efek dari kelebihan gula dalam darah. Efeknya saat-saat
tersebut berkurang kemampuannya untuk merasa. Terkadang orang
yang mengalami diabetes merasa kesemutan, mati rasa, bahkan
serasa terbakar kaki dan tangannya karena tidak normalnya gula
dalam darah (Soyjoy, 2015). Pengobatan
Tujuan dari pengobatan diabetes adalah untuk mengontrol
kadar gula darah penderita dalam kadar atau mendekati normal dan
mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes.
Ada dua aspek dalam pengobatan diabetes. Pertama, pengurangan
asupan atau produksi kadar gula darah. Kedua, meningkatkan
penyerapan kadar gula darah oleh tubuh. Strategi untuk mengurangi
asupan atau produksi kadar gula darah bisa dicapai dengan diet dan
obat-obatan, sedangkan untuk meningkatkan kadar penyerapan gula
darah oleh tubuh bisa dicapai dengan olahraga (meningkatkan
sensitifitas reseptor di otot yang bernama GLUT-4 untuk menyerap
gula) dan juga dengan obat-obatan termasuk insulin (Kurniali, 2013).
Pilar utama pengobatan diabetes mellitus antara lain :
1) Edukasi
Penyakit DM relatif tidak bisa sembuh, tetapi komplikasi yang
mungkin terjadi dapat dihindari. Kunci keberhasilan pengendalian
penyakit DM adalah disiplin. Disipllin dalam mengattr pola makan,
kegiatan fisik, mengkonsumsi obat bila memang diperlukan dan
kontrol berat badan, tekanan darah dan pemeriksaan darah secara
teratur. Oleh sebab itu, para penderita DM perlu mengetahui seluk

23
beluk DM, disamping dari petugas kesehatan sebaiknya para
penderita DM mencari sumber informasi baik melalui buku-buku
kesehatan popular, seminar atau media informasi lainnya (Cahyono,
2012).
2) Olahraga
Olahraga sangat penting bagi penderita diabetes mellitus.
Olahraga dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara
meningkatkan pembakaran glukosa dan peningkatan kadar insulin. D
samping itu aktifitas fsik juga menurunkan kadar lemak darah
(trigliserid dan kolestreol LDL) serta meningkatkan lemak baik
(kolestrol HDL) (Cahyono, 2012).
3) Jenis obat DM
Ada dua jenis obat yang dipakai dalam menurunkan kadar gula
darah yaitu tablet dan suntik (insulin). Biasanya, tablet diberikan
sebagai terapi pengendali gula darah secata rutin apabila dengan
latihan fisik dan pengaturan pola makan gula darah belum terkontrol.
Secara umum tablet penurun gula darah dibedakan menjadi dua
golongan yaitu golongan pemicu sekresi insulin (golongan
sulfonylurea dan golongan glinid) dan penambah sensitifitas terhadap
insulin (biguanid, tiazolidindion, penghambat glukosidase alfa)
(Cahyono, 2012).
4) Pengaturan pola makan
Makanan bagi penderita DM harus mengandung unsur yang
lengkap seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral serta
kecukupan air. Penderita DM disarankan mengkonsumsi 20-25 gr
serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan (sayur dan
buah-buahan) (Cahyono, 2012).
5) Peran Perawat Keluarga
Peran perawat keluarga ialah sebagai pendidiki, fasilitator,
peneliti, dan sebagai pelayanan keperawatan (Riyadi, 2010).

24

Anda mungkin juga menyukai