Anda di halaman 1dari 13

BAB V

HADIS TENTANG KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan buaian tempat anak melihat cahaya kehidupan


pertamanya, sehingga apapun yang dicurahkan dalam sebuah keluarga akan
meninggalkan kesan yang mendalam terhadap watak, pikiran, serta sikap dan
perilaku anak. Setiap orang tua pasti menginginkan keberhasilan anak-anaknya.
Dan keberhasilan tersebut tidak lepas dari usaha dan peran dari orang tua (Sere,
2018: 5). Anak dengan orang tua memiliki hubungan yang paling dekat dan tidak
dapat dipisahkan dalam lingkungan kerabat. Sehingga, diantara keduanya timbul
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh keduanya (Bahri, 2016: 157). Anak
sebagai sumber kebahagian orang tua, juga amanah terbesar yang Allah berikan
kepada setiap orang tua di muka bumi ini. Maka dari itu, anak adalah tanggung
jawab orang tua. Masa depan anak sebagian bergantung dari pola asuh dan
pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Anak adalah titipan Allah, maka
sebagai orang tua harus merawat, mengasuh, dan memberikan segala sesuatu
yang membuat anak tetap terawat. Sebagai khalifah Allah di muka bumi ini,
maka menjadi suatu keharusan untuk memahami segala yang diamanahkan oleh
Allah, termasuk mengetahui dan menjalankan amanah sebagai orang tua bagi
anak-anaknya. Sejatinya manusia itu juga diciptakan Allah untuk menyembah
Allah dan beribadah kepada-Nya. Sehingga sebagai orang tua berkewajiban
mengantar anak-anaknya untuk dapat mengimplementasikan dan mewujudkan
tujuan dan tanggung jawab sebagai seorang hamba (Fahimah, 2019: 2).

1
B. Pengertian Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak

Peran adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu


yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan
imbangan dari norma-norma sosial dan maka dari itu dapat dikatakan bahwa
peran itu ditentukan oleh norma dalam masyarakat. Artinya, seseorang
diwajibkan untuk melakukan hal-hal sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
Karena dalam kehidupan bermasyarakat terdapat norma-norma yang telah
disepakati. Jadi peran tidak terlepas dari kontrol norma-norma di masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa, peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku dan
tindakan yang dikenakan oleh orang tua dalam mendidik anaknya yang dikontrol
oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Sedangkan tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala


sesuatu. Boleh dikatakan bahwa tanggung jawab adalah konsekuensi dari peran.
Karena segala sesuatu yang diperankan dalam kehidupan harus
dipertanggungjawabkan. Dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab orang tua
adalah serangkaian kewajiban yang harus dilakukan orag tua terhadap anaknya,
karena anak adalah amanah yang harus diemban dan dipertanggungjawabkan
oleh orang tua (Danial, 2018: 15).

C. Hadis yang Berkaitan dengan Kewajiban Orang Tua terhadap Anak

Al-Qur’an menjelaskan tentang kewajiban orang tua terhadap anak, yakni


dalam surat Al-Anfal ayat 28 yang berbunyi:

‫َوا ْعلَ ُم ْ ٓوا اَنَّ َمآ اَ ْم َوالُ ُك ْم َواَ ْواَل ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ ۙ َّواَ َّن اللّٰهَ ِع ْن َدهٗ ٓ اَجْ ٌر َع ِظ ْي ٌم‬
Artinya: Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. Al-
Anfal ayat 28).

2
Hadis juga menjelaskan kewajiban orang tua terhadap anaknya, adapun
hadisnya adalah sebagai berikut:

(‫حق الولد على والده ان يحسن اسمه ويحسن موضعه )رواه البيحقى‬
‫ويحسن ادبه‬
Artinya: Sesungguhnya kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak ada
tiga, yakni: Pertama memberi nama yang baik ketika lahir. Kedua mendidiknya
dengan Al-Qur’an dan ketiga mengawinkan ketika menginjak dewasa (Sunan
Baihaqi) (Adawiyah, 2017: 3).

D. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak dalam Persepktif Islam

Pada hakikatnya, semua orang tua di muka bumi ini pasti menaruh
harapan dari keberhasilan anaknya ketika dewasa. Tidak ada orang tua yang
menginginkan anaknya gagal di masa depan. Untuk merealisasikan harapan
tersebut, orang tua harus senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk
memberikan yang terbaik yang mencakup segala aspek. Baik perhatian, nutrisi,
pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam Islam, anak yang sedang tumbuh dan
berkembang mempunyai hak untuk dicukupi kebutuhan makan dan minum oleh
orang tuanya agar menjadi orang dengan fisik sehat, normal dan kelak menjadi
insan yang cerdas dan kreatif. Anak yang sedang berkembang harus diperlakukan
secara penuh perhatian oleh orang tuanya (Fahimah, 2019: 36-37). Berikut
beberapa kewajiban orang tua terhadap anak menurut Islam:

1. Kewajiban memberikan nasab

Secara etimologi nasab berarti hubungan, dan dalam hal ini adalah
hubungan darah antara seorang anak dengan ayah dan ibunya karena sebab-
sebab yang sah menurut syara’. Yakni jika anak dilahirkan atas dasar
perkawinan dan dalam kandungan tertentu yang oleh syara’ diakui

3
keabsahannya. Sehingga setiap anak yang lahir langsung dinasabkan pada
ayahnya agar lebih menguatkan perkawinan kedua orang tuanya. Berkaitan
dengan nasab ini, anak berhak mendapatkan nama dari orang tuanya. Ketika
anak dilahirkan, orang tua memberikan sebuah nama kepadanya, sehingga ia
akan dapat dikenal oleh orang-orang. Pemberian nama dapat dilakukan pada
hari pertama setelah kelahiran anak, dan boleh diakhirkan hingga hari ketiga
atau hari ketujuh. Islam telah menetapkan dasar hukum yang jelas berkaitan
dengan perkara nama tersebut (Fahimah, 2019: 37).

Rasulullah bersabda: Sesungguhnya pada hari kiamat kelak, kalian


akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian.
Oleh karena itu berikanlah nama yang baik pada anak-anak kalian (HR. Abu
Dawud).

Memberi nama yang baik merupakan tuntutan Islam. Nama


mengandung doa, harapan, sekaligus pendidikan. Nama juga mempengaruhi
psikologi anak dalam kehidupannya (Fauzi, 2016: 3-4). Terdapat nama-nama
yang disarankan dalam pemberian nama anak menurut hadis, yakni nama-
nama yang mengandung doa baik. Dalam hadis ada nama-nama yang
disunnahkan, yaitu yang menunjukkan penghambaan kepada Allah, karena
untuk menunjukkan bukti kerendahan diri sebagai hamba Allah. Selain itu,
memberi nama-nama nabi juga disunnahkan, sebab mampu menjadi teladan
dengan mengenang perjuangan-perjuangan para nabi terdahulu yang mampu
memberikan energi positif. Begitu pula dengan memberikan nama-nama
sahabat juga senada dengan tujuan memberi nama dengan nama para nabi.
Namun, bukan berarti hanya nama-nama tersebut yang disarankan. Karena
tidak mungkin setiap orang harus diberi nama yang menunjukkan
penghambaan kepada Allah, nama nabi dan sahabat, namun bisa juga dengan
memberi nama-nama lain yang bagus dan sekaligus mempunyai arti dan

4
mengandung doa yang baik. Kemudian nama yang tidak disarankan, adalah
nama yang mengandung makna buruk (Barroh, 2017: 96-97).

2. Kewajiban memberikan susu (Rada’ah)

Air susu ibu (ASI) adalah nutrisi terbaik untuk sang bayi. Asi
merupakan makanan bayi yang paling sempurna, karena tidak hanya kaya
akan zat pertumbuhan, tapi juga berisi zat-zat penangkal atau melindungi
berbagai macam penyakit. Asi merupakan zat anti kuman yang kuat sebab
adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk suatu sistem
biologis untuk membunuh kuman. Asi merupakan makanan alamiah bayi. Asi
steril dan suhunya akan secara alamiah pula sesuai dengan kebutuhan bayi.
Jika asi diberikan oleh ibu kandungnya sendiri maka akan memberikan
manfaat ganda, yaitu untuk kepentingan biologis bayi dan baik untuk
membentuk sikap dan kepribadian anaknya kelak. Karena didalam
penyusunan terdapat mekanisme emosional yang membuat ibu dekat dengan
anaknya. Setiap bayi yang lahir berhak atas susuan pada periode tertentu
dalam kehidupannya, yaitu periode pertama ketika ia hidup. Adalah satu fitrah
bahwa ketika bayi dilahirkan ia membutuhkan makanan yang cocok dan
paling baik untuknya, yakni asi. Secara klinis, juga terbukti bahwa asi
mengandung unsur-unsur penting dan vital yang dibutuhkan bayi bagi
perkembangannya.

Berkaitan dengan kewajiban orang tua untuk memberikan asi


tercermin dalam Al-Qur’an:

َ‫ضا َعة‬ ِ ‫َوا ْل َوالِ ٰدتُ يُ ْر‬


َ ‫ض ْع َن اَ ْوال َدهُنَّ َح ْولَ ْي ِن َكا ِملَ ْي ِن لِ َمنْ اَ َرا َد اَنْ يُّتِ َّم ال َّر‬
Artinya: Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama 2 tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan (Al-Baqarah ayat 233)
(Fahimah, 2019: 38).

5
Konsep ar-rada’ah menurut Ibn Katsir Rahimahullah merupakan
petunjuk dari Allah SWT kepada para ibu, yang menganjurkan agar mereka
menyusui anak-anak mereka dengan penyusuan yang sempurna, yakni 2 tahun
penuh. Apabila ayah dan ibu si bayi sepakat untuk menyapih anaknya sebelum
si bayi berusia 2 tahun dan keduanya memandang bahwa keputusan ini
mengandung maslahat bagi diri bayi, serta keduanya bermusyawarah dahulu
dan membuahkan kesepakatan, maka tidak ada dosa atas keduanya untuk
melakukan hal itu (Asnawati dkk, 2019: 97).

3. Kewajiban mengasuh (Hadlanah)

Setiap anak yang dilahirkan berhak mendapatkan asuhan dari orang


tuanya, yakni memperoleh pendidikan dan pemeliharaan untuk mengurus
makan, minum, pakaian dan kebersihan si anak pada periode kehidupan
pertama (sebelum ia dewasa). Yang dimaksud pemeliharaan disini ialah dapat
berupa pengawasan dan penjagaan terhadap keselamatan jasmani dan rohani
anak dari segala macam bahaya. Anak juga membutuhkan pelayanan yang
penuh kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan berupa tempat tinggal dan
pakaian. Oleh karena itu, pada usia balita seorang anak belum memiliki
kemampuan, sehingga kehidupan mereka bergantung pada yang dewasa,
yakni ibu dan bapaknya. Hak pemeliharaan yang dipikulkan pada orang tua
dimaksudkan agar anak terhindar dari hal-hal yang dapat menjerumuskan
mereka dalam kemurkaan Tuhan.

Berkaitan dengan kewajiban mengasuh anak dengan penuh kasih


sayang, Rasulullah SAW bersabda:

‫ْس ِمنّا‬
َ ‫يرنَا فَلَي‬ ْ ‫ْر‬
َّ ‫ف َح‬
ِ ِ‫ق َكب‬ ِ ‫يرنَا َويَع‬ َ ‫َم ْن لَ ْم يَرْ َح ْم‬
َ ‫ص ِغ‬
Artinya: “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak mengasihi yang
kecil dan tidak mengenal hak orang yang lebih besar (HR. Abu Dawud).

6
Dengan demikian, hak asuh bagi setiap anak adalah agar dirawat
dengan penuh kasih sayang, diperhatikan, dan dipilihkan makanan dan
minuman yang baik serta dilindungi dari berbagai penyakit demi
kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Dengan kasih
sayang anak akan tumbuh dengan kepribadian yang sempurna dan sehat
sehingga menghasilkan manusia-manusia yang baik. Dan dengan
memperhatikan makanan, minuman, dan kesehatannya berarti akan
menciptakan manusia-manusia yang sehat jasmani dan rohaninya (Fahimah,
2019: 39-40).

4. Kewajiban memberikan nafkah dan nutrisi yang baik

Menurut ajaran Agama Islam, seorang anak berhak mendapat nafkah,


yakni pemenuhan kebutuhan pokok. Nafkah terhadap anak tersebut bertujuan
untuk kelangsungan hidup dan pemeliharaan kesejahteraannya. Sehingga,
anak terhindar dari kesengsaraan hidup. Hak mendapat nafkah merupakan
akibat dari nasab, yakni nasab seorang anak terhadap ayahnya menjadikan
anak berhak mendapatkan nafkah dari ayahnya (Fahimah, 2019: 40). Nafkah
yang diberikan orang tua terhadap anak hendaklah dengan cara yang halal
(Fahimah, 2019: 42).

Menurut Imam Syafi’i bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya


sampai mereka baligh. Sesudah itu ia tidak memiliki hak nafkah pada ayah
kecuali di berkenan menafkahi mereka secara sukarela dan kecuali mereka
sakit menahun sehingga mereka wajib dinafkahi. Sedangkan dalam Kompilasi
Hukum Islam, menyebutkan bahwa kedua orang tua wajib melakukan
pemeliharaan pada anak-anak mereka sampai anak itu mampu berdiri sendiri
atau memasuki usia dewasa yakni 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak
bercacat fisik ataupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan
(Mukharis, 2018: 6-8). Meskipun terdapat perbedaan, baik dari perspektif

7
mazhab Imam Syafi’i ataupun Kompilasi Hukum Islam sama-sama
mewajibkan ayah untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya. Adapun
dasar hukum kewajiban orang tua menafkahi anak dalam mazhab Imam
Syafi’i ialah berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.
Sedangkan Kompilasi Hukum Islam menjelaskan kewajiban nafkah orang tua
kepada anak terdapat dalam pasal 77 ayat 3, pasal 80 ayat 4, pasal 81 ayat 1
serta pasal 98 ayat 1 tentang pemeliharaan anak (Mukharis, 2018: 62).

Selain hak mendapatkan nafkah, seorang anak juga berhak


memperoleh gizi yang baik dari orang tuanya. Gizi memiliki peran yang
sangat besar dalam membina dan mempertahankan kesehatan seseorang.
Sudah menjadi kewajiban seseorang untuk memelihara kesehatan jasmani dan
rohani. Dalam ilmu kesehatan, seorang anak memerlukan sumber makanan
yang bergizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Gizi yang cukup
merupakan faktor utama sebagai penunjang bagi perkembangan kecerdasan
anak.

Begitu pentingnya gizi sampai dalam Al-Qur’an dijelaskan agar umat


manusia selalu memperhatikan makanan terutama makanan yang baik dan
mengandung gizi seimbang, sebagaimana firman Allah:

ِ ‫فَ ْليَنض‬
‫ُر اإلنسٰ ُن إلَىٰ طَ َعا ِم ِه‬
Artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya” (Abbas/80:
24) (Fahimah, 2019: 40-42).

5. Kewajiban memberikan pendidikan

Keluarga merupakan intuisi yang pertama bagi anak dalam


mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Jadi keluarga memiliki peran
dalam pembentukan akhlak anak, oleh karena itu keluarga harus memberikan
pendidikan atau mengajar anak tentang akhlak mulia. Hal itu tercermin dari

8
sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Dalam
melakukan pendidikan akhlak kepada anaknya, orang tua hendaknya
menggunakan metode pembiasan. Maksudnya anak dilatih untuk berakhlak
yang baik dan bertindak laku yang sopan kepada orang tua. Jangan sampai
kedua orang tua menunjukkan kekerasan yang terjadi antara keduanya di
depan anaknya, sebab hal itu akan mengakibatkan anak meniru kekerasan
tersebut dan menganggap bahwa orang tuanya tidak dapat memberi contoh
yang baik.

Anak dalam perkembangannya selalu terpengaruh oleh lingkungan


sekitarnya. Maka dari itu, orang tua harus mampu memfilter segala hal yang
dapat berpengaruh buruk kepada diri anak. Namun jangan sekali-kali orang
tua melarang anaknya untuk bermain dengan teman-temannya, sebab larangan
itu akan membuat anak jadi tidak pandai bergaul dan akan berdampak buruk
dala perkembangan berikutnya. Namun orang tua juga hendaknya
mengarahkan anaknya agar bergaul dengan teman-teman yang mempunyai
akhlak yang baik (Usman, 2017: 117-118).

Mendidik anak bukanlah sekedar kemurahan hati seorang ibu kepada


anaknya, akan tetapi merupakan kewajiban dan fitrah yang diberikan Allah
kepada seorang ibu. Mendidik anak pun tidak terbatas dalam satu perkara saja.
Bahkan mendidik anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat anak
merupakan generasi penerus yang diharapkan menjadi generasi tangguh
(Usman, 2017: 119). Mendidik anak adalah suatu kewajiban terbesar bagi
orang tua. Pendidikan anak sangat penting dan bertambah mendesak di masa
sekarang, dimana tantangan dan godaan semakin banyak. Sekarang, teknologi
serba canggih, dapat menjadi penyebab rusaknya mental anak jika tidak ada
kontrol penuh dari orang tua. Dengan memaksimalkan penanaman nilai-nilai
pendidikan sedini mungkin, akan terwujud kesolehan anak sesuai dengan

9
yang diinginkan syariat Islam (Danial, 2018: 28). Ada beberapa alasan
pentingnya mendidik anak, diantaranya sebagai berikut:

a. Karena pendidikan anak adalah perintah Allah SWT

b. Anak adalah aset orang tua di akhirat

c. Anak merupakan amanah yang harus dijaga (Danial, 2018: 30).

Sebagai amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-


Nya, anak memerlukan pendidikan yang baik dan memadai dari orang tuanya.
Pendidikan ini bermakna luas, baik berupa akidah, etika, maupun hukum
Islam. Selain itu, pendidikan tidak hanya dijalankan di sekolah namun juga di
rumah.

Seperti yang diriwayatkan dari Abu Dawud:

‫ قال‬:‫ قال‬-‫رضي هللا عنه‬- ‫ عن جده‬،‫ عن أبيه‬،‫عن عمرو بن شعيب‬


‫ ُمرُوا أوال َدكم بالصال ِة وهم أَ ْبنَا ُء‬:-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫رسول هللا‬
‫ وفَرِّ قُوا بَ ْينَهُ ْم في‬،‫ وهم أَ ْبنَا ُء َع ْش ٍر‬،‫ واضْ ِربُوهُ ْم عليها‬،‫ين‬
َ ِ‫َسب ِْع ِسن‬
‫اج ِع‬
ِ ‫ض‬َ ‫ال َم‬
Artinya: Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda, Suruhlah anak-anakmu melaksakan sholat ketika
mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan
sholat itu jika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka
(HR. Abu Dawud).

Pendidikan di sekolah hanya dilakukan jika anak sudah cukup umur.


Sedangkan pendidikan di rumah dimulai sejak dini sampai beranjak dewasa.
Rasulullah mengajarkan bahwa jika anak sudah mendekati masa baligh,
hendaknya dipisahkan tempat tidur anak laki dengan perempuan. Begitu juga
dengan tempat tidur dengan orang tuanya. Setelah anak berusia tujuh tahun

10
hendaknya orang tua memerintahkan untuk shalat dan puasa. Orang tua
diperkenankan menghukum anak pada umur sepuluh tahun, kalau ia lalai
menunaikan kewajiban. Hukuman bagi anak tidak boleh bersifat menyakiti
dan menimbulkan cacat. Jika orang tua memerintahkan sesuatu kepada anak,
maka mereka juga harus melaksanakan perintah tersebut. Perintah orang tua
yang tidak disertai dengan teladan akan sulit dipatuhi anak. Karena,
kecenderungan anak adalah meniru orang tua.

6. Mengawinkan ketika dewasa

Orang tua berkewajiban menikahkan anaknya jika sudah waktunya


untuk menikah. Kewajiban orang tua dalam hal ini juga menyangkut
pencarian calon untuk anak apabila ia belum memperoleh pasangan. Dalam
pernikahan, peran orang tua terutama bapak, sangat vital bagi anak
perempuan. Dalam Islam, setiap perempuan yang hendak menikah harus
disertai dengan kehadiran walinya. Ia tidak dapat menikahkan dirinya sendiri
(Fauzi, 2016: 3-7).

E. Simpulan

Keluarga merupakan buaian tempat anak melihat cahaya kehidupan


pertamanya, sehingga apapun yang dicurahkan dalam sebuah keluarga akan
meninggalkan kesan yang mendalam terhadap watak, pikiran, serta sikap dan
perilaku anak. Semua orang tua di muka bumi ini pasti menaruh harapan dari
keberhasilan anaknya ketika dewasa. Tidak ada orang tua yang menginginkan
anaknya gagal di masa depan. Untuk merealisasikan harapan tersebut, orang tua
harus senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik
yang mencakup segala aspek. Sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, maka
menjadi suatu keharusan untuk memahami segala yang diamanahkan oleh Allah,

11
termasuk mengetahui dan menjalankan amanah sebagai orang tua bagi anak-
anaknya. Peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku dan tindakan yang
dikenakan oleh orang tua dalam mendidik anaknya yang dikontrol oleh norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan tanggung jawab orang tua adalah
serangkaian kewajiban yang harus dilakukan orag tua terhadap anaknya, karena
anak adalah amanah yang harus diemban dan dipertanggung jawabkan oleh
orang tua. Ada beberapa kewajiban-kewajiban orang tua terhadap anak menurut
perspektif Islam, seperti: kewajiban memberikan nasab, kewajiban memberikan
asi, kewajiban mengasuh, kewajiban memberi nafkah dan nutrisi yang baik,
kewajiban memberikan pendidikan dan kewajiban mengawinkan anak ketika
sudah waktunya.

DAFTAR PISTAKA

Adawiyah, Novi Mahfudhotul . 2017. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak yang
Sudah Berumah Tangga dalam Keluarga Y+A di Desa Singajaya Kecamatan
Cibalong Kabupaten Taikmalaya. Thesis. Bandung: UIN Sunan Gunung
Djati.

Asnawati., Bafadhol, Ibrahim., dan Wahidin, Ade. 2019. Pemberian Asi pada Anak
dalam Perspektif Al-Qur'an. Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Vol. 4, No. 1,
85-98.

Bahri, Syamsul. 2016. Nafkah Anak Kepada Orang Tua dalam Pandangan Hukum
Islam. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. 2, No. 2, 157-171.

Barroh, Hamilatul. 2017. Pemberian Nama Kepada Anak Menurut Hadis. Skripsi.
Semarang: UIN Walisongo.

Danial, Andi Safar. 2018. Peran dan Tangggung Jawab Orang Tua tentang
Pendidikan Anak dalam Perspektif Hadis. Skripsi. Makassar: UIN Alauddin.

Fahimah, Iim. 2019. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak dalam Perspektif Islam.
Jurnal Hawa, 1(1), 35-50.

12
Fauzi, Muhammad., dkk. 2016. Hadis Tentang Kewajiban Orang Tua Terhadap
Anak. Makalah Hadis Tarbawi.
https://www.academia.edu/35497335/MAKALAH_HADITS_TARBAWI_doc
x

Mukharis, Akhmad. 2018. Kewajiban Orang Tua Menafkahi Anak Perspektif Mazhab
Syafi'i Dan Kompilasi Hukum Islam. Skripsi. Purwokwerto: IAIN Purwokerto.

Sere, Idrus. 2018. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mendidik Anak Menurut Al-
Qur'an Surah Luqman Ayat 12-19 (Analisis Tafsir Ibnu Katsir). Laporan Hasil
Penelitian. Ambon: IAIN Ambon.

Usman, A. Samad. 2015. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak
dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Anak Bunayya, Vol. 1, No. 2, 112-
127.

13

Anda mungkin juga menyukai