Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 2

Nama: Hanief Budiman

NPM: 043616937

Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hukum

1. Sumber hukum materil adalah kenyataan-kenyataan atau faktor-faktor yang


menentukan isi dari hukum. Isi hukum ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor
idiil dan faktor sosial masyarakat. Definisi dari faktor idiil adalah faktor yang
didasarkan atas cita masyarakat terhadap keadilan. Adapun faktor sosial
masyarakat dapat tergambarkan melalui bentuk struktur ekonomi, adat-istiadat
dan kebiasaan, tata hukum negara lain, agama dan kesusilaan, dan kesadaran
hukum. (Panjaitan, P. P. 1998, dalam Zebua, M. 2014)
Dikarenakan sumber hukum materil berasal dari pendapat umum, perasaan,
sejarah, sosiologi, kondisi sosial-ekonomi, hasil penelitian ilmiah, tadisi, agama,
kebiasaan, dan moral yang berasal dari masyarakat, maka sumber hukum tersebut
akan bersifat mengikat bagi setiap orang. Sumber materil juga mempengaruhi isi
atau materi dari aturan-aturan hukum, atau tempat asal materi hukum tersebut
diambil untuk membantu pembentukan hukum.
Contoh kasus dari penerapan sumber hukum material di Indonesia adalah kasus
terorisme yang dapat dikaji melalui faktor sosiologis. Salah satu sumber lahirnya
Perpres No. 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No.
26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis NIK secara nasional atau yang
lazim disebut sebagai peraturan pemberlakuan E-KTP, disebabkan oleh santernya
kasus terorisme di Indonesia. Tujuan dari dilaksanakannya program tersebut
adalah untuk meniadakan identitas ganda, mempermudah dalam sensus penduduk,
mempersempit dan mempermudah pencarian ruang gerak teroris.
Pada umumnya, teroris selalu membuat identitas palsu untuk mengelabui aparat
dan masyarakat agar mereka merasa aman dalam persembunyiannya. Maka dari
itu, pemerintah menemukan dan memberlakukan solusi pemberlakuan E-KTP.
Dalam pembuatan E-KTP, sidik jari, rekaman retina mata dan tanda tangan
terekam dengan jelas di dalamnya dan tidak akan terjadi lagi satu orang memiliki
identitas ganda. Sehingga pencarian teroris akan sangat mudah dikarenakan ruang
geraknya sangat terbatas di Indonesia.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kasus terorisme tersebut dapat dijadikan sumber
hukum materil dengan faktor sosiologis oleh Hukum Administrasi Negara.
Adapun Perpres No.67 Tahun 2011 dapat dikatakan sebagai sumber hukum formil
oleh Hukum Administrasi Negara, karena mengatur administrasi di Indonesia
yang sudah mengalami kodifikasi atau berbentuk peraturan tertulis. Dari segi
historis, Perpres No. 26 Tahun 2009 juga dapat dianggap sebagai sumber hukum
materil terhadap Perpres No. 67 Tahun 2011, karena Perpres No. 26 Tahun 2009
dijadikan landasan dari lahirnya Perpres No. 67 Tahun 2011.
2. Dalam pemikiran hukum murninya, Hans Kelsen tidak memberikan tempat
berlakunya hukum alam. Dia juga menghindari penilaian dan tidak tidak memberi
ruang bagi hukum kebiasaan yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat. Sehingga
dia memandang hukum hanya sebagai Sollen Yuridis yang terlepas dari Das Sein
kenyataan sosial. Dia beranggapan bahwa orang menaati hukum karena dia
merasa wajib untuk taat terhadapnya sebagai suatu kehendak negara, Hukum tidak
lain hanyalah suatu kaidah ketertiban yang menghendaki seseorang menaatinya
sebagaimana seperti yang sudah seharusnya. Sehingga Hans Kelsen dianggap
hanya ingin menerima hukum apa adanya, membersihkan ilmu hukum dari anasir-
anasir yang bersifat nonhukum, dan menolak masalah keadilan dijadikan bagian
dari pembahasan ilmu hukum.
3. Filsafat hukum mengetahui berbagai teori hukum yang menjadi landasan
pemikiran-pemikiran hukum dalam kehidupan masyarakat termasuk pemikiran
hukum di Indonesia seperti teori hukum positivisme dan ultarianisme, teori hukum
alam, teori hukum murni, teori sosiologi perkembangan hukum, dan lain
sebagainya. Salah satu perkembangan dari teori sosiologi perkembangan hukum
adalah pemikiran hukum progresif. (Rahardjo, S. 2000, dalam Setiawan, B. 2018)
Menurut opini penulis, paradigma hukum progresif yang terus tumbuh dan
berhasil mendobrak pemikiran formalistik dan legalistik merupakan hal yang
bagis. Hal tersebut dikarenakan, kemampuan analisis hukum yang mumpuni,
integritas, moral dan etika merupakan kemampuan yang sangat diperlukan oleh
hakim dalam upaya untuk memberikan jaminan rasa keadilan kepada masyarakat
pencari keadlian. Dan ketika institusi penegak hukum di Indonesia, terutama
hakim yang memiliki peran sentral memahami dan menerapkan pemahaman
hukum progresif maka keputusan yang dibuat dapat memberikan jaminan rasa
keadilan bagi setiap pencari keadilan melalui proses hukum di pengadilan.

Referensi:
Deliarnoor, N. (2020). Pengantar Ilmu Hukum Pengantar Tata Hukum
Indondesia/PIH-PTHI (3rd ed.). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Hakim, N., 2020. Titik Taut Relevansi Pemikiran Hans Kelsen tentang Hukum
bagi Pembangunan Konsep Hukum Progresif. Hukum dan Keadilan, 5(1), p.4.
Setiawan, B., 2020. Penerapan Hukum Progresif oleh Hakim untuk Mewujudkan
Keadilan Substantif Transendensi. Kosmik Hukum, [online] 18(1), pp.1-2.
Available at:
<http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/KOSMIK/article/view/2338/1813>
[Accessed 29 November 2021].
Zebua, M., 2021. Pengaturan Tinda Pidana yang Menghambat Proses Peradilan
(Contempt of Court) dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia. [online] Available at:
<http://repository.maranatha.edu/5965/> [Accessed 29 November 2021].

Anda mungkin juga menyukai