Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL UJIAN PRAKTEK

“ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU PADA ANAK DENGAN


PEMBERIAN TERAPI NEBULISASI”

DI SUSUN OLEH :
Nama : Citra agustriani
Nim : 19.11.027
PSIK II B

Dosen Pembimbing :
Syatriawati Suhaimi,S.Kep,Ns,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat
dan Nikmat sehingga kami dapat menyelesaikan PROPOSAL yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN TB PARU PADA ANAK DENGAN PEMBERIAN TERAPI
NEBULISASI” Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada Dosen Pembimbing Ibu Syatriawati S.Kep,Ns, M.Kep dan juga kepada
semua pihak yang telah mendukung penyelesaian proposal asuhan keperawatan ini, saya
menyadari bahwa proposal ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat diharapkan dan semoga makalah ini dapat menambah
pemahaman dan wawasan pembaca.
.
Perdagangan, 29 Januari 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya
banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial
ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi
penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi,
angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Penyakit TBC dapat menyebabkan kematian terutama menyerang pada usia
produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. Dan dari satu literature disebutkan 50 %
penderita TBC akan meninggal setelah 5 tahun bila tidak di obati.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India
dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari
tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu
penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC
paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat
TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga
tulisan ini dapat bermanfaat.

1.2 Tujuan umum


Untuk memahami asuhan keperawatan anak dengan Tuberkulosis Paru.

1.3 Tujuan khusus


 Mengetahui definisi dari Tuberkulosis paru
 Mengetahui penyebab terjadinya Tuberkulosis paru
 Mengetahui tanda dan gejala terjadinya Tuberkulosis paru
 Mengetahui komplikasi yang dapat timbul saat mengalami Tuberkulosis paru
 Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam menangani pasien yang
mengalami Tuberkulosis paru

1.4 Manfaat
 Bagi penulis adalah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
pernafasan khususnya TB paru.
 Bagi mahasiswa agar pengetahuan dapat dikembangkan ketika mempelajari
Keperawatan Anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
1 Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
(Arif Mansjoer, 2000).
2 Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
3 Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2001).
4 Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium
tuberculosis (id.wikipedia.org).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat
dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang
disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru,
bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen,
tulang, dan nodus limfe.

2.2 Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra
violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:

• Mycobakterium tuberculosis

• Varian asian

• Varian african I

• Varian asfrican II
• Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott,
atipyeal) adalah :
• Mycobacterium cansasli

• Mycobacterium avium

• Mycobacterium intra celulase

• Mycobacterium scrofulaceum

• Mycobacterium malma cerse

2.3 klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :

• Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).

• Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

• Tuberkulosis Paru BTA positif.

• Tuberkulosis Paru BTA negative

c. Pembagian secara aktifitas radiologis :

• Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.

• Tuberkulosis non aktif .

• Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).

d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )

• Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non


kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
• Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu
pertiga bagian satu paru.
• For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang
melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
• Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
• Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi,
disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
• Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.

• Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.

f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

• Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan


kasus baru dengan batuk TB berat.
• Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan
sputum BTA positf.
• Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.
• Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

2.4 Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan
selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh
orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut
sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan
dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg
1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-
paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit
akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan
terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang
dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang
lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini
disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

2.5 Pathway
Pelepasan mediator Respon tubuh
kimia seperti histamin, menurun
bradikinin dan
prostaglandidn
Batuk refleks
muntah
MK : Nyeri

Obstruksi

Anoreksia

MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi
 

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:

• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan


malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
• Penurunan nafsu makan dan berat badan.

• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

• Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.7 Komplikasi

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada


penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
• Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
• Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
• Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
• Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

2.8 Pemeriksaan penunjang

1) Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.

2) Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
3) Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4) Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.

5) Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7) Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8) Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex
;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
9) Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

2.9 Penatalaksanaan

Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka
waktu 1 – 3 bulan.
• Streptomisin inj 750 mg.

• Pas 10 mg.

• Ethambutol 1000 mg.

• Isoniazid 400 mg.

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya


adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
• INH.

• Rifampicin.

• Ethambutol

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan


menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
• Rifampicin.

• Isoniazid (INH).

• Ethambutol.
• Pyridoxin (B6).

2.10 Pencegahan

1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.

4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.

5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak


melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah /
mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat
ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk
mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
BAB III
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.EP DENGAN TUBERCOLOSIS
PARU DI RUANG ANAK RSUD TANAH BAMBU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

FORMAT PENGKAJIAN DATA KEPERAWATAN


Tanggal masuk : 20 september 2020 Ruangan/Kelas : anak
No. Rekam Medik : 497541 No. Kamar :
Diagnosa Masuk : TB Paru

3.1 PENGKAJIAN

I. Identifikasi Klien
i. Identifikasi klien
Nama : An.EP
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu benawa simpang
empat
Tanggal MRS : 20-09-2020
Tanggal pengkajian : 21-09-2020
Diagnosa medis : Tuberculosis Paru
ii. Identitas Orang
Tua
Nama Ayah : Tn.p
Usia : 45 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batu benawa simpang
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 35
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Batu benawa simpang
empat

II. Status Kesehatan Saat Ini


1. Keluhan Saat MRS : Ibu klien mengatakan anaknya batuk terus
menerus.
2. Keluhan Saat Pengkajian : Klien mengalami, batuk, sesak dan
anoreksia.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Ibu klien mengtakan anaknya batuk
selama 1 minggu. Batuk terjadi secara terus menerus disertai sekret,
sehingga anaknya kelelahan. Batuk pasien akan bertambah parah pada
malam hari. Karena khawatir dengan keadaan anaknya, ibu pasien
membawa pasien ke RSUD Tanah Bumbu.

III. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Penyakit yang pernah dialami :

a. Kecelakaan termasuk kecelakaan lahir/persalinan, bila pernah

(jenis dan waktu) : Tidak ada

b. Operasi (jenis dan waktu) : Tidak ada

c. Penyakit kronis/akut:Klien sering menderita batuk-batuk sejak


usia 6 tahun kemudian di beri obat dan sembuh.
d. Terakhir kali MRS : Tidak ada

2. Imunisasi

Klien telah mendapat imunisasi yang tidak lengkap

a. BCG : -

b. Campak : 1 kali
c. DPT : 3 kali

d. Polio : 4 kali

e. Hepatitis : 3 kali

IV. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Penyakit yang di derita kelurga : Ibu mengungkapakan bahwa sepupu
klien menderita TBC sudah 2 bulan dan sudah mulai di obati.
b. Lingkungan rumah dan komunitas : Ibu klien mengatakan bahwa
klien dan kelurganya tinggal yang tidak padat penduduknya. Rumah
klien tepat didalam gang kecil.
c. Prilaku yang mempengaruhi kesehatan : ibu klien mengatakan
anaknya hanya mau makan telur dan ayam tapi tidak mau makan
sayur.
d. Presepsi kelurga terhadap penyakit : Kelurga klien sangat khawatir
dengan kondisi yang di derita anaknya.

V. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Klien lahir dengan berat badan dan lahir 3000 gram, lahir langsung
dan menangis, menurut ibu klien selama hamil ibu sering periksa ke dokter
maupun bidan praktek. Klien juga di beri ASI selam 1 tahun dan din berikan
susu formula samapai sekarang.
VI. Pola Akitivitas dan Istrahat
 Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak
(nafas pendek), demam, menggigil.
 Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
VII. Pola Nutri-Metabolik
 Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
 Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
VIII. Respirasi
 Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

 Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum


hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural).

IX. Rasa nyaman dan nyeri


 Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

 Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,


nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.

X. Integritas ego
 Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
 Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.

XI. Keamanan
 Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.

 Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.

XII. Interaksi sosial


Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
XIII. Pemeriksaan fisik
1. KeadaanUmum

Anak duduk di meja pemeriksaan kesadaran compomentis, anak


tampak batuk-batuk dan tampak sesak.
a. Kesadaran : Compos mentis

b. GCS : 4-5-6

c. BB SMRS : 30 Kg

d. BB MRS : 29 Kg

e. TB : 110 cm

2. Tanda-tanda vital

a. TD :110/70 mmHg

b. HR : 85 x/menit
c. RR : 37 x/menit

d. Suhu tubuh : 37,8°C

3. Integumen

 Inspeksi :Kulit sianosis, lesi (-), edema (-), diaphoresis (-),


inflamasi (-), kuku sianosis.
 Palpasi :Akral kering, tekstur kasar, turgor > 2 detik,
nyeritekan (-), tekstur kuku halus, capillary refill time > 2
detik.
4. Kepala

 Inspeksi :Posisi kepala tegak, proporsional, bentuk kepala


sesuai, rambut lurus, tersebar merata dan terpotong pendek.
 Palpasi :tidak ada benjolan, tidak ada krepitasi dan
deformitas, nyeri tekan tidak ada, kulit kepala lembab.
5. Mata

 Inspeksi : Posisi simetris, alis sejajar, daerah orbita normal,


kelopak mata normal, bulu mata normal, konjungtiva anemis
-/-, ikterik -/-, perdarahan -/-, iris simetris, warna hitam, reflex
pupil (+), akomodasi normal ki/ka.
 Palpasi : edema (-), nyeri (-).

6. Telinga
 Inspeksi :posisi sejajar, proporsional, simetris, otorea (-),
kemerahan (-), battle sign (-), serumen (-), tidakkotor.
 Palpasi :tekstur lembut, nyeri tekan (-), pembengkakan (-).

7. Hidung

 Inspeksi :ukuran proporsional, secret (+), bulu hidung normal,


rhinorea (-), perdarahan (-), lesi (-), pernapasan cuping hidung
(-).
 Palpasi :nyeri tekan (-), krepitasi (-).

8. Bibir, mulut dan faring


§ Inspeksi :warna sianosis, lesi (-), mukosa bibir kering, gigi utuh
bersih, pendarahan gusi (-), lidah bersih, tidak bau mulut,
faring kemerahan.
9. Leher

 Inspeksi : M. Sternokleidomastoideus simetris, kontraksi (),


deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran limfe (-),
pembesaran vena jugularis (-), eritema (-).
 Palpasi :posisi trakea pada garis tengah, pembesaran tiroid (-),
nyeri tekan (-), pembesaran limfe (-).
10. Thoraks

 Inspeksi :bentuk normal, simetris, lesi (-), ekspansi dinding


dada tidak simetris, retraksi otot bantu pernafasan berat,
bentuk mamae simetris, ukuran sama, putting menonjol, kulit
halus, RR 37 x/menit, rasio inspirasi ekspirasi 1:2.
 Palpasi :massa (-), krepitasi (-), deformitas (-), nyeri tekan (-),
ictus cordis teraba di midclavikula sinistra 4-5 ICS,
pembengkakan (-), emfisema sub kutis (-), fremitus lemah
dekstra sinistra.
 Perkusi :Pekak, batas jantung kiri ICS 2 SL kiri dan 4 SL kiri,
batas kanan ICS 2 SL kanan dan ICS 5 MCL kanan,
pembesaran jantung (-), pekak.
 Auskultasi : Bunyi ronki kasar pada apek paru ki/ka.

a. Ronki (+)
+ +
- -
- -

b.Vokal fremitus lemah ki/ka.

11. Abdomen

 Inspeksi :Bentuk rata, penegangan abdomen (-), caput medusa


(-), kulit pruritus, massa (-).
 Palpasi : Massa (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, feses
tidak teraba, VU tidak teraba, nyeritekan (-) padasemuaregio.
- - -
- - -
- - -

 Perkusi : Timpani.

 Auskultasi : Bising usus 3 x/menit.

12. Inguinal-Genitalia-Anus

Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh


limfe tidak ada, tidak ada hemoroid, warna feses kuning lembek,
urine kuning bening.
13. Ekstremitas

 Inspeksi :garis anatomi lurus, persendian normal, eritema (-

).

 Palpasi :kekuatan tendon (+), nyeri tekan (-), krepitasi (-),


deformitas (-).
 Pergerakan normal, kekuatan otot 5/5.

5 5

5 5

14. Persyarafan
Keterangan:
SKOR: 0: Mandiri 3: Perlu bantuan orang lain dan alat
1: Dibantu sebagian 4: Tergantung/tidak mampu
2: Perlu bantuan orang lain

Pasien dalam keadaan compos mentis, kaku kuduk (-).

15. ReflekS

Biceps :+, tricep : +, patella : +babinski : +

XIV. Prosedur Diagnostik dan Pengobatan


Laboratorium
No Hari/Tgl Jenis Kategori normal Hasil pemeriksaan
Pemriksaan
1. Minggu, Pemeriksaan darah :
21-09-2020 Albumin 3,5-5,0 g/dl 3,0 g/dl
BUN 10-30 mg/dl 7 mg/dl
Karbon dioksida 20-30 mEq/L 60 mEq/L
Natrium 135-145 mEq/L 130 mEq/L

Eritrosit 4,5-6,0 juta/mm3 4,7 juta/mm3

Hb 13,5-18,0 g/dl 13 g/dl

Leukosit 5000-10000/mm3 12000/mm3

Tes Kulit :
Mantoux Negatif Positif

ANALISIS DATA
Nama klien : An. EP
Umur : 7 tahun
Ruang : Anak
No. Data Problem etiologi
1. Data Subjektif : Ibu klien Ketidak efektifan Respon imun menurun
21-09- mengatakan anaknya batuk bersihan jalan

2020 nafas.
terusmenerus selam 1 Pembentukan sputum
minggu dan sekret
Data Objektif : ↓
- TTV : TD 110/70 mmHg Penumpukan secret
- HR 85x/menit
- RR 37x/memit
- Suhu 37,8 0C
Keadaan umum :
Sesak (+) - Batuk (+), sekret (+).
2. Data Subjektif : Gangguan Sesak napas
_ pertukaran gas ↓
Data Objektif : Sianosis
- Takipnea (+) ↓
- RR : 37 x/menit - Ronki (+) Hipoksia
+ +
- -
- -

- Membran mukosa dan


kuku sianosis
- Fremitus lemah ki/ka
Karbon dioksida darah : 60
mEq/L

3. Data Subjektif : Ibu klien Gangguan Repon tubuh menurun


mengtakan anaknya tidak keseimban ↓
mau makan gan nutrisi kurang Batuk refleks muntah
Data Objektif : dari kebutuhan

tubuh
- Turgor kulit > 2 detik Anoreksia
- BB menurun
- Mukosa bibir kering
- Bising usus 3 x/menit -
Anoreksia (+) Hasil Lab :
- BUN : 7 mg/dl
Albumin : 3 g/dl

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Klien : An. EP


Umur : 7 Tahun
Ruang : Anak
No. Hari dan Diagnosa
Tanggal
1. Jum’at 21-09- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
2020 penumpukan sekret.

2. Jum’at 21-09- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


2020 kerusakan membran alveolar.

3. Jum’at 21-09- Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


2020 tubuh berhubungan dengan anoreksia
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
Bersihan Setelah Mandiri : Mandiri :
jalan napas diberikan 1. Kaji ulang fungsi 1. Penurunan bunyi napas
tidak efektif tindakan pernapasan: bunyi indikasi atelektasis, ronki
berhubungan keperawatan napas, kecepatan, irama, indikasi akumulasi
dengan
penumpukan kebersihan jalan kedalaman dan secret/ketidakmampuan
sekret. napas efektif, penggunaan otot membersihkan jalan napas
dengan criteria aksesori. sehingga otot aksesori
hasil: 2. Catat kemampuan untuk digunakan dan kerja
• Mempertaha mengeluarkan secret pernapasan meningkat.
nk an jalan atau 2. Pengeluaran sulit bila
napas pasien. batuk efektif, catat sekret tebal, sputum
• Mengeluarka karakter, jumlah berdarah akibat kerusakan
n sekret sputum, adanya paru atau luka bronchial
tanpa hemoptisis. yang memerlukan

bantuan. 3. Berikan pasien posisi evaluasi /intervensi lanjut

• Menunjukkan semi atau Fowler, 3. Meningkatkan ekspansi

prilaku untuk Bantu/ajarkan paru, ventilasi maksimal

memperbaiki batuk efektif dan latihan membuka area atelektasis

bersihan jalan napas dalam. dan peningkatan gerakan

napas. 4. Bersihkan sekret dari sekret agar mudah


mulut dan trakea, dikeluarkan.
• Berpartisipasi
suction bila perlu.
dalam 4. Mencegah
program obstruksi/aspirasi. Suction
pengobatan dilakukan bila pasien tidak
sesuai mampu mengeluarkan
kondisi.

 sekret.
Mengidentifi
5. Pertahankan intake cairan 5. Membantu
ka si
potensial minimal 2500 ml/hari mengencerkan secret
komplikasi
kecuali kontraindikasi. sehingga mudah
dan 6. Lembabkan udara/oksigen dikeluarkan.
melakukan
inspirasi. 6. Mencegah pengeringan
tindakan
tepat. Kolaborasi: membran mukosa.
1. Berikan obat: agen Kolaborasi :
mukolitik, bronkodilator,
1. Menurunkan kekentalan
kortikosteroid sesuai
sekret, lingkaran ukuran
indikasi.
lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi
hipoksemia pada kavitas
yang luas.
Gangguan Setelah Mandiri : Mandiri :
pertukaran diberikan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Tuberkulosis paru
gas tindakan bunyi pernapasan abnormal. dapat rnenyebabkan
berhubunga keperawatan Peningkatan upaya respirasi, meluasnya jangkauan
n dengan pertukaran gas keterbatasan ekspansi dada dalam paru-pani yang
kerusakan efektif, dengan dan kelemahan. berasal dari
membran kriteria hasil: 2. Evaluasi perubahan- bronkopneumonia yang
alveolar • Melaporkan tingkat kesadaran, catat meluas menjadi inflamasi,
tidak terjadi tandatanda sianosis dan nekrosis, pleural effusion
dispnea. perubahan warna kulit, dan meluasnya fibrosis

• Menunjukka membran mukosa, dan warna dengan gejala-gejala

n perbaikan kuku. respirasi distress.

ventilasi dan 3. Demonstrasikan/anjurk 2. Akumulasi secret


an untuk mengeluarkan napas
oksigenasi dapat menggangp

jaringan oksigenasi di organ vital

adekuat dan jaringan.

dengan 3. Meningkatnya
resistensi aliran udara
GDA dalam untuk mencegah
rentang
normal.
• Bebas dari
gejala dengan bibir disiutkan, kolapsnya jalan napas.
distress
terutama pada pasien 4. Mengurangi konsumsi
pernapasan.
dengan fibrosis atau oksigen pada periode
kerusakan parenkim. respirasi.
4. Anjurkan untuk bedrest, 5. Menurunnya saturasi
batasi dan bantu oksigen (PaO2) atau
aktivitas sesuai meningkatnya PaC02
kebutuhan. menunjukkan perlunya
5. Monitor GDA. penanganan yang lebih.
adekuat atau perubahan
Kolaborasi: terapi.
1. Berikan oksigen Kolaborasi :
sesuai indikasi. 1. Membantu mengoreksi
hipoksemia yang terjadi
sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.

Gangguan Setelah Mandiri : Mandiri :


keseimbanga 1. Catat status nutrisi 1. Berguna dalam
diberikan
n nutrisi
kurang dari tindakan paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat
kebutuhan timbang berat badan,
keperawatan masalah dan intervensi yang
tubuh
berhubunga diharapkan integritas mukosa mulut, tepat.
n dengan kebut uhan kemampuan menelan, 2. Membantu intervensi
anoreksia.
adanya bising usus, kebutuhan yang spesifik,
nutrisi
meningkatkan intake diet
adekuat,dengan riwayat mual/rnuntah pasien.
kriteria hasil: atau diare.

Menunjukkan 2. Kaji ulang pola diet


berat badan pasien yang disukai/tidak
meningkat
mencapai disukai.
tujuan dengan
nilai 3. Monitor intake dan 3. Mengukur keefektifan
laboratoriur output secara periodik. nutrisi dan cairan.
n 4. Catat adanya anoreksia, 4. Dapat menentukan
normal dan mual, muntah, dan jenis diet dan mengidentifikasi
bebas tetapkan jika ada pemecahan masalah untuk
tanda hubungannya dengan meningkatkan intake nutrisi.
malnutrisi. medikasi. Awasi 5. Membantu
 Melakukan frekuensi, volume, menghemat energi khusus
perubahan konsistensi Buang Air saat demam terjadi
pola hidup Besar (BAB). peningkatan metabolik.
untuk 5. Anjurkan bedrest. 6. Mengurangi rasa tidak
meningkatk 6. Lakukan perawatan enak dari sputum atau obat-
an dan mulut sebelum dan obat yang digunakan yang
mempertah sesudah tindakan dapat merangsang muntah.
an pernapasan. 7. Memaksimalkan intake
kan berat 7. Anjurkan makan sedikit nutrisi dan menurunkan iritasi
badan yang dan sering dengan gaster.
tepat.
makanan tinggi protein
dan karbohidrat.
Kolaborasi: Kolaborasi :
1. Rujuk ke ahli gizi untuk 1. Memberikan bantuan
menentukan komposisi dalarn perencaaan diet
diet. dengan nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan 2. Nilai rendah
laboratorium. (BUN, menunjukkan malnutrisi dan
protein serum, dan perubahan program terapi.
albumin).
Evaluasi
1. Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
• Mempertahankan jalan napas pasien.
• Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
• Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
• Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
• Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
2. Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:
• Melaporkan tidak terjadi dispnea.
• Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
• Bebas dari gejala distress pernapasan.
3. Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:
• Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
• Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
BAB IV
4.1 Definisi Terapi Nebulizer
Nebulizer merupakan alat yang digunakan untuk merubah obat dari bentuk cair ke bentuk
partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan
dalam organ paru. Efek dari pengobatan ini adalah untuk mengembalikan kondisi spasme
bronkus
Terapi Nebulizer adalah suatu tindakan atau terapi umtuk membersihkan atau
pemeliharaan sistem pernafasan

4.2 Tujuan Nebulizer


1. Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas.
2. Menghilangkan sesak karena selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir
menjadi encer dan mudah keluar.
3. Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab.
4. Melegakan pernafasan.
5. Mengurangi pembekakan selaput lender.
6. Mencegah pengeringan selaput lender.
7. Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk.
8. Menghilangkan gatal pada kerongkongan

4.3 Obat Nebulizer


1. Pulmicort 
Pulmicort sendiri merupakan jenis obat kombinasi antara anti radang dan juga obat
yang mampu melonggarkan bagian saluran pernapasan.Pulmicort sendiri memiliki
kandungan atau terbuat dari bahan-bahan aktif budesonide.
2. Ventolin 
Ventolin sendiri memiliki komposisi salbutamol sulfate, yang mana mampu proses
penanganan serta pencegahan terjadinya serangan asma. Cara penanganan yang rutin
terhadap bronkospasme kronik yang mana tidak mampu memberikan respon terhadap
terapi konvesional, yaitu asma berat akut.

Cara penggunaan
1. Dewasa dan anak usia lebih dari 12 tahun : dosis awal 3-4 kali sehari 2-4 mg. dosis
dapat dinaikkan secara bertahap sampai maksimum 4 kali sehari 8 mg. dosis
maksimal harian : 32 mg /hari (dalam dosis bagi).
2. Anak 6-12 tahun : 3 kali sehari 2 mg. dosis dapat dinaikkan secara bertahap sampai
dosis maksimal harian : 24 mg /hari (dalam dosis bagi).
3. Anak 2-6 tahun : 3 kali sehari 1 mg.
4. Pasien usia lanjut atau pasien yang sensitif terhadap stimulan beta adrenergik : dosis
awal : 3-4 kali sehari 2 mg. dosis dapat dinaikkan secara bertahap sampai maksimum
4 kali sehari 8 mg.
5. Ventolin Nebulizer : sediaan dimasukkan ke dalam alat (nebulizer) untuk dihisap
oleh pasien.
6. Ventolin Nebules (untuk nebulizer) : setiap 1 ampul Ventolin Nebules mengandung
salbutamol sulfat 2,5 mg.

3. Flexotida 
Floxotida ini memiliki kandungan komposisi seperti flexotida, yang mana dlexotida ini
adalah fluticasone propionate. Obat ini biasanya di gunakan untuk meredakan sejumlah
gejala serta eksaserbasi penyakit asma pada penderita yang mana sebelumnya
menerima terapi dengan bronkodilator saja atau bahkan mereka yang sebelumnya
menjalankan bentuk terapi profilaksis lainnya.
4. Nacl 
Obat ini bertujuan untuk mengencerkan dahak. Pada kasus penderita yang mengalami
asma berat, setelah memperoleh terapi inhalasi dengan menggunakan bronodilator bisa
di lanjutkan dengan pemberian cairan Nacl sebanyak 0,9% dengan menggunakan
nebulizer selama 20-30 menit saja, dengan penggunakaan sebanyak 3-4 kali dalam 1
hari.
5. Bisolvon Cair 
Obat jenis ini umumnya, memiliki fungsi guna mengencerkan dahak, sama seperti
Nacl. Namun dosis yang di berikan jelas berbeda, untuk orang dewasa dosis yang
diberikan sekitar 10 tetes/1 cc, sedangkan untuk anak-anak atau balita dosisi yang
diberikannya sekitar 2 tetes/5 kg berat badan anak
6. Atroven 
Atroven sendiri memiliki fungsi untuk melonggarkan bagian saluran pernapasan, yang
mana memiliki komposisi dari ipratropium bromide. Atroven sendiri merupakan
antikolinergik yang mana umumnya diberikan dalam bentuk aerosol serta memiliki
sifat sebagai bronkodilator.
7. Berotex
Bertotex ternyata memiliki fungsi untuk melonggarkan saluran pernapasan juga. Dan
untuk sosisi yang diberikan kepada orang dewasa dan juga anak-anak yang berusia di
atas 12 tahun yang memiliki kondisi asma akut diberikan sekitar 0,5 ml/10 tetes.
Sedangkan untuk kasus asma yang lebih berat biasanya akan di berikan dosisi yang
lebih tinggi, yaitu sekitar 1-1,25 ml/20-25 tetes, dan hal ini mungkin akan di butuhkan
oleh si penderita.
8. Inflamid 
Inflamid sendiri memiliki fungsi atau bermanfaat sebagai anti peradangan yang mana
jenis obat ini memiliki kandungan Benoxaprofen.
9. Combiven 
Obat ini merupakan salah satu bentuk obat kombinasi yang mana mampumelonggarkan
sistem saluran pernapasan yang mana terdiri dari Ipratropium dan juga salbutamol
sulphate.

4.4 Indikasi & Kontraindikasi

Indikasi Terapi Nebulizer


Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati,
berikut ini:
1. Bronchospasme akut
2. Produksi mukus yang berlebihan
3. Batuk dan sesak napas
4. Epiglotitis 
Kontraindikasi Terapi Nebulizer
1. Pasien yg tidak sadar atau confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini,
membutuhkan pemakaian mask/sungkup; tetapi mask efektivitasnya berkurang secara
signifikan.
2. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak ada atau
berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang
meggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak
dapat menggerakan/memasukan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas.
3. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac iritability harus dengan
perhatian. Ketika diinhalasi, katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan dapat
menimbulkan disritmia.
4. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui intermittent positive-
pressure breathing  (IPPB), sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan
bronchospasme.

4.5 Alat yang Dibutuhkan dalam terapi nebulizer


a) Set nebulizer
b) Tissue
c) Selang/kanula udara
d) Sarung tangan
e) Obat inhalasi
f) Masker, nasal canule, mouthpiece
g) Neirbeken / bengkok
h) Kasa lembab.

4.6 SOP Pemberian Terapi Nebulizer


1. Persiapan Pasien :
a) Memberi salam dan memperkenalkan diri kepada pasien
b) Menjelaskan tujuan atas tindakan
c) Menjelaskan langkah atau prosedur yang akan di lakukan
d) Menanyakan apakah pasien bersedia diberikan tindakan keperawatan

2. Persiapan Lingkungan :
a) Menutup pintu’
b) Memasang sampiran

3. Pelaksanaan :
a) Mencuci tangan dan menggunakan handscoon
b) Mengatur posisi paien dalam posisi semifowler
c) Mendekatkan peralatan kedekat pasien
d) Memasukan obat sesuai dosis yang telah d tentukan
e) Memasang masker nebulizer pada pasien
f) Menghidupkan mesin nebulizer dan meminta pasien untuk menganmbil nafas
dalam hingga obat habis
g) Matikan Nebulizer
h) Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue
i) Bereskan Peralatan
j) Jelaskan kepada pasien atau keluarga pasien bahwa tindakan sudah selesai
k) Buka handscoon dan mencuci tangan
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Nebulizer merupakan alat yang digunakan untuk merubah obat dari bentuk cair ke bentuk
partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan
dalam organ paru. Efek dari pengobatan ini adalah untuk mengembalikan kondisi spasme
bronkus.

5.2 Saran
Diharapkan Mahasiswa dapat memahami isi dari makalah yang kami buat ini. Diharapkan
pembaca dapat memaklumi bila terdapat kekurangan atau ketidakjelasan pada penulisan
makalah, karena kami masih dalam tahap belajar. Semoga bermanfaat, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Proehl. (1999). Emergency nursing procedures, (2nd ed.). Philadelphia: W.B.Saunder Co.
Anderson. (1989). The pharmacology of intervention for respiratory emergencies.Emergency
care quarterly.
Jhonson. (1990). Principles of nebulizer-delivered drug therapy for asthma. American journal
of  hospital pharmacy

Anda mungkin juga menyukai