DI SUSUN OLEH :
Nama : Citra agustriani
Nim : 19.11.027
PSIK II B
Dosen Pembimbing :
Syatriawati Suhaimi,S.Kep,Ns,M.Kep
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya
banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial
ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi
penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi,
angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Penyakit TBC dapat menyebabkan kematian terutama menyerang pada usia
produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. Dan dari satu literature disebutkan 50 %
penderita TBC akan meninggal setelah 5 tahun bila tidak di obati.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India
dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari
tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu
penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC
paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat
TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga
tulisan ini dapat bermanfaat.
1.4 Manfaat
Bagi penulis adalah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
pernafasan khususnya TB paru.
Bagi mahasiswa agar pengetahuan dapat dikembangkan ketika mempelajari
Keperawatan Anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
1 Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
(Arif Mansjoer, 2000).
2 Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
3 Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2001).
4 Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium
tuberculosis (id.wikipedia.org).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat
dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang
disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru,
bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen,
tulang, dan nodus limfe.
2.2 Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra
violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:
• Mycobakterium tuberculosis
• Varian asian
• Varian african I
• Varian asfrican II
• Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott,
atipyeal) adalah :
• Mycobacterium cansasli
• Mycobacterium avium
• Mycobacterium scrofulaceum
2.3 klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
2.4 Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan
selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh
orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut
sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan
dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg
1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-
paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit
akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan
terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang
dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang
lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini
disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
2.5 Pathway
Pelepasan mediator Respon tubuh
kimia seperti histamin, menurun
bradikinin dan
prostaglandidn
Batuk refleks
muntah
MK : Nyeri
Obstruksi
Anoreksia
MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
2.7 Komplikasi
2) Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
3) Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4) Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5) Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7) Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8) Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex
;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
9) Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
2.9 Penatalaksanaan
1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka
waktu 1 – 3 bulan.
• Streptomisin inj 750 mg.
• Pas 10 mg.
• Rifampicin.
• Ethambutol
• Isoniazid (INH).
• Ethambutol.
• Pyridoxin (B6).
2.10 Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
3.1 PENGKAJIAN
I. Identifikasi Klien
i. Identifikasi klien
Nama : An.EP
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu benawa simpang
empat
Tanggal MRS : 20-09-2020
Tanggal pengkajian : 21-09-2020
Diagnosa medis : Tuberculosis Paru
ii. Identitas Orang
Tua
Nama Ayah : Tn.p
Usia : 45 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batu benawa simpang
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 35
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Batu benawa simpang
empat
2. Imunisasi
a. BCG : -
b. Campak : 1 kali
c. DPT : 3 kali
d. Polio : 4 kali
e. Hepatitis : 3 kali
X. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
XI. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
b. GCS : 4-5-6
c. BB SMRS : 30 Kg
d. BB MRS : 29 Kg
e. TB : 110 cm
2. Tanda-tanda vital
a. TD :110/70 mmHg
b. HR : 85 x/menit
c. RR : 37 x/menit
3. Integumen
6. Telinga
Inspeksi :posisi sejajar, proporsional, simetris, otorea (-),
kemerahan (-), battle sign (-), serumen (-), tidakkotor.
Palpasi :tekstur lembut, nyeri tekan (-), pembengkakan (-).
7. Hidung
a. Ronki (+)
+ +
- -
- -
11. Abdomen
Perkusi : Timpani.
12. Inguinal-Genitalia-Anus
).
5 5
5 5
14. Persyarafan
Keterangan:
SKOR: 0: Mandiri 3: Perlu bantuan orang lain dan alat
1: Dibantu sebagian 4: Tergantung/tidak mampu
2: Perlu bantuan orang lain
15. ReflekS
Tes Kulit :
Mantoux Negatif Positif
ANALISIS DATA
Nama klien : An. EP
Umur : 7 tahun
Ruang : Anak
No. Data Problem etiologi
1. Data Subjektif : Ibu klien Ketidak efektifan Respon imun menurun
21-09- mengatakan anaknya batuk bersihan jalan
↓
2020 nafas.
terusmenerus selam 1 Pembentukan sputum
minggu dan sekret
Data Objektif : ↓
- TTV : TD 110/70 mmHg Penumpukan secret
- HR 85x/menit
- RR 37x/memit
- Suhu 37,8 0C
Keadaan umum :
Sesak (+) - Batuk (+), sekret (+).
2. Data Subjektif : Gangguan Sesak napas
_ pertukaran gas ↓
Data Objektif : Sianosis
- Takipnea (+) ↓
- RR : 37 x/menit - Ronki (+) Hipoksia
+ +
- -
- -
DIAGNOSA KEPERAWATAN
sekret.
Mengidentifi
5. Pertahankan intake cairan 5. Membantu
ka si
potensial minimal 2500 ml/hari mengencerkan secret
komplikasi
kecuali kontraindikasi. sehingga mudah
dan 6. Lembabkan udara/oksigen dikeluarkan.
melakukan
inspirasi. 6. Mencegah pengeringan
tindakan
tepat. Kolaborasi: membran mukosa.
1. Berikan obat: agen Kolaborasi :
mukolitik, bronkodilator,
1. Menurunkan kekentalan
kortikosteroid sesuai
sekret, lingkaran ukuran
indikasi.
lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi
hipoksemia pada kavitas
yang luas.
Gangguan Setelah Mandiri : Mandiri :
pertukaran diberikan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Tuberkulosis paru
gas tindakan bunyi pernapasan abnormal. dapat rnenyebabkan
berhubunga keperawatan Peningkatan upaya respirasi, meluasnya jangkauan
n dengan pertukaran gas keterbatasan ekspansi dada dalam paru-pani yang
kerusakan efektif, dengan dan kelemahan. berasal dari
membran kriteria hasil: 2. Evaluasi perubahan- bronkopneumonia yang
alveolar • Melaporkan tingkat kesadaran, catat meluas menjadi inflamasi,
tidak terjadi tandatanda sianosis dan nekrosis, pleural effusion
dispnea. perubahan warna kulit, dan meluasnya fibrosis
dengan 3. Meningkatnya
resistensi aliran udara
GDA dalam untuk mencegah
rentang
normal.
• Bebas dari
gejala dengan bibir disiutkan, kolapsnya jalan napas.
distress
terutama pada pasien 4. Mengurangi konsumsi
pernapasan.
dengan fibrosis atau oksigen pada periode
kerusakan parenkim. respirasi.
4. Anjurkan untuk bedrest, 5. Menurunnya saturasi
batasi dan bantu oksigen (PaO2) atau
aktivitas sesuai meningkatnya PaC02
kebutuhan. menunjukkan perlunya
5. Monitor GDA. penanganan yang lebih.
adekuat atau perubahan
Kolaborasi: terapi.
1. Berikan oksigen Kolaborasi :
sesuai indikasi. 1. Membantu mengoreksi
hipoksemia yang terjadi
sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.
Cara penggunaan
1. Dewasa dan anak usia lebih dari 12 tahun : dosis awal 3-4 kali sehari 2-4 mg. dosis
dapat dinaikkan secara bertahap sampai maksimum 4 kali sehari 8 mg. dosis
maksimal harian : 32 mg /hari (dalam dosis bagi).
2. Anak 6-12 tahun : 3 kali sehari 2 mg. dosis dapat dinaikkan secara bertahap sampai
dosis maksimal harian : 24 mg /hari (dalam dosis bagi).
3. Anak 2-6 tahun : 3 kali sehari 1 mg.
4. Pasien usia lanjut atau pasien yang sensitif terhadap stimulan beta adrenergik : dosis
awal : 3-4 kali sehari 2 mg. dosis dapat dinaikkan secara bertahap sampai maksimum
4 kali sehari 8 mg.
5. Ventolin Nebulizer : sediaan dimasukkan ke dalam alat (nebulizer) untuk dihisap
oleh pasien.
6. Ventolin Nebules (untuk nebulizer) : setiap 1 ampul Ventolin Nebules mengandung
salbutamol sulfat 2,5 mg.
3. Flexotida
Floxotida ini memiliki kandungan komposisi seperti flexotida, yang mana dlexotida ini
adalah fluticasone propionate. Obat ini biasanya di gunakan untuk meredakan sejumlah
gejala serta eksaserbasi penyakit asma pada penderita yang mana sebelumnya
menerima terapi dengan bronkodilator saja atau bahkan mereka yang sebelumnya
menjalankan bentuk terapi profilaksis lainnya.
4. Nacl
Obat ini bertujuan untuk mengencerkan dahak. Pada kasus penderita yang mengalami
asma berat, setelah memperoleh terapi inhalasi dengan menggunakan bronodilator bisa
di lanjutkan dengan pemberian cairan Nacl sebanyak 0,9% dengan menggunakan
nebulizer selama 20-30 menit saja, dengan penggunakaan sebanyak 3-4 kali dalam 1
hari.
5. Bisolvon Cair
Obat jenis ini umumnya, memiliki fungsi guna mengencerkan dahak, sama seperti
Nacl. Namun dosis yang di berikan jelas berbeda, untuk orang dewasa dosis yang
diberikan sekitar 10 tetes/1 cc, sedangkan untuk anak-anak atau balita dosisi yang
diberikannya sekitar 2 tetes/5 kg berat badan anak
6. Atroven
Atroven sendiri memiliki fungsi untuk melonggarkan bagian saluran pernapasan, yang
mana memiliki komposisi dari ipratropium bromide. Atroven sendiri merupakan
antikolinergik yang mana umumnya diberikan dalam bentuk aerosol serta memiliki
sifat sebagai bronkodilator.
7. Berotex
Bertotex ternyata memiliki fungsi untuk melonggarkan saluran pernapasan juga. Dan
untuk sosisi yang diberikan kepada orang dewasa dan juga anak-anak yang berusia di
atas 12 tahun yang memiliki kondisi asma akut diberikan sekitar 0,5 ml/10 tetes.
Sedangkan untuk kasus asma yang lebih berat biasanya akan di berikan dosisi yang
lebih tinggi, yaitu sekitar 1-1,25 ml/20-25 tetes, dan hal ini mungkin akan di butuhkan
oleh si penderita.
8. Inflamid
Inflamid sendiri memiliki fungsi atau bermanfaat sebagai anti peradangan yang mana
jenis obat ini memiliki kandungan Benoxaprofen.
9. Combiven
Obat ini merupakan salah satu bentuk obat kombinasi yang mana mampumelonggarkan
sistem saluran pernapasan yang mana terdiri dari Ipratropium dan juga salbutamol
sulphate.
2. Persiapan Lingkungan :
a) Menutup pintu’
b) Memasang sampiran
3. Pelaksanaan :
a) Mencuci tangan dan menggunakan handscoon
b) Mengatur posisi paien dalam posisi semifowler
c) Mendekatkan peralatan kedekat pasien
d) Memasukan obat sesuai dosis yang telah d tentukan
e) Memasang masker nebulizer pada pasien
f) Menghidupkan mesin nebulizer dan meminta pasien untuk menganmbil nafas
dalam hingga obat habis
g) Matikan Nebulizer
h) Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue
i) Bereskan Peralatan
j) Jelaskan kepada pasien atau keluarga pasien bahwa tindakan sudah selesai
k) Buka handscoon dan mencuci tangan
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Nebulizer merupakan alat yang digunakan untuk merubah obat dari bentuk cair ke bentuk
partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan
dalam organ paru. Efek dari pengobatan ini adalah untuk mengembalikan kondisi spasme
bronkus.
5.2 Saran
Diharapkan Mahasiswa dapat memahami isi dari makalah yang kami buat ini. Diharapkan
pembaca dapat memaklumi bila terdapat kekurangan atau ketidakjelasan pada penulisan
makalah, karena kami masih dalam tahap belajar. Semoga bermanfaat, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Proehl. (1999). Emergency nursing procedures, (2nd ed.). Philadelphia: W.B.Saunder Co.
Anderson. (1989). The pharmacology of intervention for respiratory emergencies.Emergency
care quarterly.
Jhonson. (1990). Principles of nebulizer-delivered drug therapy for asthma. American journal
of hospital pharmacy