Anda di halaman 1dari 14

1

PEMERIKSAAN UREUM (BUN, Blood Urea Nitrogen),


KREATININ, GFR, DAN CYSTATIN-C

PEMERIKSAN UREUM atau BUN (Blood Urea Nitrogen)

 Sampah utama metabolisme protein adalah ureum atau urea. Ureum

merupakan senyawa nitrogen non protein yang ada di dalam darah

(Sumardjo, 2008). Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam

amino yang diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan

intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh

glomerulus dan sebagian direabsorbsi pada keadaan dimana urin terganggu

(Verdiansah, 2016).

 Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh diet protein dan kemampuan

ginjal mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami kerusakan, urea akan

terakumulasi dalam darah. Peningkatan urea plasma menunjukkan kegagalan

ginjal dalam melakukan fungsi filtrasinya. (Lamb et al., 2006 dalam Indriani,

dkk., 2017). Kondisi gagal ginjal yang ditandai dengan kadar ureum plasma

sangat tinggi dikenal dengan istilah uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan

memerlukan hemodialisa atau tranplantasi ginjal (Verdiansah.2016).

 Ureum adalah produk limbah dari pemecahan protein dalam tubuh. Siklus

urea (disebut juga siklus ornithine) adalah reaksi pengubahan ammonia

(NH3) menjadi urea (CO(NH2)2) (Weiner D, et. al. 2015 dalam Loho, dkk.,

2016). Keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap akan diekskresikan

ureum kira-kira 25 mg per hari (Hines, 2013).

 Reaksi kimia ini sebagian besar terjadi di hati dan sedikit terjadi di ginjal.

Hati menjadi pusat pengubahan ammonia menjadi urea terkait fungsi hati

sebagai tempat menetralkan racun.


2
 Urea bersifat racun sehingga dapat membahayakan tubuh apabila menumpuk

di dalam tubuh. Meningkatnya urea dalam darah dapat menandakan adanya

masalah pada ginjal (Loho, dkk., 2016).

 Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis gagal ginjal

akut. Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi

fungsi ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai

progresivitas penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisa (Verdiansah,

2016).

 Ureum dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum, ataupun urin.

Jika bahan plasma harus menghindari penggunaan antikoagulan natrium

citrate dan natrium fluoride, hal ini disebabkan karena citrate dan fluoride

menghambat urease.Ureum urin dapat dengan mudah terkontaminasi

bakteri.Hal ini dapat diatasi dengan menyimpan sampel di dalam refrigerator

sebelum diperiksa (Verdiansah, 2016).

 Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan

eksresi.Metode penetapannya adalah denganmengukur nitrogen atau sering

disebut Blood Urea Nitrogen (BUN).

 Nilai BUN akan meningkat apabila seseorang mengkonsumsi protein dalam

jumlah banyak, namun pangan yang baru disantap tidak berpengaruh

terhadap nilai ureum pada saat manapun. Hal ini yang menyebabkan adanya

hubungan asupan protein dengan kadar ureum (Benz, RL. 2008 dalam Anwar,

2017).
3
Tabel 1. Referensi Kadar Ureum (Blood Urea Nitrogen / BUN)
berdasarkan Kategori Usia

BUN BUN dalam Satuan


Kategori Usia
dalam mg/dl SI (mmol/L)
Dewasa muda < 40 tahun 5-18 1.8 – 6.5
Dewasa 40-60 tahun 5-20 1.8 – 7.1
Lansia > 60 tahun 8-21 2.9 – 7.5
Azotemia ringan 20-50 7.1 – 17.7
Sumber : Chernecky dan Berger, 2013.

 Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar ureum serum,

yang sering dipilih/digunakan adalah metode enzimatik. Enzim urease

menghidrolisis ureum dalam sampel menghasilkan ion ammonium yang

kemudian diukur. Ada metode yang menggunakan dua enzim, yaitu enzim

urease dan glutamate dehidrogenase. Jumlah nicotinamide adenine dinucleotide

(NADH) yang berkurang akan diukur pada panjang gelombang 340nm

(Verdiansah, 2016).

Tabel 2. Metode Pemeriksaan Kadar Ureum


Metode Enzimatik
Metode-metode Urease
menggunakan Urea + 2H2O 2 NH +4 +
2-
tahapan yang CO3
sama
Enzimatik GLDH GLDH Digunakan pada banyak
coupled peralatan otomatis sebagai
pengukuran kinetik
+
Indikator perubahan NH4 + Indikator pH Digunakan pada sistem
warna perubahan warna otomatis, reagen film
berbagai lapisan dan
reagen kering
Konduktimeter Konversi urea tidak terionisasi Spesifik dan cepat
menjadi
+ 2-
NH4 dan CO3
menghasilkan
peningkatan
konduktivitas
Metode Lain
Spektrometri massa Deteksi karakteristik fragmen Metode referensi yang
pengenceran isotop setelah ionisasi, kuantifikasi disarankan
menggunakan senyawa
yang dilabel isotop
Sumber : Verdiansah, 2016
4
Faktor - faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar ureum :

1) Hasil palsu dapat terjadi pada spesimen yang mengalami

hemolisis.

2) Nilai-nilai agak terpengaruh oleh hemodilusi.


3) Berbeda dengan tingkat kreatinin, asupan protein (diet

rendah protein) dapat mempengaruhi kadar urea nitrogen

sehingga menurunkan nilai BUN.

4) Kadar kreatinin dan kadar urea nitrogen harus

dipertimbangkan ketika mengevaluasi fungsi ginjal. Apabila

terjadi peningkatan atau penurunan yang signifikan, hasil

dapat dibandingkan dengan rasio BUN : Kreatinin sebelum

mengevaluasi fungsi ginjal (Chernecky dan Berger, 2013).

Bahan Pemeriksaan Kadar Ureum

 Plasma Darah : Plasma darah adalah cairan berwarna kuning yang dalam reaksi

bersifat sedikit alkali. Plasma darah berisi gas oksigen dan karbon dioksida,

hormon-hormon, enzim dan antigen. Plasma bekerja sebagai medium

(perantara) untuk penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa dan asam

amino ke jaringan. Plasma juga merupakan medium untuk transportasi seperti

urea, asam urat dan sebagian karbon dioksida (Pearce, 2009).

 Plasma darah bisa didapatkan dengan cara mensentrifuge darah yang berada

didalam tabung yang berisi cairan antikoagulan dengan waktu dan kecepatan

tertentu. Penambahan antikoagulan akan mencegah terjadinya pembekuan

darah dengan cara mengelasi atau mengikat kalsium. Bagian darah menjadi

encer tanpa sel-sel darah dan mengandung fibrinogen


merupakan protein dalam plasma yang warnanya bening kekuning-kuningan (Pranata, 5

2016).

 Serum Darah: Serum merupakan bagian cairan tubuh yang bercampur dengan darah.

Susunannya hampir sama dengan plasma namun tidak mengandung fibrinogen yang

merupakan faktor-faktor pembekuan darah. Terdiri dari 3 jenis berdasarkan komponen

yang terkandung serum albumin, globulin dan fibrinogen. Cara memperoleh serum yaitu

darah dibiarkan 15 menit agar mengendap sehingga fibrinogen tidak terdapat didalam

cairan (Pranata, 2016).

Tinjauan Klinis

 Peningkatan ureum dalam darah disebut azotemina. Kondisi gagal ginjal yang ditandai

dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah uremia. Keadaan ini

dapat berbahaya dan memerlukan hemodialisa atau transplantasi ginjal. Peningkatan

ureum dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu pra-renal, renal, dan pasca-renal

(Verdiansah, 2016).

 Uremia pra-renal berarti peningkatan BUN akibat mekanisme yang bekerja sebelum

filtrasi darah oleh glomerulus. Mekanisme- mekanisme ini mencakup penurunan

mencolok aliran darah ke ginjal seperti pada syok, dehidrasi, atau peningkatan

katabolisme protein seperti perdarahan masih ke dalam saluran cerna disertai pencernaan

hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan. Uremia pasca-renal

terjadi apabila terdapat obstruksi saluran kemih bagian bawah di ureter, kandung kemih

atau uretra yang mencegah ekskresi urine. Urea yang tertahan dapat berdifusi kembali ke

dalam aliran darah (Sacher dan McPherson, 2012).

 Penurunan perbandingan ureum/kreatinin terjadi pada kondisi penurunan produksi ureum

seperti asupan protein rendah, nekrosis tubuler, dan penyakit hati berat. Pada kehamilan

juga terjadi penurunan kadar ureum karena adanya peningkatan sintesis protein

(Verdiansah, 2016).
6
7
8
PEMERIKSAAN KREATININ 9

 Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatin sebagian besar

dijumpai di otot rangka tempat zat ini terlibat dalam penyimpanan energi sebagai

kreatin fosfat (CP). Jumlah kreatinin yang dihasilkan tergantung dengan masa otot.

Kreatin fosfat diubah menjadi kreatinin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (CK)

dalam sintesis Adenosin Triphospat (ATP) dari Adenosin Diphosphat (ADP).

Sejumlah kecil kreatin diubah secara irreversibel menjadi kreatinin, yang akan

dikeluarkan oleh ginjal (Sacher dan McPherson, 2004).

 Kreatinin serum dianggap lebih sensitif dan menjadi indikator khusus pada penyakit

ginjal daripada uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Kenaikan kadar kreatinin

tidak dipengaruhi oleh makanan atau minuman. Kreatinin serum sangat berguna untuk

mengevaluasi fungsi glomerulus. Jika kadar BUN meningkat namun kadar kreatinin

normal, kemungkinan terjadi dehidrasi (hipovolemia). Namun, jika keduanya

mengalami kenaikan, dicurigai terjadi gangguan ginjal (Kee, 2008). Petunjuk adanya

penurunan fungsi ginjal dapat terindikasi dari peningkatan kadar kreatinin sebanyak

50% (Corwin, 2000).

 Kreatinin serum merupakan indeks GFR yang lebih cermat dari pada BUN karena

kecepatan produksinya terutama merupakan fungsi dari massa otot yang sedikit

mengalami perubahan. Sedangkan BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet

dan katabolisme protein tubuh (Price dan Wilson, 2005).

 Terjadinya penurunan fungsi ginjal disertai dengan penurunan massa otot, konsentrasi

kreatinin akan cenderung stabil, tetapi angka bersihan kreatin 24 jam akan mengalami

penurunan. Kejadian ini sering terjadi pada pasien yang mengalami penuaan (Sacher

dan McPherson, 2004)

 The National Kidney Disease Education Program

merekomendasikan penggunaan serum kreatinin untuk mengukur kemampuan

filtrasi glomerulus yang digunakan untuk memantau perjalanan penyakit ginjal.

Diagnosis ginjal dapat ditegakkan saat nilai kreatinin serum meningkat. Sedangkan

pada kondisi gagal ginjal dan uremia, ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus

ginjal akan menurun. Selain itu, penurunan kadar kreatinin dapat disebabkan pada

keadaan glomerulonefritis, nekrosis tubuler akut, polystic kidney disease, syok dan

dehidrasi (Verdianyah, 2016).

Jenis pemeriksaan
10
1) Klirens kreatinin : Klirens suatu zat adalah membersihkan plasma atau serum dari zat
tersebut dalam waktu tertentu. Klirens kreatini adalah pengukuran Laju Filtrasi
Glomerulus (GFR) yang tidak absolut karena sebagian kecil kreatinin direabsorpsi oleh
tubulus ginjal dan kurang lebih 10% kreatinin urin disekresikan oleh tubulus. Satuan
klirens kreatinin adalah mL/menit (Verdiansyah, 2016). Untuk melakkan pemeriksaan
ini, cukup mengumpulkan spesimen urin 24 jam dan spesimen darah yang diambil 24 jam
yang sama (Price dan Wilson, 2005).

2) Estimated glomerular Filtration Rate (eGFR) :The National Kidney Foundation


merekomendasikan bahwa eGFR dapat diperhitungkan sesuai dengan kreatinin serum.
Klirens kreatinin merupakan pemeriksaan yang mengukur kadar kreatininyang difiltrasi
di ginjal, sedangkan GFR dipergunakan untuk mengukur fungsi ginjal (Verdiansyah,
2016).

Metode pemeriksaan
 Metode Jaffe : Metode Jaffe pertama kali ditemukan oleh M. Jaffe pada tahun 1886. Metode
ini dilakukan dengan cara mereaksikan kreatinin dalam serum dengan asam pikrat dalam
suasana basa sehingga menghasilkan kompleks pikrat-kreatinin yang berwarna orange.
Kompleks pikrat-kreatinin ini kemudian dianalisis dengan cara spektrofotometri pada panjang
gelombang 485 nm. Bahan pemeriksaan berupa serum yang mengalami lipemik, ikterik dan
hemolisis tidak boleh digunakan untuk pemeriksaan kreatinin metode Jaffe dikarenakan dapat
mengganggu perubahan warna yang terjadi saat reaksi berlangsung. Kandungan bilirubin
yang tinggi dalam serum ikterik dapat menurunkan kadar kreatinin pada metode Jaffe maupun
metode enzimatik.

Kreatinin + Asam pikrat Kreatinin pikrat

 Metode Enzimatik: Menurut Drion, dkk., (2012) melaporkan bahwa teknik enzimatik

memberikan hasil yang lebih akurat daripada metode Jaffe sehingga teknik enzimatik

lebih spesifik dan lebih dipilih untuk praktek klinis. Metode enzimatik memiliki

kelemahan yaitu biaya pemeriksaan metode enzimatik mahal dan masa pakai dari sensor

enzimatik terbatas, bergantung pada aktivitas enzim tersebut.

Nilai rujukan
Tabel 1. Nilai Rujukan kadar Kreatinin metode Jaffe dan metode Enzimatik.
Metode
Populasi Sampel Metode Jaffe
Enzimatik
Plasma atau
0,7-1,3 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL
serum
Pria Dewasa
Urin 800-2.000 mg/hari -
Plasma atau
0,6-1,1 mg/dL 0,5-0,8 mg/dL
serum
Wanita Dewasa
Urin 600-1.800 mg/hari -
Plasma atau
Anak 0,4-0,7 mg/dL 0,0-0,6 mg/dL
serum
Sumber : Dyasis, 2016.
Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin
11
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin antara lain :

 Konsumsi obat tertentu sehingga dapat meningkatkan kadar kreatinin. Obat yang

dapat berpengaruh antara lain : amfoterisin B, sefalosporin, sefalotin,

gentamisin, kanamisin, metisilin, asam askorbat, barbiturat, litium karbonat,

mitramisin, metildopa (Kee, 2008). Pasien yang meminum antibiotik sefalosporin

dapat menyebabkan kadar kreatinin menjadi tinggi palsu. Sedangkan, obat

dopamine juga memberikan hasil kradar kreatinin tinggi palsu (Verdiansyah,

2016)

 Syok berkepanjangan

 Penurunan GFR Glomerulo Filtration Rate) juga menjadi penyebab peningkatan

kreatinin plasma yang bersumber dari post renal-pre renal :

a) Gangguan fungsi ginjal.

b) Hilangnya fungsi nefron.

c) Peningkatan tekanan pada sisi tabung nefron.


12
13
14

Anda mungkin juga menyukai