Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KEPERAWATAN GADAR II

HIV AIDS

DOSEN PEMBIMBING :

Linda widiastuti,S.Kep,Ns,M.Kep

DISUSUN OLEH :

Dini noviadi

jesica fitriani

Raihanil jannah

Yuzi rustam

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hasirat Allah SWT., karena berkat limpahan rahmat serta hidayahNya,
kamidiberikan kekuatan untuk dapat menyusun makalah ini dengan judul ( ‘HIV AIDS)’’
Semoga Makalah yg kami buat ini dapat menjadi salah satureferensi untuk para pembaca, dan
menambahkan wawasan tentang (HIV AIDS) melalui makalah yang kami buat, yang tentunya
bisa membantu para pembaca untuk tahu lebih lanjut .

Meskipun telah berusaha untuk menghindarkan kesalahan, kami menyadari juga bahwa
makalah ini masih mempunyai kelemahan sebagai kekurangannya. Karena itu, kami berharap
agar pembaca berkenan menyampaikan kritikan. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan,
kami menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya. Akhir kata, kami berharap agar
makalah ini dapat membawa manfaat kepada pembaca.

TanjungPinang 29 november 2021

Tim penyusun
DAFTAR ISI
KATA PEGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN

A. HIV AIDS
1. Definisi
2. Anatomi fisiologi
3. Etiologi
4. Manifestasi klinis
5. Klasifikasi penyakit hiv aids
6. Patofisiologi
7. Penatalaksanaan medis
8. Terapi non farmakologi
9. Terapi antiretroviral
10. Pencegahan primer,sekunder,tersier
B. Trend dan issu
C. Aspek legal etis
D. Peran dan fungsi advokasi
1. Peran perawat
2. Fungsi perawat
3. Peran perawat sebagai advokasi

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV EVIDENCE BASED PRATICE

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan
2. saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan HIV/AIDS menjadi sangat penting bagi masyarakat dikarenakan
pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi masyarakat dalam
cara mendeteksi dini penyakit HIV. Pemahaman masyarakat tentang deteksi dini penyakit
HIV yang kurang harus menjadi perhatian utama karena hal ini akan memicu munculnya
penularan penyakit infeksi akan lebih luas. Selain ketidakpedulian masyarakat terhadap
kondisi penderita HIV/AIDS, yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa dengan
ketidaktahuan masyarakat, membuat test HIV/AIDS yang harus secara dini dilakukan oleh
masyarakat. Pertama mengevaluasi penyakit kulit yang tidak kunjung sembuh, mengalami
penurunan berat badan secara drastis yang belum pernah dialami dalam riwayat kesehatannya,
terkena sakit flu dan terjadi dalam jangka waktu panjang serta berulang, dan untuk
mengetahui lebih lanjut masyarakat dapat melakukan pemerikasaan laboratorium untuk
menguatkan dugaan terhadap penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan
menghasilkan data apakah penderita posotif HIV atau tidak, dan yang terakhir melalui VCT
(Amirudin, 2013). Berdasarkan data WHO 2013, sekitar 95% orang terinfeksi HIV adalah
dari negara berkembang. Negara Indonesia jumlah HIV mengalami peningkatan sejak tahun
2006 sampai 2013. Profil kesehatan tahun 2013 menyebutkan, jumlah kumulatif infeksi HIV
yang dilaporkan sebanyak 118.787 orang (Kementrian Kesehatan 2013). Provinsi Jawa
Timur, kementrian kesehatan menunjukkan 15.273 kasus. Dari data yang diperoleh peneliti
dari Dinkes Magetan di dapatkan, data terbanyak penderita HIV di kecamatan Maospati
sebanyak 37 penderita HIV. Di desa Gulun Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan terdapat
1 penderita HIV. Data tersebut di dapatkan dari petugas puskesmas maospati. Penularan HIV
dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, maupun oral), trasfusi darah, jarum suntik
yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut (Pratiwi, 2011). Tahap terinfeksi
HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas. Secara 3 imunologis, sel
T yang terdiri dari limfosit T-helpar, disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik
secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat
fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul
gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivitas sel yang
mempresentasikan antigen. Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya
bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke
dalam sel membran. Pada bagian inti tersebut enzim reverse transcripatase yang terdiri dari
DNA polimerase dan ribonuclease.

Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun DNA dari
RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian
membentuk DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan. HIV provirus
yang berada pada limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4
mengalami sitolisis. Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh, juga menginfeksi
berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel - sel hobfour
plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan sel langerhans di
kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel usus
adalah diare yang kronis. Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut
biasanya baru disadari setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Virus
HIV tidak memperlihatkan tanda dan 4 gejala selama bertahun- tahun. Sepanjang perjalanan
penyakit tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi
menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Dian, 2007). Upaya untuk
mengurangi semakin tingginya angka penularan HIV/AIDS juga dilakukan oleh pemerintah.
Upaya yang di berikan pada kalangan masyarakat antara lain, pemerintah melakukan
sosialisasi HIV/AIDS berupa informasi-informasi tentang deteksi dini HIV/AIDS.

Informasi – informasi tersebut di sediakan untuk menambah pengetahuan masyarakat


tentang deteksi dini HIV/AIDS. Pada kenyataannya, meskipun pemerintah telah banyak
melakukan sosialisasi tentang HIV/AIDS yang ditujukan untuk menurunkan angka penularan
HIV/AIDS, namun hal tersebut tidak memperoleh hasil secara maksimal. Hal ini dibuktikan
dengan masih tingginya angka HIV/AIDS di kalangan masyarakat. Sementara itu, kondisi
tersedianya berbagai sarana informasi tentang deteksi dini HIV/AIDS masih kurang, baik itu
berupa bacaan yang mendidik maupun penyuluhan dari pihak-pihak yang terkait. Pengetahuan
yang minim tersebut akan menyebabkan keingintahuan masyarakat tersebut lebih besar
tentang HIV/AIDS, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu penyimpangan
dalam proses pencarian pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS. Hal ini yang akan
mempertinggi angka kejadian HIV/AIDS (Wulandari, 2013). Pemerikasaan dini terhadap
HIV/AIDS perlu dilakukan karena HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, dan cara
penularannya pun sangat cepat dan bersifat asimtomatik. Memulai menjalani VCT tidaklah
perlu merasa takut 5 karena konseling dalam VCT dijamin kerahasiaannya karena tes ini
dilakukan dengan berdialog dengan petugas kesehatan langsung. Maka dari itu, hendaknya
masyarakat mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk deteksi dini penyakit
HIV/AIDS agar terhindar dari HIV/AIDS.

BAB II
PEMBAHASAN

1. HIV/AIDS

1. Definisi HIV
( Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili
lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang
(klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya.Hal tersebut
terjadi dengan menggunakan DNA dan CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam
proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam, ko2007).
Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemi HIV secara nyata melalui
pekerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran HIV/ AIDS melalui
penggunaan narkoba suntik (Injecting Drug User-IDU) dan tahun 2002 HIV sudah
menyebar hingga tingkat rumah tangga (Depkes RI, 2003) AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah sindrom dengan gejala infeksi oportunistik atau
kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human
Immunodeficiency Virus) (FKUI, 2005)
Salah satu virus yang menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4yaitu Human
Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS dalam rentang
waktu tertentu dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi oportunistik
yang menyertai dapat menjadi manifestasi klinis yang terlihat.Menurunnya imun tubuh
terjadi karena melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga dapat terjadi
infeksi oportunistik (Sudikno, Bona Simanungkalit 2011).AIDS (Aquared
Immunodeficiency Syndrome)yang terjadi akibat efek dari perkembang biakan virus HIV
dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh sudah diserang sepenuhnya/ sudah
tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika tubuh sakit tidak bisa sembuh dengan
kekebalan sendiri.HIV hidup didalam darah dan cairan tubuh orang yang terinfeksi.Cairan
yang bisa mengeluarkan HIV itu dari cairan darah, dinding anus, ASI, sperma dan cairan
vagina termasuk darah menstruasi. Sedangkan penularan dapat terjadi melalui: hubungan
sek bebas/seks yang tanpa menggunakan pengaman dengan orang yang terinfeksi HIV,
jarum suntik atau tindik dan bisa melalui tato yang tidak steril dan dipakai secara
bergantian, dapat juga melalui transfusi darah yang mengandung virus HIV, ibupenderita
HIV positif saat proses persalinan atau melalui Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan
(Jambak, Nur Ainun, Wiwit Febrina 2016).
2. Anatomi fisiologi
3. Etiologi
AIDS Melemahnya system imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS. HIV
tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat Acid
(RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki antigen
permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting dalam mengatur
dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa menginfeksi sel
monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel dendrit pada kelenjar linfa, makrofag
pada alveoli paru, sel retina, dan sel serviks uteri. Lalu kemudian virus HIV akan masuk
kedalam limfosit T4 dan menggandakan dirinya selanjutnya akan menghancurkan sel
limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan tubuh yang tidak mempunyai kemampuan
untuk menyerang maka virus ini akan menyebabkan seseorang mengalami keganasan dan
infeksi oportunistik (Suliso, 2006 dalam Fauzan 2015). 5 fase transmisiinfeksi HIV dan
AIDS yaitu:
1. Window Periode/Periode Jendela
Kondisi dimana seseorang sudah terinfeksi HIV tapi tubuhnya belum
memproduksi antibodi HIV, jika dites HIV akan menunjukan non-
reaktif/negative, tapi sebenarnya sudah terinfeksi, HIV ini tidak langsung
memperlihatkan gejala tertentu, sebagian menunjukan gejala – gejala yang tidak
khas seperti infeksi akut. 9 Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus
HIV.Contoh : ruam, pusing, demam, nyeri tenggorokan, tidak enak badan seperti
orang flu biasa.
2. Stadium 1
/Asimtomatik (Tanpa Gejala) Disini antibody HIV sudah terbentuk artinya
walaupun tidak ada gejala HIV tapi jika di tes HIV hasilnya sudah positif/re-aktif
atau kadang hanya sedikit pembengkakan pada kelenjar getah bening. Periode ini
bisa bertahan berfariasi setiap orang ada yang 8-10 tahun, ada yang jauh lebih
cepat berprogresif ada yang sampai 15 tahun. Setelah di stadium 1 jika tidak
ketahuan dan tidak dobati akan berlanjut ke HIV stadium 2.
3. Stadium 2:
BB turun <10% + gejala penurunan system imun Pada stadium ini mulai
menunjukan beberapa gejala - gejala,berat badan mulai turun tapi kurang dari
10% berat badan normal, mulai muncul penyakit – penyakit seperti ada jamur di
kuku, sariawan yang tidak sembuh – sembuh dan berulang – ulang terjadi. Gejala
awal yang menunjukan system imun seseorang itu mulai menurun tapi belum
terlalu parah namun jika pada stadium ini belum juga ketahuan dan belumdiobati
maka akan lanjut ke
stadium 3.
4. Stadium 3
BB turun >10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti demam yang tidak
berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun panas setelah efeknya hilang dan
muncul lagi, kandidiasis 10 oral/jamur dimulut bahkan sampai muncul gejala TB
paru ini semua adalah penyakit disebabkan karena turunnya system pertahannan
tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan menuju HIV
stadium 4.
5. Stadium 4:
Wasting Syndrome-AIDS Tahap ini sudah masuk pada AIDS gejala yang dialami
sudah semakin parah, badan sudah sangat kurus, kulit berjamur, mulut berjamur,
kuku berjamur. Wasting syndrome artinya hanya tinggal kulit dan tulang

4. Manifestasi klinis

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis infeksi HIV terdiri dari tiga fase tergantung
perjalanan infeksi HIV itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV asimtomatik, Infeksi
HIV simtomatik atau AIDS

1. Serokonversi
Pertama kali saat tubuh terinfeksi virus HIV misalnya setelah melakukan hubungan
seks dengan pekerja seks komersial yang menderita HIV dan beberapa minggu
kemudian menderita penyakit yang gejalanya mirip seperti flu masa ini disebut tahap
serokonfersi. Jadi gejalannya seperti tenggorokan sakit, demam, muncul ruam – ruam
kemerahan pada kulit, pembengkakan kelenjar, penurunan berat badan, diare,
kelelahan, nyeri persendian, nyeri otot, biasanya gejala – gejala ini akan bertahan 1
minggu/2 bulan. Pada tahap ini dimana tanda – tanda tubuh berusaha melawan
infeksi HIV.
2. Penyakit HIV Asimtomatis
Tahap ke 2 ini adalah masa inkubasi/masa laten itu adalah waktu ketika gejala –
gejala flu tadi mulai mereda dan tidak menimbulkan gejala apapun pada tubuh. Dan
pada waktu ini virus HIV akan menyebar dan merusak system kekebalan tubuh
seseorang. Pada tahap ini tubuh akan merasa sehat dan tidak akan memiliki masalah
apapun oleh karena itu tahap ini bisa berlangsung antara 1 tahun sampai 10 tahun
Nasrodin (2013).
3. Infeksi HIV Simtomatik atau AIDS.
Ketika system kekebalan tubuh sudah terserang sepenuhnya oleh virus
HIV/hilangnya imunitas seluler yang menyebabkan hancurnya limfosit T-hepar
CD4+ dengan kondisi ini jelas karena seseorang sudah tidak punya kekebalan tubuh
maka akan sangat rentan dan sangat mudah sekali terkena penyakit apapun atau
disebut infeksi oportunistik dan sudah masuk pada tahap AIDS (Price & Wislon;
Ameltzer & Bare, 2014)

 penyakit yang menandai HIV/AIDS


1) Kandidiasis : esophageal, trakeal, atau bronchial
2) Kriptokosis, ekstraulmoner
3) Kanker serviks, infasif
4) Kriptosporidosis, intestinal kronik (>1bulan)
5) Enselopati HIV
6) Herpes smpleks dengan ulkus mukokuteneus >1bulan, bronkilis, bronchitis
atau pneumonia
7) Hitoplasmosis : tersebar atau ekstrapulmoner
8) Isosporiasis, kronik >1bulan
9) Kaposi sarcoma
10) Limfoma : burkit, imunoblastik, khususnya di otak
11) Pneumonia pneumosistis carinii
12) Leokoense palopati multifocal
13) Bakteremia salmonella
14) Toksoplasmosis, serebral
15) Wasting syndrome HIV
5. Klasifikasi Penyakit HIV/AIDS
Human Immunodeviciency Virus (HIV) merupakan kelompok virus RNA :
Family : retroviradae
Sub family : lantivirinae
Genus : lentivirus
Spesies : Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1) Human
Immunodeficiency 2 (HIV-2)

HIV menunjukan banyak gambaran khas fisikokimia dan familinya terdapat dua
tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2.Kedua tipe
dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik (evolusioner) dengan
lentivirus primate lainnya. Perbedaan juga terletak dari gen vpr, kemudian pada HIV – 2
terdapat gen vpx yang merupakan homolog dari gen vpu pada HIV-1. Perbedaan 11 yang
lain adalah HIV-2 progresifnya lebih lambat dan banyak meyerang susunan syaraf pusat
Fauzan 2015
6. Patofisiologi
Apabila virus HIV masuk kedalam tubuh seseorang dan bagaimana caranya virus itu
masuk kedalam tubuh sesorang, bisa melalui darah, jadi bisa karena transfuse atau
penggunaan jarum suntik yang bekas pakai yang bergantian misalnya dan tidak steril
kemudian jarumnya bekas dipakai orang yang terinfeksi HIV maka akan menular. Jadi
menularnya melalui kontak lewat darah/cairan bukan kontak fisik maka ketika sudah
tertular virus akan masuk kedalam system peredaran darah/tubuh seseorang. Kemudian
setelah virus masuk kedalam peredaran darah organ atau target yang akan diserang
pertama kali oleh virus ini adalah sel darah putih manusia atau sel CD4 jadi sel darah
putih itu ada limfosit, leukosit virus ini menyerang CD4 dari sel darah putih limfosit.
Virus ini nanti akanbinding atau terikat. Jadi di CD4 diluar dari permukaan CD4 itu ada
reseptor dimana reseptor ini cocok dengan sereptor yang di miliki oleh virus HIV jadi
mereka bisa bergabung. Karena sudah tergabung maka virus ini akanbinding/terikat
kemudian virus ini akan mengalami fusion setelah itu virus HIV akan masuk kedalam sel
CD4. Jadi virus HIV itu hanya memiliki RNA tidak mempunyai DNA agar virus HIV
tetap bertahan atau berkembang biak atau reprekasi virus HIV harus memiliki DNA oleh
karena itu HIV memanfaatkan enzim reverse trancriptase untuk membantu mensintesa
DNA dari RNA. Lalu terbentuklah DNA dari virus HIV. Kemudian DNA dari virus HIV
akan memasuki nucleus dari sel CD4 dan akan bergabung disana, dan berintegrasi
dengan DNA manusia tujuannya untuk bereplekasi karena ketika sel CD4 bereplekasi
otomatis dia akan ikut bereplikasi. Setelah itu virus HIV akan assembly atau menyusun
virus baru kemudian setelah virus barunya tersusun dan protein – protein lainnya maka
virus HIV akan bereplekasi dan menyusun dirinya menjadi bakal/diaimatur, virus ini non
infeksius. Untuk proses pematangannya setelah sel ini meninngalkan sel CD4.
Selanjutnya akanmerilist protease sehingga menjadi sel yang matur atau infeksius.
Karena itu sel CD4 ini akan menjadi parameter ketika penegakan diagnose dari HIV
disebabkan CD4 adalah target dari HIV. (Martens.et al,2014, Kummar.et al,2015).
Dengan berbagai proses kematian limfost T yang terjadi penurunan jumlah lmfosit T
CD4 serta dramatis dari normal yang berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau
lebih rendah lagi, sehigga pada fase awal jumlah virus akan meningkan lebih pesat hal ini
diikuti oleh penurunan dari jumlah sel CD4, kemudian muncul reaksi imunitas yang akan
menekan atau mengurangi virus HIV. Pada fase ini jumlah virus akan menurun dan
diikuti dengan kenaikan dari jumlah sel CD4, pada fase ini muncul gejala akut dan
berlangsung dalam hitungan minggu sampai bulan setelah pertama kali virus HIV masuk.
Karena penekanan bersifat parsial atau sebagian jumlah virus akan kembali meningkat
secara perlahan yang diikuti dengan penurunan secara perlahan dari jumlah CD4, selama
jumlah CD4 lebih dari 400/500 maka 13 biasanya tidak ada gejala, fase ini dinamakan
fase infeksi kronik. Apabila jumlah sel CD4 terus menurun maka pertahan tubuh akan
sangat melemah sehingga muncul infeksi oportunistik, munculnya infeksi oportunistik ini
berlangsung dalam periode tahunan dan jika sudah terjadi maka dinamakan sebagai AIDS
(Aquarid Immunodeficiency Sindrome) (Sterling dan Chaisson, 2010).
7. Penatalaksanaan medis
1. Farmakologi
a. Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi antiretroviral berfungsi untuk memperlama/ menghambat perkembangan
dari virus HIV sehingga perkembangan menuju AIDS bisa dalam waktu lama.
Pengobatan biasanya dimulai ketika CD4 menurun , begitu seseorang start 21
melakukan pengobatan HIV menggunakan ARV maka penderita harus meminum
obat tersebut seumur hidup secara rutin dan jangan sampai terlewat/putus obat
tujuannya untuk menjaga jumlah kadar CD4 dalam tubuh dan mempertahankan
kekebalan tubuh (Nursalam & Ninuk, 2013).
b. Golongan Obat ARV
Menurut Desmawati, 2013 dijelaskan ada beberapa golongan dari obat ARV antara
lain yaitu:
1) Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor (NRTI) Jenis – jenis obat HIV
berdasarkan nama generic:
1. Zidovudine
2. Didanosine
3. Zalzitabine
4. Stavudine
5. Lamivudne
6. Abacavir Tenofovi
2) Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) yang termasuk golongan ini
adalah Tenofir (TDF). 3) Non-Nuleuside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi
DNA dengan mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi.
3) Golongan Non-nucleouside reverse transcriptase inhibitor berdasarkan ama
genetic:
1. Nevairavine
2. Delavirdine
3. Efavirenz
4. Protease inhibitor (PI)
Menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi memotong DNA
yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang besar untuk memproduksi
virus baru, contoh obat golongan ini adalah :
1. Indinavir (IDV)
2. Nelvinavir (NFV)
3. Squinavir (SQV)
4. Ritonavir (RTV)
5. Amprenavir (APV)
6. Leponavir/ ritonavir (LPV/R
4) Fusion Inhibitor Menghambat menempelnya virus dengan sel lmfosit melalui sel
CD4. Fusion inhibitor iniyang termasuk golongan ini adalah Enfuvirtide (T-20)

c. Vaksin dan Rekonstruksi Imun


Tantangan terapiutik untuk pengobatan AIDS tetap ada.Sejak agen penyebab
infeksi HV dan AIDS dapat diisolasi, pengembangan vaksin telah diteliti secara
aktif. Upaya – upaya rekontruksi imun juga sedang diteliti dengan agen tersebut
seperti interferon. Penelitian yang akan datang tidak di ragukan lagi untuk 23
menghasilkan obat – obat tambahan dan protocol tindakan terhadap penyakit ini
(Desmawati, 2013)
8. Terapi Non Farmakologi
a. Pemberian nutrisi Defisiensi gizi pada pasien positif HIV biasanya dihubungkan
dengan adanya peningkatan kebutuhan karena adanya infeksi penyerta/infeksi
oportunistik. Disaat adanya infeksi penyerta lainnya maka kebutuhan gizi tentunya
akan meningkat. Jika peningkatan kebutuhan gizi tdak di imbangi dengan konsumsi
makanan yang di tambahkan atau gizi yang ditambah maka kekurangan gizi akan terus
memburuk, akhirnya akan menghasilkan sebuah kondisi yang tidak menguntungkan
bagi dengan positif HIV. Yang harus dilakukan adalah mengatasi kekurangan gizi ini :
1) Mengkonsumsi makanan dengan kepadatan gizi yang lebih tinggi dari makan
biasanya.
2) Minuman yang di konsumsi upayakan adalah mi numan yang berenergi
(Desmawati, 2013).
Selain mengkonsumsi jumlah nutrisi yang tinggi, penderita HIV/AIDS
juga harus mengkonsumsi suplementasi atau nutrisi tambahan.Tujuan nutrisi agar
tidak terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
b. Aktivitas dan Olahraga 24 Olahraga yang dilakukan secara teratur sangat membantu
efeknya juga menyehatkan.Olahraga secara teratur menghasilkan perubahan pada
jaringan, sel, dan protein pada system imun.
9. Terapi Antiretroviral pada Penderita HIV dengan Infeksi Oportunistik
Data berbagai penelitian mendapatkan bahwa ART menurunkan insiden IO secara
drastis, membantu resolusi dan perbaikan IO, termasuk IO yang profilaksis dan terapi
spesifiknya belum tersedia. Terapi antiretroviral tidak dapat menggantikan kebutuhan
terhadap profilaksis antimikrobial pada pasien dengan imunosupresi yang berat, namun
telah menjadi landasan strategi untuk menurunkan berbagai infeksi dan proses terkait
HIV. Hubungan antara IO dan HIV bersifat dua arah atau timbal balik. Infeksi HIV
menyebabkan imunosupresi yang memberikan kesempatan bagi patogen oportunistik
untuk menyebabkan penyakit, sebaliknya IO juga dapat mengubah perjalanan 28 alami
HIV melalui peningkatan viral load sehingga mempercepat perkembangan serta
meningkatkan transmisi HIV.Pemberian ART dapat menurunkan risiko IO, dan
sebaliknya pemberian kemoprofilaksis dan vaksinasi spesifik IO dapat membantu
menurunkan kecepatan perkembangan HIV dan meningkatkan angka harapan hidup.
10. Pencegahan primer,skunder dan tersier
1. Pencegahan primer
penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor risiko,
sehingga tidak diperlukan intervensi preventif lainnya.Reduksi kerugian (harm
reduction) adalah program yang bertujuan untuk mereduksi kerugian kesehatan pada
populasi, meskipun mungkin tidak mengubah perilaku. Sebagai contoh di Amerika
Serikat melakukan eksperimen berupa program penukaran jarum (needle exchnage
program). Dalam program itu jarum bekas pengguna obat intravena ditukar dengan
jarum bersih yang diberikan gratis oleh pemerintah kota. Tujuan program adalah
memperlambat penyebaran HIV, meskipun tidak menurunkan dan bahkan bisa
mendorong peningkatan penyalahgunaan obat. Argumen yang dikemukakan untuk
membenarkan strategi tersebut, kerugian yang dialami oleh penerima lebih rendah jika
menggunakan jarum bersih. Program seperti itu menjadi kontroversial jika sebagian
masyarakat memandang dana publik digunakan untuk mendukung aktivitas/ perilaku
yang tidak sehat.
2. Pencegahan sekunder
Merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada
tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi
dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan
segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering
disebut “skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau
kecacatan yang belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau
prosedur lainnya, yang dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-
orang yang tampaknya mengalami penyakit dari orang-orang yang tampaknya tidak
mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimasukan sebagai diagnostic dilakukan jika
tidak tersedia obat yang efektif untuk mengatasi penyakit yang pasien.
3. Pencegahan tersier
biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya.
Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun batas perbedaan
itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan sebagai pencegahan tersier bisa
saja merupakan pengobatan. Tetapi dalam pencegahan tersier, target yang ingin
dicapai lebih kepada mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringna dan
organ, mengurangi sekule, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit, mengurangi
komplikais penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, memperpanjang hidup.
Sedangkan target pengobatan adalah menyembuhkan pasien dari gejala dan klinis
yang telah terjadi.Selain itu, pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara
mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal
dengan istilah “ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan
HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prisnip „ABC” ini telah
dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV
lewat hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah :
“A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang
dengan pasangan (Abstinesia)
“B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau
hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)
“C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks
atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom) Untuk penularan non
seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu :
“D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba
2. trend dan issu hiv aids

Peer Group Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang.
Hal ini akan berdampak pada perilaku seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan
akan memberikan dampak terjadinya HIV/AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang
dikembangkan model ”peer group” sebagai salah satu cara dalam meningkatkan pemahaman
dan pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan suatu kelompok
remaja akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain. Metode ini telah diterapkan
pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun
jumlah penderita HIV pada kelompok remaja (15-19 tahun) hingga 3 Desember 2017 adalah
sebesar 1.729 orang, atau 4% dari penderita HIV (Depkes RI, 2017). Mengingat remaja
adalah penerus bangsa, maka hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara
ini. Diharapkan dengan metode peer group dapat menurunkan angka kejadian, karena diyakini
bahwa kelompok remaja ini lebih mudah saling mempengaruhi.
One Day Care One day care merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak
memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi pembedahan dan
perawatan, pasien boleh pulang. Biasanya dilakukan pada kasus minimal. Berdasarkan hasil
analisis beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode one day care ini dapat
mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan penumpukkan pasien pada
rumah sakit tersebut dan dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga dapat
berdampak pada pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.

Penularan HIV/AIDS HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang masih saja diselimuti
berbagai macam mitos dan kesalahpahaman. Pemahaman keliru mengenai penyakit ini telah
mendorong sejumlah perilaku yang justru menyebabkan makin banyak orang terjangkit virus
HIV. Mitos-mitos menyesatkan tentang HIV dan AIDS juga berkontribusi terhadap
melekatnya stigma negatif kepada setiap pengidapnya, sehingga mereka merasa enggan untuk
mendapatkan pengobatan. Berikut ini beberapa mitos-mitos atau issue-issue tentang
penyebaran HIV/AIDS yang banyak beredar di masyarakat :

 Seseorang bisa tertular HIV jika tinggal bersama atau bergaul dengan ODHA Fakta:
Beragam penelitian membuktikan bahwa HIV dan AIDS tidak bisa ditularkan melalui
interaksi biasa. Seseorang tidak akan tertular HIV setelah melakukan kontak fisik biasa
maupun tinggal serumah dengannya. Seseorang hanya akan tertular virus HIV jika selaput
lendirnya terkena cairan dari seseorang yang sudah terinfeksi HIV, seperti darah, ASI,
praseminal, dubur, air mani dan vagina. Menempelnya keringat pengidap HIV
pada orang sehat tidak akan menularkan virus tersebut. Meskipun virus HIV terdapat pada
keringat penderita, namun jumlahnya yang sedikit tidak akan bisa menginfeksi orang lain.
Penularan juga bisa terjadi melalui kulit yang rusak atau dengan menggunakan jarum yang
terinfeksi. Oleh sebab itu, seseorang tidak akan tertular jika berbagi alat makan dengan
penderita HIV, berpelukan, menggunakan alat olahraga yang sama,ataumenggunakan toilet
yang sama.
 Nyamuk menyebarkan HIV Fakta: HIV memang ditularkan melalui cairan tubuh seperti
darah dan cairan kelamin, namun sampai detik ini tidak ada bukti medis yang dapat
menunjukkan bahwa gigitan nyamuk bisa menjadi perantara penyebaran virus HIV. Salah
satu penelitian yang dilakukan oleh National Cancer Institute menunjukkan bahwa tidak
terjadi kasus penularan HIV oleh nyamuk, bahkan di daerah yang banyak nyamuknya
sekalipun. Saat nyamuk berpindah lokasi gigitan, mereka tidak akan mengalirkan darah
milik orang sebelumnya kepada ‘mangsa’ selanjutnya. Selain itu, umur virus HIV dalam
serangga juga tidak akan bertahan lama.
 Seks oral dan ‘french kiss’ dapat menularkan HIV Fakta: Hubungan seks anal dan vaginal
memang menjadi salah satu faktor risiko utama penularan HIV. Meski demikian, seks oral
dan ciuman mulut terbuka (french kiss), juga memiliki potensi penularan, walau jarang
terjadi. Selama melakukan seks oral, menempatkan mulut pada penis, vagina, atau anus
dapat berpotensi terkena cairan yang terinfeksi dan bisa masuk ke selaput lendir mulut
yang terluka, termasuk sariawan. Cara penularan lain yang jarang adalah ciuman dalam
dan terbuka. Organisasi HIV/AIDS asal Inggris, AVERT, mengatakan ciuman mulut
tertutup bukan ancaman besar. Tetapi, ciuman dengan mulut terbuka bisa menjadi faktor
risiko jika ada darah yang terlibat, seperti luka gigit, gusi berdarah, atau sariawan di mulut.
Lebih lanjut, Centers for Disease Control and Prevention US (CDC) menilai cairan tubuh
lainnya, termasuk air liur, hanya memiliki sangat sedikit residu antibodi HIV sehingga
risiko infeksi
tergolong sangat rendah. Penting untuk dicatat bahwa HIV tidak ditularkan melalui air liur,
tetapi melalui darah di mulut seseorang.
 ODHA tidak akan menyebarkan virus selama berobat secara teratur Fakta: apabila
diminum secara rutin, obat retroviral dapat membantu mengendalikan gejala penyakit
seseorang, tetapi tetap saja berisiko menularkan virus HIV pada orang lain apabila tidak
berhati-hati. Pasalnya, obat hanya akan menekan kadar jumlah viral load HIV dalam darah
sehingga terlihat normal pada tiap uji tes darah. Penelitian menunjukkan bahwa
bagaimanapun juga darah yang hanya sedikit mengandung virus HIV tetap berisiko
menularkan penyakit.
 Pasangan yang keduanya positif HIV tidak perlu mempraktikkan seks yang aman Fakta:
seks dengan menggunakan kondom tetap berlaku pada pasangan sesama ODHA, karena
dua orang yang positif HIV bisa memiliki genetik virus yang berbeda. Apabila keduanya
terlibat dalam seks tanpa kondom, masing-masing virus dapat menginfeksi satu sama lain
dan berevolusi untuk menyerang tubuh dengan dua tipe virus yang berbeda. Hal ini akan
semakin memperparah penyakit masing-masing pihak dan mungkin akan membutuhkan
perubahan terapi dan dosis obatnya.
 HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan Fakta: sampai saat ini memang belum ada obat
penawar HIV AIDS. Pengobatan antiretroviral (ARV) yang tersedia hanya bisa membantu
menekan perkembangan penyakitnya, mencegah risiko penularan, dan mengurangi risiko
kematian akibat komplikasi HIV/AIDS secara drastis. Obat HIV dapat membantu penderita
HIV untuk hidup lebih sehat dan normal. Namun untuk bisa mencapai semua target ini,
obat retroviral harus tetap diminum rutin seumur hidup.
 Berenang bersama ODHA bisa tertular HIV Fakta : virus HIV tidak bisa bertahan hidup
dan berkembang di dalam air, udara, kotoran atau tinja, hingga air seni, sebab virus HIV
tidak dapat bertahan lama di luar tubuh manusia. Terlebih lagi air kolam renang
mengandung kaporit, sehingga akan mempercepat matinya virus HIV.
 Virus HIV dapat ditularkan melalui pisau cukur Fakta: penggunaan pisau cukur secara
bergantian antar keluarga dan di tempat potong rambut tidak akan menularkan HIV/AIDS,
sebab virus tersebut mudah mati di udara bebas. Hanya saja, penggunaan pisau cukur
bergantian tidak disarankan, bukan karena penyebaran HIV/AIDS, melainkan karena
masalah higienitas.
 Virus HIV ditularkan melalui makanan kaleng yang terinjeksi darah yang telah
terkontaminasi virus Fakta : virus HIV mudah mati di luar tubuh manusia. Selain itu,
makanan kaleng juga melewati proses sterilisasi sehingga virus HIV akan dengan mudah
mati.
 Virus HIV ditularkan oleh tukang periksa gula darah keliling Fakta: jarum yang digunakan
untuk pemeriksaan glukosa darah tidak memiliki lubang penyimpan darah, sehingga virus
HIV yang berada di udara bebas akan mati dalam kurun waktu kurang dari semenit.

3. Aspek legal etis

Ada 8 prinsip etik yaitu:

 Asas menghormati otonomi ( autonomy )


 Berbuat baik ( beneficiency )
 Keadilan ( juctice )
 Tidak merugikan ( non malaficiency )
 Kejujuran ( veracity )
 Menepati janji ( fidelity )
 Kerahasiaan ( confidentialy )
 Akuntabilitas ( accountability)

Dalam pasal 4 UUD kesehatan no 36/2009 di nyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kesehatan,secara garis besar didalam UUD kesehatan perlindungan hokum terhadap penderita
HIV/AIDS di atur mengenai:

1) Hak atas pelayanan kesehatan


Pasal 5 UUD kesehatan dinyatakan bahwa terdapat kesamaan hak setiap orang dalam
mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan,memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman,bermutu dan terjangkau
2) Hak atas informasi
Pasal UU kesehatan secara tegas menyatakan seriap orang berhak mendapatkan informasi
dan edukasi tentang kesehatan serta informasi data kesehatan dirinya termasuk tindakan
dan pengobatan atas dirinya pada pasal 8
3) Hak atas kerahasiaan
Dalam uud di atur dalam pasal 57 dimana setiap orang berhak atas rahasia kondisi
esehatannya,selain itu UUPK no.29/2004 juga mengatur rahasia medis dan rekam medis
4) Hak atas persetujuan tindakan medis
Pasal 56 uud kesehatan di atur tentang persetujuan tindakan medis atau informed consent

4. Peran dan fungsi advokasi

1.Peran perawat

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sIstem (Kusnanto, 2003) Dalam melakukan
peran,seseorang diharapkan memiliki pemahaman dasar yang diperlukan mengenai prinsip,
dalam menjalankan tanggungjawab secara efisien dan efektif dalam suatu sistem tertentu
(Bastable,2002).Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari
luar profesi keperawatan dan bersifat konstan (Doheny,1982) mengidentifikasi beberapa
elemen peran perawat professional, meliputi:

a. Care Giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan;


Sebagai pelaku/ pemberi asuhan keperawatan dapat memberikan pelayanan keperawatan
secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan
proseskeperawatan yang meliputi: melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan
data dan informasi yang benar, menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil
analisa data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah
yang muncul dan membuat langkah/ cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi berdasarkan respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya.
b. Client Advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien. Sebagai advokat klien,
perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam
upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien
memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan
dengan pendekatan tradisional maupun professional
c. Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/ konseling klien;Berfungsi untuk memberikan
konseling kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehata sesuai
prioritas.
d. Educator, sebagai pendidik klien ;sebagai pendidik klien, membantu klien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan
tindakan medik yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab
terhadap hal-hal yang diketahuinya.
e. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lain dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan
keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klie
f. Coordinator, sebagai coordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber dan potensi
klien Perawat berfungsi untuk mengkoordinasi, mengatur, mengembangkan, memberikan
informasi untuk perkembangan pelayanan kesehatan
g. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan perubahan-
perubahan; Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berfikir,
bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan ketrampilan klien/ keluarga agar menjadi
sehat (Kustanto,2003)
h. Consultat, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah

2. Fungsi perawat

a. Independen
Tindakan keperawatan bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh
karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang
diambi
b. Fungsi Dependen
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus
yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan
infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan
c. Fungsi Interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan.
Perawat berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien bersama tenaga kesehatan
lainnya. Perawat bertanggung jawab lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan
terutama untuk bidang keperawatannya (Potter dan Perry, 2005).

3.Peran Perawat sebagai Advokator

Advokasi (pembelaan) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses bertindak


untuk, atau atas nama orang lain yang tidak mampu bertindak untuk diri mereka sendiri
(Basford & Slevin, 2006). Murphy dan Hunter (dalam Basford &Slevin, 2006) mengatakan
bahwa peran perawat dalam mengeksplorasi konsep pembelaan terangkum dalam pernyataan,
“Tujuan perawat bukan untuk mendapatkan kepuasaan dari professional kesehatan lain tetapi
lebih untuk membantu pasien mendapatkan asuhan yang terbaik, bahkan jika itu berarti pasien
masuk ke rumah sakit dan mencari professional asuhan kesehatan lain”. Oleh karena itu,
fokus utama dari peran advokasi perawat bagi pasien adalah menghargai keputusan pasien dan
meningkatkan otonomi pasien (Blais,2002).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KRITIS PADA PASIEN HIV/AIDS
A. KASUS HIV-AIDS
Seorang wanita usia 21 tahun masuk dengan keluhan batuk disertai darah, klien
mengatakan batuk dirasakan sejak 1 tahun, nyeri saat menelan dan bibir klien tampak
kering dan sariawan, suara serak, kadang sesak napas dan disertai demam terutama sore
hari, badan terasa lemas, sehingga mengakibatkan klien tidak bisa melakukan aktifitas
seperti berbaring keposisi duduk sangat terasa lemah. Penderita memiliki riwayat diare
yang hilang timbul sejak 4 bulan, pada mulut sering terdapat luka hilang timbul sejak 6
bulan. Sebelumnya penderita telah didiagnosa menderita HIV dan TB paru sejak 10 bulan
lalu. Klien mengalami penurunan berat badan dari 55 menjadi 30kg, sejak pengkajian
dilakukan 1 hari setelah masuk Rs klien tampak pucat dan tidak menghabiskan porsi
makannya, hanya 2 sendok makan, dan klien mengatakan nyeri tekan pada abdomen, .
penderita memiliki riwayat hubungan diluar nikah dan menikah dua kali dan suaminya
sekarang adalah penderita HIV. Keadaan umum lemah, dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis, terdapat ulkus pada lidah, dan terdapat ulkus pada labia
mayora, tingkat kesadaran atau GCS composmentis. Serta terdapat bunyi napas tambahan
yaitu whezeeng. Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 90/50 mmHg, N:88x/mnit,
P:28x/mnit, dan S:38,2’C. dilakukan pemasangan nasogastric tube untuk bantuan nutris,
diberi O2 sebanyak 304 l/menit. Pemeriksaan thorak didapatkan suara nafas bronco
vesicular dan brakial pada kedua hemi torak, hasil pemeriksaan radilogi torak
didapatkan infiltrate pada kedua lapang paru, terutama apek.
Adapun pemberian terapi obat pada pasien yaitu :
1. Infus RL D5 / A Amunifosin tiap 8 jam
2. Tablet mu Itivitamin C dan B tiap 8 jam
3. Paracetamol 3x500 Mg tiap 8 jam
4. Nystasin Drops Oral 4x2 ml
5. Fluconazole Oral 1x100 mg
6. Fusydic Cream pada labia mayora tiap 8 jam
7. Ethambutol 1000mg
Hasil Laboratorium
Nama Pasien : Ny. A
Umur : 21 th
No. Rekam Medis : 0125768445
Diagnose Medis : HIV-AIDS dan TB paru

Hasil Lab Darah Rutin


CD4 : a bsolut = 6 s el/цL,
Lymphocyte T helper : sangat kurang,
CD4 % : = 3 % ;
T Lymphs% of Lymphs (CD3 + /CD45) = 56 % (55-84);
T Lymphs (CD3+) Abs Cnt = 136 (690-2540);
T helper % of Lymphs (CD3+/CD45+) = 3 Lc (31 % - 60 %) ;
Thelper Lymphs (CD3+/CD4+) Abs Cnt = 6
Lo (410 - 1590);
Lymphocyte (CD 45+) Abs Cnt 243 cells/цL.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
BB : 30 kg
No. RM : 00334xxx
Diagnose Medik : HIV-AIDS dan TB paru
2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama :
Klien masuk dengan keluhan batuk disertai darah dan sesak
Riwayat penyakit sekarang :
Klien mnegeluh batuk yang sering disertai darah, nyeri saat menelan, suara
klien terdengar serak, sesak napas terutama pada sore hari yang disertai
Demam, terdapat ulkus pada bagian mulut dan labi mayora, klien
mengalami penurunan berat badan yang drastis pada saat pemeriksaan fisik
didapatkan TD :90/50 mmHg, N : 88x/menit, P : 28x/menit, S : 38,2°C,
pada hasil pengkajian klien memiliki riwayat berhubungan sex diluar nikah,
menikah 2 kali, dan saat ini memiliki suami yang menderita HIV.
Riwayat penyakit terdahulu :
- Riwayat penyakit saat di IGD :
Klien datang ke IGD RS Bogani setelah dirujuk dari RSU
Muhammadiah dengan keluhan sesak napas, GCS : 15 (E4 M6
V5), RR 27x/menit, TD : 120/60 mmHg, Nadi : 80x/menit, suhu :
360C. klien mengeluh sesak napas kurang dari 1 minggu yang
lalu.
Klien datang ke IGD Rumah sakit UINAM dengan keluhan
batuk darah yang disertai sesak nafas, GCS : , TD :90/50
mmHg, N : 88x/menit, P : 28x/menit, S : 38,2°C, klien
mengeluh batuk yang dirasakan kurang lebih 1 tahun terakhir.
- Riwayat pengobatan :
Klien mengatakan pernah mengkomsumsi obat namun kurang
lebih 6 bulan klien tidak lagi mengkomsumsi obat apapun.
- Riwayat penyakiy sebelumnya :
Keluarga mengatakan klien telah didiagnosa HIV dan TB paru 10
bulan yang lalu

3. Penentuan Triage P1-P4


Klien A termasuk pada prioritas 3 pasien ICU dengan penjelasan :
Performance score : 3
Penyakit yang diderita pasien adalah penyakit berat
Kemungkinan atau prediksi hidup/sembuh 50%
4. Pengkajian kritis B6
a. B1 (Breathing)
- RR : 28x / menit
- Binasal kanul 4 L / m
- Pergerakan dada simetris
- Napas spontan
b. B2 (Blood)
- TD : 90/80 mmHg
- Map : 80 mmHg
- N ; 88x / m
- S : 38,20c
- Akral dingin
- Tidak terdapat sianosis
c. B3 (Brain)
- Kesadaran CM
- KU lemah
- Pupil Isokor
- Rangsang Cahaya : R : (+) L : 2 (+)
d. B4 (Bowel)
- Peristaltic usus 11x / m
- Abdomen supel
- Terdapat ulkus pada oral
- Tidak ada nyeri tekan abdomen
e. B5 (Blader)
- Warna urin kuning dan masih sedikit
f. B6 (Bone)
- Kekuatan otot atas 4/4, bawah 4/4
- Tidak ada edema
5. Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS :
TD :90/80mmHg
MAP :
N : 88x/mnt
RR : 28x/mnt
S : 38,20C
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala :
- Rambut : rambut klien tampak lepek, tidak ada
ketombe, rambut tidak beruban, rambut tampak kering,
mulai rontok dan bau tidak sedap dan rambut tampak
tidak rapih
- Mata : mata melihat simetris kiri dan kanan,
penglihatan mulai menurun, konjungtiva anemis,
palvebra tidak ada oedma, sclera ikterik. Mata tampak
cekung, pupil isokor, refleks cahaya (+-+)
- Telinga : telinga tampak simetris kiri dan kanan,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran disekitar
telinga, tidak ada oedema, tidak ada pendarahan
disekitar telinga
- Hidung : lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak
ada lecetan di daerah hidung, lubang hidung tampak
bersih tidak ada secret, penciuman normal.
- Mulut dan gigi : rongga mulut tampak kotor, mukosa
mulat kering, terdapat ulkus pada bibir, tonsil tidak ada
peradangan
- Leher : simetris kiri dan kanan, warna kulit sawo
matang, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b. Thoraq :
- Paru paru :
I : terlihat simetris kiri dan kanan (ekspansi dinding dada)
P : traktil premitus melemah dibagian paru ka/ki
P : bronco vesicular
A : bunyi napas wheezing
- Jantung :
I : tidak terlihat pembengkakan, iktus kardis tidak terlihat
P : tidak ada nyeri tekan
P : terdengar bunyi redup
A : iramanya teratur (BJI Lup, BJ 2 Dup) Heart Rate :
104x/menit
- Abdomen :
I : tidak ada pembengkakan
A : bisis usus 18x/menit
P :nteri tekan pada epigastrium
P : bunyi normal (tympani
- Pinggang
I : tidak ada lesi, lecet dan tanda decubitus pada klien
P : tidak ada pembengkakan
c. Ekstremitas
- atas : simetris kiri dan kanan, ada mengalami
kelemahan,
- bawah : simetris kiri dan kanan mengalami kelemahan

Ket :

5 : dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat


melawan gravitasi dan tahanan

4 : dapat melakukan ROM yang penuh dan dapat melawan


tahanan yang sedang

3 : dapat melakukan ROM secara penuh dengan melawan


gravitasi tetapi tidak bisa melawan tekanan
3 : tidak mampu melawan gaya gravitasi

2 : kontraksi otaot hanya dapat dipalpasi

0 : tidak ada kontraksi otot

d. Genet alia : genetalia tampak kotor, terdapat ulkus pada labia


mayora
e. Integumen : warna kulit sawo matang, tugor kulit kering
f. Persyarafan : tidak ada keluhan
6. Data Penunjang
Hasil Lab Darah Rutin
CD4 : absolut = 6 s el/цL,

Lymphocyte T helper : sangat kurang,

CD4 % :=3%;

T Lymphs% of Lymphs (CD3 + /CD45) = 56 % (55-84);

T Lymphs (CD3+) Abs Cnt = 136 (690-2540);

T helper % of Lymphs (CD3+/CD45+) = 3 Lc (31 % - 60 %) ;

Thelper Lymphs (CD3+/CD4+) Abs Cnt = 6

Lo (410 - 1590);

Lymphocyte (CD 45+) Abs Cnt 243 cells/цL.

Pemeriksaan thorak didapatkan suara nafas bronco vesicular


dan brakial pada kedua hemi torak, hasil pemeriksaan radilogi
torak didapatkan infiltrate pada kedua lapang paru, terutama
apek.

7. Terapi
Infus RL D5 / A Amunifosin tiap 8 jam
Tablet multivitamin C dan B tiap 8 jam
Paracetamol 3x500 Mg tiap 8 jam
nystasin drops oral 4x2 ml
Fluconazole oral 1x100 mg
fusydic cream pada labia mayora tiap 8 jam
Ethambutol 1000 ml
a) Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak pernah alergi makanan, udara, atau
obat-obatan
b) Data psikologi
1. Prilaku Verbal
a) Cara menjawab : klien dapat menjawab setiap
pertanyaan yang diberikan walaupun jawabannya kurang
jelas
b) Cara memberi informasi : pasien menjawab setiap
pertanyaan dengan kooperatif
2. Perilaku non-Verbal
1. Klien dibantu dalam melakukan aktivita
2. Perilaku non verbal klien tampak sering mengeluhkan
penyakitnya
3. Keadaan emosi, klien terlihat tidak stabil, dan emosi pada
saat berbicara dengan waktu yang mulai lama
4. Persepsi penyakiy, klien beranggapan penyakit ini adalah
datangnya dari Allah dan sebagai cobaan untuk lebih dekat
dengan-Nya
5. Konsep diri, klien sebagai seorang ibu rumah tangga
6. Adaptasi : klien dapat beradaptasi dan mengenali bahwa
klien sekarang berada dirumah sakit
7. Mekanisme pertahanan diri : pasien berusaha sedapat
mungkin untuk tidak menjadikan penyakitnya sebagai
beban fikiran dan menghambat proses penyembuhan
c) Data sosial
1. Pola komunikasi : komunikasi klien dengan perawat baik
dan kooperatif 
2. Orang yang dapat memberi rasa nyaman : suami dan
orangtua
3. Orang yang paling berharga adalah suaminya
4. Hubungan dengan keluarga dan masyarakat baik 
d) Data spiritual
1. Keyakinan : klien beragama islam
2. Ketaatan beribadah : klien mengatakan tidak sering
mengerjakan sholat 5 waktu sebelum sakit dan setelah sakit
3. Keyakinan terhadap penyembuhan : klien yakin bahwa
penyakitnya dapat disembuhkan dan selalu berdo’a kepada
Allah diangkat penyakitnya
KLASIFIKASI DATA

Data subjektif Data Objektif


1. Klien mengatakan badan terasa 1. Klien tampak lemah dan letih
lemas dan letih 2. Klien tampak pucat
2. Klien mengatakan nyeri saat 3. Klien tampak susah bergerak atau
menelan berpindah posisi
3. Klien mengatakan tidak nafsu 4. Klien tampak tidak bersemangat
makan 5. BB klien menurun selama sakit dari
4. Klien mengatakan batuk disertai 55 kg menjadi 30 kg
darah 6. Bibir klien tampak kering dan
5. Klien mengatakan batuk disertai sariawan
sesak napas 7. Klien tampak kurus
6. Klien sulit melakukan aktifitas 8. Klien tampak tidak menghabiskan
sendiri porsi makannya
9. Klien berbaring
10. TTV :
TD : 90/50mmHg
N : 88x;menit
P : 28x/menit
S : 38,2C
11. Suara nafas wheezing
ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


DS : Asupan nurisi tidak Defisit Nutrisi
a. Klien mengatakan nyeri cukup untuk memenuhi
saat menelan kebutuhan metabolisme
b. Klien mengatakan kurang
nafsu makan sehingga
mengalami penurunan
berat badan dari 50 kg
menjadi 30 kg,
DO :
a. Bibir klien tampak kering
dan terdapat sariawan
b. Klien tampak kurus
DS : Bersihan jalan napas tidak
a. Klien mengatakan batuk efektif
disertai darah
b. Klien mengatakan batuk
disertai sesak napas
DO :
a. Klien tampak lemah dan
letih
b. TTV :
TD : 90/50 mmHg
N : 88x/menit
S : 38,2C
P : 28x/menit
c. Suara napas wheezing
I. DIAGNOSA
1. Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dipneu
II. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1 Defisit Nutrisi Tujuan : Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan Nafsu makan meningkat Obsevasi :
peningkatan Kriteria Hasil : - Identifikasi status nutrisi
kebutuhan - Keinginan makan membaik - Identifikasi alergi dan
metabolisme - Asupan cairan membaik intoleransi mekanan
- Asupan nutrisi membaik - Identifikasi makanan yang
disukai
- Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrient
- Monitor asupan makan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
- Lakukan oral hygene jika
perlu
- Berikan makanan yang
mencegah diare
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan
2 Bersihkan jalan nafas Tujuan : Manajemen Jalan Nafas
tidak efektif Bersihkan jalan nafas Observasi :
berhubungan dengan meningkat - Monitor pola napas
prosese : infeksi. Kriteria Hasil : (frekuensi, kedalaman,
- Batuk efektif meningkat usaha nafas)
- wheezing menurun - Monitor bunyi napas
- pol nafas membaik tambahan (misalnya
Gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jawa,-thrust jika
curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisiotrapi dada, jika
perlu
- Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkolidator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
BAB IV

EVIDENCE BASED PRACTICE


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan masalah kesehatan
atau persoalan pembangunan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan lain-lain. Berdasarkan
sifat dan efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan kelompok yang paling produktif
dan paling efektif secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian berdampak pada
mengurangi produktivitas dan kapasitas dari masyarakat. Dampak yang ditimbulkan AIDS
terhadap masyarakat dapat bersifat permanen atau setidaknya berjangka sangat panjang. AIDS
secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian kerusakan yang ditimbulkannya
sangatlah nyata. HIV/AIDS karena sifatnya yang sangat mematikan sehingga menimbulkan
rasa malu dan pengucilan dari masyarakat yang kemudian akan mengiring pada bentuk-
bentuk pembungkaman, penolakan, stigma, dan diskriminasi pada hampir semua sendi
kehidupan. Hampir semua orang yang diduga terinfeksi AIDS tidak memiliki akses terhadap
tes HIV, inilah yang membuat usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan menjadi sangat
rumit. Program pencegahan penyebaran HIV/AIDS harus segera dilaksanakan, tak terkecuali
area Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan.

Informasi – informasi tersebut di sediakan untuk menambah pengetahuan masyarakat


tentang deteksi dini HIV/AIDS. Pada kenyataannya, meskipun pemerintah telah banyak
melakukan sosialisasi tentang HIV/AIDS yang ditujukan untuk menurunkan angka penularan
HIV/AIDS, namun hal tersebut tidak memperoleh hasil secara maksimal. Hal ini dibuktikan
dengan masih tingginya angka HIV/AIDS di kalangan masyarakat. Sementara itu, kondisi
tersedianya berbagai sarana informasi tentang deteksi dini HIV/AIDS masih kurang, baik itu
berupa bacaan yang mendidik maupun penyuluhan dari pihak-pihak yang terkait

.
B.SARAN
Semoga dengan penulisan makalah ini dapat kita pakai sebagai metode pembelajaran
agar lebih memahami tentang hal-hal yang berhubungan denganHIV AIDS lebih dalam
lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abednego, H.M., 1996, Beberapa Pandangan dan Harapan Pemerintah

terhadap LSM Peduli AIDS, Program Book, Abstrak, Pertemuan

Nasional Pencegahan & Penatalaksanaan HIV/AIDS, Jakarta

Ahmad, M., Gaash, B., Kasur, R., and Bashir, S., 2003, Knowledge, Attitude

and Belief on HIV/AIDS Among The Female Senior Secondary

Students in Srinagar District of Kashmir, Health and Population, 26

(3): 101-109.

Rasmaliah, 2001, Epidemiologi HIV/AIDS dan Upaya Penanggulangannya,

(http://library.USU.ac.id/ diakses tanggal 1 Desember 2010)

Anda mungkin juga menyukai