HIPERTENSI
Oleh:
MOKHAMAD MADENUR, A.Md.Kep.
2.1 Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi didefinisikan oleh JointNational Committee on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Presure sebagai tekanan yang lebih tinggi
dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai
rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi menurut Caraspot merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini
berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).
2.3 Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport
Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktifitas, susunan saraf simpatik, sistem renin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-
data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan.
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
3. Kebiasaan hidup
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Mudah stress
d. Merokok
e. Minum minuman beralkohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi
kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada
organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).
2.7 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.Prinsip pengelolaan penyakit
hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini
meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah:
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3) Penurunan berat badan
4) Penurunan asupan etanol
5) Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dapat megendalikan tekanan
darah bahkan dapat menstabilkan tekanan darah seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang, dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 kali perminggu dan paling baik 5 kali
perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar
oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
2. Integritas ego
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
3. Makanan dan cairan
Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
Mual, muntah.
Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
4. Nyeri atau ketidak nyamanan
Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
Nyeri hilang timbul pada tungkai.
Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Nyeri abdomen.
5. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
Episode palpitasi dan perspirasi.
6. Eleminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
7. Neurosensori
Keluhan pusing.
Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
8. Pernapasan
Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
Riwayat merokok
3.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dengan tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang
jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila
tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih yang dapat disebabkan karena faktor
genetik, faktor gaya hidup, dan penyakit tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed.8. Vol. 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. & Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Edisi 9 Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC