Anda di halaman 1dari 26

MANUSIA DAN BIOTA LANJUTAN

“Budidaya, Bioteknologi dan Biota Laut Sebagai Mitra”

Tugas Makalah

Disusun sebagai Syarat Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Ekologi Kelautan dan Wilayah Pesisir di Program Studi Pendidikan
Biologi

Oleh :

Kelompok 7

1. Arifin (A22119033)
2. Hajrah (A22119083)
3. Masni (A22119035)
4. Rahmiati (A22119078)
5. Sitti Nur Fadhilah (A22119116)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

NOVEMBER, 2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur tak henti–hentinya kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat rahmatnya kami, dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini
dengan judul “Manusia dan Biota Lanjutan Mengenai Budidaya, Bioteknologi
dan Biota Laut Sebagai Mitra” sebagai salah satu tugas mata kuliah Ekologi
Kelautan dan Wilayah Pesisir.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tidaklah terlepas dari
peran serta pihak–pihak terkait. Atas segala bantuan dan yang diberikan
penyususun mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya.
Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dari dosen dan
teman-teman yang membaca makalah ini. Penyusun berharap hasil dari makalah ini
dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membutuhkanya. Semoga makalah ini dapat
meningkatkan pemahaman kita di masa yang akan datang Amin.

Palu, 29 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Biota Laut ............................................................................3
2.2 Budidaya Biota Laut..............................................................................9
2.3 Bioteknologi ........................................................................................20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................21
3.2 Saran ....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………….……………………..22

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas daripada daratan, oleh
karena itu Indonesia dikatakan sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia
kaya akan biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman
jasad-jasad hidup di dalamnya yang membentuk dinamika kehidupan di laut
yang saling berkesinambungan. Melimpahnya kekayaan berbagai jenis
biodiversitas, berpotensi mampu menjaga keseimbangan ekosistem alami
maupun sebagai sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan.
Bumi kita terdiri dari lautan dan juga daratan, yang dimana lautan
termasuk bagian yang paling besar yaitu sekitar 2/3 bagian dari bumi. Laut juga
menjadi habitat beragam organisme yang hidup di dalamnya, yang sudah
berevolusi dan beradaptasi dengan keadaan lingkungan mereka. Semua jenis
makhluk hidup yang hidup di dalam laut baik hewan, tumbuhan, maupun
karang disebut dengan biota laut.
Budidaya perairan (akuakultur) merupakan bentuk pemeliharaan dan
penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan perairan yang
menggunakan air sebagai komponen pokoknya. Kegiatan-kegiatan yang umum
termasuk di dalamnya adalah budidaya ikan, budidaya udang, budidaya
tiram, budidaya rumput laut (alga). Di Indonesia, budidaya perairan dilakukan
melalui berbagai sarana. Kegiatan budidaya yang paling umum dilakukan
di kolam/empang, tambak, karamba, serta karamba apung.
Potensi sumberdaya kelautan yang sangat besar dan beragam hingga kini
belum dimanfaatkan secara optimal. Dari sekian banyaknya manfaat yang
dapat diambil dari laut ternyata barulah seper sekian persen dari semua potensi
yang dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, pengembangan bioteknologi
kelautan ini harus terus dilanjutkan. Mengingat laut Indonesia sangatlah kaya,
akan tetapi kebanyakan masyarakatnya masih belum merasakan kekayaan
tersebut, ibarat kata pepatah seperti ‘ayam yang mati dalam lumbung padi’. Hal

1
ini menjadikan tantangan bagi generasi muda Indonesia untuk terus
mengembangkan bioteknologi dari hasil kelautan demi kemashlahatan seluruh
ummat karena sejatinya laut dan biota-biota di dalamnya merupakan sumber
kekuatan baru yang dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang
muncul akibat keterbatasan lahan, mengingat paling tidak dengan
memanfaatkan laut tidak akan berbenturan dengan kepentingan yang paling
mendasar dari kebutuhan manusia yakni pemukiman.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai biota laut baik budidaya
maupun bioteknologi biota laut ataupun bioteknologi kelautan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan biota laut?


2. Bagaimana cara budidaya biota laut?
3. Bagaimana bentuk bioteknologi kelautan?

3.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dari biota laut.


2. Mengetahui cara budidaya biota laut.
3. Mengetahui bentuk bioteknologi kelautan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Biota Laut
Biota Laut ialah beraneka makhluk hidup yang ada di laut baik hewan,
tumbuhan maupun terumbu karang. Secara umum, biota laut dibagi menjadi 3
bagian besar yakni plankton, nekton dan bentos.

2.2 Budidaya Biota Laut


Kegiatan budidaya laut pada dasarnya sama dengan budidaya perikanan
darat. Budidaya laut merupakan kegiatan yang baru di dunia perikanan.
Beberapa alasan budidaya laut bisa berkembang, diantaranya sumber daya ikan
yang ditangkap sudah menurun sehingga nelayan beralih ke budidaya,
budidaya perikanan di darat banyak mengalami hambatan dan harga atau nilai
jual komoditas budidaya laut relatif lebih tinggi dibanding dengan budidaya air
tawar.

A. Pemilihan Jenis Komoditas


Ada bebereapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan
pilihan biota laut yang akan dibudidayakan, diantaranya aspek permintaan
pasar, pasok benih, sediaan teknologi budidaya, sediaan lahan, dan
kemungkinan timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan. Pertimbangan
untuk memilih komoditas laut yang akan dibudidayakan :
1. Sebaiknya mengembangkan spesies asli/ lokal daripada introduksi atau
impor.
2. Memilih spesies yang sesuai dengan permintaan pasar.
3. Diversifikasi spesies budidaya diprioritaskan pada ikan pemakan plankton
dan ikan herbivora. Jumlahnya lebih banyak daripada ikan karnivora.
4. Jenis ikan pelagis lebih mudah dibudidayakan dilihat dari penerapan
teknologinya dibandingkan dengan ikan demersal.
5. Ikan yang tidak hanya bisa bernafas dengan insang atau ikan yang
mempunyai labirin lebih mudah pemeliharaan dan tidak memerlukan mutu
air yang baik.

3
6. Ikan yang teknologi pembenihannya sudah maju sehingga pasokan benih
baik jumlah dan kualitasnya tersedia setiap saat.
7. Seluruh siklus hidup ikan budidaya harus dapat dikontrol dan teknologinya
sudah dikuasai.
Banyak jenis biota laut yang sudah biasa dibudidayakan, seperti jenis ikan,
krustasea, moluska, echinodermata, dan rumput laut. Ikan yang sudah biasa
dibudidayakan adalah:
1. Kerapu bebek
2. Kerapu macan
3. Kerapu lumpur
4. Kakap merah
5. Baronang
6. Nila merah
7. Bandeng
8. Cobia
9. Kerapu sunu
10. Dan lain-lain
Jenis udang yang biasa dibudidayakan antara lain :
1. Udang windu
2. Udang barong

Sedangkan jenis-jenis moluska yang senantiasa dibudidayakan antara lain


sebagai berikut :
1. Tiram daging
2. Tiram mutiara
3. Kerang hijau
4. Kerang darah
5. Kerang abalon
6. Tiram mabe
7. Dan lain-lain

4
B. Pemilihan Lokasi
Sebagai langkah awal budidaya laut adalah pemilihan lokasi budidaya
yang tepat. Oleh karena itu, pemilihan dan penentuan lokasi budidaya harus
didasarkan pertimbangan ekologis, teknis, higienis, sosio-ekonomis, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemilihan lokasi
sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan gabungan beberapa faktor
yang dikaji secara menyeluruh.
1. Persyaratan teknis
Sesuai dengan sifatnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan,
lingkungan bagi kegiatan budidaya laut dalam keramba jaring apung sangat
menentukan keberhasilan usaha. Pemilihan lokasi yang baik harus
memperhatikan aspek fisika, biologi, dan kimia perairan yang cocok untuk
biota laut. Selain itu, pemilihan lokasi perlu juga mempertimbangkan aspek
efisiensi biaya operasional budidaya.
2. Persyaratan sosial-ekonomi
Berikut beberapa aspek sosial-ekonomi yang perlu mendapat perhatian
dalam pemilihan dan penentuan lokasi.
a. Keterjangkauan lokasi. Lokasi budidaya yang dipilih sebaiknya adalah
lokasi yang mudah dijangkau.
b. Tenaga kerja. Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang memiliki tempat tinggal
berdekatan dengan lokasi budidaya, terutama pemberdayaan masyarakat
dan nelayan.
c. Sarana dan prasarana. Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan
sarana dan prasarana perhubungan yang memadai untuk mempermudah
pengangkutan bahan, benih, hasil dan lain-lain.
d. Kondisi masyarakat. Kondisi masyarakat yang lebih kondusif akan
memungkinkan perkembangan usaha budidaya laut di daerah tersebut.
3. Persyaratan non-teknis
Persyaratan non-teknis yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi
adalah :

5
a. Keterlindungan. Lokasi budidaya harus terlindung dari bahaya fisik yang
dapat merusaknya. Misalnya gelombang besar dan angin. Oleh karena itu,
lokasi budidaya biasanya dipilih di tempat yang terlindung atau terhalang
oleh pulau.
b. Keamanan lokasi. Masalah pencurian harus dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi budidaya agar proses budidaya aman dan tidak
terganggu.
c. Konflik kepentingan. Lokasi budidaya tidak boleh menimbulkan konflik
kepentingan, misalnya, antara kegiatan perikanan dan nonperikanan
(pariwisata).
d. Aspek peraturan dan perundang-undangan. Pemilihan lokasi harus sesuai
dan tidak melanggar peraturan agar budidaya dapat berkelanjutan.
C. Teknis Budidaya
Berbeda dengan budidaya air tawar, komoditas budidaya laut cukup
banyak. Selain itu, metode atau teknologi budidaya laut lebih beragam, mulai
dari pemanfaatan lahan dasar, penggunaan jaring atau rak tancap (pen Culture),
Keramba Jaring apung.
1. Jaring Tancap
Jaring tancap ( pen Culture ) biasanya dipasang di bawah ( kolong ) rumah
nelayan di pinggir pantai atau dipasang di tengah laut pada kedalaman 2-8
meter waktu surut terendah. Jaring tancap merupakan jaring kantong berbentuk
persegi yang dipasang pada kerangka bambu atau kayu yang ditancap pada
dasar perairan. Pasangan kayu / bambu ditancap rapat, seperti pagar, atau hanya
dipasang di bagian sudut kantong jaring. Jaring sebagai lapisan dalam diikatkan
pada kayu.
2. Keramba jaring apung
Keramba Jaring Apung ( KJA ) dapat dibuat dalam berbagai ukuran.
Desain dan bahan tergantung pada kemudahan penanganan, daya tahan bahan
baku, harga, dan faktor lainnya. Jaring atau wadah untuk pemeliharaan ikan di
laut dibuat dari bahan polietilen. Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat

6
dipengaruhi oleh jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman
perairan, serta faktor kemudahan dalam pengelolaan.

 Budidaya Rumput Laut


Rumput laut merupakan sumber utama penghasil agar-agar, alginat dan
karaginan yang banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik,
farmasi dan industri lainnya, seperti industri kertas, tekstil, fotografi, pasta dan
pengelengan ikan.
Beberapa jenis rumput laut yang telah berhasil di budidayakan dan telah
berkembang dengan baik di tingkat pembudidaya adalah Kappaphycus
alvarezii dan euchema denticulatum yang di pelihara di perairan pantai (laut).

A. Pemilihan lokasi budidaya


Pertumbuhan rumput laut ditentukan oleh kondisi perairan sehingga
kondisi rumput laut cenderung bervariasi dari lokasi budidaya yang berbeda.
Karakteristik ekologi suatu lokasi merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan usaha rumput laut. Parameter yang perlu di
perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Arus
Rumput laut merupakan tanaman yang memperoleh makanan (unsur hara)
melalui aliran air yg melewatinya. Kecepatan arus yang baik untuk budidaya
adalah 20-40 cm/detik.
2. Dasar Perairan
Dasar perairan berupa pecahan karang dan pasir karang merupakan kondisi
dasar perairan yang sesuai dengan budidaya rumput laut.
3. Kedalaman
Kedalaman perairan sangat tergantung dengan metode budidaya yang akan di
pilih. Pemilihan kedalaman perairan yang tepat dilakukan untuk manghindari
kekeringan dan mengoptimalkan pencapaian sinar matahari ke rumput laut.

4. Kadar Garam

7
Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara 28-
35 g/Kg
5. Kecerahan
Lokasi budidaya rumput laut sebaiknya pada perairan yang jernih dengen
tingkat kecerahan yang tinggi.
6. Ketersediaan bibit
Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di sekitar lokasi budidaya
yang di pilih, baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya sendiri.
7. Organisme Pengganggu
Lokasi budidaya diusahakan pada lokasi yang tidak banyak terdapat organisme
pengganggu, seperti ikan baronang, bintang laut, bulu babi, dan penyu.

B. Metode Budidaya
1. Metode Lepas Dasar
Metode ini dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir
berlumpur dan terlindung dari hempasan gelombang yang besar. Hal ini
penting untuk memudahkan pamasagan patok . biasanya lokasi dikelilingi oleh
karang pemecah gelombang. Selain itu, sebaiknya memiliki kedalaman air
sekitar 50cm pd surut terendah dan 3m pada saat pasang tertinggi.
2. Metode Rakit Apung
Merupakan budidaya rumput laut dengan cara mengikat rumput laut pada
tali ris. Yang diikat pada rakit apung yang terbuat dari bambu. Satu unit rakit
apung berukuran 2,5 m – 5 m. Tanaman harus selalu berada sekitar 30-50 cm
dibawah permukaan air laut.
3. Metode Rawai
Metode ini dikenal dengan metode long line yang menggunakan tali
panjang yang di bentangkan. Metode ini merupakan salah satu metode
permukaan yang paling banyak di minati pembudidaya. Alat dan bahan yang
digunakan dalam metode ini lebih tahan lama, relatif murah, dan mudah
diperoleh.

8
4. Metode Jalur
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dengan rawai.
Kerangka metode ini termuat dari rakit (bambu) yang tersusun sejajar. Kedua
ujung setiap bambu dihubungkan dengan tali utama berdiameter 6 mm
sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 m – 7 m per petak
dengan satu unit terdiri dari 7-10 petak.
Pada kedua ujung setiap unit di beri jangkar penanaman dimulai dengan
mengikat bibit rumput laut ke tali jalur. Tali tersebut telah di lengkapi dengan
tali polietilen berdiameter 0,2 cm sebagai pengikat bibit. Adapun jaraknya
sekitar 25 cm.

2.3 Bioteknologi
A. Bioteknologi Kelautan
Bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian
dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi
produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan, dan
mengembangkan (merekayasa) organisme untuk keperluan tertentu, termasuk
perbaikan lingkungan (Lundin and Zilinskas, 1995). Secara garis besar industri
bioteknologi kelautan meliputi 3 kelompok industri, yaitu:
1. Ekstraksi (pengambilan) senyawa aktif (bioactive substances) atau bahan
alami (natural products) dari biota laut sebagai bahan dasar (raw materials)
untuk industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, cat, perekat,
film, kertas, dan berbagai industri lainnya.
2. Rekayasa genetik (genetic engineering) terhadap spesies tumbuhan atau
hewan untuk menghasilkan jenis tumbuhan atau hewan baru yang
memiliki karakteristik genotip maupun fenotip yang jauh lebih baik
(unggul) ketimbang spesies yang aslinya.
3. Genetik dari mikroorganisme (bakteri), sehingga mampu melumat
(menetralkan) bahan pencemar (pollutants) yang mencemari suatu
lingkungan perairan atau daratan (seperti tumpahan minyak/oil spills),
sehingga lingkungan tersebut menjadi bersih, tidak lagi tercemar. Teknik

9
pembersihan pencermaran lingkungan semacam ini lazim dinamakan
sebagai bioremediasi (bioremediation).
B. Komponen Bioteknologi Kelautan
Di dalam bioteknologi dilakukan rekayasa organisme atau komponen
organisme untuk menghasilkan barang dan jasa yang penting dan
menguntungkan bagi kehidupan manusia. Menurut Nurcahyo (2011:9),
bioteknologi tidak lain adalah suatu proses yang unsur-unsurnya sebagai
berikut:
1. Input yaitu bahan kasar (raw material) yang akan diolah seperti; beras,
anggur, susu dsb.
2. Proses yaitu mekanisme pengolahan yang meliputi; proses penguraian atau
penyusunan oleh agen hayati.
3. Output yaitu produk baik berupa barang dan/atau jasa, seperti; alkohol,
enzim, antibiotika, hormon, pengolahan limbah.

Input Proses Output


tr
Berkaitan dengan bioteknologi dalam bidang kelautan, penjabaran dari
skema proses tersebut ialah:
1. Input Bahan kasar yang akan diolah atau dikembangkan dalam bidang
bioteknologi kelauatan misalkan DNA, Gen, biota laut dan
mikroorganisme.
2. Proses Mekanisme pengolahan agen hayati yang digunakan atau teknik
pengolaha agen hayati tersebut misalkan bioremediasi, kloning, dan lain-
lain.
3. Output Berupa barang atau jasa yang dihasilkan melaui teknik
pemanfaatan biota laut misalkan gen hijau.
C. Potensi Industri Bioteknologi Kelautan Indonesia
Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, yang sekitar tiga
perempat wilayahnya berupa laut (5,8 juta km2 ), ditaburi lebih dari 17.500
pulau, dan dikelilingi oleh 81.000 km garis pantai (terpanjang kedua setelah

10
Kanada), Indonesia diberkahi oleh Allah swt dengan sumberdaya
keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia. Keanekaragaman hayati ini
meliputi keragaman genetik, spesies, ekosistem, dan proses-proses eko-
biologis, yang kesemuanya menjadi titik awal dan dasar (bahan baku utama)
dari industri bioteknologi kelautan.
Ekosistem pesisir dan lautan Indonesia menjadi habitat bagi lebih dari
4500 spesies ikan, 20% dari total luasan terumbu karang dunia, dan sekitar 600
spesies karang keras (hard corals) atau 75% dari jumlah total spesies karang
keras dunia terdapat di laut Indonesia. Fakta inilah yang meligitimasi Indonesia
sebagai pusat ‘segi tiga karang dunia’(the world’s coral triangle).
Lebih dari itu, wilayah pesisir Nusantara ini juga ditumbuhi oleh hutan
mangrove, padang lamun, dan hamparan rumput laut yang terluas dan tertinggi
keragaman hayati nya di bumi ini. Sediktnya 30 spesies Cetacean, mulai dari
paus biru sampai dolpin Irawady dapat ditemukan di perairan lautIndonesia.
Dan, 6 spesies dari 7 spesies penyu laut yang ada di dunia juga berada di lautan
kita. Oleh sebab itu,Indonesia seharusnya menjadi bangsa nomor satu dalam
hal kemajuan dan manfaat dari bioteknologi kelautan.
D. Pemanfaatan dan Pengolahan Bioteknologi Kelautan
Pemanfaatan dan pengolahan bioteknologi kelautan di kelompokan dalam
tiga kelompok industri yaitu :
1. Ekstraksi Senyawa Bioaktif Untuk Berbagai Industri
Berikut beberapa potensi berbagai produk industri bioteknologi
kelautan dari bermacam-macam biota laut yang terdapat di wilayah perairan
laut NKRI.
a. Sponges dan karang lunak (soft corals)
Mengandung berbagai jenis senyawa bioaktif yang bermanfaat sebagai
obat anti kanker, anti bakteri, anti asma, anti fouling. Senyawa bioaktif
lainnya dari sponges yang juga digunakan untuk industri farmasi adalah
bastadin, okadaic acid, dan monoalide. Senyawa bioaktif monoalide yang
diperoleh dari spons Luffariella variabilis merupakan senyawa yang

11
memiliki nilai jual tertinggi daripada senyawa bioaktif dari spesies sponges
lainnya, yaitu US$ 20.000 per miligram.

Gambar 1. spons Luffariella variabilis


b. Algae
 Spirulina mengandung pycocyanin di dalam selnya. Bahan tersebut telah
diproduksi secara komersial oleh Dai Nippon Ink Co dengan merk
dagang ”Lina Blue”. Spirulina juga memiliki kandungan lengkap vitamin
dan mineral. Kandungan kalsiumnya tiga kali lebih tinggi dibanding susu
hewani, dan zat besinya tiga kali lebih besar dibanding bayam (USDA,
2000).

Gambar 2. Spirulina

 Spesies rumput laut seperti Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum,


Sargassum, dan Gracillaria verucossa yang hidup subur di perairan laut
Indonesia. Karaginan dalam rumput laut dapat digunakan untuk industri

12
yang menghasilkan bahan stabilisator, pengental, pembentuk, gel,
pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan
minuman, dan juga untuk farmasi serta kosmetik. Agar-agar banyak
digunkan untuk industri farmasi, makanan, mikrobiologi untuk kultur
bakteri; dan dalam bidang industri kosmetik dipergunakan sebagai bahan
dasar pembuatan cream, sabun, salep dan lotion.

Gambar 3. Produk rumput laut

13
 Salah satu jenis algae laut yang berpotensi sebagai sumber bioetanol dan
biodiesel masa depan adalah Botryococcus braunii. Keunggulan algae
laut jenis ini selain waktu tanamnya sangat singkat (hanya 1 minggu),
juga dalam pemanenannnya tidak membutuhkan alat berat (traktor)
seperti di darat, tanpa penyemaian benih, dan gas CO2 yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, dan panen yang terus menerus.

Gambar 4. Botryococcus braunii


c. Invertebrata Laut
Tridemnum sp mengandung bahan aktif untuk penyembuhan penyakit
leukimia, B-16 melanoma, dan M5076 sarcoma.

Gambar 5. Tridemnum sp
d. Vertebrata Laut
 Tempurung kura-kura dan penyu diekstrak untuk obat luka dan tetanus.
 Ekstrak kuda laut untuk obat penenang atau obat tidur; dan sebagai obat
kuat semacam viagra.

14
 Empedu ikan buntal yang dahulu berbahaya/beracun dan dapat
membunuh manusia yang memakannya karena mengandung substansi
bioaktif tetrodotoksin. Kini sudah dapat dimanfaatkan sebagai obat
untuk memperbaiki syaraf otak yang rusak dan sebagai zat anestesi bagi
pasien yang akan dioperasi.

Gambar 6. Ekstrak kuda laut


e. Echinodermata
Salah satu filum Ecinodermata laut yang sedang menjadi primadona
saat ini di Indonesia dan negeri ”Jiran” Malaysia yaitu timun laut atau
teripang (gamat). Biota bergenus Holoturia sp. ini selain memiliki rasa yang
lezat, juga memiliki khasiat mujarab untuk obat, karena kandungan asam
amino esensialnya yang lengkap.

Gambar 7. Holoturia sp.


Secara tradisional, teripang telah digunakan dalam pengobatan Cina
sejak ribuan tahun silam. Teripang sebagai obat, berkhasiat mengatasi

15
penyakit sirosisi hati, mioma dan segala penyakit yang menyebabkan
pengerasan dan pembengkakan organ tubuh.
Selain itu teripang berkhasiat membantu proses penyembuhan stroke,
asama, diabetes melitus, jantung koroner, hepatitis, psoriasis, asam urat, dan
radang sendi/osteoarthritis (Trubus, Juli 2006). Kandungan kolagen, MPS
(mucopolisacarida), EPA, dan DHA menjadi rahasia dibalik kesaktian
teripang dalam menyembuhkan penyakit-penyakit itu.
MPS dalam bentuk kondrintin sulfat mampu memulihkan sendi,
membangun tulang rawan dan memberikan pelendiran pada dinding sel.
Kadar EPA yang tinggi (sektitar 25,69 %) mempercepat perbaikan pada
jaringan yang rusak dan menghalangi pembentukan prostaglandin penyebab
radang tinggi. Kandungan DHA yang relatif tinggi juga sanggup
menurunkan trigliserida darah yang menyebabkan penyakit jantung. Faedah
kolagen yang terdapa pada ’timun laut” ini sanggup meningkatkan
regenerasi sel-sel mati akibat luka sehingga mempercepat proses
penyembuhan luka.
f. Pemanfaatan Limbah Crustaceae
Limbah kulit Crustaceae seperti udang, kepiting, rajungan dan lobster
menjadi khitin dan khitosan telah banyak digunakan dalam industri kertas,
tekstil, bahan perekat (adhesives), bahan pengkelat dan obat penyembuh
luka.
Jika selama ini limbah buangan kulit udang menjadi permasalahan
lingkungan, maka adanya industri khitin dan khitosan menjadi solusi
produktif yang bisa mentransformasi limbah menjadi bahan bermanfaat dan
harganya mahal (berkah). Dapat dibayangkan jika produksi udang nasional
mencapai 300.000 ton/th, maka limbah kulit udang yang dihasilkan
sebanyak 150.000 ton (50% massa udang) dapat dibuat menjadi khitin dan
khitosan, dengan harga rata-rata US$ 10/kg.
Salah satu terobosan (breakthrough) bioteknologi dalam pemanfaatan
limbah udang yang menjadi isu nasional pada awal tahun 2006 yaitu
ditemukannya pengganti formalin oleh khitosan dari limbah kulit udang.

16
Pasalnya, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah menggunakan
formalin sejak tahun 1970-an sebagai bahan pengawet makanan; baik
produk perikanan dan pertanian terutama pada produk-produk tradisional
seperti bakso, tahu, ikan asin, mie, dan lainnya yang secara klinis dapat
mengakibatkan kanker karena bersifat karsinogenik.
Keunggulan khitosan dari bahan pengawet sintetis yang berbahaya bagi
tubuh dikarenakan khitosan bersifat bakterisidal dan mampu membentuk
tekstur makanan menjadi lebih baik. Sehingga, selain dapat mengawetkan
makanan, sekaligus juga mampu menjaga mutu produk yang dinginkan.
Oleh karena itu layak untuk dijadikan alternatif pengganti bahan pengawet
berbahaya.

Gambar 8. Pemanfaatan Limbah Crustaceae


2. Pengendalian Pencemaran (bioremediasi)
Populasi mikroorganisme yang hidup di perairan laut Indonesia juga
bermanfaat sebagai biodecomposer terhadap limbah yang masuk laut,
seperti limbah minyak, bahan organik dan logam berat. Beberapa jenis biota
perairan seperti algae, moluska dan berbagai organisme renik lainnya
mempunyai kemampuan untuk menyerap logam berat dan polutan lainnya
di perairan. Pengembangan teknologi penanggulangan limbah dengan

17
memanfaatkan jasa organisme atau mikroorganisme laut dilakukan melalui
teknik bioremediasi.
Pemanfaatan teknik bioremediasi merupakan solusi yang lebih aman
karena ramah lingkungan dan hampir tidak menimbulkan efek samping
yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia dan lebih mudah dilakukan.
Sejak sepuluh tahun terakhir, teknik bioremediasi ini telah lazim digunakan
dalam membersihkan pencemaran minyak di laut daripada pembersihan
secara kimiawi dengan menaburkan dispersan pada permukaan laut atau
secara mekanis dengan menggunakan oil boom dan oil skimmer.
Pencemaran minyak mentah (crude oil) dapat didegradasi oleh mikroba
indigenus di laut. Mikroba tertentu mampu mengunakan hidrokarbon
sebagai sumber karbon dan energi untuk kehidupan mikroba.
Sebagai contoh pembuatan media tumbuh (nutrien) untuk
mikroorganisme pengurai minyak bumi. Perusahaan Showa-Shell-Petrol
melalui aktifitas bioteknologi telah mengembangkan teknik (engineering)
pembuatan nutrien tersebut yang kemudian mendapatkan hak paten di
Jepang (Showa-Shell-Petrol Patent). Inggris juga merupakan salah satu
bangsa yang telah menikmati devisa dari industri bioremediasi dengan nilai
ekspor sekitar US$ 2 milyar/tahun. Salah satu jenis mikroba pendegradasi
minyak bumi yang hidup di Indonesia yaitu Aerobacter simplex.

Gambar 9. Bioremediasi

18
3. Aplikasi Rekayasa Genetika
Penerapan yang ke tiga adalah aplikasi rekayasa genetik (genetic
engineering) dalam industri bioteknologi. Salah satu penerapannya yaitu
dalam mendukung perikanan budidaya (aquaculture) dan pertanian.
Rekayasa genetik dilakukan pada induk (bibit) dan benih ikan dan biota
perairan lainnya, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan sifat-sifat unggul
yang sesuai dengan keinginan kita seperti cepat tumbuh (fast growing),
resisten terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap kondisi
lingkungan yang buruk, sanggup menghasilkan kandungan lemak Omega-3
tinggi serta sifat-sifat unggul lainnya.
Jika kita berhasil menerapkan bioteknologi dalam usaha perikanan
budidaya di Indonesia, maka potensi produksi perikanan budidaya yang
sebesar 57,7 juta ton/tahun dapat dicapai lebih besar lagi, dibandingkan
dengan produksi budidaya perikanan yang ada sekarang yang hanya sekitar
4,5 juta ton. Diantara produk primadona yang menjadi unggulan sektor
perikanan adalah komoditas udang, kerapu, kakap, nila, patin, lele, dan
rumput laut.
Salah satu contoh dari komoditas udang, bahwa terdapat sekitar 1,2 juta
hektar lahan pesisir di Indonesia yang cocok untuk budidaya tambak udang
(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP 2004). Sementara tingkat
pemanfaatan lahan budidaya untuk tambak udang, bandeng dan komoditas
lainnya baru seluas lebih kurang 380 ribu ha dengan produktivitas rata-rata
600 kg udang/ha/tahun. Jika saja dibuka 0,5 juta ha lahan tambak udang
(dengan rata-rata 2 ton/ha/th), maka dihasilkan udang sebanyak 1 juta
ton/tahun. Dengan harga ekspor rata-rata 6 dollar AS/kg, maka dihasilkan
devisa sebesar 6 miliar dollar AS. Sedangkan tenaga kerja yang dapat
terserap untuk memproduksi satu juta ton udang/tahun pada 0,5 juta ha lahan
tambak yaitu sekitar 3 juta orang. Pendapatan pembudidaya udang mencapai
Rp 6 juta/ha/bulan.
Dengan mengusahakan 1 juta ha budidaya rumput laut (25% total
potensi), dapat diproduksi sekitar 20 juta ton rumput laut kering per tahun.

19
Bila kita ekspor 10 juta ton/tahun dengan harga sekarang US$ 1/kg, maka
akan diperoleh devisa sebesar US$ 10 milyar/tahun. Jumlah tenaga kerja
yang terserap mencapai 3,5 juta orang. Pendapatan pembudidaya rumput E.
Cotonii rata-rata mencapai Rp 3 juta/0,25 ha/bulan.
Contoh lainnya adalah bakteri laut, Pseudomonas aeruginosa, yang
genetiknya telah direkayasa dapat menghasilkan senyawa bioaktif
surfactants yang dapat membersihkan tumpahan minyak yang menempel
pada batu dan pasir pantai. Perlu dicatat, bahwa senyawa surfactants yang
dihasilkan oleh bakteri ini mempunyai sifat mudah terurai (biodegradable)
dan tidak beracun (non-tixic). Jenis surfactants lainnya, dengan nama
dagang ‘emulsan’ dihasilkan oleh jenis bakteri laut Acinetobacter
calcoaceticus. Emulsan sejak awal 1990-an telah digunakan untuk
membersihkan tangki-tangki penyimpan minyak pada kapal tanker dan jenis
kapal lainnya. Emulsan juga banyak digunakan untuk meningkatkan hasil
pengeboran dari sumur-sumur minyak tua (enhanced oil recovery) dan
pengendalian pencemaran. Apabila keampuhan mikroorganisme laut itu
dikombinasikan dengan makroalga laut, lamun (seagrass), dan mangrove,
niscaya teknik bioremediasi lingkungan akan semakin efektif dan efisien.

Gambar 10. Aplikasi Rekayasa Genetika Kelautan

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Biota Laut ialah beraneka makhluk hidup yang ada di laut baik hewan dan
tumbuhan maupun terumbu karang. Secara umumnya, biota laut dibagi
menjadi 3 bagian besar yakni plankton, nekton dan bentos.
2. Dalam budidaya biota laut ada beberapa hal yang harus diperhatikan
berkaitan dengan pemilihan jenis komoditas, pemilihan lokasi serta teknis
budidaya.
3. Bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian dari
biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi
produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan,
dan mengembangkan (merekayasa) organisme untuk keperluan tertentu,
termasuk perbaikan lingkungan.

3.2 Saran
Kami menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk penyempurnaan pembuatan makalah kami yang berikutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Sinchan, ejja. 2010. [Tersedia :


https://www.google.com/amp/s/rezamuhammadazhar.wordpress.com/2010/
06/02/materi-budidaya-laut-tugas/amp/] [diakses pada 13 November 2021]
Riska, atma. 2018. Bioteknologi Kelautan. [Tersedia :
https://www.academia.edu/37548961/BIOTEKNOLOGI_KELAUTAN]
[diakses pada 13 November 2021]

22

Anda mungkin juga menyukai