Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hazard (Bahaya)
1. Definisi
Hazard atau bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau
situasi yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut
sebagai sumber bahaya hanya jika memiliki risiko menimbulkan hasil yang
negatif.1
Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah kejadian
untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu
bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi.
Bahaya terdapat di mana-mana, baik di tempat kerja atau di lingkungan,
namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak
atau eksposur.1
2. Klasifikasi
Dalam terminologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:1
a. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya
kecelakaan yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta
kerusakan properti perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya
keselamatan antara lain:
1) Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik
seperti tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.
2) Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik
3) Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
flammable (mudah terbakar)
4) Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya
explosive

6
b. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan dan
menyebabkan gangguan kesehatan serta penyakit akibat kerja.
Dampaknya bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan antara lain:1
1) Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non-
pengion, suhu ekstrim dan pencahayaan.
2) Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan
seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor.
3) Bahaya ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture,
manual handling dan postur janggal.
4) Bahaya biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup
yang berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan
fungi (jamur) yang bersifat patogen.
5) Bahaya psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat,
hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman.

B. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan
atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor
fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. World Health
Organization (WHO) membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis khronis.
4. Penyakit di mana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.

7
Faktor - faktor penyakit akibat kerja

Faktor-faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) tergantung pada bahan


yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja.
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:

1. Golongan fisik: suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang


sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi: bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu,
uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologi: bakteri, virus atau jamur.
4. Golongan ergonomi: biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan
cara kerja.
5. Golongan psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

C. Hazard Identification Risk Assesment Control (HIRARC)


1. Definisi HIRARC
HIRARC merupakan elemen pokok dalam sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan langsung dengan upaya
pencegahan dan pengendalian bahaya. HIRARC juga merupakan bagian
dari sistem manajemen risiko (risk management) namun khusus pada K3.
HIRARC merupakan salah satu persyaratan yang harus ada pada perusahaan
dalam menerapkan sistem manajemen K3 berdasarkan OHSAS. HIRARC
berdasarkan dibagi menjadi 3 tahap yaitu:2
a. Identifikasi bahaya (hazard identification)
b. Penilaian risiko (risk assessment)
c. Pengendalian risiko (risk control)
2. Klasifikasi Aktivitas Kerja yang akan Dinilai
Aktivitas kerja yang akan dinilai merupakan pekerjaan yang dilakukan
sehari-hari oleh para pekerja dan merupakan aktivitas yang spesifik,

8
misalnya melakukan pengambilan sampel darah dan lain-lain.2
3. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Identifikasi bahaya adalah proses pencarian terhadap bahaya yang ada
pada semua jenis kegiatan, situasi, produk dan jasa yang dapat
menimbulkan potensi cedera. Identifikasi potensi bahaya adalah suatu
proses aktivitas yang dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau
kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja sehingga dapat
dikatakan identifikasi bahaya merupakan suatu upaya untuk mengetahui,
mengenal dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem yang di
dalamnya termasuk peralatan, tempat kerja, prosedur maupun aturan.
Hazard yang diidentifikasi meliputi:2,4
a. Health Hazard
Merupakan agen yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja pada
pekerja, dapat diklasifikasikan menjadi kimia, biologi, fisika, ergonomi
b. Safety Hazard
Berbagai macam jenis penyebab bahaya yang dapat menyebabkan cedera
pada pekerja ataupun kerusakan pada properti, misalnya kabel listrik
yang tidak pada tempatnya, mengangkat beban berat, bekerja di
ketinggian tanpa pengaman, dll.
c. Enviromental Hazard
Berbagai agen yang berbahaya yang terlepas ke lingkungan kerja,
misalnya larutan desinfektan, karbon monoksida, dll.
4. Penilaian Risiko (Risk Assesment)
Risiko merupakan kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian
pada pekerja pada suatu periode waktu tertentu. Penilaian risiko merupakan
suatu proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat keseringan
(likehood of occurance) dan keparahan (severity) risiko terjadinya
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.
Langkah-langkah melakukan risk assesment:2,4
a. Tentukan derajat kemungkinan (likehood) terjadinya risiko

9
Bisa ditentukan berdasarkan pengalaman kejadian-kejadian sebelumnya.
Tabel 2.1 Derajat Kemungkinan Terjadinya Risiko
Likehood Example Rating
Most likely Sangat mungkin terjadi risiko akibat hazard 5
yang ada ditempat kerja
Possible Kemungkinan besar terjadi bahaya, tetapi 4
tidak setiap saat
Conceivable Bisa terjadi suatu saat dimasa mendatang 3
Remote Tidak pernah terjadi dalam beberapa tahun 2
terakhir
Unconceivable Secara praktis tidak mungkin terjadi dan 1
belum pernah terjadi sebelumnya

b. Menentukan derajat keparahan (severity) dari risiko yang terjadi


Derajat keparahan bisa didasarkan pada kesehatan manusia, kerusakan
lingkungan dan properti. Dibagi menjadi 5 kategori yaitu:

Tabel 2.2 Derajat Keparahan dan Risiko yang Terjadi


Severity Example Rating
Catastrophic Banyak sekali fasilitas dan properti yang rusak 5
dan tidak dapat diperbaiki
Fatal Kurang lebih terdapat satu kerusakan fasilitas 4
yang cukup besar
Serious Terdapat luka yang tidak fatal dan 3
mengakibatkan kecacatan permanen
Minor Kecacatan yang tidak permanen 2
Negligible Terdapat luka minor (lecet, robek, dan lain- 1
lain)

c. Tentukan derajat risiko


Secara kualitatif, risiko dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

10
berikut:
R=LxS
R = Risiko
L = Likehood
S = Severity
Tabel 2.3 Matrix Risiko
Severity
Likehood 1 2 3 4 5
5 5 10
4 4 8 12
3 3 6 9 12
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5

Keterangan :
15 – 25 : Risiko tinggi, membutuhkan tindakan yang segera untuk
mengontrol hazard dan harus terdokumentasikan secara baik.
5 – 14 : Risiko sedang, membutuhkan pendekatan perencanaan dalam
mengontrol hazard dan sewaktu-waktu dilakukan kontrol bila diperlukan.
Tindakan harus terdokumentasikan dengan baik.
1 – 4 : risiko rendah, kontrol terhadap hazard tidak diperlukan namun
apabila risiko akan diselesaikan dengan cepat dan efisien, maka tindakan
tetap harus terdokumentasikan dengan baik.
5. Tetapkan Tindakan yang akan Dilakukan (Hazard Control)
Tindakan yang dapat dilakukan dapat bersifat jangka pendek dan
jangka panjang atau menerapkan jangka pendek terlebih dahulu dengan
mempersiapkan tindakan jangka panjang. Beberapa tipe tindakan yang dapat
dilakukan berdasarkan Hierarchy of control adalah sebagai berikut:2,4

11
Gambar 2. 1 Hierarchy of Control 2

a. Eliminasi
Pengendalian dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya
(hazard). Upaya ini merupakan pilihan utama atau dapat dikatakan sebagai
solusi terbaik untuk menghilangkan sumber risiko secara menyeluruh.
Namun cara ini sulit untuk dilakukan karena kecenderungan sebuah
perusahaan apabila mengeliminasi substansi atau proses akan megganggu
kelangsungan proses produksi secara keseluruhan.
b. Substitusi
Pengendalian yang bertujuan mengurangi risiko dari bahaya dengan cara
mengganti proses, atau melakukan penggantian terhadap bahan yang
berbahaya dengan bahan yang lebih aman. Prinsip pengendalian ini
adalah menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain
yang lebih aman atau lebih rendah tingkat risikonya. Dalam
pengaplikasiannya cara ini membutuhkan langkah trial and error untuk
mengetahui apakah teknik atau subtansi pengganti dapat berfungsi sama
efektifnya dengan proses sebelumnya.
c. Rekayasa atau Engineering Control
Upaya ini dilakukan untuk menurunkan tingkat risiko dengan mengubah
desain tempat kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi lebih
aman. Ciri khas dalam tahap ini seperti membuat lokasi kerja yang
memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan

12
prosedur, dan mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan
berbahaya. Terdapat tiga macam cara engineering yaitu :
1) Isolasi
Prinsip dari sistem ini adalah dengan cara menghalangi pergerakan bahaya
dengan cara memberikan pembatas atau pemisah terhadap bahaya maupun
pekerja.
2) Guarding
Prinsip dari sistem ini adalah mengurangi jarak atau kesempatan kontak
antara sumber bahaya dan bekerja.
3) Ventilasi
Cara ini merupakan langkah yang paling efektif untuk mengurangi
kontaminasi udara, berfungsi untuk kenyamanan, kestabilan suhu dan
mengontol kontaminan.
d. Administratif
Langkah ini merupakan salah satu pilihan terakhir karena pada dasarnya
langkah ini mengandalkan sikap dan kesadaran dari pekerja. Langkah ini
hanya cocok untuk jenis risiko tingkat rendah. Upaya dalam langkah
ini difokuskan pada pembuatan ataupun evaluasi pada prosedur seperti
SOP ataupun aturan-aturan lain di dalam sistem sebagai langkah
mengurangi tingkat risiko. Selain itu terdapat beberapa pengendalian
administratif di antaranya sebagai berikut:2,4
1) Rotasi dan Penempatan Pekerja
Langkah ini bertujuan untuk mengurangi tingkat paparan yang
diterima pekerja dengan membagi waktu kerja dengan pekerja yang
lain. Penempatan pekerja terkait dengan masalah fitness for work dan
kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.
2) Pendidikan dan Pelatihan
Langkah ini sebagai pendukung pekerja untuk mengambil keputusan
dalam melakukan pekerjaan secara aman. Dengan pengetahuan dan
pengertian terhadap bahaya pekerjaan, maka akan membantu pekerja
untuk mengambil keputusan dalam menghadapi bahaya.

13
3) Penataan dan Kebersihan
Tidak hanya meminimalkan insiden terkait dengan keselamatan,
melainkan juga mengurangi debu dan kontaminan lain yang bias
menjadi jalur pemajan. Kebersihan pribadi juga sangatlah penting
karena dapat mengarah kepada kontaminasi melalui ingesti maupun
kontaminasi silang antara tempat kerja dan tempat tinggal.
4) Perawatan secara berkala terhadap peralatan penting untuk
meminimalkan penurunan performance dan memperbaiki kerusakan
secara lebih dini.
5) Jadwal Kerja
Metode ini menggunakan prinsip waktu kerja, di mana pekerjaan
dengan risiko tinggi dapat dilakukan saat jumlah pekerja yang
terpapar paling sedikit.
6) Monitoring pelaksanaan standar keselamatan kerja (inspeksi dan
patroli) secara rutin serta memelihara komunikasi tentang pesan
keselamatan kerja melalui media seperti poster, buletin, stiker, bahkan
memberikan contoh dengan panutan, sangatlah perlu digalakkan agar
keselamatan dan kesehatan kerja tetap dapat terjaga.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
APD merupakan seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh
pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya paparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Langkah ini merupakan langkah
terakhir yang dilakukan dengan cara memberikan fasilitas kepada
pekerja dan berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari
bahaya yang ditimbulkan. Langkah ini membutuhkan beberapa faktor
agar berhasil, di antaranya adanya pelatihan atau intruksi kerja bagi
setiap pegawai dalam penggunaan dan pemilharaannya.
6. Monitoring Kontrol
Semua kontrol yang telah dilakukan untuk menghilangkan atau
meminimalkan terjadinya risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

14
harus monitoring efektifitasnya.2,4
D. Ergonomic Risk Assesment
1. Definisi
Ergonomic risk assesment adalah suatu kegiatan penilaian risiko yang
dilakukan oleh pemilik perusahaan atau pimpinan unit kerja yang bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor risiko ergonomis yang paling sering muncul dan dapat
menyebabkan bahaya pada pekerja serta bertujuan untuk memberikan masukan-
masukan yang dapat dilakukan untuk mengontrol faktor risiko tersebut.
Ergonomic risk assesment terdiri atas 2 level, yaitu:5,6
a. Initial ergonomic risk assesment
b. Advance ergonomic risk assesment
2. Langkah-langkah Melakukan Initial Ergonomic Risk Assesment5,6
a. Tentukan jenis aktivitas yang akan dilakukan penilaian dan deskripsikan.
Aktivitas yang akan dinilai merupakan aktivitas kerja spesifik yang dilakukan
oleh pekerja, misalnya mengangkat semen, memotong besi, mengetik naskah,
dan lain-lain. Seseorang bisa melakukan lebih dari satu aktivitas kerja dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
b. Menentukan faktor risiko ergonomi yang teridentifikasi pada aktivitas kerja
tersebut.
3. Faktor Risiko Ergonomic yang Dinilai5,6
a. Repetitive Motion
Repetitive motion atau melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Risiko
yang timbul bergantung dari berapa kali aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan
dalam pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja
tersebut. Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada
saraf dan otot yang berakumulatif. Dampak risiko ini akan semakin meningkat
apabila dilakukan dengan postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang
terlalu besar.
b. Awkward Postures
Sikap tubuh sangat menentukan tekanan yang diterima otot pada saat aktivitas
dilakukan. Awkward postures meliputi reaching, twisting, bending, kneeling,

15
squatting, working overhead dengan tangan maupun lengan, dan menahan
benda dengan posisi yang tetap. Sebagai contoh terdapat tekanan/ketegangan
yang berlebih pada bagian low back seperti aktivitas mengangkat benda.
c. Contact Stresses
Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari
benda yang berkontak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja saraf
maupun aliran darah. Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi
yang keras/tajam pada meja secara kontinu.
d. Vibration
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak
dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan
pengoperasian forklift mengangkat beban.
e. Forceful Exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)
Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan
yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh dan jenis dari
aktivitasnya.
f. Duration
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu
pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama
akan semakin tinggi risiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk pemulihan tenaganya.
g. Static Posture
Pada saat diam terjadi pengurangan supplai darah dan darah tidak mengalir
baik ke otot. Berbeda halnya dengan kondisi yang dinamis, suplai darah segar
terus tersedia untuk menghilangkan hasil buangan melalui kontraksi dan
relaksasi otot. Pekerjaan kondisi diam yang lama mengharuskan otot untuk
menyuplai oksigen dan nutrisi sendiri, dan hasil buangan tidak dihilangkan.
Penumpukan local hypoxia dan asam laktat meningkatkan kekakuan otot
dengan dampak sakit dan letih. Contoh dari gangguan statik termasuk di
dalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang lama, menggenggam benda

16
dengan lengan, mendorong dan memutar benda berat, berdiri di tempat yang
sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala ke depan dalam waktu
yang lama. Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat diatur dalam beberapa jam
per hari tanpa gejala keletihan.
h. Physical Environment; Temperature & Lighting
Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat
pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya sentuh.
Penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat
menurunkan risiko ergonomik. Tekanan udara dan lingkungan yang lembab
dapat menurunkan seluruh tegangan fisik. Begitu juga dengan pencahayaan
yang inadekuat dapat merusak salah satu fungsi organ tubuh, seperti halnya
pekerjaan menjahit yang didukung oleh pencahayaan yang lemah
mengakibatkan suatu tekanan pada mata yang lama-lama membuat keruasakan
yang bisa fatal.

17

Anda mungkin juga menyukai