Anda di halaman 1dari 3

Islamisasi Nusantara

(Ulasan Singkat)

Dosen Pengampu
Lukman Hakim, S.HI, M.Pdl

Disusun Oleh :

Moh Fahmi Firzatullah (201910160311423)


ISLAMISASI NUSANTARA

Beberapa sejarawan memiliki teori masing-masing mengenai masuknya agama Islam


ke Nusantara. Adapun teori yang biasa dijelaskan dalam penulisan sejarah, yaitu Teori Arab.
Teori Arab atau Timur Tengah itu sendiri dipelopori oleh sebagian sejarawan, di antaranya yaitu
Crawfurd, Keijzer, Naimann, de Hollander, dan juga ada beberapa sejarawan Indonesia seperti
Hasjmi, Al-Attas, Buya Hamka, Hoesein Djajadiningrat, dan Mukti Ali

Ada tiga teori masuknya Islam ke Indonesia: a) Teori Gujarat oleh Snouck Hurgronje,
menyatakan masuknya Islam berasal dari Gujarat. Snouck Hurgronje menitikberatkan
pandangannya ke Gujarat berdasarkan:

1) kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam menyebarkan agama Islam ke
Nusantara.

2) hubungan dagang Indonesia-India telah terjalin lama.

3) inkripsi tertua tentang Islam terdapat di Sumatera memberikan gambaran antara hubungan
antara Sumatera dengan Gujarat. Senada dengan pendapat W.F. Stutterheim, menyatakan
masuknya Iskam ke Indonesia berasal dari Gujarat, abad ke-13. Dibuktikan batu nisan Sultan
pertama dari Kerajaan Samudra, yakni Malik AlSaleh wafat tahun 1297 M.

- Teori Makkah,

Hamka menyatakan masuknya Islam ke Indonesia abad 1H/7 M, dan peranan bangsa Arab
sebagai pembawa agama Islam ke Indonesia. Gujarat.

- Teori Persia

menyatakan kebudayaan masyarakat Islam Indonesia mempunyai persamaan dengan Persia,


antara lain:

a) kematian syahidnya Husain.

b) adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran Al-Hallaj.

c) penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab.

d) nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam

Dalam pengertian bahwa Islam merupakan kodifikasi nilai-nilai universal, kerananya


ajaran Islam dapat berhadapan dengan berbagai bentuk dan jenis situasi kemasyarakatan. Dengan
watak semacam ini, kehadiran Islam di suatu wilayah tidak lantas merombak tatanan nilai yang
telah mapan. Nilai- nilai yang telah berkembang di masyarakat, seperti sabar, rendahhati,
mementingkan orang lain, dan sebagainya disubordinasikan kedalam ajaran Islam. Sementara
itu, nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti paganistik, dilakukan Islamisasi
secara berangsur-angsur dengan sistem evolusi yang lama. Sebelum Islam mendapat tempat di
antara masyarakat Nusantara, pedagang Muslim telah hadir selama beberapa abad.
Sejarawan Merle Riflecks( 1991) mengidentifikasi dua proses tumpang tindih dimana Islamisasi
Nusantara terjadi: antara orang Nusantara mendapat kontak dengan Islam dan dikonversi
menjadi muslim, dan/atau Muslim Asia asing (India, China, Arab, dll) menetap di Nusantara dan
bercampur dengan masyarakat lokal. Islam diperkirakan telah hadir di Asia Tenggara sejak awal
era Islam. Dari waktu khalifah ketiga Islam, 'Utsman' (644-656) utusan dan pedagang Muslim
tiba di China dan harus melewati rute laut Nusantara, melalui Nusantara dari dunia Islam.
Melalui hal inilah kontak utusan Arab antara tahun 904 dan pertengahan abad ke-12 diperkirakan
telah terlibat dalam negara perdagangan maritim Sriwijaya di Sumatra.

Kehadiran Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat


konversi pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di
Nusantara. Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di Nusantara
berasal dari tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah. Nisan paling awal yang
terbaca tertulis tahun 475 H (1082 M, meskipun milik seorang Muslim asing, ada keraguan
apakah nisan tersebut tidak diangkut ke Jawa di masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama
Muslim pribumi Nusantara berasal dari Sumatra Utara, MarcoPolo dalam perjalanan pulang dari
China pada tahun 1292, melaporkan setidaknya satu kota Muslim, dan bukti pertama tentang
dinasti Muslim adalah nisan tertanggal tahun 696 H (1297 M), dari Sultan Malik al-Saleh,
penguasa Muslim pertama Kesultanan Samudera Pasai, dengan batu nisan selanjutnya
menunjukkan diteruskannya pemerintahan Islam. Kehadiran sekolah pemikiran Syafi'i, yang
kemudian mendominasi Nusantara dilaporkan oleh Ibnu Battutah, seorang peziarah dari Maroko,
tahun 1346. Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battutah menulis bahwa penguasa Samudera
Pasai adalah seorang Muslim, yang melakukan kewajiban agamanya sekuat
tenaga. Madh'hab yang digunakannya adalah Imam Syafi'I dengan kebiasaan yang sama ia lihat
di India.

Anda mungkin juga menyukai