Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH INDIVIDU ETIKA BISNIS

ETIKA INDIVIDU DAN ORGANISASI

OLEH:

Cindy Ayu Maulana ( 120113473 )

Alfon Syaputra ( 121114079 )

Kevin Pradista Setiawan ( 120113402 )

Yoga Aldhi Purnomo ( 120113343 )

Ni Made Sadwistri Adhityasari ( 120113304 )

I Made Budhi Yasa ( 120113221 )

I Wayan Eka Subandi ( 120113262 )

I Kadek Wahyu Darmadi ( 120113185 )

I Gede Oka Himalaya ( 120113527 )

Made Hari Wahyudi ( 120113455 )


MANAJEMEN B

UNIVERSITAS PENDIDIKAN NNASIONAL

TAHUN 2021/2022

Kata Pengantar

Om Swastyastu,

Dengan memanjatkan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini guna
memenuhi salah satu tugas matakuliah Etika Bisnis dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
saran dan kritik dari pembaca sangat penulis  harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR ISI

Kata pengantar ...........................................................................................................................1


Bab I ......................................................................................................................................1
Pendahuluan ...............................................................................................................................1
1.1 Latar belakang ..................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah .............................................................................................................1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................1
Bab II ...........................................................................................................................................2
Pembahasan ................................................................................................................................2
2.1 Hak pegawai ......................................................................................................................2
2.2 Kewajiban pegawai ...........................................................................................................3
2.3 Kewajiban perusahaan terhadap pegawai .....................................................................3
2.4 Konflik kepentingan .........................................................................................................4
2.5 Implementasi perlindungan terhadap pekerja di indonesia ......................................... 5
Bab III .........................................................................................................................................6
Penutup .......................................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................6
Daftar pusaka .............................................................................................................................7

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organisasi pada dasarnya adalah sejumlah orang yang bekerjasama secara reguler untuk
mencapai suatu tujuan yang sulit untuk dicapai bila dilakukan secara individu. Orang-orang
dalam organisasi tersebut bekerja bersama dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kerja
sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Dengan kata lain, kelompok tersebut memainkan
peranan penting di dalam organisasi dan menjadi cerminan kinerja organisasi.
Dalam sebuah organisasi, anggota kelompok-kelompok kerja bersinergi dalam menutupi
kekurangan dan menyumbangkan kelebihan masing-masing untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati. Perlu diperhatikan, dalam sebuah kelompok yang dapat disebut sebagai tim, yang ada
adalah kata “kami” dan tidak ada kata “aku”. Membangun kelompok kerja yang berperilaku
sebagai tim yang solid bukanlah pekerjaan yang mudah. Kelompok kerja yang para anggotanya
enggan dan tidak mampu bekerjasama dengan baik, tidak akan berkinerja unggul. Kelompok
kerja seperti ini dikatakan disfungsional karena tidak produktif dengan kinerja berada di bawah
standar. Sebuah tim yang bersinergi secara positif adalah sekolompok orang yang bekerjasama
dengan kontribusi masing-masing untuk mencapai hasil hingga beberapa kali lebih baik daripada
kelompok yang bukan tim.
1.2 Rumusan masalah
1.Apa yang dimaksud dengan hak pegawai?
2.Apa yang dimaksud dengan kewajiban pegawai?
3.Bagaimana Organisasi yang penuh perhatian?
1.3 Tujuan Agar pembaca dapat memahami tentang :
1.Pengertian tentang konflik perusahaan
2.Pengertian tentang Organisasi politik
3.Bagaimana Organisasi yang penuh perhatian.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hak Pegawai


Para pengamat perusahaan berulang kali menyatakan bahwa kekuasaan manajemen
perusahaan modern sangat mirip dengan pemerintah. Pemerintah dibagi menjadi tiga bagian :
a. Lembaga pembuat keputusan yang tersentralisasi, yang terdiri dari penjabat-penjabat yang
memiliki kekuasaan dan otoritas yang diakui untuk menerapkan keputusan mereka pada
bawahan (warga negara);
b. Para penjabat yang membuat keputusan-keputusan yang menetapkan distribusi publik atas
sumber daya, keuntungan, dan beban sosial diantara para bawahan, dan;
c. Mereka memiliki kekuasaan monopoli atas para bawahannya.

1. Hak Privasi
Hak privasi dapat didefinisikan sebagai hak individu untuk menentukan apa, dengan siapa,
dan seberapa banyak informasi tentang dirinya yang boleh diungkapkan pada orang lain.
Ada dua jenis privasi yaitu, privasi psikologis privasi yang berkaitan dengan pemikiran,
rencana, keyakinan, nilai, perasaan, dan keinginan seseorang. Dan privasi fisik, yaitu privasi yang
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas fisik seseorang, khususnya yang mengungkapkan kehidupan
pribadi seseorang dan aktivitas-aktivitas fisik yang secara umum dianggap sebagai aktivitas
pribadi.
Ada tiga elemen yang perlu dipertimbangkan saat mengumpulkan informasi yang mungkin
mengancam hak privasi pegawai, yaitu “relevansi, persetujuan, dan metode “.

1. 2. Whistleblowing
Whistleblowing merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang anggota atau mantan
anggota suatu organisasi untuk mengungkapkan kesalahan atau aktivitas merugukan yang
dilakukan organisasi yang bersangkutan.
Whistleblowing bisa bersifat internal ataupun eksternal. Jika suatu pelanggaran hanya
dilaporkan pada pihak-pihak yang lebih tinggi dalam organisasi, seperti yang dilakukan
Mackowiak pada awalnya, maka tindakan tersebut adalah whistleblowing internal. Apabila
pelanggaran dilaporkan pada individu eksternal atau lembaga-lembaga seperti agen pemerintah,
surat kabar, atau kelompok-kelompok kepentingan publik, maka tindakan tersebut merupakan
whistleblowing eksternal.

2. 3. Serikat Pekerja Dan Hak Untuk Berorganisasi


Hak pekerja untuk berorganisasi dalam serikat pekerja berasal dari hak untuk diperlakukan
sebagai manusia yang bebas dan sederajat. Serikat pekerja secara umum dilihat sebagai sarana
untuk menyeimbangkan kekuasaan perusahaan besar sehingga para pekerja dapat saling membantu
guna mencapai kekuatan negosiasi yang seimbang dengan perusahaan. Jadi, serikat pekerja mampu
mencapai kesetaraan antara pekerja dan perusahaan yang tidak dapat dicapai apabila pekerja
tersebut hanya seorang diri, dan otomatis juga menjamin hak mereka untuk diperlakukan sebagai
manusia yang bebas dan sederajat dalam negosiasi pekerjaan dengan perusahaan besar.
Hak serikat pekerja untuk melakukan pemogokan berasal dari hak pekerja untuk berhenti
melakukan pekerjaan sejauh pelaksanaan pekerjaan tesebut melanggar perjanjian atas hak orang
lain. Jadi, pemogokan serikat pekerja secara moral dibenarkan sejauh hal itu tidak melanggar
ketentuan perjanjian untuk tidak mogok dan sejauh pemogokan itu tidak melanggar hak-hak moral
pihak lain. Saat efektivitas hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja dan melakukan
pemogokan terus menyusut, kita bisa mengandalkan pada pengembanga hukum untuk menjamin
hak-hak yang tdak lagi dapat diperoleh para pekerja dalam organisasi.

2.2 Kewajiban Pegawai Terhadap Perusahaan


Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah
untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin
mengancam tujuan tersebut. Jadi bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan
tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum
dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk kejahatan kerah putih.
.

2.3 Kewajiban Perusahaan Terhadap Pegawai


Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai, menurut pandangan rasional adalah
memberikan kompensasi yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai imbalan atas
jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan dengan kewajiban ini : kelayakan gaji dan kondisi
kerja pegawai.

1. Gaji
Dari sudut pandang pegawai, gaji merupakan sarana (mungkin satu-satunya sarana) untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi pegawai dan keluarganya. Dari sudut pandang pengusaha atau
perusahaan, gaji adalah biaya produksi yang harus ditekan agar harga produk tidak terlalu tinggi
dari kemampuan pasar. Jadi, setiap perusahaan menghadapi dilema ketika menetapkan gaji
pegawai. Bagaimana menyeimbangkan kepentingan perusahaan untuk menekan biaya dengan
kepentingan pegawai untuk memperoleh kehidupan yang layak bagi diri mereka sendiri dan
keluarga.
Meskipun tidak ada cara untuk menentukan gaji yang layak dengan pasti, namun kita
setidaknya bisa mengidentifikasi sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan
gaji dan upah ;
a. Gaji dalam industri dan wilayah setempat seseorang bekerja
b. Kemampuan perusahaan
c. Sifat pekerjaan
d. Peraturan upah minimum
e. Hubungan dengan gaji lain
f. Kelayakan negoisasi gaji
g. Biaya hidup local

2. Kondisi Kerja : Kesehatan dan Keamanan


Setiap tahun, lebih dari 5000 pegawai tewas dan lebih dari 3.000.000 luka berat akibat
kecelakaan di tempat kerja. Sepuluh persen tenaga kerja mengalami kecelakaan atau sakit setiap
tahun, dengan jumlah hari kerja yang terlewat mencapai lebih dari 31 juta hari kerja setiap tahun.
Penyakit yang muncul dari penggunaan bahan kimia dan ancaman fisik menambah jumlah
tersebut.
Bahaya di tempat kerja tidak hanya kategori-kategori ancaman yang jelas seperti
kecelakaan, tersengat listrik dan terbakar. Namun juga suhu yang sangat panas atau sangat
dingin, suara keras dari mesin, debu batuan, debu fiber, asap kimia, merkuri, timah, berilium,
arsenik, karat, racun, iritasi kulit dan radiasi.
Pada tahun 1970, Kongres menetapkan Occuoational Safety and Health Act dan
membentuk Occupational Safety and Health Administration (OSHA) “untuk sejauh mungkin
menjamin bahwa para pegawai memperoleh kondisi kerja yang aman dan sehat.” Namun
sayangnya, semenjak awal OSHA sudah menghadapi banyak kontroversi. Meskipun memperoleh
banyak kritik, jumlah inspektur lapangan yang tidak memadai (800) dan peraturan-peraturan
yang belum efesien, namun keberadaan OSHA telah mendorong banyak perusahaan untuk
melaksanakan program pengaman kerja. Salah satu survey menunjukkan bahwa 36 persen dari
seluruh perusahaan yang disertakan dalam survei telah menerapkan program-program
pengamanan karena adanya OSHA dan 72 persen mengatakan bahwa keberadaan OSHA
berpengaruh pada usaha-usaha pengamanan dan keselamatan kerja.
Risiko memang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pekerjaan. Pembalap,
pemain sirkus, dan rodeo semuanya menerima resiko sebagai bagian dari pekerjaan mereka.
Sejauh mereka memperoleh kompensasi penuh dalam menghadapi risiko tersebut dan secara
sukarela dan sadar menerimanya dan memperoleh kompensasi sebagai imbalannya, maka bisa
mengansumsikan bahwa pengusaha atau perusahaan telah bertindak secara etis.
Akan tetapi, masalahnya adalah dalam banyak pekerjaan yang berbahaya, syarat-syarat
berikut tidak terpenuhi:
1. Gaji atau upah dikatakan gagal memberikan nilai kompensasi yang proporsional terhadap
risiko pekerjaan jika pasar tenaga kerja dalam suatu industry tidak kompetitif atau bila
pasar tidak mempertimbangkan risiko-risiko tersebut karena memang belum diketahui.
2. Pegawai mungkin menerima risiko tanpa mengetahuinya karena mereka tidak memiliki
akses ke informasi tentang risiko-risiko
3. Pegawai mungkin menerima risiko karena putus asa, karena mereka tidak dapat
memperoleh pekerjaan dalam industri-industri yang kurang beresiko atau mereka tidak
memiliki informasi tentang alternative-alternatif yang tersedia bagi mereka
4. Perusahaan memiliki kewajiban dalam kasus-kasus seperti ini untuk mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk menjamin bahwa pegawai tidak dimanipulasi secara tidak
adil agar menerima risiko tanpa menyadari, dengan paksaan atau tanpa kompensasi yang
layak. Secara khusus:
5. Perusahaan wajib menawarkan gaji yang merefleksikan prevalensi risiko premi dalam
pasar kerja yang serupa namun kompetitif
6. Untuk menjamin pegawai terhadap bahaya yang diketahui, perusahaan perlu memberikan
program asuransi kesehatan yang sesuai
7. Perusahaan perlu mengumpulkan informasi tentang bahaya kesehatan yang terdapat
dalam suatu pekerjaan dan menyebarkan informasi ersebut ke seluruh pegawai.

3. Kondisi Kerja : Kepuasan Kerja


Pekerjaan dapat dispesialisasikan dalam dua dimensi yaitu, secara horisontal dengan
membatasi jangkauan tugas dalam suatu pekerjaan dan meningkatkan repetisi atau pengulangan
dalam cakupan tugasnya. Pekerjaan juga bisa dispesialisasikan secara vertikal dengan membatasi
jangkauan pengawasan dan pengambilan keputusan atas kegiatan-kegiatan dalam suatu
pekerjaan.
Pengaruh yang merugikan dari spesialisasi pekerjaan pada pegawai pertama kali ditulis
200 tahun lalu oleh Adam Smith :
Dalam perkembangan atas pembagian tenaga kerja, pekerjaan dari orang-orang
yang hidup dari bekerja, atau dengan kata lain sebagian besar pegawai, menjadi
sangat terbatas hanya pada sejumlah aktivitas yang sangat sederhana, mungkin
hanya satu atau dua aktivitas. Namun pemahaman atas sebagian besar manusia
terbentuk dari pekerjaan meeka. Orang yang seluruh hidupnya dihabiskan dalam
melaksanakan beberapa aktivitas sederhana cenderung tidak memiliki kesempatan
untuk memperluas pemahamannya. Dia akan kehilangan kebiasaan untuk
memperluas pemahaman tersebut dan menjadi bnodoh dan bebal, kelompok
manusi yang paling bodoh. Bahkan hal itu juga akan merusak aktivitas tubuhnya
dan membuatnya tidak mampu menggunakan kekuatannya, dengan penuh
semangat dan ketabahan, dalam pekerjaan lain selain pekerjaan yang telah
dijalaninya.

Dalam sebuah survei atas berbagai penelitian yang dilaksanakan selama 15 tahun tentang
kepuasan kerja, Stanislav Kasl menemukan bahwa, diantara faktor-faktor lainnya, rendahnya
tingkat kepuasan kerja berkaitan dengan :
a. Tidak adanya kontrol atas kerja;
b. Ketidakmampuan menggunakan keahlian;
c. Tugas-tugas yang sangant repetitif yang hanya mencangkup sedikit aktivitas;
d. Tidak adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan
e. Bahwa kesehatan mental yang buruk juga berkaitan dengan faktor-faktor serupa.

Bagaimana masalah-masalah ketidakpuasan kerja dan kerugian mental ditangani?


Hackman, Oldham, Jansen, dan Purdy menyatakan bahwa ada tiga determinan kepuasan kerja:
Arti yang dialami. Seseorang harus melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang bernilai
atau penting melalui sistem nilai yang diterimanya.
Tanggung jawab yang dialami. Dia harus percaya bahwa dia secara pribadi bertanggung
jawab atas hasiln kerjanya.
Pengetahuan akan hasil. Dia harus mampu menentukan, secara teratur, apakah hasil
kerjanya memuaskan.

Untuk mempengaruhi ketiga determinan tersebut, menurut penulis, pekerjaan haruslah


diperluas sepanjang lima dimensi berikut:
a. Keragaman keahlian;
b. Identitas tugas;
c. Arti penting tugas;
d. Otonomi;
e. Umpan balik;

3. 2.4 Konflik Kepentingan


Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang pegawai atau pejabat suatu
perusahaan melaksanakan tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan pribadi
terhadap hasil dari tugas tersebut yang mungkin bertentangan dengan perusahaan dan cukup
substansial sehingga kemungkinan mempengaruhi penilaiannya sehingga tidak seperti yang
diharapkan perusahaan.
 Actual conflict of interest
Apabila seseorang lebih mementingkan kepentingan pribadi dalam melaksanakan
tugasnya.
 Potensial conflict of interest
Apabila seseorang termotivasi atau tergoda oleh kepentingan
Misalnya bila seseorang (pekerja) ikut serta sebagai pemegang saham dari perusahaan
yang ikut tender maka pekerja tersebut kemungkinan dalam mengambil keputusan
melakukan actual ataupun potensial conflict of interest.

Konflik kepentingan dapat muncul dari berbagai macam situasi dan aktivitas. Ada 2 jenis
situasi dan aktivitas yang mendapat perhatian, yaitu :
a. Suap komersial
b. Pemberian

2.5 IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA DI INDONESIA

4. 1. PENGERTIAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA


Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan yang menghasilkan
barang atau jasa dan dapat berguna untuk umum maupun dirinya sendiri. Ketenagakerjaan atau
tenaga kerja juga bagian dari faktor produksi, oleh sebab itu peran tenaga kerja menjadi penting
dalam setiap kegiatan perekonomian negara.
Diperlukannya perlindungan pekerja adalah untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang
layak tanpa pemberlakukan pembedaan terhadap ras, jenis dan kelamin. Pemberlakuan hal yang
sama terhadap penyandang cacat dan kewajiban pemberian hak dan kewajiban yang berwujud
perlindungan hukum terhadap tenaga kerja.
 

5. 2. ALASAN MENGAPA TENAGA KERJA PERLU DILINDUNGI


Masalah ketenagakerjaan dapat timbul karena beberapa faktor seperti pendidikan, kesempatan
kerja maupun pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah. Hal ini dialami oleh banyak negara
yang termasuk Indonesia, karena hingga saat ini masih banyak pengangguran atau lebih tepatnya
lagi orang yang tidak dapat bekerja karena minimnya lapangan pekerjaan. Sedangkan dalam
menghadapi masalah-masalah tersebut tenaga kerja yang sejatinya adalah salah
satu engine utama dalam berputarnya roda perekonomian sering berada pada Pihak yang tidak
terlindungi hak dan kepentingannya.  
Perlindungan terhadap tenaga kerja dapat dikupas tuntang dalam Undang-Undang No.13 tahun
2013 tentang Ketenagakerjaan dengan segala klasifikasi dan detail terhadap pengusaha maupun
tenaga kerja.
 
6. 3. DASAR HUKUM UU KETENAGAKERJAAN
Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa
ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tenaga kerja baik pada waktu
sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Peraturan tersebut dilandasi dengan tujuan  sebagai
berikut:
 Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
 Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan  tenaga  kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
 Memberikan pelindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
 Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Perlu diketahui secara umum bahwa tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
yaitu:
 

7. Tenaga Kerja Terdidik


Tenaga kerja yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu atau khusus yang diperoleh dari
bidang pendidikan. Sebagai contoh: dosen, dokter, guru, pengacara, akuntan dan sebagainya.
 

8. Tenaga Kerja Terlatih


Tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang tertentu atau khusus yang diperoleh dari
pengalaman dan latihan. Sebagai contoh: supir, tukang jahit, montir dan sebagainya.
 

9. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih


Tenaga kerja yang mengandalkan tenaga, tidak memerlukan pendidikan maupun pelatihan
terlebih dahulu. Sebagai contoh: kuli, pembantu rumah tangga, buruh kasar dan sebagainya.
 

UU ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara pengusaha dengan tenaga kerja. Hubungan
itu terjadi karena adanya ikatan atau perjanjian kerja yang sudah disepakati oleh kedua belah
pihak, bersifat tertulis atau lisan dan dilandasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Hak dan kewajiban antara pengusaha dan tenaga kerja juga menjadi perhatian
demi menciptakan keamanan dan kenyamanan saat melakukan aktivitas pekerjaan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika individu organisasi tidak lain adalah peraturan dan ketentuan yang telah dipatuhi oleh
pengusaha maupun karyawan dalam organisasi. untuk menjaga budaya dalam organisasi Ini
adalah seperangkat aturan dan regulasi yang mengatur perilaku yang diinginkan dari seorang
individu yang bekerja dalam organisasi.perusahaan yang etis mencerminkan dalam
pengertiannya bagaimana ia memperlakukan karyawan, pemasok, dan anggotanya di dalam
organisasi. Jadi dimanapun anda bekerja dari industri di bagian mana pun di dunia, etika Tempat
Kerja adalah suatu keharusan yang harus di penuhi
DAFTAR PUSAKA

https://www.dslalawfirm.com/uu-ketenagakerjaan/

https://id.scribd.com/document/336123752/Makalah-Individu-Dan-Organisasi-Fix

Anda mungkin juga menyukai