Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

WORKSHOP AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

“PARTAI POLITIK (PARPOL)”

Oleh:

HERMA WULANDARI

5304181136

Dosen Pengampu:
M. Lutfi Iznillah, M.Ak

PROGRAM STUDI AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK

JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA

POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS

2021/2022
A. Peraturan terkait Partai Politik (Parpol)
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Ke-dua Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ke-Tiga Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2012 Tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Perubahan Ke-Dua
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2018 Tentang Tata Cara
Penganggaran Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Tertib
Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik.

B. Pengertian Partai Politik


Pengertian partai politik disebutkan secara khusus dalam UU RI No 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa, dan negara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pertanggungjawaban keuangan yang transparan oleh partai politik merupakan
bentuk kepatuhan terhadap undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu.
Partai politik harus mampu dan melaksanakan pertanggungjawaban terhadar seluruh
sumber daya keuangan yang digunakan kepada para konstituennya. Bentuk
pertanggungjawaban pengelola keuangan partai politik serta pemilu adalah
penyampaian Laporan Dana Kampanye (semua peserta pemilu),serta Laporan
Keuangan (khusus untuk partai politik), yang harus diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik, ke KPU serta terbuka untuk diakses publik.
Akuntabilitas yang tinggi dapat menciptakan good political party governance
sehingga dapat meminimalisasi kecurangan penyalahgunaan dana dan mengantisipasi
munculnya konflik. Penerapan kewajiban tata administrasi keuangan dan system
pelaporan dana kampanye secara transparan, akuntabel, dan independen akan sangat
menunjang perwujudan pelaksanaan pemilu yang bersih dalam rangka membengun
demokrasi yang berkredibilitas dan dapat menciptakan kepercayaan publik kepada
pemerintah dan pertanggungjawaban peserta pemilu kepada publik.
Realitas yang ada masih menunjukkan lemahnya kesadaran dan kepatuhan partai
politik untuk membuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dananya.
Faktanya pada nopember 2010, masih ada 11 parpol kontestan pemilu 2009 yang belum
menyerahkan laporan pertanggungjawaban dana kampanyenya kepada KPU. Hal ini
tentunya dapat menghambat pembangunan demokrasi yang berkredibilitas. Di sisi lain,
standar akuntansi yang ada, yaitu PSAK 45, merupakan standar akuntansi keuangan
yang dibuat IAI untuk organisasi nirlaba yang juga digunakan untuk partai politik.
PSAK 45 ini tidak cukup mengakomodir karakteristik partai politik yang berbeda
dengan organisasi nirlaba.
Oleh karena itu, perlu standar akuntansi keuangan khusus yang mengatur
pelaporan keuangan partai politik. Dengan demikian laporan keuangan partai politik
dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dapat diandalkan, dan memiliki daya
banding yang tinggi. Laporan yang baik dapat digunakan semaksimal mungkin oleh
para pengurus partai, anggota partai, pemerintah, donator, kreditur, dan publik dalam
membantu menilai, memonitor, dan mengevaluasi kinerja partai, serta merencanakan
gerak langkah partai selanjutnya. Secara khusus, tujuan utama pembuatan laporan
adalah menginformasikan posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan
partai politik.

C. Fungsi Partai Politik


Dalam Negara demokrasi, Partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi:
1 Partai Politik Sebagai Komunikasi Politik: Menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat serta mengaturnya sedemikian rupa
sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat masyakat menjadi
berkurang.
2 Partai Politik sebagai Sarana Sosialisasi politik: diartikan sebagai proses
sikap dan orientasi seorang terhadap fenomena politik dalam mengikuti
kecenderungan masyarakatnya.
3 Partai Politik Sebagai Sarana Rekrutmen Politik: Untuk mencari dan
mengajak orang yang terbakar untuk turut aktif dalam kegiatan politik.
Rekruitmen anggota partai merupakan uapaya regenerasi kepemimpinan.
4 Partai Politik Sebagai Sarana Pengatur Konflik: Persaingan dan perbedaan
dalam masyarakat merupakan hal yang wajar.Jika sampai terjadi konflik
partai politik berusaha untuk mengatasinya.

D. Memahami Akuntansi Partai Politik


Adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi partai
politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan
memiliki daya banding yang tinggi.
Dalam rangka pesta demokasi di negara ini, tanda tanya besar perlu tidaknya
suatu pertanggungjawaban keuangan dialamatkan ke Parpol maupun peserta pemilu.
Idealnya mereka harus transparan karena sebagai suatu entitas yang menggunakan dana
public yang besar tanggung jawab keuangan merupakan hal yang tidak dapat ditawar-
tawar lagi.
Mereka harus mempertangungjawabkan sumber daya keuangan yang
digunakan kepada para konstituennya dan juga sebagai bentuk kepatuhan kepada
Undang-undang. Bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan para peserta
pemilu, adalah dengan menyampaikan Laporan Dana kampanye (semua peserta
pemilu) serta Laporan Keuangan (khusus untuk Parpol), yang harus diaudit oleh
akuntan Publik dan disampaikan ke KPU serta terbuka untuk diakses publik.

E. Penyusunan Pelaporan Keuangan Dalam Partai Politik


Keuangan Partai Politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan yang sah
menurut hukum, dan bantuan dari anggaran negara. Sumbangan yang sah menurut
hukum dapat berupa uang, barang, fasilitas, peralatan, dan/atau jasa. Bantuan dari
anggaran negara (yang diatur dalam peraturan pemerintah) diberikan secara
proporsional kepada Partai Politik yang mendapat kursi di lembaga perwakilan rakyat.
Sumbangan dari anggota dan bukan anggota yang sah menurut hukum paling banyak
senilai Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun. Dan
sumbangan dari perusahaan dan/atau badan usaha yang sah menurut hukum paling
banyak senilai Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) dalam waktu 1 (satu) tahun.
Laporan keuangan yang dibuat oleh Partai Politik adalah laporan keuangan
tahunan dan laporan dana kampanye. Penyusunan Laporan Keuangan Tahunan Partai
Politik mengacu pada PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 45 tentang
akuntansi untuk organisasi nirlaba, yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
dan terdiri atas laporan berikut ini:
a) Laporan Posisi Keuangan.
b) Laporan Aktivitas.
c) Laporan Perubahan dalam Aktiva Neto/Ekuitas.
d) Laporan Arus Kas.
e) Catatan atas Laporan Keuangan.
Selain mengacu pada PSAK No. 45, penyusunan laporan keuangan Partai
Politik juga terikat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perundang-
undangan RI mengenai Partai Politik dan Pemilu, seperti UU No. 31 tahun 2002
tentang Partai Politik dan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu. Ketentuan teknis
tentang pedoman penyusunan laporan keuangan untuk Partai Politik terdapat dalam SK
KPU No. 676 tahun 2003 tentang Tata Administrasi Keuangan dan Sistem Akuntansi
Keuangan Partai Politik, serta Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum.

F. Akuntabilitas Dana Kampanye


Kampanye partai politik untuk promosi dan pembentukan opini publik sudah
pasti memerlukan dana yang besar. Karena itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan
penggunaan dana yang besar pasti akan menimbulkan kerawanan. Mulai dari rawan
kolusi, korupsi, konflik. Akuntabilitas yang tinggi dapat meminimalisir kecurigaan
penyalahgunaan dana dan mengantisipasi munculnya konflik. Kebutuhan untuk
menciptakan good political party governance dirasakan sangat mendesak, terutama
bagi para partai politik peserta pemilu.
Penerapan kewajiban tata administrasi keuangan dan sistem pelaporan dana
kampanye secara transparan, akuntabel, dan independen akan sangat menunjang
perwujudan pelaksanaan pemilu yang bersih dalma rangka membangun kepercayaan
publik kepada pemerintah dan pertanggungjawaban peserta pemilu kepada publik.
Pelaporan dana kampanye Parpol
Tipe pelaporan dana kampanye partai politik:
1. Tentukan metode pencatatan yang digunakan (sistem pencatatn tunggal
atau sistem pencatatan berpasangan, basis kas atau akrual)
2. Pisahkan pencatatan pemasukan dan pengeluaran antara keuangan rutin
parpol dengan pendanaan kampanye
3. Semua transaksi yang dilakukan harus memiliki bukti tertulis seperti surat
perjanjian/kontrak tertulis, kwitansi, faktur
4. Semua kegiatan yang berkaitan dengan kampanye harus dilengkapi dengan
dokumentasi kegiatan seperti foto kegiatan atau rekaman video.

G. Pelaporan Dana Kampanye Organisasi Partai Politik


Dalam pasal 79 UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu disebutkan bahwa
seluruh laporan dana kampanye peserta Pemilu, baik penerimaan maupun pengeluaran,
wajib diserahkan ke akuntan publik terdaftar selambat-lambatnya 60 hari sesudah hari
pemungutan suara. Sementara itu, akuntan publik wajib menyelesaikan audit selambat-
lambatnya 30 hari kemudian dan hasilnya dilaporkan ke KPU selambatnya tujuh hari
sesudah diaudit.
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar terwujud akuntabilitas mengenai
Pengelolaan Dana Kampanye Pemilu sehingga dapat menepis tuduhan akan adanya
praktik-praktik politik uang (money politics). Tapi pada kenyataannya, berdasarkan
data dan catatan di KPU hingga batas waktu yang ditetapkan 12 Juli 2004, baru tujuh
Partai Politik yang menyerahkan hasil audit dana kampanye Pemilu legistalif. Ini
artinya masih ada tujuh belas Partai Politik yang belum menyerahkan audit dana
kampanyenya ke KPU. Akibatnya, Komisi Pemilihan Umum memperpanjang batas
waktu penyerahan hasil audit dana kampanye Partai Politik hingga tanggal 27 Juli
2004. Untuk itu KPU mengirimkan surat peringatan lagi kepada Partai Politik yang
belum menyerahkan laporan.
Partai Politik enggan untuk menyerahkan laporan dana kampanye terutama
Partai Politik yang tidak memperoleh kursi legislatif. Di samping itu, keengganan
Partai Politik melaporkan audit dana kampanye adalah karena tidak adanya sanksi bagi
legislatif. Meskipun tidak ada sanksi hukum, sebenarnya Partai Politik yang tidak
menyerahkan bisa dikenai sanksi moral yang akan menurunkan kredibilitas Partai
Politik kepada publik. KPU juga akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah,
Partai Politik mana saja yang tidak memenuhi ketentuan UU Pemilu dan UU Partai
Politik.

H. Audit Atas Laporan Keuangan Partai


1. Aturan yang mengatur Audit Partai Politik
Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 tahun
2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran
anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dalam
pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari
dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu)
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Tujuan audit oleh BPK tersebut adalah
untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait
dengan bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana
bantuan pemerintah. Audit dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN).
Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan
laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai
politik terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa
seharusnya masyarakat dapat mengetahui dan mengakses atas pelaporan
keuangan partai. Namun kenyataannya masih sangat sulit untuk menerapkan
transaparansi atas keuangan partai politik. Pasal 39 dari undang-undang ini
menyatakan bahwa:
1. Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan
akuntabel
2. Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan
secara periodik
3. Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit
dana yang meliputi:
• laporan realisasi anggaran Partai Politik
• laporan neraca; dan
• laporan arus kas.
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang partai politik,
pasal 9 sebagai dasar hukum penyelenggaraan akuntansi bagi partai politik
yang menjelaskan bahwa:
a. Partai politik diwajibkan untuk membuat pembukuan, memelihara
daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka
untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah.
b. Partai politik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan dan
laporan dana kampanye pemilihan umum kepada Komisi Pemilihan
Umum.
c. Partai politik diwajibkan membuat laporan keuangan secara berkala 1
(satu) tahun sekali dan memiliki rekening khusus dana kampanye
pemilihan umum serta menyerahkan laporan keuangan yang diaudit
oleh akuntan publik kepada Komisi pemilihan Umum paling lambat 6
(enam) bulan setelah hari pemungutan suara.
2. Persiapan menghadapai proses Audit
Dalam setiap proses audit yang dilaksanakan baik oleh KAP maupun oleh
BPK maka beberapa hal yang perlu disiapkan adalah:
1) Kelengkapan laporan keuangan
2) Tersedianya tenaga pendamping
3) Tersedianya ruangan/tempat bagi staf auditor.
4) Tersedianya surat penugasan dari KAP atau BPK
5) Memfasilitasi kebutuhan konfirmasi kepada pihak ketiga sesuai kebutuhan dari
auditor
6) Menyediakan dokumen-dokumen yang relevan dengan partai politik dan
dokumen keuangan seperti catatan akuntansi, bukti transaksi, kontrak-kontrak,
dokumen ketenagakerjaan, rekening Koran, akta pendirian partai dan
pengesahan oleh pemerintah serta dokumen relevan lainnya.
7) Memastikan keamanan dan kerahasiaan dokumen pada saat proses audit yaitu
dengan meminta KAP atau BPK menandatangani formulir kesepakatan
kerahasiaan. Meskipun kode etik KAP dan BPK rnengatur mengenai
kerahasiaan namun lebih baik jika partai membuat kesepakatan ini.
3. Audit atas Laporan Keuangan Tahunan
Audit atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan oleh auditor
independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal ini partai politik
melakukan seleksi dan penetapan KAP sesuai dengan prosedur internal Partai.
Dalam menentukan KAP, partai politik harus memperhatikan validitas KAP
mengingat banyak terjadi praktik pemalsuan terhadap KAP. Karena itu sebelum
menunjuk KAP, partai dapat melakukan konsultasi kepada asosiasi profesi akuntan
publik yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata cara dan
validitas KAP. Dalam setiap audit, KAP harus melakukan audit berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan lAPI. Dalam setiap audit KAP dengan partai
politik harus dilengkapi dengan perikatan/kontrak yang mengatur tentang audit
tersebut. KAP akan menyediakan proposal perikatan sekaligus dapat digunakan
sebagai perikatan/kontrak.
Dalam melaksanakan audit KAP akan menjalankan serangkaian prosedur
yang diperlukan seperti melakukan wawancara, inspeksi dokumen dan catatan,
pengujian fisik, dan konfirmasi kepada pihak ketiga serta surat representasi dari
partai politik. Pekerjaan KAP dituangkan dalam kertas pemeriksaan dimana kertas
kerja tersebut akan disimpan KAP. Produk dari audit oleh KAP adalah laporan
auditor independen yang memuat pendapat auditor atas laporan keuangan yang
disajikan oleh partai politik. Partai politik dapat meminta KAP untuk melakukan
jenis audit lain yang relevan yang diperlukan oleh partai politik terkait dengan
pelaporan keuangan.
4. Audit atas laporan pertanggungjawaban dana bantuan keuangan partai
politik dari pemerintah
Audit atas laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan pemerintah
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehubungan dengan bantuan
yang diterima merupakan lingkup keuangan Negara. Tujuan audit tersebut adalah
untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan
bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan. Audit
oleh BPK dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) yaitu suatu standar pemeriksaan yang diterbitkan oleh BPK yang harus
dijalankan dan ditaati oleh setiap pemeriksa keuangan Negara. Karena itu termasuk
audit laporan ini, BPK harus menjalankan audit berdasarkan SPKN.
Dua hal utama yang selalu menjadi temuan BPK atas audit laporan
pertanggungjawaban dana bantuan partai politik adalah penggunaan dana bantuan
yang tidak sesuai ketentuan dan tidak adanya bukti-bukti transaksi yang lengkap
dan sah.
I. Audit Dana Kampanye Partai Politik
Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 huruf (j) UU No. 31 tahun 2002, setiap Partai
Politik wajib memiliki rekening khusus dana kampanye, yang secara khusus
menampung dana kampanye Pemilu yang dipisahkan dari rekening untuk keperluan
lain. Menurut SK KPU No. 676 tahun 2003, setiap Partai Politik peserta pemilu wajib
melaporkan rekening khusus, seperti nomor rekening khusus dana kampanye Pemilu,
nama, serta alamat bank. Kemudian laporan besarnya saldo awal serta sumber
penerimaan saldo awal tersebut yang berasal dari partai, sumbangan perorangan, dan
swasta dan masih banyak lagi. Untuk donasi, wajib disebutkan bentuknya, identitas
donatur, maupun penerimanya.
Dalam pasal 78 ayat (4) UU No. 12 tahun 2003 dijelaskan bahwa jumlah
sumbangan lebih dari Rp 5 juta wajib dilaporkan kepada KPU, termasuk identitas
lengkap pemberi sumbangan juga pada penjabaran pasal 9 UU No.31 tahun 2002,
bahwa semua Partai Politik wajib menyampaikan laporan keuangan tahun anggaran per
31 Desember 2003 kepada Kantor Akuntan Publik paling lambat 31 Maret 2003.
Setelah itu, akuntan publik memiliki waktu dua bulan untuk mengaudit laporan partai
dan menyerahkan ke KPU paling lambat awal Juli 2004.
Prosedur audit adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Prosedur atas pembukaan Rekening khusus Dana Kampanye.
2. Penerapan Prosedur atas saldo awal penerimaan Kas
3. Penerapan Prosedur atas Sumbang dari dana pasangan Calon Presiden dan
Wakil presiden.
4. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan partai politik dan Gabungan
Partai politik.
5. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan Perorangan.
partai.
6. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan Perusahaan/badan usaha.
7. Penerapan Prosedur atas Penghasilan lain-lain.
8. Penerapan prosedur atas penerimaan Nonkas Saldo awal.
9. Penerapan prosedur atas penerimaan Nonkas dari pasangan calon presiden dan
wakil presiden.
10. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan partai politik dan Gabungan
partai politik.
11. Penerapan Prosedur atas penerimaan sumbangan non kas dari perorangan.
12. Penerapan Prosedur atas sumbangan non kas dari perusahaan/badan usaha.
13. Penerapan Prosedur atas penerimaan Nonkas dari penghasilan lain-lain.
14. Penerapan prosedur atas pengeluaran kas saldo awal.
15. Penerapan Prosedur atas pengeluran kas operasi.
16. Penerapan Prosedur atas pengeluaran Kas-Modal (aktiva tetap)
17. Penerapan Prosedur atas pengeluaran kas lain-lain
18. Penerapan prosedur atas pengeluaran nonkas – saldo awal.
19. Penerapan Prosedur atas saldo dana kampanye.

J. Tinjauan Terhadap Psak 45 dan Kebutuhan Standar Akuntansi Untuk


Partai Politik
Dengan adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi
Partai Politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan
memiliki daya banding yang tinggi. Pertanyaan utamanya adalah: Apakah PSAK 45
dapat dipakai sebagai standar pelaporan keuangan partai politik? Untuk menjawabnya,
harus dibedakan dahulu apa itu PSAK 45 dan kemudian dikonfrontasikan dengan
karakter Partai Politik. PSAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45
yang dikeluarkan oleh IAI untuk organisasi nirlaba. Dalam audit yang dikoordinir oleh
IAI untuk dana kampanye pada tahun 1999 dan laporan keuangan, maka PSAK 45 ini
yang sekiranya sesuai untuk digunakan.Ada tiga pendapat dalam hal ini untuk
pemakaian PSAK, yaitu
1. Pendapat pertama mengatakan PSAK 45 masih bisa dipakai sebagai standar
akuntansi keuangan Partai Politik, karena karakter Partai Politik mirip dengan
karakter organisasi nirlaba. Yang perlu dibuat adalah pedoman pembuatan
laporan keungan/pedoman audit keuangan Partai Politik untuk melengkapi
PSAK 45 tersebut.
2. Pendapat kedua menyatakan bahwa tidak perlu membuat standar akuntansi
keuangan khusus Partai Politik tetapi memodifikasi PSAK 45 sehingga
memenuhi kebutuhan transparansi dana akuntabilitas keuangan Partai Politik.
Modifikasi lalu dilengkapi dengan pedoman pembuatan dan pencatatan laporan
keuangan.
3. Pendapat ketiga menyatakan perlu dibuat suatu standar laporan keuangan
khusus untuk Partai Politik. Karena karakter Partai Politik tidak sama dengan
karakter organsiasi nirlaba.
Beberapa karakteristik khusus Partai Politik tersebut antara lain:
1. Jika pada organisasi nirlaba pada umumnya terdapat kejelasan jenis barang
dan/atau jasa yang dihasilkannya, maka tujuan utama Partai Politik adalah
dalam rangka meraih kekuasaan politik
2. Perjuangan utama Partai Politik dilakukan melalui Pemilihan Umum
Kepentingan publik yang lebih besar
3. Adanya kegiatan besar lima tahunan yaitu kegiatan kampanye.
Di samping itu, beberapa peraturan yang secara khusus mengatur Partai Politik
sehingga menyebabkan kekhususan pada keuangan Partai Politik.
Undang-undang ini berbeda dengan undang-undang yang mengatur Partai
Politik. Karena faktor kekuasaan yang dimiliki Partai Politik, maka aturan-
aturan keuangan Partai Politik harus lebih ketat untuk mencegah korupsi politik
dan dominasi kelompok-kelompok kepentingan. Dari hasil penelitian ini, kami
cenderung pada posisi mendukung pendapat ketiga, yaitu bahwa Partai Politik
memerlukan suatu Standar Akuntansi Khusus Partai Politik.
Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan perbedaan transaksi keuangan,
bentuk laporan keuangan dan pengukuran-pengukuran tertentu terhadap pos-
pos dalam laporan keuangan. Ada pun alasan-alasannya dijelaskan di bawah
ini.
K. Sumber Dana Partai Politik
PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol. Juga
dijelaskan Permendagri No. 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan,
Penganggaran dalam APBD, Pengajuan dan Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan Keuangan Parpol.
Perhitungan harusnya sesuai dengan Permendagri . Untuk nilai bantuan
persuara, digunakan perhitungan, jumlah anggota DPR dikali bantuan keuangan,
kemudian dibagi jumlah perolehan suara pemilu. Lalu untuk jumlah bantuan keuangan,
dihitung dengan mengalikan antara jumlah perolehan suara parpol danan nilai bantuan
persuara. Secara rinci perbandingan mengenai aturan-aturan keuangan partai politik
dapat dilihat di bawah ini:
1) Iuran Anggota
2) Sumbangan Perusahaan
3) Subsidi Dana Publik
4) Fasilitas Publik
5) Sumbangan Individual
6) Sumbangan Organisasi Buruh dan Sejenis.
7) Sumbangan dari Pihak Asing

L. Peran KPU Dalam Keuangan Partai Politik


Sebagai imbas Reformasi 1998, kebebasan bersuara dan berpendapat menjadi
suatu fenomena yang tidak asing ditemui di Indonesia, bahkan bermunculan beraneka
ragam PARPOL dan LSM seperti PSASP (Pusat Studi Akuntansi Sektor Publik) yang
berfokus pada program perbaikan sistem manajemen administrasi publik untuk institusi
publik.Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bisa membuat regulasi mengenai
laporan keuangan konsolidasi partai politik saat melakukan kampanye pemilihan
umum.
Laporan keuangan ini bukan hanya menyangkut penerimaan dan pengeluaran
dana kampanye parpol, melainkan dana yang dikelola pengurus parpol dan calon
legislatif. Jika tidak diatur, publik tidak pernah tahu dari mana parpol maupun
mendapatkan dana kampanye. Regulasi ini sekaligus bisa mengurangi peran uang
berbicara dalam Pemilu. Sistem proporsional yang tercantum dalam UU Pemilu,
pertarungan saat kampanye tidak hanya melibatkan caleg antar parpol. Sesama caleg
di dalam parpol pun juga harus bertarung untuk meraih suara maupun nomor urut. “Dan
kecenderungannya, dalam hal ini uang lah yang berbicara. Ini sudah terbukti di Pemilu
2009.regulasi mengenai pembatasan maupun laporan keuangan konsolidasi dana
kampanye belum diatur dalam UU. Akibatnya pengurus parpol dan caleg bisa
seenaknya menggelontorkan dana besar tak terbatas untuk kepentingan kampanye, baik
dirinya maupun parpolnya.
Terkait dengan sanksi bagi pelaku politik uang dalam kampanye pemilu ini,
sebenarnya UU Pemilu sudah menyatakan dengan tegas apabila yang dikenai hukuman
bukan hanya pemberi dana kampanye, melainkan juga penerimanya. “Namun yang
dibatasi di sini dana perseorangan nonanggota dan noncaleg serta badan usaha.
Laporan keuangan parpol sesuai Undang-undang (UU) Parpol No. 2/2008,
bahwa parpol wajib membuat laporan keuangan untuk diserahkan ke Negara.
Sebagaimana dijelaskan, setiap partai politik wajib membuat pembukuan, memelihara
daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk
diketahui oleh masyarakat dan pemerintah. Disamping itu partai politik harus membuat
laporan keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada KPU setelah diaudit oleh
akuntan public. Dalam hal dana kampanye, maka setiap partai politik harus memiliki
rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan neraca
keuangan hasil audit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6
(enam) bulan setelah hari pemungutan suara.

M. Mekanisme Audit dana kampanye KPU


Adapun mekanisme audit atas dana kempanye KPU adalah sebagai berikut:
1. Menyampaikan laporan penerimaan & pengeluaran dana kampanye ke Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk.
2. Prosedur audit dilakukan dengan mengacu kepada standar profesional akuntan
publik.
3. Perikatan audit dana kampanye berbeda dengan perikatan yang dilaksanakan
berdasarkan standar auditing.
4. KAP tidak menyatakan pendapat atas kewajaran penyajian laporan dana
kampanye maupun efektivitas pengendalian internal atas laporan dana
kampanye.
5. Tujuan audit hanya sebatas memberikan opini terhadap kepatuhan pelaporan
dana kampanye terhadap ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan
dana kampanye.
6. Keluaran audit berupa opini patuh atau tidak patuh.
CONTOH KASUS
Masalah Akuntabilitas Keuangan Partai Politik
Sumber: Transparency International Indonesia: 2008
Masalah terbesar dari partai-partai politik di Indonesia pada Pemilu 1999,
terutama partai-partai baru, adalah masalah pembiayaan kegiatan kampanye Pemilu,
termasuk biaya untuk calon anggota legislatif (caleg). Karena kesulitan ini maka
banyak sekali caleg dari berbagai partai politik yang membiayai sendiri kampanyenya.
Selain itu, ada beberapa partai yang mensyaratkan anggotanya yang ingin menjadi
caleg untuk mengumpulkan uang dengan jumlah minimum agar dimasukkan sebagai
caleg. Dana-dana ini tidak dilaporkan kepada bendahara partai sehingga tidak tercatat
dalam catatan penerimaan dana.
Masalah lain yang kami temukan adalah bahwa laporan keuangan yang
dilaporkan kepada KPU tidak cukup terbuka (tidak full disclosure) dan tidak cukup
mewakili kegiatan partai tersebut secara nasional. Yang diaudit oleh auditor public
adalah hanya DPPnya saja, sedangkan cabang dan ranting tidak diaudit. Padahal ada
banyak dana yang beredar di cabang, di ranting ataupun di caleg yang tidak dikelola
oleh bendahara DPP, yang berarti dana-dana tersebut tidak tercatat sebagai pemasukan
oleh DPP, sehingga tidak diaudit dan tidak dilaporkan ke publik. Lubang ini dipakai
oleh partai untuk mengatasi batasan jumlah dana yang dapat diberikan oleh individu
dan perusahaan.
Persoalan lain adalah bahwa ada banyak sumbangan yang diberikan secara
spontan oleh para pendukung partai politik baik dalam bentuk natura ataupun tunai.
Sumbangan ini ada yang diberikan dalam bentuk menyediakan berbagai fasilitas,
dukungan kampanye, atau pengeluaran uang tunai yang dikelola sendiri, dan
sebagainya. Fasilitas yang disediakan misalnya transportasi, untuk mengangkut masa
pada saat rapat akbar atau untuk calon legislatif dan presiden. Laporan sumbangan
natura ini dilaporkan dengan sangat tidak memadai bahkan ada yang tidak melaporkan
sama sekali.
Beberapa contoh misalnya soal transportasi calon presiden. Hampir semua
kandidat presiden partai-partai besar melakukan perjalanan kampanyenya dengan
memakai helikopter. Kemudian dalam kendaraan sehari-hari memakai mobil mewah,
yang tiba-tiba saja muncul dan dipakai oleh si kandidat padahal publik tahu bahwa
mobil itu bukanlah kepunyaan sang kandidat. Tetapi dalam laporan keuangan, publik
tidak dapat melihat secara jelas pos pengeluaran untuk membayar helicopter dan mobil
mewah ini, padahal biayanya pasti sangat besar. Golkar misalnya hanya melaporkan
biaya perjalanan kampanye hanya sebesar Rp 461.933.120. Angka ini tentu tidak
mewakili perjalanan petinggi-petinggi dan caleg-caleg serta calon presiden Golkar
yang sangat ekstensif pada waktu itu.
Sumbangan natura lain yang tidak muncul di dalam laporan keuangan adalah
biaya-biaya rapat raksasa. Biaya-biaya ini antara lain biaya pengerahan massa dalam
bentuk pengangkutan (bus atau truk), membayar artis (penyanyi, pelawak, band, dan
sebagainya), panggung, dan sebagainya. Selain itu, dana pembuatan bendera, poster,
spanduk, dan iklan, hanya sedikit yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Kalau
dilihat dari intensifnya dan ekstensifnya penyebaran informasi dari partai-partai besar,
maka dana tersebut secara logika awam pasti jauh lebih besar dari yang dilaporkan,
tetapi yang muncul dalam laporan keuangan kampanye jauh lebih sedikit.
Untuk partai yang berkuasa, dalam hal ini Golkar, sangat sulit untuk
menemukan dan membedakan mana biaya yang ditanggung rakyat yang dipakai
pejabat pemerintah untuk kampanye Golkar. Biaya perjalanan presiden, menteri, dan
pejabat di bawahnya walaupun secara teori mereka sudah tidak boleh lagi
berkampanye, namun tetap dapat melakukan pertemuan untuk kepentingan Golkar
dalam perjalanan dinasnya. Selain itu, juga sangat sulit untuk mencegah dipakainya
dana publik untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat karitatif. Kasus dana JPS yang
disalurkan lewat partai politik yang berkuasa pada saat itu, yakni Golkar, jelas-jelas
telah melanggar etika dan aturan main kampanye, tetapi sangat sulit untuk dideteksi.
Banyak penyumbang tidak melaporkan nama dan alamatnya secara jelas.
Bahkan menurut para auditor, banyak sumbangan yang hanya menerakan kata-kata
“Hamba Allah” dalam kolom nama dan alamat penyumbang. Hal ini bisa dijadikan
peluang untuk memberikan sumbangan melewati batas maksimum yang diizinkan
undang-undang dengan memberikan sumbangan lebih dari satu kali dengan nama
“Hamba Allah” tersebut. Tentu petinggi partai tahu siapa yang memberikan sumbangan
ini.
Ada pinjaman dari pribadi yang melebihi batas maksimum sumbangan
individu, namun pinjaman ini tidak dengan akta perjanjian kapan dibayar dan untuk
berapa lama. Dugaan kami ini hanya digunakan sebagai taktik untuk menghindari batas
maksimum sumbangan individu. Tidak ada partai yang melaporkan dana kampanyenya
lebih dari batas maksimum dana kampanye yang ditetapkan KPU, yaitu sebesar Rp 110
milyar. Partai-partai kecil pada umumnya hanya melaporkan penggunaan keuangan
dari jumlah dana kampanye yang diterima dari pemerintah yaitu sebesar Rp 150 juta
saja atau yang Rp 1 milyar saja. Mungkin mereka tidak berhasil menggalang dana dari
publik, namun ada juga yang bersikeras menyatakan bahwa kewajiban mereka
membuat audit hanyalah sebatas audit untuk dana yang mereka terima dari pemerintah
saja.
Hampir semua auditor yang mengaudit dana kampanye Pemilu 1999 tidak
dapat mengeluarkan opini mengenai pengelolaan keuangan partai politik peserta
kampanye Pemilu. Hal ini disebabkan karena partai-partai tidak mempunyai catatan
keuangan yang memadai dan memenuhi standar akuntansi yang dipakai umum,
terutama di kantor-kantor cabang dan ranting. Pencatatan yang baik hanya ada di
bendahara DPP. Ini merupakan kelemahan tetapi dapat pula dipakai sebagai taktik
untuk menghindar dari batasan-batasan yang disebutkan di atas.
Partai politik tidak menyampaikan laporan keuangan yang standar,
sebagaimana yang disampaikan ke MA dan KPU, karena:
1. Didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik menyampaikan
laporan keuangan (dengan kata lain didalam UU Partai Politik tidak ada
kewajiban partai politik menyampaikan laporan keuangan sesuai standar).
2. Standar akuntansi yang ada tidak cukup menjadi pedoman bagi partai politik.

Anda mungkin juga menyukai