Anda di halaman 1dari 12

ASWAJA

NAMA : ROSY ROSDIANI

NPM : 19112691

KELAS : PAI 3G

NU DAN ASWAJA

A. ORGANISASI SEBELUM NU
1. Syarikat islam
Juni 1938, Nahdlatul Ulama menyelenggarakan congres (muktamar.red) ke-13 di
Menes Banten. Salah satu agenda pembahasan dalam congres tersebut adalah terkait
aspirasi sebagian Nahdliyin yang menghendaki NU mengambil jalan politik praktis.
Karena sebelumnya, memasuki tahun 1935, muncul suara-suara dari sebagian Nahdliyin
agar NU menempatkan perwakilannya dalam lembaga politik Volksraad, semacam
Dewan Rakyat bentukan pemerintah Hindia Belanda tahun 1918.

Aspirasi tersebut, pada kongres NU di Menes, secara resmi diusulkan oleh NU


cabang Indramayu. Alasan yang dikemukakan adalah pertama, dengan masuk ke
Volksraad, NU dapat menyampaikan kritik dan aspirasi secara legal atas kebijakan-
kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Kedua, apabila ada tindakan pejabat pemerintah
yang merugikan cabang-cabang dan anggota NU, maka NU dapat membawa
mempersoalankan tindakan itu dalam sidang Voolksraad. Ketiga, keberadaan wakil NU di
Voolksraad, akan membuat eksistensi NU semakin terdengar dan dilihat oleh khalayak
umum, sehingga secara tidak langsung NU dapat melakukan promosi dan propaganda
(Verslag Congres NO ke-XIII, 1938: 72-74).

Usul ini kemudian dibahas dalam majelis sesi kedelapan secara tertutup, yang
dihadiri oleh 53 utusan cabang. Hasilnya, 39 cabang menolak, 11 cabang setuju dan 3
abstain. Mayoritas penolakan itu beranggapan bahwa adanya wakil NU di Voolksraad
sama sekali tidak akan memberikan pengaruh apapun bagi NU, mengingat anggota
mayoritas anggota Volksraad bukan dari jam’iyah NU, bahkan banyak anggotanya yang
tidak beragama Islam. Atas penolakan ini, Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama
(PBNU.red) memberikan penguatan:

Oleh karena kebanjakan dari oetoesan2 (sprekers) itoe sama menjatakan ta’
setoedjoendja kepada oesoel, maka H.B. sendiri terpaksalah djoega ta’ dapat
menentoekan akan sikapnja (pendirianja) jg pasti. Itoelah sebabnja, maka H.B. hanjalah
memberikan akan penerangannja, bahwa djalan2 jang akan ditempoeh oleh N.O. goena
menjampaikan akan segala keberatan2nja kepada pemerintah Agoeng, masihlah amat
banjaknja. Ta’ boleh tidak oesaha2 jang dilakukan oleh N.O. itoe tentoe akan mendapat
perhatiannja pemerintah. Dari itoe tiadalah perloe N.O. mempunjai wakilnja di dalam
raad2 pemerintah tadi (Verslag Congres N.O. ke-XIII, 1938: 74).

Selain itu, jika NU berpolitik praktis dalam Voolksraad, dikhawatirkan akan


tersedotnya tenaga kader NU yang sampai waktu itu masih diperlukan untuk membina
internal NU. Meskipun di kalangan warga NU esensi dari peran dewan rakyat itu sendiri
dapat diterima sebagai sesuatu yang penting untuk menyalurkan aspirasi NU dan rakyat
pada umumnya.

Adapun godaan untuk terlibat dalam politik praktis ini menyeruak di kalangan
sebagian Nahdliyin adalah manakala sebagian kader NU mendapati sebuah realitas
tentang menurunnya pamor Sarekat Islam selepas ditinggal wafat HOS. Cokroaminoto.
Para kader muda NU pengusung politik praktis tersebut juga berharap dapat mengambil
alih peran dari beberapa partai politik yang dikekang pemerintah Hindia Belanda, berikut
peran tokoh-tokoh pergerakan yang banyak diasingkan.

Akan tetapi, kemampuan para “sesepuh” NU dalam memahami arah jaman


(dengan tidak dulu membawa NU berpolitik praktis) secara tidak langsung telah
menguntungkan eksistensi NU pada masa itu. Meskipun cukup potensial menjadi
kekuatan politik baru, namun sikap apolitis ini telah berperan bagi pesatnya
perkembangan pendukung NU dalam rentang waktu di mana Sarekat Islam, terus dilanda
penurunan pengaruh.

Para sesepuh NU berkaca pada perpecahan Sarekat Islam di tahun 1920-an, yang
justru salah satunya disebabkan oleh polemik keberadaan Volksraad. Pada saat itu,
Sarekat Islam yang mengambil jalan perjuangan secara kooperatif, menempatkan
wakilnya di Volksraad, seperti HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, dan Abdul Moeis.
Pilihan para pimpinan Central Sarekat Islam (CSI) tersebut menimbulkan kekecewaan
dan protes di kalangan sebagian kader Sarekat Islam yang menghendaki jalan perjuangan
non-kooperatif, dan ingin bergerak secara revolusioner. Protes muncul dari berbagai
cabang SI di daerah, dipimpin oleh Semaun, ketua Sarekat Islam Cabang Semarang.
Mereka berkeyakinan bahwa Voolksraad hanya akal-akalan kaum Kolonial untuk
mengelabui rakyat dan tokoh-tokoh pergerakan.

Sejarah mencatat, akibat perseteruan tersebut Sarekat Islam akhirnya terpecah


menjadi SI Putih dan SI Merah. SI putih pada tahun 1921 berubah menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI), lalu tahun 1927 berubah jadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), dan terus
mengalami perpecahan internal di tahun-tahun berikutnya. Sedangkan SI Merah, tokoh-
tokohnya bergabung dengan Indische Social Demokratische Vereniging (ISDV), lalu
melebur menjadi Partai Komunis Indonesia pada Mei 1920, dan hanya bertahan tujuh
tahun kemudian karena dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda, akibat melakukan
pemberontakan di Jawa pada November 1926 dan di Sumatera pada Januari 1927.

Sementara NU, oleh karena seringkali bijak dalam mengambil keputusan,


jam'iyah bentukan para ulama khos ini dapat berumur panjang. Tidak hanya mampu
melewati fase akhir masa Hindia Belanda, ikut berjuang dalam mempertahankan
kemerdekaan, bahkan terus eksis sampai saat ini.

2. Muhammadiyah
Lahirnya Muhammadiyah pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H (18 November
1912) di Yogyakarta , dan sejarah hidup pendiri awalnya yakni KH. Ahmad Dahlan,
karna dari pemikiran dan usaha beliaulah lahirnya embrio organisasi yang kemudian
setelah mengalami perputaran waktu berubah menjadi seperti dan sebesar sekarang
ini.
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan
nama kecilnya adalah Muhammad Darwis 7 anak dari KH Abu Bakar bin Kiyai
Sulaiman, khatib di Masjid sultan di kota itu, ibunya adalah anak dari Haji
Ibrahim penghulu.Seteleh ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam ilmu
nahu, fiqhi dan tafsir di Yogya dan sekitarnya, ia pergi ke Mekkah ( tahun 1890 )
dan belajar kepada Syaikh Ahmad Khatib yang merupakan salah saorang dari
guru-guru beliau selama di kota Mekkah, dan sekitar tahun 1903 ia kembali
mengunjungi Indonesia.

3. Boedi oetomo
Dalam tahun 1909 Ahmad Dahlan masuk organisasi Budi Utomo dengan
maksud memberikan pelajaran agama kepada anggota-anggotanya, dengan jalan
ini ia berharap dapat memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah,
karena anggota-anggota budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah
pemerintah.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh kalangan Muhammadiyah
yang menjadi faktor didirikannya organisasi ini Oleh KH. Ahmad Dahlan antara
lain :
1). Ia melihat bahwa umat Islam tidak memegang teguh al-Qur’an dan Sunnah dalam
beramal sehingga takhayul dan syirik merajalela, ahlak masyarakat runtuh.
Akibatnya,amalan-amalan mereka merupakan campuran antara yang benar dan salah.
Sebagaimana diketahui,orang-orang Indonesia sudah beragama Hindu sebelum
datangnya Islam. Menurut catatan sejarah, agama Hindu dibawah pertama kali masuk
Indonesia oleh pedagang-pedagang India sehingga pengaruhnya tidak terlepas dari
umat Islam.
2). Lembaga-lembaga pendidikan agama yang ada pada waktu itu tidak efisien.
Pesantren, yang menjadi lembaga pendidikan kalangan bawah, pada masa itu dinilai
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada waktu itu
pendidikan di Indonesia telah terpecah dua, yaitu pendidikan secular yang
dikembangkan oleh Belanda dan pedidikan pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-
ilmu yang berhubungan dengan agama. Akibatnya terjadi jurang pemisah yang sangat
dalam antara golongan yang mendapat pendidikan secular dan golongan yang
mendapatkan pendidikan di pesantren. Ini juga mengakibatkan terpecah rasa
persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah) di kalangan umat Islam dan semakin melemahnya
kekuatan umat Islam.
3). Kemiskinan menimpa rakyat Indonesia, terutama umat Islam, yang sebagian besar
adalah petani dana buruh. Orang kaya hanya mementingkan dirinya sendiri, dan
bahkan banyak ulama lupa mengingatkan umatnya bahwa Islam mewajibkan zakat
bagi si kaya, sehingga hak-hak orang miskin terabaikan.
4). Aktivitas misi Katolik dan Protestan sudah giat beroperasi sejak awal abad ke-19
dan bahkan sekolah-sekolah misi mendapat subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.
5). Kebanyakan umat Islam hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta,
serta berpikir secara dogmatis. Kehidupan umat Islam masih diwarnai konservatisme,
formalisme, dan tradisionalisme.
Mulanya daerah operasional Muhammadiyah sangat terbatas, hanya di
Kauman Yogyakarta saja. Setelah kongres Budi Utomo (1917) dimana Ahmad
Dahlan menyampaikan pidatonya yang sangat memukau peserta kongres,
sehingga pengurus Muhammadiyah menerima permintaan dari berbagai tempat
untuk mendirikan cabang3cabangnya, untuk maksud tersebut anggaran dasarnya
yang membatasi pada kegiatan3kegiatan di Yogyakarta saja, haruslah terlebih
dahulu dirobah, maka pada tahun 1920 daerah kegiatan Muhammadiyah diluaskan
meliputi seluruh pulau Jawa dan pada tahun 1921 ke seluruh Indonesia.
Organisasi wanitanya bernama Aisyiyah, semula merupakan suatu
organisasi yang terdiri dari kaum wanita di Yogyakarta yang berdiri pada tahun
1918 dengan nama Sopotrisno, kemudian tahun 1922 organisasi ini resmi menjadi
bagian dari Muhammadiyah, kemudian disusul dengan berdirinya Hizbul Wathan
dan majelis3majelis lainnya.
Organisasi Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berlandaskan pada 9 khittah perjuangan
diantaranya adalah Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang akti
dalam politik untuk brnar benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara
bersunguh-sunguh dengan mengedepankan tanggun jawab (al-amanah), akhlak mulia
(al- akhlak al-karimah), keteladanan (al- Uswah al-hasanah), dan perdamaian (al-
islah). Dan segala aktivitasnya harus sejalan dengan upaya memperjuangkan amar
ma’ruf nahi munkar.

B. SEJARAH NU

1. Latar belakang berdirinya NU

Nahdlatul Ulama merupakan organisasi kemasyarakatan sekaligus sebagai


organisasi keagamaan yang lebih dikenal dengan istilah jam‟iyah, yang berprinsip
moderat terhadap adat istiadat dengan toleransinya terhadap masyarakat dan sesuai
dengan prinsip Nahdlatul Ulama.Nahdhatul Ulama (NU) menjadi salah satu
organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang pembentukannya merupakan
kelanjutan perjuangan kalangan pesantren dalam melawan kolonialisme di Indonesia.
NU didirikan pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya oleh sejumlah ulama
tradisional yang diprakarsai oleh KH. Hasyim Asy‟ari.
Pembentukan NU merupakan reaksi satu sisi terhadap berbagai aktivitas
kelompok reformis, Muhammadiyah dan kelompok modernis moderat yang aktif
dalam gerakan politik, Syarekat Islam (SI), sisi lain terhadap perkembangan politik
dan paham keagamaan internasional. Maksud Nahdlatul Ulama berdiri memang
mempunyai motivasi keagamaan, yaitu mempertahankan Islam ahlussunnah wal
jamaah sebagaimana latar belakang didirikannya Nahdlatul Ulama.Dengan latar
belakang keagamaan yakni mendarah dagingnya ajaran ahlussunnah waljamaah
(pendukung madzhab Syafi‟i) pada masa pergerakan nasional.Sebagai lanjutan,
organisasi ini bertujuan sesuai motivasi berdirinya yaitu mencapai izzatul Islam wal
muslimin atau dengan kata lain membentuk masyarakat Islam Ahlussunnah wal-
Jama‟ah.Sedangkan Ahlussunnah wal-Jama‟ah sendiri memiliki pengertian dalam
orang-orang yang meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi dan para sahabatnya yang
bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
2. Paham keagamaan NU
Sejak awal berdirinya, NU telah menentukan pilihan keagamaan yang akan
dianut, dikembangkan, dan dijadikan sebagai rujukan dalam kehidupan beragama,
berbangsa, dan bernegara. Paham keagamaannya adalah Ahlussunah wal Jama‟ah.
Pengertian dari Ahlussunah wal Jama‟ah adalah golongan umat Islam yang dalam
bidang tauhid mengikuti ajaran Imam Al-Asy‟ari,sedangkan dalam bidang fiqih
mengikuti salah satu mazhab empat.
Dalam kata pengantar Anggaran Dasar NU tahun 1947. KH. Hasyim
Asy‟ari menegaskan paham keagamaan NU, yaitu: Wahai para ulama dan para
sahabat sekalian yang takut kepada Allah dari golongan Ahlussunah wal Jama‟ah,
yah! Dari golongan yang menganut mazhab imam yang empat. Engkau sekalian
orang-orang yang telah menuntut ilmu pengetahuan agama dari orang-orang yang
hidup sebelum kalian dan begitu juga seterusnya dengan tidak gegabah dengan
memilih seorang guru dan dengan penuh ketelitian pula kalian memandang seorang
guru di mana kalian menuntut ilmu pengetahuan daripadany. Maka oleh karena
menuntut ilmu pengetahuan dengan cara demikian itulah, maka sebenarnya, kalian
yang memegang kunci bahkan juga menjadi pintunya ilmu pengetahuan agama Islam.
Oleh karenanya, apabila kalian memasuki suatu rumah, hendaknya melalui pintunya,
maka barangsiapa memasuki suatu rumah tidak melalui pintunya, maka ia dikatakan
pencuri.
Namun paham Ahlussunnah wal Jama‟ah yang dianut NU ini berbeda dengan
paham kelompok modernis yang juga mengaku penganut Ahlussunnah wal Jama‟ah.
Dalam bidang hukum kalangan tradisional menganut ajaran-ajaran dari salah satu
mazhab empat sedangkan modernis tidak sama sekali. Dalam memahami Islam
kalangan modernis hanya bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadits yang sahih
sedangkan tradisionalis selain Al-Qur‟an dan Hadits, ijma‟ dan qiyas juga dijadikan
sebagai sumber ajaran Islam.

C. LOGO NU

Dalam anggaran dasar NU pasal 4 sudah dijelaskan bahwa lambang Nahdlatul


Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul. Kemudian dikitari
oleh 9 (Sembilan) Bintang.
Untuk yang 5 bintang terletak melingkar diatas garis khatulistiwa,sedangkan 4
bintang lainnya terletak melingkar di bawah khatulistiwa,Kemudian ada tulisan
Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab yang melintang dari kanan ke kiri. Dan semua
terlukiskan dengan warna putih di atas dasar warna hijau.
Adapun Lambang Nahdlatul Ulama memiliki arti berikut :

1. Globe (Bola dunia)


Globe atau bola dunia melambangkan bumi atau tempat manusia hidup untuk
mencari kehidupan yaitu dengan berjuang, beramal dan berilmu. Bumi mengingatkan
bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah serta dikeluarkan dari
tanah pada hari kiamat.

2. Peta Indonesia 

Lambang NU yang kedua adalah Peta Indonesia yang terlihat pada Globe
(Bola Dunia). Peta Indonesia tersebut melambangkan bahwa NU berdiri di Indonesia
dan berjuang untuk kejayaan NKRI.

3. Tali Bersimpul

Lambang NU yang berikutnya adalah Tali Bersimpul yang melingkari Globe


(Bola Dunia). Tali Bersimpul disini melambangkan persatuan yang kokoh, kuat dan
ikatan di bawahnya melambangkan hubungan manusia dengan Allah SWT, untaian
tali berjumlah 99 yang melambangkan Asmaul Husna.

4. Bintang 

Lambang NU yang Keempat adalah Bintang. Bintang yang paling besar


melambangkan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan empat bintang di
atas garis khatulistiwa melambangkan kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu
Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib.
Sedangkan untuk 4 Bintang di bawah garis khatulistiwa melambangkan 4 madzhab
yang dianut oleh Nahdlatul Ulama, yaitu Imam Hanafi, Iman Maliki, Imam Syafi'i
dan Imam Hambali. Sedangkan total keseluruhan bintangnya adalah 9 (Sembilan)
yang melambangkan Wali Songo.

5. Tulisan Arab Nahdlatul Ulama 

Lambang NU yang berikutnya adalah tulisan arab yang membentang dari


kanan ke kiri menunjukkan nama organisasi yang Berarti kebangkitan para ulama.

6. Warna Dasar Hijau


Lambang NU yang terakhir adalah Warna dasar hijau, yaitu melambangkan
kesuburan tanah air Indonesia. Sedangkan tulisan yang berwarna putih melambangkan
kesucian. 

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa NU adalah organisasi


keagamaan yang setia mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dan para sahabat,
menganut salah satu mazhab 4 serta sebagai kelanjutan dari perjuangan Wali Songo
dalam berdakwah Islam di Indonesia.

D. TOKOH-TOKOH NU

Jam’iyyah Nahdlatul Ulama melahirkan para pejuang yang merebut dan


mempertahankan kemerdekaan. Meski para pahlawan dari NU dan pesantren terbilang
banyak, tapi hanya beberapa nama yang kemudian mendapat gelar Pahlawan
Nasional. Berikut ini beberapa nama dengan riwayat sangat singkat tokoh-tokoh NU
yang mendapat gelar itu.

1. Hadratussyekh KH Hasyim Asyari


Hadratussyekh KH Hasyim As’yari adalah tokoh utama dan pendiri dari
Nahdatul Ulama. Ia merupakan satu-satunya penyandang gelar Rais Akbar NU hingga
akhir hayatnya. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 17 November
1964 berkat jasanya yang berperan besar melawan penjajah. Salah satu di antara
jasanya untuk negara ini adalah memutuskan NU untuk mengeluarkan Resolusi Jihad
pada 22 Oktober 1945. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai Hari Santri
Nasional.
2. KH Abdul Wahid Hasyim
KH Abdul Wahid Hasyim adalah putra Hadratussyekh KH Hasyim As’yari
dan ayah dari presiden keempat RI KH Abdurrahmann Wahid. Ia merupakan salah
satu anggota Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Ppanitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Di pondok
pesantren Tebuireng ia mempelopori masuknya ilmu pengetahuan umum ke dunia
pesantren. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tanggal 17 November 1960.
3. KH Zainul Arifin
KH Zainul Arifin, merupakan tokoh NU asal Sumatera Utara. Ia aktif di NU
sejak muda. Di antara jasanya adalah pada pembentukan pasukan semi militer
Hizbullah. Kemudian menjadi panglimanya. Ia pernah menjadi perdana menteri
Indonesia, Ketua DPR-GR. Selain itu, beliau juga berjasa dalam menjadi anggota
badan pekerja Komite Nasional Pusat. Pemerintah menetapkan dirinya sebagai
pahlawan nasional pada 4 maret 1963.
4. KH Zainal Mustofa
KH Zainal Mustofa merupakan tokoh NU dari Tasikmalaya, pernah menjadi
salah seorang Wakil Rais Syuriyah. Ia salah seorang kiai yang secara terang-terangan
melawan para penjajah Belanda. Ketika Belanda lengser dan diganti penjajag Jepang,
KH Zainal Mustafa tetap menolak kehadiran mereka. Ia dan santrinya mengadakan
perang dengan Jepang. Atas jasanya ia dianugerahi sebagai pahlawan nasional
pada1972.
5. KH Idham Chalid
Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet
Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua
MPR dan Ketua DPR. Selain sebagai politikus, ia merupakan Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama pada tahun 1956-1984. Hingga saat ini ia merupakan ketum
paling lama di ormas bentukan para kiai itu. Atas jasanya, ia ditetapkan sebagai
pahlawan pada 8 November 2011. Kemudian pada 19 Desember 2016, Pemerintah
mengabadikan beliau di pecahan uang kertas rupiah baru, pecahan Rp. 5.000,- .
6. KH Abdul Wahab Chasbullah
KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan Salah seorang pendiri NU.
Sebelumnya, ia pendiri kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran),
pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri), pendiri Nahdlatut Tujjar
(Kebangkitan Pedagang). Sejak 1924, mengusulkan agar dibentuk perhimpunan
ulama untuk melindungi kepentingan kaum tradisionalis. Usulannya terwujud dengan
mendirikan NU pada 1926 bersama kiai-kiai lain. Ia juga salah seorang penggagas
MIAI, pernah menjadi Rais ‘Aam PBNU. Kiai yang wafat pada 29 Desember 1971 itu
mendapatkan gelar pahlawan pada 8 November 2014.
7. KH As’ad Syamsul Arifin
KH As’ad Syamsul Arifin salah seorang kiai berperang melawan penjajah. Ia
menjadi pemimpin para pejuang di Situbondo, Jember maupun Bondowoso, Jawa
Timur. Di masa revolusi fisik, Kiai As'ad menjadi motor yang menggerakkan massa
dalam pertempuran melawan penjajah pada 10 November 1945. Selepas kemerdekaan
Kiai As'ad adalah penggerak ekonomi-sosial masyarakat. Ia menyerap aspirasi dari
warga kemudian mendorong pemerintah daerah, menteri, maupun presiden guna
mewujudkan pembangunan yang merata. Kiai As'ad juga berperan menjelaskan
kedudukan Pancasila tidak akan mengganggu nilai-nilai keislaman. Atas jasa-jasanya,
ia mendapat anugerah pahlawan pada 9 November 2016.

8. KH Syam’un  
Ia merupakan pengurus NU di Serang, Banten. Ia pernah hadir di Muktamar
NU keempat di Semarang pada 1929, pada Muktamar NU kelima di Pekalongan 1930
dan pada Muktamar NU kesebelas di Banjarmasin pada 1936. 
KH Syam'un adalah sosok ahli bahasa, menguasai tiga bahasa asing dan
pernah mengajar di Arab Saudi pada masa mudanya, ketika kembali ke tanah air, ia
bergabung dengan kelaskaran. Ia pernah menjadi perwira tentara sukarela Pembela
Tanah Air (PETA). Pernah menjadi Komandan Batalyon berpangkat daidancho atau
mayor tahun 1943. Tahun 1944 dilantik jadi Komandan Batalion PETA berpangkat
mayor, memimpin 567-600 orang pasukan. 
Saat TKR dibentuk 5 Oktober 1945, pangkatnya naik jadi kolonel, Komandan
Divisi l TKR dengan memimpin 10.000 orang pasukan. Tahun 1948, ia naik pangkat
brigadir jenderal. Ia memimpin gerilya di wilayah Banten, sampai wafatnya tahun
1949. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI pada 8 November
2018.  
9. KH Masykur  
KH Masjkur adalah tokoh Nahdlatul Ulama pernah menjadi anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di antara
kontribusinya semasa hidup adalah ikut terlibat merumuskan Pancasila sebagai dasar
negara. KH Masykur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) yang
kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI di seluruh Jawa. Ketika pertempuran
10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah. 
Ia pernah menjadi Menteri Agama Indonesia pada 1947 hingga 1949 dan 1953
sampai 1955. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI periode
1956 sampai 1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada 1968. Selain itu,
Kiai Masykur ikut serta membangun moral anak bangsa dengan mendirikan Yayasan
Sabililah, lembaga masyarakat yang bergelut di bidang pendidikan. Ia ditetapkan
pemerintah sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah pada 8 November 2019 

REFERENSI

http://etheses.iainkediri.ac.id/1893/2/933100412_bab%202.pdf

http://www.abusyuja.com/2019/10/arti-lambang-nu-dan-tujuannya.html

https://www.nu.or.id/post/read/83084/inilah-tokoh-tokoh-nu-bergelar-pahlawan-nasional

https://jabar.nu.or.id/detail/inilah-9-tokoh-nu-yang-bergelar-pahlawan-nasional

https://media.neliti.com/media/publications/240278-organisasi-islam-dan-pengarunya-pada-huk-
88bc1580.pdf

https://www.nu.or.id/post/read/120737/congres-ke-13-nu--volksraad--dan-perpecahan-sarekat-islam

Anda mungkin juga menyukai