Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i  

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii  

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2  

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan........................................................................... 2   

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Pengertian Sofisme ........................................................................... 3    

B. Ciri-ciri dan Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Sofistik ............................. 4

C. Tokoh-tokoh Sofisme dan Ajarannya ................................................................... 7

D. Ajaran Pokok Kaum Sofisme ............................................................................... 14

E. Komentar .............................................................................................................. 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................ 16  

B. Saran........................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... iii


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam makalah ini kita akan mempelajari perkembangan filsafat Yunani dalam pertengahan

kedua abad ke-5 SM. Zaman ini meliputi baik aliran yang disebutkan Sofistik maupun filsafat

Sokrates. Kita akan melihat bahwa Sokrates tidak begitu bersahabat dengan kaum Sofis.

Filsafat Sokrates sebagian dapat dimengerti sebagai reaksi serta kritik atas pendapat-pendapat

kaum Sofis. Namun demikian, ada alasan juga untuk membicarakan mereka berdua dalam

bab yang sama. Bukan saja mereka hidup dalam zaman yang sama, melainkan juga mereka

membaharui filsafat dengan cara yang sama.

Filsuf dan sastrawan Roma yang bernama Cicero akan mengatakan bahwa Sokrates telah

memindahkan filsafat dari langit ke atas bumi. Maksudnya bahwa filsafat pra-sokratis, telah

memandang alam semesta dengan rupa-rupa cara, sedangkan Sokrates mencari obyek

penyelidikannya di bumi ini, yakni manusia. hal yang sama dapat dikatakan juga tentang

kaum Sofis. Mereka pun memusatkan seluruh perhatiannya pada manusia. Ketika kita

mempelajari filsafat pra-sokratis, sudah beberapa kali kita bertemu dengan persoalan-

persoalan yang menyangkut manusia, tetapi hanya sepintas lalu. Dalam zaman ini manusia

menjadi obyek pertama dan utama untuk menyelidiki filsafat.

B. Rumusan Masala

1. Apa itu sofisme dan bagaimana sejarahnya.?

2. Apa ciri-ciri dan Faktor apa saja yang menyebabkan munculnya sofistik.?

3. Siapa saja tokoh-tokoh aliran sofisme dan bagaimana ajarannya.?

4. Apa pengaruh aliran sofisme itu sendiri.?


C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Sofisme dan Sejarahnya

2. Untuk Memahami Faktor Munculnya Sofistik

3. Untuk Mengetahui Tokoh Aliran Sofisme dan Ajaranya

4. Untuk Memahami Pengaruh Aliran Sofisme


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Pengertian Sofisme

1. Sejarah Sofisme

Sofis adalah nama yang diberikan kepada sekelompok filsuf yang hidup dan berkarya

pada zaman yang sama dengan Sokrates. Mereka muncul pada pertengahan hingga akhir abad

ke-5 SM.

Meskipun sezaman, kaum sofis dipandang sebagai penutup era filsafat pra-sokratik

sebab Sokrates akan membawa perubahan besar di dalam filsafat Yunani. Golongan sofis

bukanlah suatu mazhab tersendiri, sebab para filsuf yang digolongkan sebagai sofis tidak

memiliki ajaran bersama ataupun organisasi tertentu. Karena itu, sofisme dipandang sebagai

suatu gerakan dalam bidang intelektual di Yunani saat itu yang disebabkan oleh beberapa

faktor yang timbul saat itu.

Kaum Sofis muncul pada pertengahan abad ke-5 SM. Beberapa orang filsuf sofis yang

terkenal tidak berasal dari Athena, namun semua nya pernah mengunjungi dan berkarya di

Athena.

2. Pengertian Sofisme

Sofisme berasal dari kata sofis yang berarti cerdik, pandai.Namun kemudian

berkembang artinya menjadi bersilat lidah. Sebab kaum sofis cara menyampaikan filsafatnya

dengan hal berkeliling ke kota-kota dan ke pasar-pasar. Para pemuda dilatih kemahiran

berdebat dan berpidato. Kepandaian itu untuk mempertahankan apa yang dianggap benar.

 
B. Ciri-ciri dan Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Sofistik

Beberapa cirri sofistik yaitu, Aliran yang disebut Sofistik tidak merupakan suatu

mazhab, yang dapat dibandingkan dengan mazhab Elea umpamanya. Bertentangan dengan

suatu mazhab, para sofis tidak mempunyai ajaran bersama. Sebaiknya Sofistik dipandang

sebagai suatu aliran atau pergerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan oleh beberapa

factor yang timbul dalam zaman itu. Tetapi sebelum kita memandang factor-faktor itu, lebih

dahulu sepatah kata harus dikatakan tentang sanam “Sofis”. Nama “Sofis” (sophistes) tidak

digunakan sebelum abad ke-5. arti yang tertua adalah “seorang bijaksana” atau “seorang yang

mempunyai keahlian dalam bidang tertentu”.

Terlalu cepat kata ini dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendikiawan”. Herodotos

memakai nama sophistes untuk Pythagoras. Pengarang Yunani yang bernama Androtion

(abad ke-4 SM) mempergunakan nama ini untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana”

dari abad ke-6 dan Sokrates. Lysias, ahli pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad

ke-4 nama philoshopos menjadi nama yang biasa dipakai dalam arti “sarjana” atau

“cendikiawan”, sedangkan nama sophists khusus dipakai untuk guru-guru yang berkeliling

dari kota ke kota dan memainkan peranan penting dalam masyarakat Yunani sekitar

pertengahan kedua abad ke-5. di sini kita juga mempergunakan kata “Sofis” dalam arti

terakhir ini.

Pada kemudian hari nama “Sofis” tentu tidak harum. Akibatnya masih terlihat dalam

bahasa-bahasa modern. Dalam bahasa Inggris misalnya kata “sophist” menunjukkan

seseorang yang menipu orang lain dengan mempergunakan argumentasi-argumentasi yang

tidak sah. Cara berargumentasi yang dibuat dengan maksud itu dalam bahasa Inggris disebut

“sophism” atau “sophistery”. Terutama Sokrates, Plato dan Aristoteles denga kritiknya atas

kaum Sofis menyebabkan nama “sofis” berbau jelek. Salah satu tuduhan adalah bahwa para

Sofis meminta uang untuk pengajaran yang mereka berikan.


Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para Sofis merupakan “pemilik

warung yang menjual barang rohani” (313 c). dan Aristoteles mengarang buku yang berjudul

Sophistikoi elenchoi (cara-cara berargumentasi kaum Sofis); maksudnya cara berargumentasi

yang tidak sah.

Demikianlah para Sofis memperoleh nama yang jelek, hal mana masih dapat

dirasakan sampai pada hari ini, sebagaimana nyata dengan contoh-contoh dari bahasa Inggris

tadi. Beberapa Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Sofistik

Pertama Sesudah perang Parsi selesai (tahun 449 SM), Athena berkembang pesat dalam

bidang politik dan ekonomi. Di bawah pimpinan Periklespolis inilah yang menjadi pusat

seluruh dunia Yunani. Sampai saat itu Athena belum mengambil bagian dalam filsafat dan

ilmu pengetahuan yang sedang berkembang sejak abad ke-6. Tetapi sering kali dalam sejarah

dapat kita saksikan bahwa negara atau kota yang mengalami zaman keemasan dalam bidang

politik dan ekonomi menjadi pusat pula dalam bidang intelektual dan cultural.

Demikian halnya juga dengan kota Athena. Kita sudah melihat bahwa Anaxagoras

adalah filsuf pertama yang memilih Athena sebagai tempat tinggalnya. Para Sofis tidak

membatasi tidak membatasi aktivitasnya pada polis Athena saja. Mereka adalah guru-guru

yang bepergian keliling dari satu kota ke kota lain. Tetapi Athena sebagai pusat cultural yang

baru mempunyai daya tarik khusus untuk kaum sofis. Protagoras misalnya, yang dari sudut

filsafat boleh dianggap sebagai tokoh yang utama antara para Sofis, sering-sering

mengunjungi Athena. Kedua, Faktor Lain yang dapat membantu untuk memahami timbulnya

gerakan Sofistik adalah kebutuhan akan pendidikan yang dirasakan di seluruh Hellas pada

waktu itu. Sudah kami utarakan bahwa bahasa merupakan alat politik yang terpenting dalam

masyarakat Yunani. Sukses tidaknya dalam bidang politik sebagian besar tergantung pada

kemahiran berbahasa yang diperlihatkan dalam sidang umum, dewan harian atau sidang

pengadilan. Itu teristimewa benar dalam masa yang dibahas di sini, karena hidup politik
sangat diutamakan. Khususnya di Athena, yang sekarang mengalami puncaknya sebagai polis

yang tersusun dengan cara demokratis. Itulah sebabnya tidak mengerankan bahwa orang

muda merasakan kebutuhan akan pendidikan serta pembinaan, supaya nanti mereka dapat

memainkan peranannya dalam hidup politik. Sampai saat itu pendidikan di Athena tidak

melebihi pendidikan elementer saja.

Kaum Sofis memenuhi kebutuhan akan pendidikan lebih lanjut. Mereka mengajarkan

ilmu-ilmu seperti matematika, astronomi dan terutama tata bahasa. Mengenai ilmu yang

terakhir ini mereka boleh dipandang sebagai perintis. Dan tentu saja, kaum Sofis juga

mempunyai jasa-jasa besar dalam mengembangkan ilmu retorika atau ilmu berpidato. Selain

dari pelajaran dan latihan untuk orang muda, mereka juga memberi ceramah-ceramah dengan

cara populer untuk khalayak ramai yang lebih luas.

Dari uraian di atas ini boleh ditarik kesimpulan bahwa kaum Sofis untuk pertama

kalinya dalam sejarah mengorganisir pendidikan untuk orang muda. Dari sebab

itu paidela (kata Yunani untuk “pendidikan”) dapat dianggap sebagai suatu penemuan

Yunani. Itulah salah satu jasa yang besar sekali, yang pengaruhnya masih berlangsung terus

sampai dalam kebudayaan modern. Ketiga,Faktor yang mempengaruhi timbulnya aliran

Sofistik boleh dilukiskan sebagai berikut. Karena pergaulan dengan banyak negara asing,

orang Yunani mulai menginsyafi bahwa kebudayaan mereka berlainan dari kebudayaan-

kebudayaan lain.

Pada umumnya para Sofis akan menjawab bahwa hidup sosial tidak mempunyai dasar

kodrati. Sampai-sampai Protagoras tidak ragu-ragu mengatakan bahwa manusia adalah

ukuran untuk segala sesuatu. Dengan demikian kaum Sofis jauh-jauh dalam relativitasme di

bidang tingkah laku etis di bidang pengenalan.


Dengan relativisme dimaksudkan pendirian bahwa baik buruk dan benar salah itu

bersifat relatif saja. Atau dengan kata lain, baik buruk dan benar salah tergantung pada

manusia bersangkutan. Sokrates dan Plato dengan tajam sekali akan mengkritik pendirian itu.

Tetapi dapat dibayangkan bahwa kaum Sofis mengalami sukses besar dengan anggapannya

yang menentang tradisi-tradisi tua, terutama dalam kalangan kaum muda. Dalam hal ini

angkatan muda Yunani tidak berbeda banyak dengan angkatan muda pada zaman lain, karena

mereka selalu cenderung membuang yang kolot dan memihak kepada yang serba baru.

C. Tokoh-tokoh Sofisme Dan Ajarannya.

Di dalam sejarah filsafat, dikenal beberapa nama filsuf yang termasuk di dalam kaum

sofis, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Protagoras

a). Riwayat Hidup

Protagoras lahir kira-kira pada tahun 485 di kota Abdera di daerah Thrake.

Demokritos adalah sewarga kotanya yang lebih muda. Sering kali ia datang ke Athena dan di

sana ia terhitung pada kalangan sekitar Perikles. Atas permintaan Perikles ia mengambil

bagian dalam mendirikan kota perantauan Thurioi di Italia Selatan pada tahun 444. pendirian

kota itu dimaksudkan Perikles sebagai usaha pan-Hellen, berarti seluruh Hellas diharapkan

mengambil bagian dalamnya. Ada tokoh-tokoh terkemuka yang ikut dalam usaha itu, seperti

misalnya Herodotos, Hippodamos dan Lysias. Protagoras diminta untuk mengarang undang-

undang dasar bagi polis baru itu.

Menurut Diogenes Laertios pada akhir hidupnya Protagoras dituduh di Athena karena

kedurhakaan (asebia) dan bukunya tentang agama dibakar di hadapan umum. Diceritakan

pula bahwa Protagoras melarikan diri ke Sisilia, tetapi pada perjalanan ini ia tewas, akibat

perahu layar tenggelam. Tetapi karena kesaksian Diogenes Laertios ini tidak dapat
dicocokkan dengan data-data lain, kebanyakan sejarawan modern menyangsikan

kebenarannya.

Protagoras mengarang sejumlah buku. Hanya beberapa fragmen pendek masih disimpan.

Tetapi isi ajarannya dapat diterapkan, karena gagasan Protagoras ramai dipersoalkan di

kemudian hari. Plato merupakan sumber yang utama, khususnya kedua dialognya yang

berjudul Theaitetos dan Protagoras.

b). Ajaran.

Tentang pengenalan Dalam buku yang berjudul Atletheia (“kebenaran”) terdapat

tuturan. Protagoras yang terkenal, yang disimpan dalam kumpulan H. Diels sebagai fragmen

1: “Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya; untuk hal-hal yang ada sehingga mereka

ada dan untuk hal-hal yang tidak ada sehingga mereka tidak ada”. Pendiri ini boleh disebut

relativisme, artinya kebenaran dianggap tergantung pada manusia. Manusialah yang

menentukan benar tidaknya, bahkan ada tidaknya. Di sini dapat dipersoalkan bagaimana kita

mesti mengerti kata “manusia” itu. Yang dimaksudkan Protagoras, manusia perorangan

ataukah manusia sebagai umat manusia? Apakah kebenaran tergantung pada Anda dan pada

saya, sehingga kita mempunyai kebenaran sendiri-sendiri? Ataukah kebenaran tergantung

pada kita bersama-sama, sehingga kebenaran itu sama untuk semua manusia, biar pun tidak

mempunyai arti terlepas dari manusia? Tidak dapat disangsikan bahwa Plato mengartikan

perkataan Protagoras tadi mengenai manusia perorangan. Itu jelas karena contoh yang

diberikannya untuk menerangkan pendapat Protagoras. Contohnya sebagai berikut: Angin

yang sama dirasakan panas oleh satu orang (yaitu orang sehat) dan dirasakan dingin oleh

orang lain (yang dalam keadaan sakit/demam). Mereka kedua-duanya benar! Dan tidak ada

alasan yang menuntut bahwa kita membatasi pendapat Protagoras ini atas pengenalan

inderawi saja.
Oleh karenanya kebenaran seluruhnya harus dianggap relatif terhadap manusia bersangkutan.

Semua pendapat sama benar, biarpun sama sekali bertentangan satu sama lain. Tetapi, kalau

demikian, pendapat Protagoras sendiri tidak merupakan kekecualiaan. Karena, sebagaimana

disimpulkan oleh Plato, secara konsekuen pendapat Protagoras hanya benar untuk dia sendiri

saja dan mungkin sekali bagi orang lain kebalikannya yang benar.

c). Seni berdebat

karangan lain berjudul antilogiai (Pendirian-pendirian yang bertentangan).Dalam

karya ini Protagoras mengemukakan anggapan yang tentu ada hubungannya dengan

relativisme yang diuraikan di atas. Dan anggapan ini sesuai dengan keaktifan khusus kaum

Sofis, sebab kita sudah melihat bahwa mereka terutama giat dalam bidang kemahiran

berbahasa. Suatu fragmen disimpan yang barangkali merupakan kalimat pertama dari karya

tersebut: “tentang semua hal terdapat dua pendirian yang bertentangan”. Boleh diandaikan

bahwa perkataan ini menyatakan gagasan pokok karya ini. Kalau benar tidaknya sesuatu

tergantung pada manusia, harus disimpulkan bahwa satu pendirian tidak lebih benar dari pada

kebalikannya. Ini mempunyai konsekuensi besar untuk seorang ahli berpidato. Terserah pada

kepandaiannya apakah ia akan berhasil meyakinkan para pendengarnya mengenai kebenaran

suatu pendirian yang sepintas lalu rupanya tidak begitu sah.

Dari sebab itu perlu suatu latihan yang memungkinkan orang “membuat argumen

yang paling lemah menjadi yang paling kuat”. Para musuh kaum Sofis telah menafsirkan

gagasan ini dalam arti moral. Mereka memberi kesan seakan-akan menurut Protagoras

perbuatan yang sama serentak dapat dicela dan serentak juga dipuji, sehingga sesuatu yang

baik dijadikan sesuatu yang buruk dan sebaliknya.

Dengan demikian seni berdebat menjadi alat yang cocok sekali untuk penjahat-

penjahat. Tetapi tidak ada alasan apa pun untuk menyangka bahwa maksud Protagoras
memang begitu. Oleh tradisi Yunani disampaikan kesaksian bahwa Protagoras mempunyai

tabiat yang luhur dan dihormati oleh umum.

d). Ajaran tentang negara dalam karya yang bernama tentang keadaan yang Asli.

Protagoras memberi suatu teori tentang asal usul negara. Teori ini dipengaruhi di satu

pihak oleh pengalaman yang sudah disebut di atas, yakni bahwa tiap-tiap negara mempunyai

adat kebiasaan sendiri dan di lain pihak oleh kenyataan bahwa pada waktu itu banyak kota

perantauan masing-masing mendapat undang-undang baru. Kita sudah mendengar bahwa

Protagoras sendiri juga menyusun undang-undang demikian. Protagoras berpendapat bahwa

negara tidak berdasarkan kodrat, tetapi diadakan oleh manusia sendiri. Ia melukiskan

timbulnya keadaan itu ia mengalami rupa-rupa kedulitan, seperti gangguan dari pihak

binatang buas, bencana alam dan lain sebagainya. Karena ia tersendiri merasa lemah dan

tidak berdaya, ia mulai berkumpul dengan teman-teman manusia lainnya dalam kota-

kota.tetapi cepat sekali ia mengalami bahwa hidup bersama tidak gampang pula. Dengan

suatu mite, Protagoras menerangkan bagaimana kesulitan baru ini diatasi. Seseorang dewa

berkunjung kepada manusia dan menyerahkan kepada mereka dua anugerah” keinsyafan dan

keadilan (dike) dan hormat kepada orang lain (aidos). Berkat kedua bakat ini manusia dapat

hidup bersama. Ia sendiri dapat mengadakan undang-undang. Jadi, undang-undang tertentu

tidak “lebih benar” dari pada undang-undang lain. Tetapi undang-undang ini lebih cocok

dengan masyarakat ini dan undang-undang lain lebih cocok dengan masyaraka lain. Rupanya

dalam bidang sosial juga manusia adalah ukuran.

e). Ajaran Tentang allah-allah Masih disimpan datu fragmen dari karya Protagoras yang

berjudul Peritheon (“perihal allah-allah): Mengenai allah-allah saya tidak merasa sanggup

menetapkan apakah mereka ada atau tidak ada; dan saya juga tidak dapat menentukan
hakekat mereka. Banyak hal yang merupakan halangan: baik kaburnya pokok bersangkutan

maupun pendeknya hidup manusia”. Pendapat Protagoras tentang allah-allah boleh disebut

suatu skeptisisme, artinya di sini tidak mungkin mencapai kebenaran. Itu cocok sekali dengan

anggapan relativistis yang dianut Protagoras dalam bidang pengenalan. Tetapi kita tidak

mempunyai informasi bahwa ia juga menarik konsekuensi praktis dari pendapat skeptis itu.

Mungkin sekali ia menyimpulkan bahwa dalam hidup praktis manusia harus berpihak pada

tradisi saja dan beribadah kepada allah-allah polis, sebagaimana wajib dilakukan oleh semua

warga negara.

2. Gorgias

a). Riwayat Hidup

Gorgias lahir di Leontinoi di Sisilia sekitar tahun 483. Rupanya mula-mula dia murid

Empedokles, kemudian dipengaruhi oleh dialektika Zeno. Pada tahun 427 ia datang ke

Athena sebagai duta kota asalnya untuk meminta pertolongan melawan kota Syrakusa.

Sebagai Sofis ia mengelilingi kota-kota Yunani,terutama Athena, di mana ia mengalami

sukses besar, karena luar biasa fasih lidahnya. Ia dijunjung tinggi sebagai guru dan

mempunyai banyak murid. Ia meninggal pada usia 108 tahun, kira-kira pada tahun 375.

`b). Ajaran

Gorgias menulis sebuah buku yang berjudul Tentang yang Tidak Ada atau Tentang

Alam. Dalam buku ini ia mempertahankan tiga pendirian yaitu:

(1). tidak ada sesuatu pun;

(2). seandainya sesuatu ada, maka itu tidak dapat dikenal;

(3). seandainya sesuatu dapat dikenal, maka pengetahuan itu tidak bisa disampaikan kepada

orang lain.

Ketiga pendirian ini disokong dengan banyak argumen. Soalnya ialah bagaimana kita

harus mengerti maksud Gorgias.


Ada sejarawan yang berpendapat bahwa yang ia maksudkan memang seperti yang

diucapkannya dengan ketiga pendirian ini. Kalau demikian, Gorgias bukan saja menganut

suatu skeptisisme (anggapan bahwa kebenaran tidak dapat diketahui), melainkan juga

memihak kepada nihilisme (anggapan bahwa tidak ada sesuatu pun atau bahwa tidak ada

sesuatu pun yang bernilai). Tetapi sulit sekali untuk membayangkan bahwa pendirian-

pendirian itu mengandung maksud Gorgias sendiri. Agaknya ia ingin menyindir metode

berargumentasi yang dipakai mazhab Elea dengan memperlihatkan bahwa cara

berargumentasi mereka dapat diteruskan hingga menjadi mustahil. Dalam tradisi yunani

diceritakan bahwa sesudah mengarang karya yang di sebut di atas, Gorgias berbalik dari

filsafat dan mulai mencurahkan perhatiannya kepada ilmu retorika. Kita masih mempunyai

dua pidato yang dikarang Gorgias. Mungkin kedua pidato ini disisipkan sebagai contoh

dalam suatu buku pegangan mengenai ilmu retorika, tetapi buku itu tidak ada lagi. Retorika

dianggap Gorgias sebagai seni untuk menyakinkan (“the art of persuasion”). Dari sebab itu

tidak cukup mengemukakan alasan-alasan yang diarahkan kepada akal budi, tetpai juga

perasaan harus disentuh.

Gorgias menciptakan gaya bahasa yang memperaktekkan prinsip ini.

Di antara murid-murid Gorgias tentu harus disebut Isokrates, seorang ahli pidato yang

ternama di Yunani. Ia akan membuka suatu sekolah Plato yang disebut “Akademia”.

3. Hippias

a). Riwayat Hidup

Hippias adalah kawan sebaya dengan Sokrates dan berasal dari kota Elis. Ia

dibicarakan dalam kedua dialog Plato yang berjudul Hippias Maior dan Hippias Minor.

Rupanya ia menguasai banyak lapangan keahlian, terutama ia mempunyai jasa-jasa besar

dalam bidang ilmu ukur.

b). Ajaran
Seperti banyak Sofis lain, Hippias juga mencurahkan perhatiannya pada pertanyaan,

apakah tingkah laku manusia dan susunan masyarakat harus berdasarkan nomos (adat

kebiasaan, undang-undang) atau harus berdasarkan physis (kodrat). Tetapi ia memberi

jawaban yang bertolak belakang dengan kebanyakan rekan Sofis. Ia beranggapan bahwa

kodrat manusiawi merupakan dasar bagi tingkah laku manusia dan susunan masyarakat. Ia

berpikir begitu, karena undang-undang berkali-kali harus dikoreksi atau diubahkan. Oleh

karenanya ternyata bukan undang-undang yang merupakan norma terakhir untuk menentukan

yang baik dan yang jahat. Apalagi, undang-undang sering kali memperkosa kodrat manusia.

Misalnya undang-undang menggolongkan manusia sebagai penguasa atau bawahan, sebagai

orang bebas atau budak. Padahal, menurut kodratnya, semua manusia sama derajatnya.

Dengan demikian pada Hippias tampaklah suatu kosmopolitisme dan universalisme yang

menandai banyak Sofis.

4. Prodikos

a). Riwayat Hidup

Prodikos berasal dari pulau Keos dania juga boleh dianggap sebagai kawan sebaya

Sokrates.

b). Ajaran

Prodikos menganut suatu pandangan hidup yang pesimistis. Kematian dianggapnya

sebagai jalan untuk melepaskan diri dari kesusahan dalam hidup manusia. Pendapatnya

tentang asal usul agama pasti tidak boleh dilupakan di sini. Menurut Prodikos, agama

merupakan penemuan manusia.

Mula-mula manusia memuja tenaga-tenaga alam sebagai dewa, misalnya matahari,

bulan, sunagi-sungai dan pohon-pohon. Sebagai contoh ia menunjuk kepada pemujaan sungai

Nil di Mesir. Taraf berikut ialah bahwa mereka yang menemukan keahlian tertentu

(pertanian, perkebunan anggur, pengolahan besi) dipuja sebagai dewa. Sebagai contoh ia
menyebut dewa-dewa Yunani Demeter, Dionysos, dan Hephaistos yang dalam agama Yunani

masing-masing dikaitkan dengan pertanian, anggur dan besi. Jadi, ia berpendapat bahwa juga

agama agama merupakan ciptaan manusia (nomos). Ia menyangka pula bahwa doa itu

kelebihan saja. Dan rupanya ia mengalami kesulitan-kesulitan dengan pemerintah Athena

karena anggapan-anggapan yang kurang ortodoks itu.

5. Kritias

a). Riwayat Hidup

Kritias ini lebih muda dari Sokrates. Ia berasal dari Athena dan memainkan peranan

penting dalam politik kota itu.

b). Ajaran

Titik ajaran Kritias yang harus disebutkan di sini ialah pendapatnya tentang agama. Ia

beranggapan bahwa agama ditemukan oleh penguasa-penguasa negara yang licik.

Kebanyakan pelanggaran dapat diadili menurut hukum. Tetapi selalu ada pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan tersembunyi saja dan tidak diketahui oleh umum. Dari sebab itu

penguasa-penguasa membalas juga pelanggaran-pelanggaran tersembunyi.

6. Lykophron

a). Riwayat Hidup

Lykophron adalah seorang filsuf yang termasuk ke dalam golongan Sofis. Di antara

nama-nama yang termasuk di dalam golongan Sofis,

b). Ajaran

Lykophron termasuk sebagai filsuf yang tidak diketahui mengenai pemikirannya.Hal

itu disebabkan tidak ada fragmen-fragmen dari karyanya yang tersimpan. Hanya ada

beberapa komentar dari sumber-sumber kuno tentangnya. Salah satu filsuf yang

menyinggung namanya adalah Aristoteles di dalam bukunya Retorika (1405b 35; 1406a b;

1410a 17). Ia dikenal sebagai murid di sekolah orator milik Gtidakorgias.


Selain itu, ia menaruh perhatian juga terhadap metafisika, ilmu politik, dan politik.

D. Ajaran Pokok Kaum Sofis

Kaum Sofis memiliki beberapa ajaran pokok yaitu :

1) Manusia menjadi ukuran segala-galanya

2) Kebenaran umum (mutlak) tidak ada

3) Kebenaran hanya berlaku sementara

4) Kebenaran tidak terdapat pada diri sendiri

Denagan ajaran yang demikian,maka Sofisme tergolong Aliran relativisme. Ajaran

Sofisme ada juga pengaruhnya yang positif waktu itu,yaitu melehirkan banyak orang terampil

berpidato. Disamping itu akal manusia dihargai. Tetapi segi negatifnya menjadikan orang

tidak bertanggung jawab atas ucapan-ucapannya, sebab apa yang dikatakan hari ini untuk

sesuatu,bias saja hari esoknya berlainan dengan dalih bahwa kebenaran hanyalah berlaku

sementara.

Dengan perjalanan seperti itu dunia pengetahuan menjadi tidak pasti dan terletak

semata-mata ditangan orang-orang yang dengan kecakapannya berpidato bias mempengaruhi

masyarakat.

Maka retorika yaitu kecakapan berpidato menjadi kunci kebenaran untuk membela

suatu pendirian. Dan hilangnya keyakinan karena kebenaran yang pasti tidak ada dan tidak

akan tercapai.

Demokrasi Athena menghajatkan kepandaian berdebat dan mendalil dimuka umum

untuk menarik banyak suara yang menguntungkan seseorang. Kaum Sofis menjanjikan untuk

mengajar kepandaian dalam masalah ini. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa praktek

mereka mendekati cara sarjana-sarjana hokum dalam masyarakat modern,mereka bersedia

memperlihatkan bagaimana membela atau menghancurkan dalil suatu perkara.


Menurut pemikiran filsafatnya, orang adalah ukuran segala sesuatu tentang adanya

yang ada dan tentang tidak adanya yang tidak ada. Ini dapat ditafsirkan bahwa setiap orang

adalah ukuran segala sesuatu dan jika terjadi pertentangan maka tidak ada kebenaran obyektif

sesuai dengan yang ditentukan mana yang benar dan mana yang salah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam uraian-uraian sejarah filsafat, kaum Sofis tidak selalu dipandang dengan cara

yang sama. Kadang-kadang dikemukakan pertimbangan yang agak negatif. Tetapi dalam

uraian-uraian lain kaum Sofis direhabilitasikan lagi dengan penilaian yang lebih positif. Pada

aliran Sofistik sendiri terdapat dua aspek yang menampilkan penilaian yang berbeda-beda itu.

Di satu pihak gerakan para Sofis menyatakan krisis yang tampak dalam pemikiran Yunani.

Rupanya pada waktu itu orang merasa jemu dengan sekian banyak pendirian yang telah

dikemukakan dalam filsafat pra-sokratik. Reaksinya ialah skeptisisme yang dianut oleh para

Sofis. Kebenaran diragukan dan dasar ilmu pengetahuan sendiri digoncangkan (Protagoras,

Gorgias). Dengan itu Sofistik pasti mempunyai pengaruh negatif atas kebudayaan Yunani

waktu itu. Banyak nilai tradisional dalam bidang agama dan moralitas mulai roboh. Peranan

polis sebagai kesatuan sosial-politik mulai merosot, karena kaum Sofis memajukan suatu

orientasi pan-Hellen. Tekanan pada ilmu berpidato dan kemahiran berbahasa menampilkan

bahaya bahwa teknik berpidato akan dipergunakan untuk maksud-maksud yang jahat. Kalau

prinsip Protagoras, yakni “membuat argumen yang paling lemah menjadi yang paling kuat”,

dikaitkan dengan relativisme dalam bidang moral, maka dengan sendirinya jalan terbuka

untuk penyalahgunaan itu. Sofis-sofis yang besar seperti Protagoras dan Gorgias tidak

menyalahgunakan ilmu berpidato untuk maksud-maksud jahat. Mereka adalah orang yang

dihormati oleh umum karena moralitas yang bermutu tinggi. Hal yang sama tidak bisa

dikatakan mengenai semua Sofis lain. Akan tetapi di lain pihak aliran Sofistik pasti juga

mempunyai pengaruh yang positif atas kebudayaan Yunani. Bahkan boleh dikatakan bahwa
para Sofis mengakibatkan suatu revolusi intelektual di yunani. Gorgias dan Sofis-sofis lain

menciptakan menciptakan gaya bahasa yang baru untuk prosa Yunani.

Sejarawan-sejarawan Yunani yang besar, seperti:

Herodotos dan thukydides, dipengaruhi secara mendalam oleh pemikiran Sofistik.Pandangan

hidup kaum Sofis bergema juga pada dramawan-dramawan yang tersohor seperti Sophokles

dan terutama Euripides. Dan kami sudah menyebut sebagai jasa-jasa Sofistik bahwa mereka

mengambil manusia sebagai obyek bagi pemikiran filsafat dan bahwa mereka meletakkan

fundamen untuk pendidikan sistematis bagi kaum muda. Tetapi jasa mereka yang terbesar

ialah bahwa mereka mempersiapkan kelahiran filsafat baru.

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan

dalam tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalam tahap belajar, saya

juga manusia biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa. Oleh karena itu, kami

mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi perbaikan makalah kami

selanjutmya.

 
DAFTAR FUSTAKA

Kaum Sofis, Fadliyanur’s Weblog.

Achmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta, Rajawali Press, 2000.

Syadali,Ahmad dan Mudzakir,Filsafat Umum,Bandung,Pustaka Setia,1999.

Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya

http://rudhyalyha.blogspot.com/2010/07tugas-makalah.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai