Anda di halaman 1dari 19

1

KATA PENGANTAR

 Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kelancaran kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini degan baik. Pada pembahasan ini
kami akan menyampaikan materi dari Biologi Bahasa Indonesia mengenai Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) dan Pembentukan Kata, Sebelumnya kami ucapan terimakasih kepada
dosen yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini pada mata kuliah Bahasa
Indonesia dan tak lupa pula ucapan terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
mendukung untuk penyelesaian makalah ini.

Makalah ini menjelaskan tentang bagaimana sejarah ejaan yang disempurnakan dan
penjelasannya serta tentang pembentukan kata yang merupakan salah satu materi yang akan
dipelajari pada mata kuliah Bahasa Indonesia.

Jika ada kesalahan dalam prosesnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena
sumber yang kami miliki sangatlah minim, oleh sebab itu kami mohon maaf bagi para audiens
dan pembaca khususnya. Semoga makalah ini memberikan banyak manfaat kepada para
pembacanya. Selanjutnya, demi kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan segala masukan
dan saran yang sifatnya membangun.

 
2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
A. SEJARAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN.......................................................................4
B. PEMAKAIAN HURUF-HURUF..................................................................................................5
C. GABUNGAN HURUF KONSONAN...........................................................................................6
D. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING.....................................................7
E. PENULISAN KATA......................................................................................................................8
F. GABUNGAN KATA.....................................................................................................................8
G. PARTIKEL................................................................................................................................9
H. SINGKATAN DAN AKRONIM.....................................................................................................9
I. PEMBENTUKAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA......................................................11
BAB III......................................................................................................................................................18
PENUTUP.................................................................................................................................................18
A. KESIMPULAN............................................................................................................................18
B. SARAN.........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................19
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana
menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan
penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca.

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia, ejaan Republik atau ejaan
Soewandi, yang berlaku sejak tahun 1927. Tepatnya pada 16 agustus 1972, telah ditetapkan dan
diberlakukan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Apabila
pedoman ini dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.

Pembentukan kata biasa disebut dengan morfologi. Hingga kini telah banyak dibicarakan
berbagai bentuk kata dalam bahasa Indonesia beserta pengertian-pengertian yang diwakilinya.
Dengan kata lain telah diberikan tinjauan tentang cirri bentuk kata beserta tugasnya dalam
pemakaian bahasa. Pengetahuan tentang cirri-ciri penting sekali, karena bahasa sesungguhnya
tidak lain dari pada tanda bunyi bebas yang selalu terikat pada suatu sistem, diketahui oleh
masyarakat bahasa berdasarkan perjanjian. Jadi pada hakikatnya bahasa adalah bunyi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pemakaian huruf-huruf ?


2. Bagaimana pemakaian huruf kapital dan huruf miring ?
3. Bagaimana huruf miring itu ?
4. Beberapa pengertian mengenai pembentukan kata ?
5. Bagaimana penulisan kata ?
6. Bagaimana kesalahan pembentukan dan pemilihan kata ?
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

Sebelum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Lembaga Bahasa dan Kesusastraan,


(sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru
pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo.
Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari
Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan
Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan
kebudayaan No.062/67, tanggal 19 September1967.

Pada 23 Mei1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri


Pelajaran Malaysia, Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 
Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang
telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57
Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu (“Rumi” dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia.

Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada
waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik
Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk
bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun
1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah
dibentuk pada tahun 1966.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta


penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak
5

bulan Maret1947.Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober1972, Panitia Pengembangan Bahasa


Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan “Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

1. Revisi 1987

Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan “Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD
edisi 1975.

2. Revisi 2009

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan


Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti
dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

B. PEMAKAIAN HURUF-HURUF
1. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut
:A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z.

2. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
6

3. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf :b, c, d,
f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.

4. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

C. GABUNGAN HURUF KONSONAN

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan konsonan yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.

1. Pemenggalan Kata
2. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut :
3. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua
huruf vocal itu.
4. Jika di tengah ada kata huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, diantara dua
buah huruf vocal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
5. Jika di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan diantara
kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
6. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan
diantara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
7. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
betuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal
pada pergantian baris.
8. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain pemenggalan dapat dilakukan (1) diantara unsur-unsur itu atau (2) pada
gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.

 
7

D. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING


1. Huruf Kapital Atau Huruf Besar

Pemakaian huruf yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah huruf kapital atau huruf besar
dan huruf miring, sedangka huruf tebal tidak pernah diatur dalam pedoman EYD. Uraian secara
rinci tentang penulisan huruf kapital akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan yang diikuti nama orang.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi,
atau nama tempat.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata termasuk semua unsur kata
ulang sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan udul karangan kecuali
kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
8

14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti.

1. Huruf Miring
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
4. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan
asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

E. PENULISAN KATA
1. Kata Dasar adalah kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
2. Kata Turunan
3. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
4. Jika bentuk kata dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya.
5. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan kata itu di tulis serangkai.
6. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis
serangkai.
7. Bentuk Ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

F. GABUNGAN KATA
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya
ditulis terpisah.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian
dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
3. Gabungan kata ditulis serangkai.
9

4. Kata Ganti -ku, -kau, -mu, dan -nya. Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya; ku,mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
5. Kata Depan di- ke-, dan dari. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecuali, didalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata
seperti kepada dan daripada.
6. Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

G. PARTIKEL
1. Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’,’demi’,dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang
mendahuluinya atau mengikutinya.

H. SINGKATAN DAN AKRONIM

 Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
2. Singkatan nama resmi resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih satu tanda titik.
4. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.

 Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata.

1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
2. Akronim nama diri yang berupa gaungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaital.
10

3. Akronim yang bukan nama diri gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
4. Angka dan Lambang Bilangan
5. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
6. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, (iv) kuantitas.
7. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah apartemen, atau kamar
pada alamat.
8. Angka digunakan juga menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
9. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
10. Bilangan utuh

Misalnya :

 dua belas 12
 dua puluh dua 22

2. Bilangan pecahan

 Misalnya : setengah ½
 tiga perempat ¾

1. Penulisan lambang bilangan tingkat.


2. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran.
3. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan satu
atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dam pemaparan.
4. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
11

5. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca.
6. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuintasi.
7. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

I. PEMBENTUKAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA

Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata
dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara
pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar
dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Untuk mempersingkat dan memperjelas  pembahasannya, kami menggunakan kata-kata yang


tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk menjelaskan kata-kata tersebut sebanyak mungkin.
Kami tidak membahas tentang infiks (sisipan yang jarang digunakan), reduplikasi dan kata-kata
majemuk yang berafiks.

1. DEFINISI ISTILAH

Kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga
dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi
perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.

Afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan


pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri
sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks,
sufiks dan konfiks.

Prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk
kata baru dengan arti yang berbeda.
12

Sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk


membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

Konfiks (sirkumfiks / simulfiks) =secara simultan (bersamaan), satuafiks melekat di


depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama
mendukung satu fungsi.

Kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat
imbuhan.

Keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar
dan memiliki afiks yang berbeda.

2. AFIKS BAHASA INDONESIA YANG UMUM

Prefiks:  ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-

Sufiks:  -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya

Konfiks:  ke – an, ber – an, pe – an, peng – an, peny – an, pem – an, per – an, se – nya

3. PENGGUNAAN AFIKS

Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan


kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa
Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia
berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna sebagian besar
kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan menggunakan kaidah umum untuk
masing-masing jenis afiks.

Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita dapat
menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan jenis
kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami menggunakan kaidah pengklasifikasian
13

kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Edisi Kedua – 1991) yang disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia.
Penjelasan di bawah adalah untuk menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan) kepada
kata dasar, bukan untuk menjelaskan bilamana afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak
diuraikan tentang asal kata dasar (etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan di bawah
ini lebih berhubungan dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat – siapa yang melakukan
aksi itu, hasil perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan apakah tindakan itu merupakan
fokus utama dalam kalimat atau bukan.

4. FREKUENSI PENGGUNAAN AFIKS

Dalam kamus ini terdapat 38.308 entri (tidak termasuk singkatan, akronim dan entri kata
majemuk) dimana 22.022 berafiks dan 16.286 tidak berafiks. Menurut persentase, 57%
berafiks dan 43% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 9 entri dalam kamus ini, 5 kata berafiks
dan 4 kata lainnya tidak.

Pada tahun 1998, secara tidak formal, kami menganalisis 10.000 kata Bahasa Indonesia
dari terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata tersebut, terdapat 2.887 atau kira-
kira 29% kata berafiks dan 7.113 atau 71% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 100 kata di
surat kabar atau majalah, Anda mungkin dapat menemukan 29 kata yang berafiks dan 71
kata tidak berafiks. Tingkat penggunaan masing-masing afiks diuraikan di bawah ini.

5. APLIKASI AFIKS

Ber– : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung
arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau
kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau
mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks “ber-” adalah untuk menunjukkan bahwa subyek
kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak
verba dengan afiks “ber-” mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam
Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
prefiks ini.
14

Me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk
verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat
adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali
mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini
yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa
Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.

Di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks “me-.” Prefiks
“me-” menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks “di-” menunjukkan tindakan pasif, di
mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan
pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks
ini.

Pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan
perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang
dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada katadasarnya. Apabila kata dasarnya
berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau
karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa
Indonesia memiliki prefiks ini.

Ter– : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks
ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.

1. Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang


menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya:
paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)
2. Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba
yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan.
Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang
terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak
disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam
15

kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku
perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.

Se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering
dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.  Penggunaan paling umum dari prefiks
ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa
Inggris)
2. Untuk menyatakan seluruh atau segenap
3. Untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan
4. Untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama ataumenyatakan sesuatu yang
berhubungan dengan waktu

-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil
suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan
sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
sufiks ini.

-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan,
pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk
memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau obyek tak langsung dalam kalimat yang
mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari perbuatan tersebut. Sufiks ini pun
menunjukkan di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata
yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

–kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab,
proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk
memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalamkalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata
yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
16

–kah :  menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan
dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat.
Sufiks ini jarang digunakan.

-lah :sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara
singkat dapat dikatakan bahwa sufiks inisering digunakan untuk memperhalus perintah,
untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

ke-an : konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:

1. membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian
umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar
2. membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal
3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan
4. membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan

Pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini
biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan
yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.

Per-an :menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan


hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering
menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba
dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-
an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar satu dari tiap 108
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.

Se – nya :Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau
kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi
17

yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi
mungkin).

-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya,
tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di
sini.  contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently

-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak
dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap
sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang
mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” =
buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang
menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan
sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk(bukan sebagai sufiks murni)
adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan.
Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak
resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan
majalah berita.

 
18

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ejaan Yang Disempurnakan adalah kaidah cara menggambarkan/ melambangkan bunyi-


bunyi ujaran (kata, kalimat dan sebagaianya) dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang
itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa).

Pembentukan kata itu adalah proses mengolah leksem atau huruf yang menjadi kata. Dan
ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara
menggabungkan beberapa komponen yang berbeda.

B. SARAN

Apa yang kita mengerti dan pahami tentang ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan
(EYD), sekiranya dapat kita praktekkan dalam penulisan karya ilmiah agar bahasa kita ini tidak
tercampur dengan kata-kata asing.

 
19

DAFTAR PUSTAKA

http://pemakaian_huruf_bahasa_indonesia/jasa_artikel.com.htm

https://anasunni.wordpress.com/2013/01/10/makalah-bahasa-indonesia pembentukan-kata/

https://nurulhidayatullahb.wordpress.com/2013/12/15/makalah-tentang-ejaan-yang-
disempurnakan/

Anda mungkin juga menyukai