Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MANDIRI

“Ejaan Yang Disempurnakan”

Dosen Pembimbing : Laila Fiteriani, M.Pd.

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Di susun oleh :

Nama : Ilham Ridhani Rahman

NIM : 20.14.3749

Semester : 2 (dua)

Prodi : PAI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-WASHLIYAH


BARABAI

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kepada saya untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Pada
pembahasan ini saya akan menyampaikan materi dari Biologi Bahasa Indonesia
mengenai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan Pembentukan Kata,
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
membimbing dalam penyusunan makalah ini pada mata kuliah Bahasa Indonesia.

Makalah ini menjelaskan tentang bagaimana sejarah ejaan yang disempurnakan


dan penjelasannya serta tentang pembentukan kata yang merupakan salah satu
materi yang akan dipelajari pada mata kuliah Bahasa Indonesia.

Jika ada kesalahan dalam prosesnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya
karena sumber yang saya gunakan minimal, oleh karena itu saya mohon maaf bagi
audiens dan pembaca khususnya. Semoga makalah ini memberikan banyak
manfaat kepada para pembacanya. Selanjutnya, demi kesempurnaan makalah ini
sangat diharapkan segala masukan dan saran yang membangun.

Barabai, 04 Juli 2021

Muhammad Bahtiar

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
I. Sejarah Ejaan yang Disempurnakan..................................................................2
II. Pemakaian Huruf-Huruf.................................................................................3
III. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring................................................4
IV. Penulisan Kata..................................................................................................5
V. Pembentukan Kata-Kata Bahasa Indonesia......................................................7
VI. Definisi Istilah...................................................................................................8
VII. Afiks Bahasa Indonesia yang Umum..............................................................8
VIII. Penggunaan Afiks.........................................................................................8
IX. Frekuensi Penggunaan Afiks...........................................................................9
X. Aplikasi Afiks.......................................................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................................14
1. Kesimpulan.........................................................................................................14
2. Saran...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ejaan adalah keseluruhan bagaimana memahami bunyi ujaran, dan


bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis,
ejaan adalah aturan-aturan penulisan, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan
penulisan tanda baca.

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia, ejaan


Republik atau ejaan Soewandi, yang berlaku sejak tahun 1927. Tepatnya pada 16
agustus 1972, telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jika pedoman ini
dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.

Kata biasa disebut dengan morfologi. Hingga kini telah banyak penjelasan
tentang bentuk kata dalam bahasa Indonesia beserta-pengertian yang diwakilinya.
Dengan kata lain telah diberikan tentang cirri bentuk kata dan penggunaan
pemakaian dalam bahasa. Pengetahuan tentang cirri-ciri penting sekali, karena
bahasa sebenarnya tidak lain pada tanda-tanda yang tidak selalu diketahui oleh
suatu sistem, berdasarkan perjanjian. Jadi pada hakikatnya bahasa adalah bunyi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pemakaian huruf-huruf ?
2. Bagaimana cara penggunaan huruf kapital dan huruf miring ?
3. Bagaimana huruf miring itu ?
4. Beberapa pengertian mengenai pembentukan kata ?
5. Bagaimana penulisan kata ?
6. Bagaimana pembentukan dan pemilihan kata ?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan penggunaan huruf-huruf.
2. Dapat menjelaskan penggunaan huruf kapital dan huruf miring.
3. Dapat menjelaskan penulisan kata.
4. Dapat menjelaskan beberapa pengertian mengenai pembentukan kata.

1
5. Dapat menjelaskan pembentukan kata.
6. Dapat menjelaskan kesalahan pembentukan dan pemilihan kata.

BAB II

PEMBAHASAN

I. Sejarah Ejaan yang Disempurnakan


Sebelum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan
Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang
telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo . Para pelaksananya pun di samping
terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu
berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru.
Panitia itu bekerja di atas surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan
No.062/67, tanggal 19 September 1967 .

Pada 23 Mei 1972 , pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri


Pelajaran Malaysia , Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia , Mashuri . Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang
Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972 ,
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin bagi bahasa Melayu (“Rumi” dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan
bahasa Indonesia .

Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama
(ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun
Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus1972
diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden
Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan
tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan
bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan


penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan
Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret1947.Selanjutnya pada

2
tanggal 12 Oktober1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor
0196/U/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

Revisi 1987

Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan


Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang
Penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan”. Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

Revisi 2009

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan


Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan
menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

II. Pemakaian Huruf-Huruf


a) Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf
yang berikut :A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U,
V, W, X, Y, Z.

b) Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf a, e, i, o, dan u.

c) Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf :b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.

d) Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai,
au, dan oi.

3
e) Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan konsonan yaitu kh,
ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.

f) Pemenggalan Kata

Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut :

 Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan
diantara kedua huruf vocal itu.
 Jika di tengah ada kata huruf konsonan, termasuk gabungan huruf
konsonan, diantara dua buah huruf vocal, pemenggalan dilakukan sebelum
huruf konsonan.
 Jika di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan diantara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan
tidak pernah diceraikan.
 Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan diantara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua.
 Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami
perubahan betuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata
dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
 Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu
dapat bergabung dengan unsur lain pemenggalan dapat dilakukan (1)
diantara unsur-unsur itu atau (2) pada gabungan itu sesuai dengan kaidah
1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.

III. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

a. Huruf Kapital Atau Huruf Besar


Pemakaian huruf yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah huruf kapital
atau huruf besar dan huruf miring, sedangka huruf tebal tidak pernah
diatur dalam pedoman EYD. Uraian secara rinci tentang penulisan huruf
kapital akan dijelaskan sebagai berikut :
 Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada
awal kalimat.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

4
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab suci,
termasuk kata ganti untuk Tuhan.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa.
 Huruf kapital sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
kecuali kata seperti dan.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang
sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata termasuk semua
unsur kata ulang sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
udul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak
terletak pada posisi awal.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti.

b. Huruf Miring

 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,


majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah
atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

5
IV. Penulisan Kata

Kata Dasar adalah kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

 Kata Turunan
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Jika bentuk kata dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Jika bentuk
dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu di tulis serangkai. Jika salah satu unsur gabungan
kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai.
Bentuk Ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

 Gabungan Kata
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah. Gabungan kata, termasuk istilah khusus,
yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan
tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
Gabungan kata ditulis serangkai. Kata Ganti -ku, -kau, -mu, dan -nya. Kata
ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku,mu,
dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Kata Depan
di- ke-, dan dari. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecuali, didalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap
sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Kata si dan sang ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya.

 Partikel
Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya. Partikel per yang berarti ‘mulai’,’demi’,dan ‘tiap’ ditulis
terpisah dari bagian kalimat yang mendahuluinya atau mengikutinya.

 Singkatan dan Akronim


Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat
diikuti dengan tanda titik. Singkatan nama resmi resmi lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Singkatan umum yang terdiri

6
atas tiga huruf atau lebih satu tanda titik. Lambang kimia, singkatan satuan
ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan
suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlukan sebagai kata. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf
awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Akronim
nama diri yang berupa gaungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaital. Akronim yang
bukan nama diri gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.

 Angka dan Lambang Bilangan


Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka
digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii)
satuan waktu, (iii) nilai uang, (iv) kuantitas. Angka lazim dipakai untuk
melambangkan nomor jalan, rumah apartemen, atau kamar pada alamat.
Angka digunakan juga menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut.

 Bilangan utuh
Misalnya : dua belas (12), dua puluh dua (22)
 Bilangan pecahan
Misalnya : setengah (½)
tiga perempat ( ¾)
 Penulisan lambang bilangan tingkat.
Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran. Lambang bilangan
yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan satu atau
dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan
dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dam pemaparan.
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Angka yang
menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan
kuintasi. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.

V. Pembentukan Kata-Kata Bahasa Indonesia

7
Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian
besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang
berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya
mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan
di bawah ini. Untuk mempersingkat dan memperjelas pembahasannya, kami
menggunakan kata-kata yang tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk
menjelaskan kata-kata tersebut sebanyak mungkin. Kami tidak membahas tentang
infiks (sisipan yang jarang digunakan), reduplikasi dan kata-kata majemuk yang
berafiks.

VI. Definisi Istilah


 Kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki
imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan
bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas
di sini.
 Afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila
ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata
baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain
seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan konfiks.
 Prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar
untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
 Sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar
untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
 Konfiks (sirkumfiks / simulfiks) =secara simultan (bersamaan), satuafiks
melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar
yang bersama-sama mendukung satu fungsi.
 Kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar
yang mendapat imbuhan.
 Keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari
satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.

VII. Afiks Bahasa Indonesia yang Umum


 Prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-,
per-, se-, ter-
 Sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya
 Konfiks: ke – an, ber – an, pe – an, peng – an, peny – an, pem – an, per –
an, se – nya

8
VIII. Penggunaan Afiks

Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks


merupakan kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca
teks Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan
majalah Indonesia berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat
mengerti makna sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu
dengan menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks.

Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita
dapat menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam
mengklasifikasikan jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami
menggunakan kaidah pengklasifikasian kata menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua
– 1991) yang disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di
bawah adalah untuk menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan) kepada kata
dasar, bukan untuk menjelaskan bilamana afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak
diuraikan tentang asal kata dasar (etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan
di bawah ini lebih berhubungan dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat –
siapa yang melakukan aksi itu, hasil perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan
apakah tindakan itu merupakan fokus utama dalam kalimat atau bukan.

IX. Frekuensi Penggunaan Afiks


Dalam kamus ini terdapat 38.308 entri (tidak termasuk singkatan, akronim
dan entri kata majemuk) dimana 22.022 berafiks dan 16.286 tidak berafiks.
Menurut persentase, 57% berafiks dan 43% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 9
entri dalam kamus ini, 5 kata berafiks dan 4 kata lainnya tidak.
Pada tahun 1998, secara tidak formal, kami menganalisis 10.000 kata
Bahasa Indonesia dari terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata
tersebut, terdapat 2.887 atau kira-kira 29% kata berafiks dan 7.113 atau 71%
tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 100 kata di surat kabar atau majalah, Anda
mungkin dapat menemukan 29 kata yang berafiks dan 71 kata tidak berafiks.
Tingkat penggunaan masing-masing afiks diuraikan di bawah ini.

X. Aplikasi Afiks
 Ber– : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering
kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga
dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan
prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu.
Fungsi utama prefiks “ber-” adalah untuk menunjukkan bahwa subyek

9
kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam
kalimat itu. Banyak verba dengan afiks “ber-” mempunyai kata yang sama
dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Me-,
meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini
membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana
fokus utama dalam kalimat adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek
tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan,
menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling
umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.

 Di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks
“me-.” Prefiks “me-” menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks “di-”
menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan adalah
fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Sekitar satu dari tiap 40
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.

 Pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen
yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga
bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang
tersebut pada katadasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka
kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata
dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa
Indonesia memiliki prefiks ini.

 Ter– : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua
kemungkinan. Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya
menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi
(ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling
baru, paling murah) Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif,
umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu
suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa
menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi
secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak
disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus
dalam kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan
pada pelaku perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.

10
 Se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks
ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar
satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
prefiks ini. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai
berikut:

 Untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the”
dalam Bahasa Inggris)

 Untuk menyatakan seluruh atau segenap

 Untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan

 Untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama ataumenyatakan


sesuatu yang berhubungan dengan waktu

 -an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang


menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan
tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

 -i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan


perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini
sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau
obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat
pengaruh dari perbuatan tersebut. Sufiks ini pun menunjukkan di mana
dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

 –kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang


menunjukkan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian.
Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian
lain dalamkalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

 –kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan


merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang
merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.

11
 -lah :sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan,
tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks inisering digunakan
untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau
menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang tertulis
dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

 ke-an : konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap
65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.
Konfiks ini adalah untuk:
 membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan
dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang
berhubungan dengan kata dasar
 membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal
 membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan
membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan
 Pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari
keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang
menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh
verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis
dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.

 Per-an :menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang


menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga
menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan
yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat.
Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks
“ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik.
Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki konfiks ini.

 Se – nya :Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar


tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang
menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan
kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).

 -nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti
kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan
kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh: biasanya = usually;
rupanya = apparently

12
 -nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan
semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada
umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan
kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak
mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya,
“bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain
sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat
memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti
“buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk. Penggunaan “-nya”
baik sebagai kata ganti maupun penunjuk(bukan sebagai sufiks murni)
adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu”
bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat
umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya,
dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar
dan majalah berita.

13
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Ejaan Yang Disempurnakan adalah kaidah cara menggambarkan/


melambangkan bunyi-bunyi ujaran (kata, kalimat dan sebagaianya) dan
bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan
penggabungannya dalam suatu bahasa).

Pembentukan kata itu adalah proses mengolah leksem atau huruf yang
menjadi kata. Dan ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian
besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang
berbeda.

2. Saran

Apa yang kita mengerti dan pahami tentang ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan (EYD), sekiranya dapat kita praktekkan dalam penulisan karya
ilmiah agar bahasa kita ini tidak tercampur dengan kata-kata asing.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://pemakaian_huruf_bahasa_indonesia/jasa_artikel.com.htm

https://anasunni.wordpress.com/2013/01/10/makalah-bahasa-indonesia
pembentukan-kata/

https://nurulhidayatullahb.wordpress.com/2013/12/15/makalah-tentang-ejaan-
yang-disempurnakan/

15

Anda mungkin juga menyukai